Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sistem perkemihan terdiri dari organ ginjal, ureter, vesika urinaria
(kandung kemih) dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal
adalah mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi asam- basa cairan
tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolic dari dalam darah, dan mengatur
tekanan darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini diangkut
dari ginjal melalui ureter kedalam kandung kemih tempat urine tersebut
disimpan untuk sementara waktu. Pada saat urinasi kandung kemih
berkontraksi dan urine akan di ekskresikan dari tubuh lewat uretra ( Smeltzer,
2001 ).
Namun, fungsi masing-masing organ dari sistem perkemihan
tersebut tidak luput dari suatu masalah atau abnormal. Sehingga hal ini dapat
menimbulkan beberapa penyakit atau gangguan salah satunya berupa sindrom
nefrotik.
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh
peningkatan protein, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia),
edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah
(hiperlipidemia). Sindrom nefrotik merupakan keadaan medis bidang
nefrologi keterlambatan diagnosis klinis dan pengelolaan adekuat sering
menyebabkan kematian. Meskipun secara umum penyakit ini menyerang
anak-anak, namun sindrom ini juga menyerang orang dewasa termasuk lansia.
Penyebab yang pasti belum diketahui, umumnya dibagi menjadi;
sindrom nefrotik bawaan diturunkan sebagai resesif autosom atau karena
reaksi fetomaternal; sindrom nefrotik skunder, disebabkan oleh parasit
malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut, glumerulonefritis kronik,
trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, pradion,penisilamin, garam
emas, raksa), dan lain-lain; sindrom nefrotik idopatik.(Arif mansjoer, 2001).
Menurut penelitian terdapat perbedaan bentuk Sindrom nefrotik di
Indonesia (Negara tropis) dan Negara maju. Di Negara maju umumnya

1
sindroma nefrotik jenis kelainan minimal; pada Sindrom nefrotik terletak
pada tubulus dan glomerulus tidak mengalami gangguan fungsi. Di Indonesia
(RSCM) umumnya jenis Sindrom nefrotik bukan kelainan minimal yang
menurut dugaan penelitian disebabkan karena berbagai infeksi yang pernah
diderita pasien atau gangguan gizi (malnutrisi) pada waktu lampau,
kekurangan gizi menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga pasien
mudah mendapat infeksi yang merupakan salah satu pencetus dari Sindrom
nefrotik bukan kelainan minimal tersebut (Cecily L.Betz dan Linda A,
Sowden, 2002).
Di klinik (75 %-80 %) kasus Sindroma Nefrotik merupakan
Sindroma Nefrotik Idiopatik. Pada anak-anak (<16 tahun) paling sering
ditemukan nefropatik lesi minimal (75 %-85 %) dengan umur rata-rata 2,5
tahun, 80 % < 6 tahun saat diagnosis di buat dan laki-laki dua kali lebih
banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati
membranosa (30 %-50 %), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-
laki dan wanita 2:1. kejadian Sindroma Nefrotik idiopatik 2-3 kasus/100.000
anak/tahun, sedangkan pada dewasa 3/1.000.000/tahun.
Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas
dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi,
berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan
responnya trerhadap pengobatan. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak
dibawah usia 1 tahun. Sindrom nefrotik perubahan minimal ( SNPM )
menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak. Angka
mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya
terapi dan pemberian steroid. Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia
adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal.
Dari uraian di atas, maka dalam makalah ini penulis akan membahas
lebih lanjut mengenai Konsep Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem
Perkemihan Dengan Sindrom Nefrotik

2
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Sindrom Nefrotik?
2. Bagaimana anatomi fisiologi sistem perkemihan?
3. Apa saja etiologi Sindrom Nefrotik ?
4. Apa saja manifestasi klinis pada pasien dengan Sindrom Nefrotik?
5. Bagaimana WOC Sindrom Nefrotik?
6. Apa saja komplikasi Sindrom Nefrotik?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik Sindrom Nefrotik?
8. Apa saja penatalaksanaan yang bisa dilakukan?
9. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien Sindrom
Nefrotik?
10. Bagaimana laporan kasus pada pasien dengan Sindrom Nefrotik?

C. TUJUAN MAKALAH
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan maklah ini adalah untuk mengetahui
teori Sindrom Nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Sindrom Nefrotik.
b. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem perkemihan.
c. Untuk mengetahui etiologi Sindrom Nefrotik.
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada pasien dengan Sindrom
Nefrotik.
e. Untuk mengetahui WOC Sindrom Nefrotik
f. Untuk mengetahui Komplikasi Sindrom Nefrotik
g. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada pasien Sindrom
Nefrotik.
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang bisa dilakukan.
i. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien
Sindrom Nefrotik
j. Untuk mengetahui laporan kasus pada pasien dengan Sindrom
Nefrotik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Sindrom Nefrotik


Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal ( Ngastiyah, 1997).
Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa
oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria
berat (Mansjoer Arif, dkk. 1999).
Nephrotic Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh
adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik :
proteinuria,  hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema
(Suryadi, 2001).
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan
protein, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan
serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).
(Brunner & Suddarth, 2001).
Nefrotik sindrom merupakan kelainan klinis yang ditandai dengan
proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolmia. (Baughman,
2000).
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan
peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang
mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif. (Donna L. Wong,
2004).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari
proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang
dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan
hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).

4
B. Anatomi Fisiologi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak
retroperitoneal dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan
vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh
karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal
kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi
batas bawah vertebra lumbalis III.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas
piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-
tiap piramid dipisahkan oleh kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh
korteks, sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke dalam kaliks
minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2
atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan
di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubuli, sedangkan pada
medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk
Nefron. Satu unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of
henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes).
Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih
kurang 1,5-2 juta glomeruli.
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting
melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya
ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah
20% dari seluruh cardiac output.    
1. Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang
dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar
dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik.
Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula
filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas
pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas
permukaan tubuh anak.

5
2. Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari
zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus.
a) Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling
banyak melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang
terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein, asam
amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan
elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat,
asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa
organik.
b) Loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb
dan ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan
intratubuler lebih hipotonik.
c) Tubulus distalis
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit
dengan cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan
ion hidrogen.
d) Duktus koligentis
Mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium
dilakukan pada duktus koligen kortikal dan dikendalikan oleh
aldosteron.

C. Etiologi

Umumnya etiologi dibagi menjadi :


1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi
maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan
biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

6
2. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh :
a) Malaria kuartana atau parasit lainnya.
b) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura
anafilaktoid
c) Glumerulonefritis akut atau kronik
d) Trombosis vena renalis.
e) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
air raksa.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer.
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron,
Churk dkk membaginya menjadi :
a) Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel
berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG
pada dinding kapiler glomerulus.
b) Nefropati membranosa Semua glomerulus menunjukan penebalan
dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang
baik.
c) Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi
sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan
sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. 
1) Dengan penebalan batang lobular. Terdapat prolefirasi sel
mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
2) Dengan bulan sabit ( crescent) Didapatkan proliferasi sel mesangial
dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis
buruk.
3) Glomerulonefritis membranoproliferatif Proliferasi sel mesangial
dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di

7
mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis
buruk.
d) Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering
disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk. 

D. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya
bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya
lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar
mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan
ekstermitas bawah. Penumpukan cairan pada rongga pleura yang
menyebabkan efusi pleura. Penumpukan cairan pada rongga peritoneal
yang menyebabkan asites.
2. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa akibat penumpukan tekanan
permukaan akibat proteinuria.
3. Pucat
4. Hematuri
5. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
6. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan
keletihan umumnya terjadi.
7. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily L.2002 :
335 ).

E. WOC (Pathway)

8
9
F. Komplikasi
1. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk
mencegah terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis.
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan pemberian
heparin.
2. Infeksi (seperti haemophilus influenzae and streptococcus pneumonia),
akibat kehilangan immunoglobulin.
3. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan
cairan di dalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam
intravaskuler.
4. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk
kedalam paru-paru yang menyebabkan hipoksia dan dispnea.
5. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi
sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma. (Rauf, .2002 : .27-28).

G. Pemeriksaan Diagnostic
1. Laboratorium
a) Pemeriksaan sampel urin
1) Protein urin – meningkat
2) Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
3) Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
4) Berat jenis urin – meningkat
b) Pemeriksaan darah
1) Albumin serum – menurun dimana kadar albumin kurang dari 30
gram/liter
2) Kolesterol serum – meningkat
3) Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
4) Laju endap darah (LED) – meningkat
5) Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit
perorangan.

10
2. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan apabila penyebabnya belum
diketahui secara jelas, yaitu:
a) Biopsi ginjal (jarang dilakukan pada anak-anak ).
b) Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins,
serum electrophoresis).

H. Penatalaksanaan
1. Suportif
a) Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring
b) Memonitor dan mempertahankan volume cairan tubuh yang normal.
1) Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium
sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan
menggunakan garam secukupnya dan menghindar makanan yang
diasinkan. Diet protein 2 – 3 gram/kgBB/hari Bila edema tidak
berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya
edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat
digunakan hididroklortiazid (25 – 50 mg/hari), selama pengobatan
diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis
metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
2) Memonitor urin output
3) Pemeriksaan tekanan darah secara berkala
4) Pembatasan cairan, sampai 1 liter
c) Memonitor fungsi ginjal
1) Lakukan pemeriksaan elektrolit, ureum, dan kreatinin setiap hari.
2) Hitung GFR/LFG setiap hari.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG,
yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai
berikut:
LFG (ml/menit/1,73m2)=                                            
*pada perempuan dikali 0,85

11
Dasar Derajat Penyakit

LFG
Derajat Penjelasan
(ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau↑ ≥ 90


2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-58
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

(Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 2006)


3) Mencegah komplikasi
4) Pemberian transfusi albumin secara umum tidak dipergunakan
Karena efek kehilangan hanya bersifat sementara.
2. Tindakan khusus
a) Pemberian diuretik (Furosemid IV).
b) Pemberian imunosupresi untuk mengatasi glomerulonefritis (steroids,
cyclosporin)
c) Pembatasan glukosa darah, apabila diabetes mellitus
d) Pemberian albumin-rendah garam bila diperlukan
e) Pemberian ACE inhibitor: untuk menurunkan tekanan darah.\Diet
tinggi protein; cegah makanan tinggi garam
f) Antibiotik profilaktik spektrum luas untuk menurunkan resiko infeksi
sampai anak mendapat pengurangan dosis steroid secara bertahap
g) Irigasi mata/krim oftalmik untuk mengatasi iritasi mata pada edema
yang berat
h) Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive
Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut :

12
1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60
mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80
mg/hari.
2) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari
dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu
dengan dosis maksimum 60 mg/hari.
3) Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini
dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu
4) Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi
5) Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital
(Arif Mansjoer,2000)

I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
- Identitas Klien
Nama: Tempat/tanggal lahir: Usia: Agama: Jenis Kelamin: Suku:
Status perkawinan: Pendidikan: Pekerjaan: Bahasa yang digunakan:
Tanggal Masuk: Tanggal Pengkajian: Alamat: No. Register: Dx
medik:
- Identitas Penanggung Jawab
Nama: Umur: Alamat: Pekerjaan: Hubungan dengan klien:
b. Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering dikeluhkan adalah adanya bengkak
pada wajah atau kaki.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perlu mengkaji
apakah klien pernah menderita penyakit edema, apakah ada riwayat
dirawat dengan penyakit diabetes melitus  dan penyakit hipertensi
pada masa sebelumnya. Penting dikaji tentang riwayat pemakaian

13
obat-obatan masa lalu adanya  riwayat alergi terhadap jenis obat dan
dokumentasikan..
- Riwayat Keperawatan Sekarang
Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, tanyakan
hal berikut: Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output,
kaji onset keluhan bengkak pada wajah dan kaki apakah disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah, kaji adanya anoreksia
pada klien, kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
- Riwayat Penyakit Keluarga
- Diagnosa Medis dan Terapi
c. Pengkajian Pola Gordon
1) Pola Persepsi dan Menejemen Kesehatan
Apakah klien tahu tentang penyakitnya? Tanda dan gejala apa yang
sering muncul jika terjadi rasa sakit? Apa yang dilakukan jika rasa
sakitnya timbul? Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2) Nutrisi Metabolik
Apakah klien merasa mual/muntah/sulit menelan? Apakah klien
mengalami anoreksia? Makan/minu: frekuensi, jenis, waktu, volume,
porsi?
3) Pola Eliminasi
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi,
waktu, warna, konsistensi, keluhan nyeri, bau, sejak kapan?
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (mandiri, sebagian,
total)? Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?
5) Pola Kognitif dan Persepsi
Bagaimana pengindraan khusus klien (penglihatan, pendengaran,
rasa, sentuh,bau)? Penggunaan alat bantu? Tingkat kesadaran? Mood
dan afek? Tingkat orientasi: orang, waktu, tempat? Manajemen
nyeri? Frekuensi, waktu,skala, faktor pencetus?

14
6) Pola Persepsi-Konsep Diri
Tingkat kecemasan: skala, perubahan raut wajah, suara? Menjelaskan
tentang diri sendiri? Perubahan pada tubuh yang tidak dapat diterima?
Harga diri: penilaian diri sendiri?
7) Pola Tidur dan Istirahat
Apakah tidur klien terganggu, penyebab? Berapa lama, kualitas tidur
(siang dan/malam) ? Kebiasaan sebelum tidur?
8) Pola Peran-Hubungan
Tinggal bersama siapa? Status pekerjaan? Kepuasan menjalankan
peran? Proses pengambilan keputusan dalam keluarga? Partisipasi
dalam kegiatan sosial? Hubungan dengan orang lain?
9) Pola Seksual-Reproduksi
Masalah yang dialami? Kepuasan berhubungan seksual? Gambaran
perilaku seksual? Penggunaan alat kontrasepsi? Kecemasan?
10) Pola Toleransi Stress-Koping
Penyebab stress? Tingkat stress saat ini? metode yang sering
digunakan? Pengetahuan tentang menejemen stress?
11) Pola Nilai-Kepercayaan
Agama? Latar belakang budaya? Persepsi tentang kepuasan dengan
hidup? Kegiatan yang dilakukan selama di rumah dan di rumah sakit?
Pengaruh kepercayaan terhadap penyakit?
d. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat
kesadaran biasanya  compos mentis. Pada TTV sering tidak didapatkan
adanya perubahan.
1) Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi
pleura karena distensi abdomen
2) Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg,
hipertensi ringan bisa dijumpai.

15
3) Sistem persarafan.
Dalam batas normal.
4) Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
5) Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah
perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
6) Sistem musculoskeletal
Dalam batas normal.
7) Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
8) Sistem endokrin
Dalam batas normal
9) Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
a) B1 (breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan
napas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama
pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan
pola napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap
edema pulmoner dan efusi pleura.
b) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respon sekunder dari
peningkatan beban volume.
c) B3 (Brain)
Didapatkan edema wajah terutama periorbital, sklera tidak ikterik.
Status neurologis mengalami perubahan sesuai tingkat parahnya
azotemia pada sistem saraf pusat.
d) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola.

16
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan
asites pada abdomen.
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder
dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum

e. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Urin
Urinalisis adalah tes pertama kali digunakan dalam diagnosis
sindrom nefrotik.Proteinuria nefrotik akan terlihat oleh 3 + atau 4 +
pada dipstick bacaan,  atau dengan  pengujian  semi  kuantitatif  oleh 
asam  sulfosalicylic. Sebuah 3 + merupakan 300 mg / dL dari protein
urin atau lebih, yaitu 3 g / L  atau  lebih  dan  dengan demikian
dalam  kisaran nefrotik. Pemeriksaan dipsticks kimia albumin adalah
protein utama yang diuji.
a) Protein urin              > 3,5 gram/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari
b) Urinalisa                   cast hialin dan granular, hematuria
c) Dipstick urin            positif untuk protein dan darah
d) Berat jenis urin         meningkat (normal : 285 mOsmol)
2) Darah
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:
a) Protein total menurun (N : 6,2-8,1 mg/100 ml)
b) Albumin menurun (N : 4-5,8 mg/100 ml).  Hal ini disebut sebagai
hipoalbuminemia (nilai kadar albumin dalam darah < 2,5 gram/100
ml). Pada SN ternyata  katabolisme protein meningkat  akibat
katabolisme protein yang terjadi di tubuh  ginjal. Peningkatan
katabolisme ini  merupakan  factor  tambahan terjadinya 
hipoalbuminemia  selain dari proteinuria (albuminuria). Pada SN
sering pula dijumpai anoreksia akibat edema mukosa usus sehingga
intake berkurang yang pada  gilirannya  dapat  menimbulkan 

17
hipoproteinemia. Pada umumnya edema anasarka terjadi bila kadar
albumin darah < 2 gram/100 ml, dan  syokhipovolemia  terjadi 
biasanya pada kadar < 1 gram/100 ml. (Betz, 2002)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Rontgen dada bisa menunjukkan adanya cairan yang berlebihan.
b) USG ginjal dan CT Scan ginjal atau IVP menunjukkan
pengkisutan ginjal.
c) Biopsi ginjal bisa menunjukkan salah satu bentuk
glomerulonefritis kronis atau pembentukkan jaringan parut yang
tidak spesifik pada glomeruli. (Betz, 2002)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b/d penurunan tekanan osmotic plasma
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kehilangan
nafsu makan (anoreksia).
c. Resiko Infeksi b/d Sistem imun menurun
d. Kerusakan integritas kulit b/d immobilitas

3. Rencana Asuhan Keperawatan


No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Kelebihan volume cairan NOC : NIC :


 Electrolit and acid base Fluid management
Definisi : Penurunan Cairan balance  Timbang popok/pembalut jika
intravaskuler, interstidial  Fluid balance diperlukan
dan/atau intraseluler, ini  Hydration  Pertahankan catatan intake
mengacu pada dehidrasi, Kriteria Hasil: dan output yang akurat
kehilangan cairan saa tanpa  Terbebas dari edema,  Pasang urin kateter jika
perubahan pada natrium efusi, anaskara diperlukan
 Bunyi nafas bersih,  Monitor hasil lAb yang sesuai
Batasan Karakteristik: tidak ada dengan retensi cairan (BUN ,
Subjektif dyspneu/ortopneu Hmt , osmolalitas urin  )
 Ansietas  Terbebas dari distensi  Monitor status hemodinamik
 Dispnea atau nafas vena jugularis, reflek termasuk CVP, MAP, PAP,
pendek’ hepatojugular (+) dan PCW
 Gelisah  Memelihara tekanan  Monitor vital sign
Objektif vena sentral, tekanan  Monitor indikasi retensi /

18
 Suara nafas tidak normal kapiler paru, output kelebihan cairan (cracles,
 Perubahan elektrolit jantung dan vital sign CVP , edema, distensi vena
 Anasarka dalam batas normal leher, asites)
 Ansietas  Terbebas dari  Kaji lokasi dan luas edema
 Asotemia kelelahan, kecemasan  Monitor masukan makanan /
 Perubahan Tekanan atau kebingungan cairan dan hitung intake
Darah  Menjelaskan indikator kalori harian
 Perubahan Status mental kelebihan cairan  Monitor status nutrisi
 Perubahan pola  Kolaborasi pemberian
pernafasan diuretik sesuai interuksi
 Penurunan Hb dan  Batasi masukan cairan pada
Hematokrit keadaan hiponatrermi dilusi
 Edema dengan serum Na < 130
 Peningkatan tekanan mEq/l
vena sntral  Kolaborasi dokter jika tanda
 Asupan melebih haluaran cairan berlebih muncul
 Distensi Vena jugularis memburuk
 Oliguria
 Oriopnea’ Fluid Monitoring
 Efusi pleura  Tentukan riwayat jumlah dan
 Reflek hepatojugularis tipe intake cairan dan
positif eliminaSi
 Perubahan tekanan arteri  Tentukan kemungkinan faktor
pulmonal’ resiko dari ketidak
seimbangan cairan
 Kongersti paru
(Hipertermia, terapi diuretik,
kelainan renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi hati, dll )
 Monitor berat badan
 Monitor serum dan elektrolit
urine
 Monitor serum dan
osmilalitas urine
 Monitor BP, HR, dan RR
 Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung
 Monitor parameter
hemodinamik infasif
 Catat secara akutar intake dan
output
 Monitor adanya distensi
leher, rinchi, eodem perifer
dan penambahan BB
 Monitor tanda dan gejala dari
odema

19
2 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : Nutrition Management
kurang dari kebutuhan tubuh  Nutritional Status :  Kaji adanya alergi makanan
food and Fluid Intake  Kolaborasi dengan ahli gizi
Definisi : Intake nutrisi tidak Kriteria Hasil : untuk menentukan jumlah
cukup untuk keperluan  Adanya peningkatan kalori dan nutrisi yang
metabolisme tubuh. berat badan sesuai dibutuhkan pasien.
dengan tujuan  Anjurkan pasien untuk
Batasan karakteristik :  Berat badan ideal meningkatkan intake Fe
 Berat badan 20 % atau sesuai dengan tinggi  Anjurkan pasien untuk
lebih di bawah ideal badan meningkatkan protein dan
 Dilaporkan adanya intake  Mampu vitamin C
makanan yang kurang mengidentifikasi  Berikan substansi gula
dari RDA (Recomended kebutuhan nutrisi  Yakinkan diet yang dimakan
Daily Allowance)  Tidak ada tanda tanda mengandung tinggi serat
 Membran mukosa dan malnutrisi untuk mencegah konstipasi
konjungtiva pucat  Tidak terjadi penurunan  Berikan makanan yang
 Kelemahan otot yang berat badan yang terpilih ( sudah
digunakan untuk berarti dikonsultasikan dengan ahli
menelan/mengunyah gizi)
 Luka, inflamasi pada  Ajarkan pasien bagaimana
rongga mulut membuat catatan makanan
 Mudah merasa kenyang, harian.
sesaat setelah  Monitor jumlah nutrisi dan
mengunyah makanan kandungan kalori
 Dilaporkan atau fakta  Berikan informasi tentang
adanya kekurangan kebutuhan nutrisi
makanan  Kaji kemampuan pasien
 Dilaporkan adanya untuk mendapatkan nutrisi
perubahan sensasi rasa yang dibutuhkan
 Perasaan
ketidakmampuan untuk Nutrition Monitoring
mengunyah makanan  BB pasien dalam batas
 Miskonsepsi normal
 Kehilangan BB dengan  Monitor adanya penurunan
makanan cukup berat badan
 Keengganan untuk  Monitor tipe dan jumlah
makan aktivitas yang biasa dilakukan
 Kram pada abdomen  Monitor interaksi anak atau
 Tonus otot jelek orangtua selama makan
 Nyeri abdominal dengan  Monitor lingkungan selama
atau tanpa patologi makan
 Kurang berminat  Jadwalkan pengobatan  dan
terhadap makanan tindakan tidak selama jam

20
 Pembuluh darah kapiler makan
mulai rapuh  Monitor kulit kering dan
 Diare dan atau perubahan pigmentasi
steatorrhea  Monitor turgor kulit
 Kehilangan rambut yang  Monitor kekeringan, rambut
cukup banyak (rontok) kusam, dan mudah patah
 Suara usus hiperaktif  Monitor mual dan muntah
 Kurangnya informasi,  Monitor kadar albumin, total
misinformasi protein, Hb, dan kadar Ht
 Monitor makanan kesukaan
.  Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan intake
nuntrisi
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
 Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

3 Resiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status Infection Control (Kontrol
Definisi : Peningkatan resiko  Knowledge : Infection infeksi)
masuknya organisme control  Bersihkan lingkungan setelah
patogen  Risk control dipakai pasien lain
Kriteria Hasil :  Pertahankan teknik isolasi
Faktor-faktor resiko  Klien bebas dari tanda  Batasi pengunjung bila perlu
 Prosedur Infasif dan gejala infeksi  Instruksikan pada pengunjung
 Ketidakcukupan  Mendeskripsikan untuk mencuci tangan saat
pengetahuan untuk proses penularan berkunjung dan setelah
menghindari paparan penyakit, factor yang berkunjung meninggalkan
patogen mempengaruhi pasien
 Trauma penularan serta  Gunakan sabun antimikrobia
 Kerusakan jaringan dan penatalaksanaannya, untuk cuci tangan
peningkatan paparan  Menunjukkan  Cuci tangan setiap sebelum
lingkungan kemampuan untuk dan sesudah tindakan
 Ruptur membran amnion mencegah timbulnya kepeerawtan
 Agen farmasi infeksi  Gunakan baju, sarung tangan
(imunosupresan)  Jumlah leukosit dalam sebagai alat pelindung
 Malnutrisi batas normal  Pertahankan lingkungan
 Peningkatan paparan  Menunjukkan perilaku aseptik selama pemasangan

21
lingkungan patogen hidup sehat alat
 Imonusupresi  Ganti letak IV perifer dan line
 Ketidakadekuatan imum central dan dressing sesuai
buatan dengan petunjuk umum
 Tidak adekuat  Gunakan kateter intermiten
pertahanan sekunder untuk menurunkan infeksi
(penurunan Hb, kandung kencing
Leukopenia, penekanan  Tingktkan intake nutrisi
respon inflamasi)  Berikan terapi antibiotik bila
 Tidak adekuat perlu
pertahanan tubuh primer
(kulit tidak utuh, trauma Infection Protection (proteksi
jaringan, penurunan kerja terhadap infeksi)
silia, cairan tubuh statis,  Monitor tanda dan gejala
perubahan sekresi pH, infeksi sistemik dan lokal
perubahan peristaltik)  Monitor hitung granulosit,
 Penyakit kronik WBCMonitor kerentanan
terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
 Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
 Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari
infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif

22
4 Kerusakan integritas kulit NOC : NIC : 
 Tissue Integrity : Skin Pressure Management
Definisi : Perubahan pada and Mucous  Anjurkan pasien untuk
epidermis dan dermis Membranes menggunakan pakaian yang
Kriteria Hasil : longgar
Batasan karakteristik  Integritas kulit yang  Hindari kerutan padaa tempat
 Gangguan pada bagian baik bisa dipertahankan tidur
tubuh (sensasi, elastisitas,  Jaga kebersihan kulit agar
 Kerusakan lapisa kulit temperatur, hidrasi, tetap bersih dan kering
(dermis) pigmentasi)  Mobilisasi pasien (ubah posisi
 Gangguan permukaan  Tidak ada luka/lesi pasien) setiap dua jam sekali
kulit (epidermis) pada kulit  Monitor kulit akan adanya
 Perfusi jaringan baik kemerahan
Faktor yang berhubungan :  Menunjukkan  Oleskan lotion atau
Eksternal : pemahaman dalam minyak/baby oil pada derah
 Hipertermia atau proses perbaikan kulit yang tertekan
hipotermia dan mencegah  Monitor aktivitas dan
 Substansi kimia terjadinya sedera mobilisasi pasien
 Kelembaban udara berulang  Monitor status nutrisi pasien
 Faktor mekanik  Mampu melindungi  Memandikan pasien dengan
(misalnya : alat yang kulit dan sabun dan air hangat
dapat menimbulkan luka, mempertahankan
tekanan, restraint) kelembaban kulit dan
 Immobilitas fisik perawatan alami
 Radiasi
 Usia yang ekstrim
 Kelembaban kulit
 Obat-obatan

Internal :
 Perubahan status
metabolik
 Tulang menonjol
 Defisit imunologi
 Faktor yang berhubungan
dengan perkembangan
 Perubahan sensasi
 Perubahan status nutrisi
(obesitas, kekurusan)
 Perubahan status cairan
 Perubahan pigmentasi
 Perubahan sirkulasi
 Perubahan turgor
(elastisitas kulit)

23
BAB III
KASUS

A. PENGKAJIAN
1) Identitas klien
Nama : Nn. E
Umur : 22 tahun
Suku Bangsa : Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum menikah
Pendidikan : Tamat SLTA
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Kerinci
No. MR : 848489
Ruang Rawat : IRNA HCU Interne Wanita
Tanggal Masuk : 16 Februari 2015
Diagnosa Medik : Sindrom Nefrotik
Yang Mengirim/Merujuk : UGD
Cara Masuk : Kursi Roda
Alasan Masuk : Bengkak pada kedua tungkai sejak
3 hari sebelum masuk RS
Tinggi/Berat Badan : 157 cm/ 47 kg
Suhu : 37oC
Nadi : 101x/menit
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Pernafasan : 24x/menit

Identitas penanggung jawab


Nama Orang Tua/isteri/suami : Ny. R
Umur  : 56 tahun                                 
Jenis Kelamin                                   : Perempuan
Agama                    : Islam                          

24
Suku/Bangsa                : Indonesia                       
Pendidikan                : Tamat SLTA                         
Pekerjaan                                          : Ibu RT
Alamat : Kerinci
Terapi yang didapat
 Istirahat
 IVFD RL 10 tetes/ menit
 Paracetamol 3X500 mg
 Inj.Ceftriaxon 1x2 gr (IV)
 Inj Furosemid 2x40 mg
                
2) Riwayat Kesehatan Pengkajian Kesehatan pada Pasien (11 Pendekatan
Fungsional Gordon)
a) Riwayat Kesehatan
 Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Klien mengatakan sudah pernah di rawat dengan sakit ginjal sejak 3
bulan yang lalu dan berobat di RS Kerinci.
 Riwayat kesehatan Sekarang (RKS)
Klien mengatakan kedua tungkai kaki sembab sejak 2 bulan yang lalu,
sembab hilang timbul, wajah dan kelopak mata klien juga sering bengkak
ketika bangun kemudian berkurang dan hilang di siang hari, klien juga
mengeluh mual-mual sejak 1 minggu yang lalu, BAK keruh dan kadang
berbusa sejak 2 bulan ini.
Pada saat pengkajian hari Rabu 18 Februari 2015 klien mengeluh badan
terasa lemas, kedua tungkai masih sembab dan nyeri, mual, sesak napas,
TD 130/90 mmHg, suhu 36,8oC, RR 24 x/i, nadi 100 x/i
 Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Menurut klien dan keluarga tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit seperti yang diderita klien dan tidak juga ada yang menderita
penyakit menular
.

25
3) Pengkajian Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Menurut keterangan klien dan keluarga, klien mempunyai kegiatan yang
padat dan klien jarang minum air putih. Ketika klien sakit klien
memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan di daerah tempat tinggal klien
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
Klien mengatakan sebelum sakit makan 3X sehari dengan sayur dan lauk,
porsi habis 1 piring.
Saat sakit dan dirawat sekarang klien sedang menjalani diet tinggi protein dan
diet rendah lemak. Klien mengeluh napsu makan menurun dan mual,
makanan habis ¼ porsi. Berat badan sebelum sakit 50 kg sesudah sakit
menjdi 47 kg. Klien sering merasa cepat kenyang. Kemampuan mengunyah
klien baik, dan klien tidak mengalami gangguan menelan. Klien tidak ada
alergi terhadap makanan. Asupan cairan didapat dari infus RL 10 tts/menit
dan klien mengatakan minum air putih maksimal 3 gelas sehari
3. Pola Eliminasi
Klien mengatakan sebelum sakit BAK klien agak sakit, frekuensi 4 X sehari,
warna kuning jernih. Saat sakit (saat pengkajian) klien terpasang kateter
dengan jumlah urine 500 ml selama 2 jam.
Klien mengatakan BAB klien lancar dan tidak ada masalah, frekuensi 1 X
sehari, warna kuning dengan konsistensi lembek
4. Pola Latihan/Aktivitas
Keadaan umum klien sedang, klien mengatakan badan lemas, sesak napas dan
sejak 1 bulan terakhir tidak bekerja lagi. Selama sakit dalam beraktivitas klien
dibantu oleh keluarga. Klien belum bisa melakukan aktivitas sambil berdiri,
klien bisa duduk tapi kalau duduk klien menjadi sesak napas sehingga klien
memilih untuk berbaring di tempat tidur dengan posisi semi fowler.
5. Pola Istirahat Tidur
Klien mengatakan sebelum sakit tidur malam dengan rentang 7-8 jam. Tidur
malam pukul 22.00 dan bangun pukul 06.00 WIB

26
Selama sakit Tidur klien sering terganggu karena sesak napas dan nyeri pada
tungkai yang edema. Klien mengatakan tidur malam jam 21.00 WIB dan
sering bangun dan jarang tidur siang
6. Pola Persepsi Kognitif
Status mental sadar, bicara normal. klien menggunakan bahasa daerah dalam
kehidupan sehari-hari. Kemampuan penglihatan klien baik, klien mampu
menyebutkan jenis benda yang ditunjuk oleh perawat. Pendengaran tidak ada
mengalami masalah. Tingkat ansietas sedang. Klien mengatakan kurang tahu
tentang penyakitnya, klien sering bertanya Tanya kepada perawat tentang
penyakit yang dideritanya.
7. Pola Persepsi Diri
Klien mampu mengenali dirinya dengan baik, klien merasa sedikit malu dan
minder dengan kondisi tubuhnya. Klien selalu berharap agar bisa sembuh dari
penyakitnya. Peran klien sebagai anak terganggu karena proses hospitalisasi.
8. Pola Hubungan Sosial
Orang terdekat klien adalah ibunya yang selalu merawat dan memperhatikan
dirinya. Klien tidak mengalami gangguan komunikasi dengan orang lain
9. Pola Reproduksi Seksual
Klien belum menikah dan klien mengatakan tidak mempunyai penyakit yang
berhubungan dengan seks.
10. Pola Koping dan Toleransi Stress
Klien mengatakan bahwa dirinya pasrah dengan apa yang menimpanya. Klien
mengatakan akan sabar dalam menghadapi penyakit ini. Bila ada masalah
klien selalu membicarakannya dengan orang tua terutama ibu.
11. Pola Spiritual
Klien adalah seorang muslim, klien menyadari bahwa penyakitnya adalah
ujian dari Allah SWT. Klien selalu berdoa agar penyakitnya cepat sembuh.
Selama sakit, klien tidak bisa melaksanakan sholat.
4) Pemeriksaan Fisik
a. Kepala dan leher
Rambut : rambut hitam, lurus dan tampak kusam
Kulit kepala : bersih dan tidak ada ketombe

27
b. Mata
Konjugtiva : anemis
Palpebra : tampak oedema
Sklera : tidak ikterik
c. Kulit
Warna kulit : warna sawo matang
Turgor kulit : tidak elastis
d. Hidung
Simetris kiri kanan, tidak ada perdarahan
e. Mulut dan gigi
Rongga : Bersih
Gigi : putih, gigi lengkap dan adanya caries
Lidah : tampak kotor
Tonsil : tidak meradang
Mukosa : kering
f. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjer tiroid maupun kelenjer getah bening
g. Dada
Paru-paru
- Inspeksi : Dinding dada simetris, , pergerakan dinding dada simetris,
tidak ada retraksi, tidak ada pelebaran sela iga
- Palpasi : Fremitus kiri = kanan
- Perkusi : Sonor kanan dan kiri. Batas paru-hepar pada SIC V linea
midclavikula dextra

- Auskultasi : Vesikuler, whezzing tidak ada

h. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba iga ke 5 linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas atau tepi kiri jantung pekak terletak pada ruang
interkostal III/IV pada garis parasternal kiri
Auskultasi : Irama jantung teratur

28
i. Abdomen
Inspeksi : Perut tidak membuncit, pergerakan dinding perut simetris
Auskultasi : Peristaltik usus (+) 8x/menit
Perkusi : Tympani
Palpasi : Hepar dan Limfe tidak teraba, nyeri tekan tidak ada
j. Muskuloskeletal
Kekuatan otot 555 555
444 444
Tonus Otot baik
k. Neurologi
Tingkat kesadaran kompos mentis, status mental GCS 15
l. Ektremitas
Ektremitas Atas : Teraba hangat, edema (-), deformitas (-), terpasang
infus RL di ekstremitas sebelah kanan
Ekstremitas Bawah : Teraba hangat, edema (+), deformitas (-)
Reflek : Fisiologis (+/+) kesan normal, Patologis (-/-)
5) Data laboratorium

Hb : 9,5 g/dl Ht :29 % N : 37-43 %


Kolesterol : 322 mg/dl ( )
Trombosit : 382000/mm3
Leukosit : 18700/mm3 N : 5000-10.000/mm3
Albumin : 1,15 g/dl ( ) N : 3,8-4,0 gr %
Protein total : 4,1 gr % ( ) N : 6,6-8,0 gr %
Globulin : 3,6 gr % N : 3,8 – 5,0 gr %
Ureum : 61 mg/dl (N) Kreatinin : 1,3 mg/dl (N)
Natrium : 138 mmol/L (N : 136-145 mmol/L)
Kalium : 5,0 mmol/L (N : 3,5-5,1 mmol/L)

29
ANALISA DATA

No
Data Etiologi Masalah
.

1. Do: Mekanisme Kelebihan volume


-Klien tampak lemah pengaturan cairan
-Kedua tungkai kaki klien melemah
tampak edema
- Albumin : 1,15 g/dl ( )
- Protein total : 4,1 gr % ( )
- Jumlah urine 500 ml selama 2
jam

- Hb : 9,5 g/dl
-RR: 24X/i
-TTD: 130/90 mmHg
-N: 100x/i

DS:
-Klien mengatakan badan terasa
lemas
- Klien mengatakan kedua kaki
bengkak hilang timbul sejak 2
bln ini
- Klinen mengatakan kulit kaki
terasa meregang
-Klien mengatakan wajah dan
kelopak mata sering bengkak di
pagi hari dan kemudian
berkurang dan hilang di siang
hari

30
- Klien mengatakan napas sesak
bila beraktifitas

2. Pertahanan tubuh Resiko Infeksi


DO: menurun / 
imunosopresi
- Klien tampak lemah
- Leukosit : 18700 /mm3
- Hb : 9,5 g/dl
- Kedua tungkai odema
- Klien terpasang kateter sejak 2
hari ini
- RR : 24 x/i
- Suhu : 37oC
- Ht 29 %
DS:
-Klien mengatakan badan lemas
dan napasnya sesak
- Klien mengatakan kaki yang
bengkak terasa nyeri
3. Kehilangan nafsu
Ketidakseimbangan
makan
DO : nutrisi kurang dari
- Klien tampak lemah kebutuhan tubuh
- Konjungtiva Anemis
- Diet klien tinggi protein dan
rendah lemak, makanan habis ¼
porsi
- BB klien turun dari 50 kg
sebelum sakit menjadi 47 kg

DS :
- Klien mengatakan napsu

31
makan menurun
- Klien mengatakan sering
merasa mual
- Klien mengatakan sering
merasa cepat kenyang

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kelebihan Volume Cairan b/d Mekanisme Pengaturan Melemah


2. Resiko Infeksi b/d Pertahanan Tubuh Menurun / Imunisopresi
3. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b/d Kehilangan
Nafsu Makan

C. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

DX. TUJUAN & KRITERIA


No KEPERAWATA HASIL (NOC) INTERVENSI (NIC)
N
1. Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan Elektrolite  Management (2000)
cairan b.d keperawatan selama … X  Monitor intake output
mekanisme 24 jam kelebihan cairan
pengaturan klien berkurang, dengan  Kaji lokasi dan luas edema
melemah kriteria
 Monitor fungsi renal
Electrolyte & Acid / base  Kolaborasi medikasi sesuai
balance (0600) program
 Albumin, Ceatinin
dalam batas normal  Monitor gejala mual, muntah,
hematuria sebagai akibat
 Serum Ca, Mg, Cl, gangguan ginjal
dalam batas normal
 Timbang popok/pembalut jika
 Nadi dalam batas diperlukan
normal
 Monitor hasil lAb yang sesuai
 Respirasi dalam batas dengan retensi cairan (BUN ,
normal Hmt , osmolalitas urin )
 Monitor indikasi retensi /
Balance cairan (0601) kelebihan cairan (cracles, CVP ,
 Tidak ada acites, edema, distensi vena leher,
edema anasarka < asites)

32
 Intake-output / 24  Kolaborasi pemberian diuretik
jam seim-bang sesuai interuksi
 Tidak terjadi  Kolaborasi dokter jika tanda
orthostatic cairan berlebih muncul
hypotension memburuk
 Membran mukosa
lembab
Fluid Management (4120)
 Nilai HMT dan  Monitor intake-output
elektrolit serum
dalam batas normal  Monitor serum dan elektrolit
urine
 Monitor status hidrasi
(kelembaban membran
mukosa, kuatnya nadi)
 Monitor vital sign
 Monitor indikasi kelebihan
cairan (cracles, edema,
distensi vena jugularis,
acites)
 Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal,
gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
 Kelola pemberian th/cairan
 Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung

        

2. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan Infection Control (Kontrol


Pertahanan tubuh keperawatan selama … X infeksi)
menurun 24 jam klien tidak
mengalami infeksi, dengan  Cuci tangan setiap
Definisi : criteria : sebelum dan sesudah
Peningkatan resiko tindakan
masuknya Dialisis Acces Integrity keperawatan
organisme patogen (1105)

33
 Tidak terjadi  Batasi pengunjung
Infeksi bila perlu
 Menunjukkan  Instruksikan pada
kemampuan untuk pengunjung untuk
mencegah mencuci tangan saat
timbulnya infeksi berkunjung dan
setelah berkunjung
 Jumlah leukosit meninggalkan pasien
dalam batas normal
 Pertahankan
 Menunjukkan
lingkungan aseptik
perilaku hidup
selama pemasangan
sehat
alat
 Pernafasan dalam
 Gunakan kateter
batas normal
intermiten untuk
 Temperatur suhu menurunkan infeksi
tubuh dalam kandung kencing
rentang normal
 Tingktkan intake
 Hidrasi baik nutrisi

 Tak tampak lesi         


pada jaringan Pencegahan Infeksi (655)

 Monitor simtom local


maupun sistemik, adanya
infeksi
 Monitor luka yang bisa
menyebabkan infeksi
 Monitor WBC
 Gunakan teknik aseptic
 Lakukan perawatan khusus
yang sesuai untuk daerah
edema
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap

34
kemerahan, panas, drainase
 Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
 Berikan antibiotik sesuai
indikasi
 Libatkan klien dan keluarga
untuk mencegah infeksi

3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Nutrition Management


nutrisi kurang dari keperawatan selama … X  Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh 24 jam nutrisi klien makanan
b/d kehilangan terpenuhi dengan criteria :
napsu makan  Adanya  Kolaborasi dengan
peningkatan ahli gizi untuk
Definisi : Intake berat badan menentukan jumlah
nutrisi tidak cukup sesuai kalori dan nutrisi
untuk keperluan dengan yang dibutuhkan
metabolisme tubuh tujuan
 Anjurkan pasien
 Mampu untuk meningkatkan
mengidentif intake Fe
ikasi
kebutuhan  Anjurkan pasien
nutrisi untuk meningkatkan
protein dan vitamin
 Tidak ada C
tanda tanda
malnutrisi  Yakinkan diet yang
dimakan
 Tidak mengandung tinggi
terjadi serat untuk
penurunan mencegah konstipasi
berat badan
yang berarti  Berikan makanan
yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)

 Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori

 Monitoring mual dan


muntah

 Berikan informasi

35
tentang kebutuhan
nutrisi

 Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
  

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

36
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan manifestasi klinis dan berhubungan
dengan kelainan primer parenkim ginjal dan sebabnya tidak diketahui secara pasti.
Sindroma nefrotik ini ditandai dengan odema, anasarka, proteinuria,
hipoalbuminemia.
Pasien dengan sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit karena
memerlukan pengawasan dan pengobatan yang khusus. Masalah klien yang perlu
diperhatikan adalah edema anasarka, diet, resiko komplikasi dan pengawasan
mengenai pengobatan/gangguan rasa aman dan nyaman.
Asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom nefrotik menggunakan
format pengkajian konseptual Gordon yang terdiri dari 11 pola. Hal ini
dikarenakan mempermudah dan menunjang dalam memperoleh data focus.
Sedangkan proses diagnose dan intervensi menggunakan NANDA, NOC dan NIC

B. Saran
Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Sindrom
Nefrotik diperlukan pengkajian, konsep dan teori oleh seorang perawat. Informasi
atau pendidikan kesehatan berguna untuk klien dengan sindrom nefrotik misalnya
istirahat yang cukup, makan makanan yang tinggi protein rendah lemak, serta
Dukungan psikologik sangat berguna untuk klien.

DAFTAR PUSTAKA

37
Nanda. (2009) Nursing Diagnosis : definition and classification (NANDA) 2009-
2011. Willey-blackwell.

Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan.


Yogyakarta: B First

Smeltezer, S.C, bare, B.G. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal bedah
brunner & shudart ed.8. vol 1. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal


Bedah), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.

Elizabeth, J. Corwin. 2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG

Price,  Sylvia A and Wilson, Lorraine M. 1988. Patofisiologi. Konsep Klinik


Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made


Kariasa: EGC, Jakarta

Mansjoer, Arif, dkk, (1999), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1,


Media Aesculapius: Jakarta 

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta: Salemba Medika

Ngastiyah. (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC: Jakarta

Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern 2011, Buku Saku Diagnosis Keperawatan


NANDA NOC NIC, Jakarta: EGC

Amin Huda Nurarif, Hardi Kusuma, 2013, Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC, Jakarta: Mediaction
publishing

http//AsuhanKeperawatanAplikasiNANDAAsuhanKeperawatanNefrotikSyndrom
eAplikasiNIC,NOCNANDA.html

http//AsuhanKeperawatanpadaKasusSindromNefrotik_RizaMunandar.html

38

Anda mungkin juga menyukai