Anda di halaman 1dari 16

SISWA DILARANG MEMBAWA HANDPHONE DISEKOLAH

KONTRA
HP merupakan trend yang seolah tidak dapat ditinggalkan dari para remaja saat ini. Semua
remaja dipastikan memiliki hp dari merek terkenal hingga hp buatan cina. Berbagai cara remaja
memanfaatkan HP, ada yang digunakan untuk semata-mata komunikasi, hiburan, bahkan ada
pula yang digunakan untuk tindakan negatif. Dengan berbagai masalah yang timbul di sekolah
mulai SMSan saat pelajaran hingga menyimpan video atau gambar porno rentan dilakukan oleh
siswa di sekolah sehingga tak sedikit sekolah yang melarang membawa HP saat masuk sekolah.
Dengan kebijakan tersebut ada yang Pro dan kontra dengan berbagai asumsi.            

PRO
Bagi yang pro dengan kebijakan ini kebijakan tersebut dianggap sebagai pemabatasan dalam hal
berkomunikasi yang merupakan hak setiap bangsa yang tercantum dalam pancasila yaitu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ada pula yang beranggapan hal ini merupakan
dengan keputusan itu siswa tidak mendapatkan hiburan saat di sekolah karena biasa
menggunakan HP sebagai sarana hiburan serta masih banyak lagi asumsi. Bagi yang pro
kebijakan tersebut akan menimbulkan dampak positif karena siswa akan lebih berkonsentrasi dan
juga lebih bisa terkontrol. Karena tak sedikit pula siswa yang memanfaatkan HP untuk kegiatan
yang negatif.            

Setiap kebijakan ada pro dan kontra merupakan hal yang biasa, namun yang perlu dipahami
bersama adalah setiap sendi kehidupan pastilah menginginkan hal yang terbaik. Setiap keputusan
pastilah sudah dipertimbangkan antara keuntungan dan kerugian. Jika keuntungannya lebih
banyak dari kerugiannya berarti keputusan tersebut layak untuk dijalankan dengan sebaik-
baiknya.
UJIAN PERLU DIHAPUSKAN DAN PENENTUAN KELULUSAN
DIKEMBALIKAN KE SEKOLAH

- PRO UN
UN (Ujian Nasional) merupakan kegiatan tahunan pemerintah yang menimbulkan banyak pro
dan kotra. Meskipun banyak masyarat dan beberapa pejabat pemerintah menilai kegiatan ini
harus dihapuskan, tapi masih ada masyarakat dan pejabat pemerintah yang mendukung kegiatan
ini. Bapak Agung Laksono selaku Menkokesra yang dikutip dalam Kompas edisi 25 April 2013
menyatakan dukungannya kepada UN. Beliau menyampaikan bahwa pelaksanaan UN itu penting
bagi pemeritah, meskipun ada banyak kekurangan dan harus diperbaiki setiap tahunnya. Selain
Menkokesra, UN juga mendapat dukungan penuh dari instansi terkait seperti Kemendikbud,
DPR dan Kementrian Keuangan. Bentuk dukungan mereka yaitu berupa anggaran yang selalu
disihkan untuk UN setiap tahunnya.
Menurut Karso selaku Lektor Kepala FPMIPA UPI terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan
alasan mengapa UN peru dipertahankan, antara lain : Ada beberapa hal yang dapat dijadikan
alasan mengapa UN perlu tetap dipertahankan, antara lain:
 a. Beberapa pasal pada Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang terkait langsung
dengan kegiatan ujian atau evaluasi pendidikan adalah pasal 35, pasal 57, pasal 58, dan pasal 59.
Berdasarkan pasal-pasal dan ayat-ayatnya serta kaitannya satu sama lain, maka dapat ditarik
suatu pemahaman seperti berikut ini.
1) Terhdap hasil belajar peserta didik perlu dilakukan evaluasi oleh pendidik dengan tujuan
utama untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan (pasal 58, ayat 1).
2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, satuan/lembaga pendidikan, dan program
pendidikan untuk memantau (pasal 35, ayat 3) dan/atau menilai (pasal 58, ayat 2) pencapaian
standar nasional pendidikan (isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan evaluasi pendidikan) (pasal 35, ayat 1).
3) Evaluasi terhadap peserta didik, satuan/lembaga pendidkan, dan program pendidikan untuk
memantau atau menilai pencapaian standar nasional dilakukan oleh suatu lembaga mandiri (pasal
58, ayat 2), dapat berupa badan standarisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan
(pasal 35, ayat 3) dan/atau lembaga yang diselenggarakan oleh masyarakat dan/atau yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi.
4) Pasal 35, 57, dan 58 mengamanatkan bahwa evaluasi perlu dilakukan untuk (a) pengendalian
mutu pendidikan secara nasional (pasal 57, ayat 1), dan (b) memantau (pasal 35, ayat 3) dan/atau
menilai (pasal 58, ayat 2) pencapaian standar nasional pendidikan.
5) Pasal 59 berisi tentang lembaga yang harus melakukan evaluasi dan membentuk lembaga
evaluasi yang mandiri disertai beberapa spesifikai tentang apa dan siapa yang dievaluasi, yaitu
pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan (pasal 59, ayat 1). Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk
lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi sebagaimana ynag dimaksud dalam pasal 58
(pasal 59, ayat 2).
b. Tidak sedikit pula pendapat yang mendukung dilaksanakan UN terutama didasarkan pada
argumentasi tentang pentingnya UN sebagai pengendali mutu pendidikan secara nasional dan
pendorong atau motivator bagi peserta didik dan penyelenggara pendidikan untuk meningkatkan
mutu pendidikan.
c. UN perlu dilaksanakan dalam rangka menegakkan akuntabilitas pengelola dan penylenggara
pendidikan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dan masyarakat pada umumnya. Secara
konseptual UN mampu menyediakan informasi yang akurat kepada masyarakat tentang prestasi
yang dicapai oleh setiap peserta didik, sekolah, lembaga pendidikan kabupaten/kota, provinsi,
dan prestasi nasional secara keseluruhan. Informasi ini dapat digunakan untuk membandingkan
prestasi belajar antar sekolah, kabupaten/kota, dan antar provinsi. Dalam konteks ini UN
merupakan instrumen yang potensial untuk menyediakan informasi penting dalam menegakkan
akuntabilitas.

Beberapa masyarakat pun berpendapat bahwa UN masih perlu dilaksanakan karena UN


memberikan beberapa dampak positf dan hasil dari UN bisa dijadikan acuan untuk kejenjang
pendidikan selanjutnya. Beberapa kegunaan hasil UN :
• Penetapan mutu satuan dan atau program pendidikan di seluruh Indonesia,
• Seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau berikutnya,
• Pertimbangan penentuan kelulusan peserta didik dari satuan dan atau program pendidikan,
• Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan dan atau program pendidikan dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan untuk mencapai tingkat kelulusan tertentu, dan
 • Perbaikan sarana dan prasarana untuk guru, laboratorium, perpustakaan, tenaga kependidikan
dan keperluan sekolah lainnya. Secara tidak langsung dampak positif dari pelaksaan UN bagi
siswa adalah memotivasi siswa untuk lebih rajin belajar, karena siswa sadar bahwa persaingan
dalam UN sangat ketat sekali dan hasil UN merupakan penentu masa depan mereka.

- KONTRA UN
Telah muncul berbagai tanggapan dan pendapat yang beragam dari berbagai kalangan tentang
UN yang dilansir oleh sejumlah media masa. Di antara mereka ada yang secara tegas menolak
keberadaan UN dalam bentuk apapn dan menggantinya dengan ujian sekolah. Menurut kajian
Koalisi Pendidikan, setidaknya ada empat penyimpangan dengan digulirkannya UN (Tempo,
040205), yaitu ;
• pertama, aspek pedagogis. Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga
aspek, yakni pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu
aspek kemampuan, yaitu kognitif.
• Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun
2003 telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional
pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara
berencana dan berkala. UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar
pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Pasal 58 ayat 1 menyatakan,
evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan,
dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Kenyataannya, selain
merampas hak guru melakukan penilaian, UN mengabaikan unsur penilaian yang berupa proses.
Selain itu, pada pasal 59 ayat 1 dinyatakan, pemerintah dan pemerintah daerah melakukan
evaluasi terhadap pengelola, satuan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Tapi dalam UN
pemerintah hanya melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan
tugas pendidik.
• Ketiga, aspek sosial dan psikologis. Dalam mekanisme UN yang diselenggarakannya,
pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada
tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun 2004/2005 dan pada tahun 2006 ini standar nilai kelulusan
dinaikan hingga 5,00. Ini menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang tua
siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di-UN-kan di sekolah ataupun
di rumah.
 • Keempat, aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN memboroskan biaya. Pada 2005
memang disebutkan pendanaan UN berasal dari pemerintah, tapi tidak jelas sumbernya, sehingga
sangat memungkinkan masyarakat kembali akan dibebani biaya. Selain itu, belum dibuat sistem
yang jelas untuk menangkal penyimpangan finansial dana UN. Sistem pengelolaan selama ini
masih sangat tertutup dan tidak jelas pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan
terjadinya penyimpangan (korupsi) dana UN.

Selain itu Karso selaku Lektor Kepala FPMIPA UPI berpendapat bahwa argumentasi yang dapat
dikemukakan sebagai penolakan UN antara lain :
a. Dilihat dari UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Pasal 8 ayat 1:
“Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses,
kemampuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan”.
b. Karena sifat ujiannya nasional, maka bidang kajian yang di-UN-kan dianggap lebih penting
daripada pelajaran lain, sehingga sebagian besar upaya sekolah hanya ditujukan untuk
mengantarkan peserta didik mencapai keberhasilan dalam UN. Padahal materi UN hanya
mencakup aspek intelektual, belum mampu mengukur seluruh aspek pendidikan secara utuh.
Dalam hal ini telah terjadi malpraktik dengan kesan penyempitan terhadap makna dan hakekat
pendidikan yang utuh menjadi hanya menyangkut aspek kognitif untuk beberapa pelajaran yang
diujikan. Kecakapan motorik, sosial, emosional, moral atau budi pekerti, dan aspek spiritual
dianggap diabaikan.
c. Menurut sebagian ahli tes, UN dalam keadaan sekarang bertentangan dengan kaidah
pendidikan itu sendiri. Dalam kaidah pendidikan tes digunakan untuk menjamin kualitas anak
didik, bukan untuk menghukumnya. Sekarang ini UN digunakan untk menghukum anak didik
yang telah belajar selama tiga tahun tetapi tidak lulus dalam UN yang hanya dilaksanakan dalam
beberapa menit dan beberapa mata pelajaran. Padahal seharusnya pemerintah introspeksi diri
bahwa ketidaklulusan anak didik adalah cerminan dari ketidakmampuan pemerintah dalam
memberikan pelayanan pendidikan kepada siswa. Jangan kesalahan itu dibebankan kepada para
siswa.
d. Kenyataannya sekarang ini di lapangan, di sekolah-sekolah ada yang mulai berkiblat pada
bimbingan les. Para siswa lebih percaya pada bimbingan les daripada kepada guru mereka
sendiri, yang mengajar selama tiga tahun. Guru mata pelajaran yang di-UN-kan saja merasa
terabaikan, bagaimana dengan guru mata pelajaran yang non-UN? Tidak sedikit ada yang
mendatangkan guru bimbingan belajar atau bentuk-bentuk kersajama antara lembaga bimbingan
belajar dengan sekolah. Ada yang berangapan bahwa dunia pendidikan berkiblat pada UN,
sehingga telah mengerdilkan makna pendidikan. Menurut Ketua Komisi X DPR RI Heri Ahmadi
(Pikiran Rakyat, 19 Desember 2007) mengungkapkan bahwa “Pelaksanaan UN ini
mengakibatkan fungsi sekolah sebagai tempat belajar semakin kehilangan makna, sebab yang
terpenting bagaimana sekolah dapat meluluskan siswanya”. Hal ini memang benar, karena sering
terdengar adanya berita-berita yang negatif yang dilakukan oleh oknum guru atau sekolah dalam
pelaksanaan UN.
e. Belum lagi tentang disvaritas mutu sekolah, efisiensi anggaran, belum memberikan jaminan
kualitas lulusan meningkat. Sebagai contoh penulis pernah menemukan suatu sekolah di suatu
kabupaten terpencil yang hanya mengajarkan mata pelajaran yang di-UN-kan saja untuk para
siswa di kelas tiga. Kemudian menurut hasil penelitian di ITB, ternyata lebih banyak mahasiswa
yang drop out yang pada waktu di SMA-nya mengikuti bimbingan belajar daripada mereka yang
tidak mengikuti bimbingan belajar. 
HUKUMAN MATI PARA KORUPTOR PERLU DITERAPKAN DI INDONESIA

Pro
Perlu diketahui oleh kita bersama terlebih dahulu fungsi dilakukannya hukuman adalah sebagai
alat untuk memaksa agar peraturan ditaati dan siapa yang melanggar diberi sanksi hukuman
sehingga terwujudnya rasa kesejahteraan dan keamanan bagi masyarkat.

Percumalah aturan dibuat bila tidak ada sanksi yang diterapkan bila aturan itu dilanggar karena
tidak ada efek jera atau pengaruh bagi si pelanggar aturan tersebut. Sehingga kami sangatlah
yakin kalau hukuman mati itu sangat diperlukan karena selain dapat memberi efek cegah dan
rasa takut bagi orang lain untuk tidak melakukannya pelanggaran. Dan juga dapat memberikan
rasa aman dan terlindung bagi setiap orang. sesuai dengan Pasal 28 G UUD 1945 yang berbunyi
setiap orang berhak atas perlindungan. Bagaimana mungkin rasa aman & terlindung itu dapat
terjadi, bila si pelaku kejatahan tersebut masih diberi kesempatan di dunia ini.

Pasal 28 G UUD 1945


Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta
benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dan ancaman
kelakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. **)
Dalam beberapa pendapat yang kami dapat di salahsatu forum beralamatkan
indonesiaindonesia.com bahwa Hukuman mati itu melanggar hak asasi manusia seperti yang
tertera pada pasal 28 A UUD 1945 yang berbunyi:

Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Tetapi di pasal 28 G UUD 1945 juga jelas tertera bahwa manusia berhak untuk mendapatkan
perlindungan. Contohnya perlindungan dari kejahatan narkoba dan terorisme yang dapat tiba-tiba
mengancam nyawanya.

Dalam hal yang seperti ini asas kepentingan umum sangat harus ditegakan menyampingkan
kepentingan khusus atau pribadi. logikanya seperti ini bila 1000 (seribu) Orang terancam
nyawanya karena hanya seorang teroris melakukan tindak kejahatan terorisme untuk kepentingan
pribadi atau kelompoknya. Dan sekarang apakah Anda rela akan tetap berpendapat kalau 1000
orang yang terancam nyawanya tadi meninggal sia-sia tanpa tau kesalahannya demi hanya
mementingkan kepentingan khusus untuk menyelamatkan nyawa si teroris tersebut?

Kami dari tim pro sangat jelas untuk mengatakan Hukuman mati pantas diberikan kepada teroris
tersebut karena si pelaku ini selain telah melanggar hak hidup dan juga hak atas perlindungan
setiap orang.juga telah mengganggu keamanan, ekonomi, pariwisata serta mengganggu &
mengancam stabilitas Negara yang berdampak luas bagi masyarakat.

Dari data yang kami dapatkan 5 peristiwa besar terorisme di Indonesia dari tahun 2002 yaitu :
Bom bali 2002, JW marriot, kedubes Asutralia, Bom Bali 2005, Bom Cirebon 2011. Telah
menewaskan 248 Jiwa tewas dan 486 orang jiwa luka-luka. Sangatlah adil menjatuhkan
hukuman mati terhadap satu orang teroris yang telah membunuh ratusan jiwa orang. agar tidak
terjadinya korban-korban lainnya lagi, Oleh sebab itu pelaku harus di Hukum mati dan harus
dicari otak dari permasalahan ini agar tindakan-tindakan seperti ini tidak terjadi lagi. dan dapat
terciptanya hal-hal yang termuat dalam UUD 1945 pasal 28 G dan juga dapat melindungi
masyarakat luas. 

Soal hukuman mati ini, Mahkamah Konstitusi pernah memutuskan bahwa hukuman mati yang
diancamkan untuk kejahatan tertentu dalam UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika tidak
bertentangan dengan UUD 1945. Hukuman mati tidak bertentangan dengan hak untuk hidup
yang dijamin oleh UUD 1945, karena konstitusi Indonesia tidak menganut asas kemutlakan hak
asasi manusia (HAM).

Hak asasi yang diberikan oleh konstitusi kepada warga negara mulai dari pasal 28A hingga 28I
Bab XA UUD 1945, dibatasi oleh pasal 28J, bahwa hak asasi seseorang digunakan dengan harus
menghargai dan menghormati hak azasi orang lain demi berlangsungnya ketertiban umum dan
keadilan sosial.

Pandangan konstitusi itu, ditegaskan juga oleh UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM yang juga
menyatakan pembatasan hak asasi seseorang dengan adanya hak orang lain demi ketertiban
umum. Jadi sama sekali tidak ada yang bertentangan dengan konstitusi mengenai masalah
Hukuman mati ini.

Bahkan Ketua Sub Komisi Pengkajian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Soelistyowati Soegondo ia berpendapat bahwa hukuman mati sejalan dengan Pasal 28J ayat (2)
UUD 1945. Sehingga dengan sangat jelas hukuman mati dapat dilakukan dan tidak bertentangan
dengan konstitusi. Dan perlu diketahui oleh kita bersama hukuman mati dimaksudkan bukan
hanya untuk memberikan efek jera bagi pelaku juga untuk memberi efek psikologis dan shock
therapy bagi masyarakat agar tidak melakukan tindak kejahatan lagi.

Oleh karena itu kami sangatlah yakin bila hukuman mati dapat mengurai tingkat kejahatan
seperti halnya data yang kami dapatkan Fakta membuktikan, bila dibandingkan dengan negara-
negara maju yang tidak menerapkan hukuman mati, Arab Saudi yang memberlakukan hukum
Islam dan hukuman mati memiliki tingkat kejahatan yang rendah. Berdasarkan data United
Nations Office on Drugs and Crime pada tahun 2012, misalnya, tingkat kejahatan pembunuhan
hanya 1,0 per 100.000 orang. Bandingkan dengan Finlandia 2,2, Belgia 1,7 dan Russia 10,2
tingkat kejahatan. Dari data ini dapat dilihat, efek cegah dari hukuman mati berpengaruh bagi
orang yang ingin melakukan kejahatan seperti korupsi, narkotika, tindak kejahatan lainnya.

28 J ayat 2 UUD 1945


Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis.

Negatif bila hukuman mati dihapus


1. Kejahatan akan meningkat karena tidak takut dijatuhi hukuman yang berat.
2. Biaya yang dikeluarkan lebih besar untuk hukuman penjara seumur hidup.
3. Akan ada rasa tidak aman dalam hidup rakyat karena takut akan penjahat yang
berkeliaran diantara mereka.
4. Keadilan tidak diterapkan dengan baik karena tidak ada pembalasan yang setimpal bagi
kejahatan berat seperti pembunuhan.

Positif bila hukuman mati tetap di jalankan


1. Kejahatan yang tidak dapat ditoleransi dengan uang atau apapun di dunia ini bisa
terbalaskan.
2. Mencegah banyak orang untuk membunuh atau berbuat kejahatan berat lainnya karena
gentar akan hukuman yang sangat berat.
3. Pembunuh yang sudah dieksekusi bisa dipastikan tidak membunuh lagi sehingga tidak
memakan korban lainnya.
4. Menegakkan harga nyawa manusia yang mahal dan hanya bisa dibayar dengan nyawa
sehingga seseorang tidak dapat seenaknya membunuh orang lain.
5. Kebencian dan rasa takut terhadap pelaku kejahatan akan hilang karena penjahat telah
dieksekusi.
6. Biaya yang dikeluarkan lebih sedikit daripada hukuman penjara seumur hdup.
7. Penyelidikan akan kasus akan lebih teliti karena tidak mau salah eksekusi.

Kontra
Perlu kita ketahui bersama Sampai sekarang ini tidak ada yang bisa membuktikan kalau efek jera
dari hukuman mati dapat mengurangi tingkat kejahatan (Pengacara senior Todung Mulya
Lubis,tibunnews.com), seperti yang di katakan oleh Jeffrey A. Fagan. Professor of Law and
Public Health dari Columbia Law School (www.law.columbia.edu) beliau berpendapat bahwa
tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan hukuman mati menimbulkan efek jera terhadap pelaku
contohnya kejahatan narkotika. Terlihat jelas di Indonesia yang juga menerapkan hukuman mati
pada para tindak kejahatan narkotika seperti yang tertera pada UU NOMOR 22 TAHUN 1997

Menurut data yang kami peroleh dari Survei Badan Narkotika Nasional sejak tahun 2009,
prevalensi penyalahgunaan narkoba pada tahun 2009 adalah 1,99 persen dari penduduk
Indonesia berumur 10-59 tahun atau sekitar 3,6 juta orang. Pada tahun 2010, prevalensi
penyalahgunaan narkoba semakin meningkat menjadi 2,21 persen atau sekitar 4,02 juta orang.
Bahkan Pada tahun 2011, prevalensi penyalahgunaan meningkat menjadi 2,8 persen atau sekitar
5 juta orang. Dari data Badan Narkotika Nasional ini terlihat jelas bila tingkat kejahatan
penyalahgunaan narkotika semakin menigkat walaupun Hukuman mati diterapkan, Jadi semakin
jelas kalau efek jera atau efek cegah dari hukuman mati itu tidak terbukti.

Banyak yang kami temui para pendukung hukuman mati di forum-forum social media internet
beralasan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh pelaku sudah terlalu besar dan telah banyak
mengganggu & merusak masyarakat seperti kejahatan narkoba, terorisme.

Tapi ingat!, hukuman mati tidak akan membuat masalah yang dibuatnya kembali menjadi normal
kembali. Masih banyak cara untuk menjatuhkan hukuman kepada pelaku kejahatan ini misalnya
hukuman seumur hidup, atau bahkan hukuman kumulatif hingga ratusan tahun seperti yang
dilakukan di banyak negara contohnya Amerika. Dan bukan dengan untuk mengambil hak hidup
mereka karena itu menentang Pasal 28 A UUD 1945 yang menjelaskan “Setiap orang berhak
untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Dan juga bertentangan
dengan Deklarasi Universal of Human Rights.

Sudah menjadi rahasia umum bila hukum belum tentu mencapai keadilan lalu bagaimana nasib
orang-orang yang tidak bersalah tetapi tetap divonis dengan hukuman mati seperti yang terjadi di
Amerika serikat pada tahun 1989 silam, seorang bernama carlos deluna divonis mati oleh
Pengadilan Texas, Amerika Serikat dengan perbuatan yang tidak dilakukannya dan lebih
parahnya lagi carlos deluna terbukti tidak bersalah setelah puluhan tahun setelah ia di hukum
mati. Bagaimana pun tidak ada manusia yang bisa benar-benar memutuskan perkara dengan adil,
oleh karena itu kami dari tim kontra tetap konsisten kalau Hukuman Mati tidak boleh diterapkan.

Apalagi di Indonesia yang telah Sudah menjadi rahasia umum bahwa jika berurusan dengan
polisi, maka orang yang melaporkan kehilangan ayam harus siap kehilangan sapi. Orang yang
ingin mendapat vonis ringan harus menyuap hakim, atau orang yang ingin mendapat dakwaan
ringan harus menyuap jaksa. Dari situ jelas bahwa pengadilan Indonesia mustahil menghasilkan
keputusan yang bersih dari kesalahan. Tidak mungkin pengadilan yang korup menghasilkan
vonis yang adil. Kita sering merasa ironis melihat pejabat yang terbukti korupsi milyaran rupiah
hanya dijatuhi hukuman yang sangat ringan. Sementara mereka yang tidak bisa menyewa
pengacara yang baik dan tidak punya status ekonomi memadai mendapat hukuman berlipat
ganda lebih berat. Kita tidak pernah melihat hukuman mati dijatuhkan kepada para pejabat atau
penegak hukum misalnya. Vonis mati selalu diterapkan kepada orang yang tidak punya pengaruh
sosial ekonomi yang tinggi. Ini semakin meneguhkan keyakinan kami untuk menentang
hukuman mati.

Pada isi Hak Asasi Manusia & Pancasila sudah tertera jelas bila hukuman mati dianggap sebagai
pelanggaran hak asasi manusia yang terdalam yakni hak untuk hidup dan tidak ada satupun
manusia di dunia ini mempunyai hak untuk mengakhiri hidup manusia lain meskipun dengan
atas nama hukum atau negara, apalagi Indonesia menganut dasar Falsafah Pancasila yang
menghormati harkat dan martabat manusia serta berke-Tuhanan, karena yang paling berhak
mencabut nyawa mahluk hidup hanya Tuhan.
PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DI JEJARING SOSIAL
MEMPERBURUK BAHASA INDONESIA

PRO
Bahasa memiliki peran yang sangat penting. Bahasa menjadi alat yang paling efektif dalam
setiap aktivitas komunikasi. Setiap manusia memerlukan bahasa agar dapat menyampaikan apa
yang ada dalam pikirannya. Dalam pemakaiannya, bahasa menjadi sangat beragam. Keragaman
bahasa sangat bergantung pada kebutuhan dan tujuan komunikasi. Bahasa dapat dilakukan secara
lisan maupun tulisan. Seiring majunya peradaban manusia, termasuk di Indonesia, banyak cara
yang dipilih pemakai bahasa dalam berkomunikasi. Bahkan pilihan cara komunikasi tidak hanya
makin beragam tapi juga semakin canggih.
Disaat ini perkembangan semakin pesat. Perkembangan dan berbagai pengaruh-pengaruh
globalisasi semakin menjalar. Terutama dikalangan remaja. Dizaman sekarang  serasa segalanya
sudah berbeda, apalagi jika dibandingkan dengan zaman dahulu. Dizaman sekarang dari segi
penampilan berbeda dengan dahulu, jika dulu pakaian adat adalah maskot, sekarang pakaian
trendy yang lebih oke. Dari segi tingkah laku dan gaya bahasa yang digunakan pun saat ini juga
berbeda dengan dengan zaman dulu.
Salah satu fenomena komunikasi yang paling pesat saat ini adalah penggunaan bahasa yang
didukung oleh perangkat teknologi canggih, khususnya bahasa yang digunakan pada jejaring
sosial, seperti internet, facebook, twitter, chatting, email, sms, dan sebagainya. Namun
penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah Bahasa Indonesia  menimbulkan sorotan
besar dari para pengamat.
Berlatar pada kondisi itulah, kita perlu berdiskusi dan menentukan sikap terhadap fenomena
bahasa pada jejaring sosial yang semakin mengglobal. Bagaimana kita memandang bahasa pada
jejaring sosial; ancaman atau peluang? Bahasa Indonesia adalah salah satu aset penting bangsa
Indonesia. Kenapa? Karena menurut saya, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa
resmi yang membantu berbagai suku di Indonesia untuk berkomunikasi secara baik.
Saya sebagai pro menganggap pernyataan tersebut benar. Karena bahasa pada jejaring sosial
semakin mendapat tempat di kalangan anak muda. Apalagi kemunculan bahasa gaul yang kini
menjadi trend anak muda dikhawatirkan dapat mengikis jati diri bahasa Indonesia. Penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar mulai tergusur oleh munculnya bahasa gaul, hal ini
tampak jelas pada bahasa lisan dan tulis yang sering digunakan oleh masyarakat kita, khususnya
dikalangan remaja. Fenomena itu sering kita sebut “Bahasa Alay” yang lebih dikenal dengan
“Bahasa Anak Layangan”, atau “Bahasa Anak Lebay” yang benar-benar sudah menjadi bahasa
favorit mereka daripada bahasa Indonesia itu sendiri. Hal ini terjadi karena anak muda sekarang
membutuhkan pengakuan akan eksistensi mereka. Mereka hampir tidak punya ruang untuk
mewujudkan eksistensi mereka.
Remaja Indonesia kesulitan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar. Kesulitan tersebut terjadi karena adanya penggunaan bahasa baru yang mereka
anggap sebagai sebuah kreativitas. Bahasa yang mengandung sandi-sandi tertentu dan sekarang
dirasa wajar muncul dari beberapa kalangan yang menggunakan bahasa prokem. Bahasa
prokem adalah bahasa yang digunakan oleh sekelompok orang dan hanya dimengerti oleh
mereka. Bahasa prokem yang sekarang ini  sedang menjadi tren di Indonesia terutama pada
kalangan remaja adalah bahasa gaul. Jadi, anak muda yang tidak memakai bahasa alay maka
tidak disebut anak gaul, dan status sosial seseoranglah yang paling mempengaruhi penggunaan
bahasa itu sendiri.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang baku yang mempunyai kaidah-kaidah disetiap
penulisan maupun pengucapannya. Bahasa Indonesia ini bahasa yang mudah dimengerti oleh
semua orang, meskipun mereka berasal dari daerah yang berbeda. Contohnya: Saat kita (orang
jawa) bertemu dengan orang dari suku lain, misalnya saja orang batak, mungkin saat bertemu
kita akan kesulitan dalam berkomunikasi. Pastinya dengan memilih berkomunikasi dengan
bahasa Indonesia itu akan mempermudah. Itulah pentingnya jika mampu menggunakan bahasa
indonesia dengan baik.
Dampak negatif yang didapat adalah mereka tak lagi menghiraukan kaidah-kaidah bahasa yang
ada. Tak ada gunanya pelajaran bahasa Indonesia yang diajarkan sejak kita sekolah di Taman
Kanak-Kanak. Bisa juga bahasa “Alay” mempersulit komunikasi dengan orang yang tak
mengerti perkembangan seperti sekarang ini. Bahasa “Alay” juga menimbulkan kesan kurang
baik jika dikaitkan dengan kesopanan berbicara dengan orang lain.
Pengguna jejaring sosial saat ini tidak hanya kalangan remaja atau orang dewasa, namun anak-
anak pun tidak sedikit yang menggunakan jejaring sosial untuk bermain atau berkomunikasi.
Sehingga bahasa di jejaring sosial yang kurang mendidik tidak baik untuk ditiru oleh anak-anak.
Sebagai pemuda penerus bangsa, harusnya fenomena ini tidak boleh terjadi karena akan merusak
generasi bangsa Indonesia. Bisa jadi bahasa Indonesia tak lagi perlu ejaan. Bisa-bisa akan
merusak bahasa Nasional kita sendiri. Jika sudah rusak, dimana letak citra negara kita dilahirkan
ini? Sungguh perkembangan yang tidak baik bagi anak cucu kita kelak.

Kesimpulan saya yakni, inilah momentum bagi pemakai Bahasa Indonesia untuk menerapkan
pola tutur yang baik dan benar secara lisan maupun tulisan. Kita harus bersikap bangga terhadap
Bahasa Indonesia dan selalu menjunjung tinggi kaidah pemakaiannya agar tidak hilang akibat
dinamika peradaban manusia dan intervensi dari bahasa lain. Kita harus aktif dan tepat dalam
menggunakan Bahasa Indonesia dan tidak menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
sarkasme terhadap generasi muda dan remaja. Bahasa adalah keharmonian.

KONTRA
Saya sebagai kontra tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Alasannya penggunaan bahasa
Indonesia di jejaring sosial justru mempermudah komunikasi. Mayoritas remaja yang
menganggap bahasa Indonesia yang sesuai dengan EYD terlalu kaku dan terlalu banyak aturan.
Bahasa Indonesia yang baik dan benar masih menjadi bahasa yang sulit untuk digunakan baik
dalam bentuk lisan maupun tulisan dan faktanya Bahasa Indonesia merupakan bahasa ke-3
tersulit di Asia.
Bahasa yang di gunakan di jejaring sosial merupakan salah satu kreatifitas kalangan remaja
dalam mengekspresikan dirinya melalui bahasa, dan itu bukan merupakan sebuah masalah jika
diposisikan pada tempat yang sesuai dan proporsi yang tepat dengan memperhatikan kondisi,
kapan dan dengan siapa mereka berbicara. Bahasa yang sering digolongkan oleh para ahli ke
dalam ragam bahasa tidak resmi atau slang. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ed. IV, 2008) men-
definisikannya sebagai “ragam bahasa tidak resmi dan tidak baku yang sifatnya musiman,
dipakai oleh kaum remaja atau kelompok sosial tertentu untuk komunikasi intern dengan maksud
agar yang bukan anggota kelompok tidak mengerti."
Bahasa yang digunakan di jejaring sosial yang semakin marak merupakan realitas akibat
dinamika peradaban manusia. Bahasa di jejaring sosial merupakan pola bahasa peralihan dari
bahasa lisan ke bahasa tulisan. Tidak ada yang salah dalam bahasa di jejaring sosial karena
dinamika peradaban manusia, budaya, dan lingkungan/demografis adalah factor-faktor yang
mempengaruhi pola berbahasa seseorang.
Disisi lain terdapat motivator-motivator yang aktiv di jejaring sosial yang menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
Jadi, menurut saya tidak semua penggunaan Bahasa Indonesia di jejaring sosial kurang
mendidik. Suatu hal yang harus tetap disepaki adalah penggunaan bahasa Indonesia yang
bercampur kode dengan bahasa gaul, dunia maya, alay, ataupun bahasa daerah selagi tidak
dipakai dalam situasi formal tidak lah perlu dirisaukan (Nababan 1993)

Anda mungkin juga menyukai