Anda di halaman 1dari 18

STASE KEPERAWATAN GERONTIK

ANALISA KASUS KELOMPOK LANSIA DENGAN HIPERTENSI


DI BALAI PELAYANAN TRESNA WERDHA ABIYOSO YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh :

M. Noviantara (203203041)
Siti Hamida Alfiani (20203067)
Muhshanah (203203050)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penduduk lanjut usia beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan
yang signifikan. Indonesia merupakan Negara ke-4 yang jumlah penduduknya
paling banyak di dunia dan sepuluh besar memiliki penduduk paling tua
didunia. Tahun 2020 jumlah kaum lansia di Indonesia akan bertambah
28.800.000 juta jiwa (11% dari total populasi) dan menjelang tahun 2050
diperkirakan 22% warga Indonesia berusia 65 tahun ke atas. Itu berarti
semakin hari jumlah penduduk lanjut usia semakin banyak dan butuh solusi
khusus untuk mengatasinya (Muwarni 2011).
Kota Yogyakarta merupakan kota dengan umur harapan hidup rata rata
73,71 tahun (Sumber BPS Kota Yogyakarta tahun 2013), dan jumlah lansia
dengan katagori umur diatas 45 tahun sebesar 125.880. (30,95%.) (Profil
Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tahun 2013). Penyakit- penyakit
degeneratif (penyakit jantung, hipertensi, ginjal, penyumbatan pembuluh
darah, stroke, diabetes) mulai banyak menyerang dari pralansia. Disamping
hal tersebut kematian akibat penyakit degeneratif di Kota Yogyakarta
merupakan penyebab kematian tertinggi dengan persentase 19,3% (Profil
Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Tahun 2013).
Secara individu pada usia diatas 45 tahun terjadi proses degeneratif secara
alamiah. Hal ini akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi
dan psikologis. Salah satu penuaan yang terjadi pada tubuh manusia, ditandai
oleh perubahan sistem sirkulasi (jantung). Terkait dengan perubahan sistem
sirkulasi (jantung) yang dialami oleh lansia, maka kebanyakan lansia yang
ada di Wisma Jolotundho mengalami hipertensi dan sering merasakan pusing,
dan leher terasa kaku (Nugroho, 2013).
Hipertensi merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang tinggi.
Darah tinggi sering diberi gelar the silent killer karena merupakan pembunuh
tersembunyi yang menyebabkan kematian yang tanda-tanda awalnya tidak
diketahui atau tanpa gejala sama sekali. Hipertensi bisa menyebabkan
berbagai komplikasi terhadap penyakit lain, seperti penyakit jantung, stroke,
dan ginjal (Muwarni 2011)
Hipertensi atau lazim disebut penyakit tekanan darah tinggi merupakan
salah satu penyakit yang sangat ditakuti oleh banyak orang di dunia ini.
Ketakutan banyak orang terhadap penyakit ini bukan hanya disebabkan oleh
akibat yang ditimbulkannya (bagi si penderita), akan tetapi sifat dan
kemunculannya yang tiba-tiba dan sulit diduga (Kemenkes, 2016)
B. Tujuan
Mahasiswa mampu memahami konsep dasar teori serta mampu melaksanakan
asuhan keperawatan gerontik dengan pendekatan proses keperawatan yang
mencakup upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan
pemeliharaan kesehatan pada kelompok lansia
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP LANSIA
1. Pengertian Lansia
Menua (menjadi tua atau aging) adalah suatu keadaan yang terjadi di
dalam kehidupan manusia yang dapat diartikan sebagai proses biologi,
ditandai dengan hilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi)dan memperbaiki kerusakan yang
diderita (Suhartin, 2010).
Lanjut usia sebagai tahap akhir siklus kehidupan dan merupakan tahap
perkembangan akhir yang akan dialami oleh setiap individu, sehingga hal
ini tidak dapat dihindari disertai dengan maturasi hingga pada suatu fase
akhir kehidupan yang disebut kematian (Muwarni 2011)

2. Klasifikasi Lanjut Usia


a. Pralansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalahkesehatan.
d. Lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa
e. Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak mampu untuk mencari
nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Price &
Wilson, 2017).

3. Perubahan pada Proses Penuaan


Proses penuaan pada lansia merupakan suatu hal yang alami dan
tidak dapat dihindari. Proses penuaan akan mengakibatkan penurunan fungsi
organ tubuh. Perubahan yang terjadi pada proses penuaan adalah perubahan
fisik, psikososial, dan perubahan sosial. Penurunan fungsi organ tersebut
salah satunya adalah sistem kardiovaskuler, penurunan fungsi pada
kardiovaskuler yaitu berkaitan dengan miokardium, konduksi jantung,
vaskular dan mekanisme barrorefleks (Price & Wilson, 2017).
Katub jantung pada lansia menebal dan kaku sehingga kemampuan
untuk memompa darah menurun yang menyebabkan menurunnya kontraksi
dan volumenya, selain itu elastisitas pembuluh darah menurun yang
mengakibatkan efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
menurun. Tekanan darah tinggi dapat terjadi pada lansia yang diakibatkan
oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer (Adib, 2015).
Jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural maupun
fungsional. Penurunan yang terjadi secara terus menerus sering ditandai
dengan penurunan tingkat aktivitas sehingga akan berdampak pada
penurunan kebutuhan darah yang mendapat oksigen (Suhartin, 2010).
Perubahan yang lebih lanjut yang berkaitan dengan proses menua
yaitu pada lapisan tengah atau tunika media. Lapisan tengah mengalami
peningkatan kolagen, penipisan, klasifikasi serabut elastin yang
mengakibatkan kekauan pada pembuluh darah. Lapisan tengah juga
mengalami hipertrofi yang mengakibatkan terbatasnya lumen pembuluh
darah yang berdampak pada endothelium tidak mampu melakukan
vasodilatasi (Miller, 2012)

B. KONSEP HIPERTENSI
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan
abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus
lebih dari satu periode (Udjianti, 2016). Hipertensi juga didefinisikan
sebagai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik
≥90 mmHg yang terjadi pada seorang klien pada tiga kejadian terpisah
(Ignatavicius, 1994 dalam Udjianti, 2016). Hipertensi merupakan keadaan
ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik
lebih dari 80 mmHg (Muttaqin, 2015).
Menurut WHO, tekanan darah dianggap normal bila kurang dari
135/85 mmHg, sedangkan dikatakan hipertensi bila lebih dari 140/90
mmHg, dan di antara nilai tersebut dikatakan normal tinggi. Namun buat
orang Indonesia, banyak dokter berpendapat bahwa tekanan darah yang
ideal adalah sekitar 110-120/80-90 mmHg (Adib, 2015). Hipertensi
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg (Price & Wilson, 2017).

2. Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan
besar yaitu : (Price & Wilson, 2017).
a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya seperti genetic, gaya hidup
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita
hipertensi, sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder.
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya,
data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering
menyebabkan terjadinya hipertensi.
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer.Namun ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi:
1) Genetik: respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport Na.
2) Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang
mengakibatkantekanan darah meningkat.
3) Stress Lingkungan.
4) Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua
sertapelabaran pembuluh darah.
3. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut WHO (2003) dalam Yogiantoro (2016).
Kategori Sistolik (Atas) Diastolik (Bawah)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal tinggi (perbatasan ) 130-190 85-89
Stadium I Ringan 140-159 90-99
Stadium 2 Sedang 160-179 100-109
Stadium 3 Berat 180-209 110-119
Stadium 4 Sangat Berat ³ 210 £ 120

4. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan apapun
selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan
pada retina seperti: perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan
pembuluh darah, dan pada kasus berat edema pupil dapat terjadi (edema
pada diskus optikus). Gejala pada orang hipertensi biasanya menunjukkan
gejala vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang
divaskularisasi oleh system organ yang bersangkutan. Penyakit arteri
koroner dengan angina adalah gejala yang sering menyertai hipertensi.
Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon peningkatan beban kerja
ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan sistemik yang
meningkat. Apabila jantung tidak lagi mampu menahan peningkatan beban
kerja, maka dapat terjadi gagal jantung kiri. (Price & Wilson, 2017).
Tanda dan gejala:

a. Sakit kepala dan pusing


b. Rasa berat di tengkuk
c. Nyeri kepala berputar
d. Marah/emosi tidak stabil
e. Telinga berdengung
f.Kesemutan
g. Kesulitan bicara
h. Rasa mual / muntah

5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan apapun
selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan
pada retina seperti: perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan
pembuluh darah, dan pada kasus berat edema pupil dapat terjadi (edema
pada diskus optikus). Gejala pada orang hipertensi biasanya menunjukkan
gejala vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang
divaskularisasi oleh system organ yang bersangkutan. Penyakit arteri
koroner dengan angina adalah gejala yang sering menyertai hipertensi.
Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon peningkatan beban kerja
ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan sistemik yang
meningkat. Apabila jantung tidak lagi mampu menahan peningkatan beban
kerja, maka dapat terjadi gagal jantung kiri. (Price & Wilson, 2017).

6. Pathway
Elastisitas
Umu
aterosklerosis

HIPERTENS

Kerusakan
vaskuler pembuluh

Penyumbatan pembuluh

vasokonstris

Gangguan

otak Pembuluh

Resistensi Supali O2 Ke Afterload


pembuluh darah otak menurun
otak meningkat
Penurunan fatiqu
sinkop curah

Intoleransi aktifitas
Gangguan
perfusi
7. Data Penunjang
a. Glukosa.
Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi).
b. Kalium serum.
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab)
atau menjadi efek samping terapi diuretik.
c. Kalsium serum. Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi
d. Kolesterol dan trigliserid serum.
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya
pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler).
e. Pemeriksaan tiroid. Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi
dan hipertensi.
f. Kadar aldosteron urin atau serum.
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)
g. Urinalisa. Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan
atau adanya diabetes.
h. Asam urat.
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
i. Steroid urin.
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
j. IVP. Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal atau ureter
k. Foto dada.
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
l. CT scan.
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
m. EKG.
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi (Price & Wilson, 2017).

8. Penatalaksanaan Medis
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip
pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1) Diet :Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB
dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan
aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2) Aktivitas : Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan
disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan
seperti berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.
b. Penatalaksanaan Farmakologis.
Golongan obat – obatan yang diberikan pada klien dengan
hipertensiseperti golongan diuretic, golongan betabloker, golongan
antagonis kalsium, golongan penghambat konversi rennin
angitensin.Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1) Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4) Tidak menimbulakn intoleransi.
5) Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
9. Pengkajian
a. Aktivitas
1) Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
2) Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
b. Sirkulasi
1) Gejala : Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup dan penyakit cebrovaskuler, episode palpitasi.
2) Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,
radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,
kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian
kapiler mungkin lambat/ tertunda.
c. Integritas Ego
1) Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress
multiple (hubungan,keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
2) Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue
perhatian, tangisan meledak,otot muka tegang, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat
penyakit ginjal pada masa yang lalu).
e. Makanan/cairan
1) Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam,
lemak sertakolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini
(meningkat/turun), Riwayatpenggunaan diuretic
2) Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria.
f. Neurosensori
1) Gejala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyut, sakit kepala,
suboksipital (terjadi saatbangun dan menghilangkan secara
spontansetelah beberapa jam), Gangguan penglihatan (diplobia,
penglihatan kabur,epistakis).
2) Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi
bicara,efek, proses piker,penurunan keuatan genggaman tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),
sakitkepala.
h. Pernafasan
1) Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja
takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,
riwayat merokok.
2) Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan
bunyinafas tambahan(krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural (Azizah,
2011)

10. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan hipertensi
adalah sebagai berikut:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
b. Nyeri akut (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
c. Gangguan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan
dengan adanya tahanan pembuluh darah.
d. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output.
11. Intervensi Keperawatan
N
DIAGNOSA NOC NIC
O
1. Penurunan curah jantung b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 Perawatan jantung (4040)
respon fisiologis otot jantung, jam masalah penurunan curah jantung dapat 1. adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi,
peningkatan frekuensi, dilatasi, diatasi dengan kriteria hasil: durasi)
hipertrofi atau peningkatan isi Keefektifan pompa jantung (0400) 2. Catat adanya disritmia jantung
sekuncup  Tekanan darah sistol dari deviasi sedang 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan
(3) menjadi deviasi ringan kisaran cardiac putput
normal (4) 4. Monitor status kardiovaskuler
 Tekanan darah diastole dari deviasi 5. Monitor status pernafasan yang
sedang (3) menjadi deviasi ringan menandakan gagal jantung
kisaran normal (4) 6. Monitor abdomen sebagai indicator
 Denyut jantung apical dari deviasi penurunan perfusi
sedang (3) menjadi deviasi ringan 7. Monitor balance cairan
kisaran normal (4)
Monitor tanda-tanda vital
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
2. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 Managemen nyeri
peningkatan tekanan vaskuler jam masalah nyeri dapat diatasi dengan Kriteria 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
serebral. hasil: komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
Tingkat nyeri (2102) durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu presipitasi
penyebab nyeri, mampu menggunakan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
tehnik nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan
mengurangi nyeri, mencari bantuan) 3. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
2. Melaporkan bahwa nyeri 4. Kolaborasi pemberian analgetik
berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri

Tingkat kenyamanan (2109)


1. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
2. Tanda vital dalam rentang normal

3. Perfusi jaringan tidak efektif b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 Manajemen sensasi perifer
menurunnya curah jantung, jam masalah perfusi jaringan dapat diatasi
 Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
hipoksemia jaringan, asidosis dan dengan criteria hasil:
peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
kemungkinan thrombus atau Status sirkulasi (0401)
 Monitor adanya paretese
emboli  Tekanan systole dandiastole dalam rentang
 Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
yang diharapkan kulit jika ada lsi atau laserasi
 Tidak ada ortostatik hipertensi  Gunakan sarun tangan untuk proteksi
 Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan  Batasi gerakan pada kepala, leher dan
intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg) punggung
 Monitor kemampuan BAB
 Kolaborasi pemberian analgetik
Perpusi jaringan cerebral (0406)
 Monitor adanya tromboplebitis
 Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai  Diskusikan menganai penyebab perubahan
dengan kemampuan sensasi
 Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan
orientasi
 Memproses informasi
 Membuat keputusan dengan benar

4. Intoleransi aktivitas b/d fatigue Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 Managemen energi
. jam masalah perfusi jaringan dapat diatasi
 Observasi adanya pembatasan klien
dengan criteria hasil:
dalam melakukan aktivitas
Konservasi energy (0002)
 Kaji adanya factor yang menyebabkan
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa
kelelahan
disertai peningkatan tekanan darah, nadi
 Monitor nutrisi dan sumber energi yang
dan RR
adekuat
 Monitor pasien akan adanya kelelahan
Perawatan diri: ADLs (0300) fisik dan emosi secara berlebihan

 Mampu melakukan aktivitas sehari hari


(ADLs) secara mandiri Terapi aktivitas

 Bantu klien untuk mengidentifikasi


aktivitas yang mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yangsesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan social
 Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk mendapatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
 Bantu untu mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
DAFTAR PUSTAKA

Azizah. L. K. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.


Adib, M. (2016). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jntung,dan
Stroke. Yogyakarta: Dianloka Pustaka.
Kementrian Kesehatan RI. (2016). Pusat Data dan Informasi Situasi Lanjut Usia

di Indonesia. Jakarta Selatan.

Marilynn E Doenges, dkk., 2010, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku

Kedokteran, EGC, Jakarta.


Muttaqin, A. (2015). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
Miller., C.A. (2012). Nursing Care Of Older Adult:Theory and Practice
Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Nugroho, Wahjudi. 2010. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC
Price & Wilson. (2017). Patofisiologi. Ed.8. Jakarta. EGC.

Suharti., P. (2010). Teori Penuaan, Perubahan pada Sistem Tubuh danImplikasinya


pada Lansia. Semarang : Universitas Diponegoro.

WHO. World Health Statistics 2015: World Health Organization; 2015


Murwani, Arita. (2011). Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi I.
Yogyakarta
NANDA International. (2017). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2018-2020. Alih Bahasa : Prof. Dr. Budi Anna Keliat, S. Kp, M. App. Sc.
Jakarta : EGC
Nugroho, Bunafit. (2013). Dasar Pemograman Web PHP – MySQL dengan
Dreamweaver. Yogyakarta : Gava Media

Anda mungkin juga menyukai