Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Rinosinusitis kronik (RSK) merupakan peradangan serta infeksi mukosa

sinus paranasal dan mukosa hidung yang mengalami perubahan baik reversible

maupun irreversible dengan berbagai etiologi dan faktor predisposisi.

Rinosinusitis kronik diketahui dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya

(Hopkins et al., 2015). Keluhan yang diakibatkan RSK menyebabkan penurunan

produktifitas sekitar 3% hari kerja penduduk produktif. Penilaian penatalaksanaan

RSK menyangkut kualitas hidup sangat penting dan alat ukur yang tervalidasi

terus dikembangkan. Kekerapan RSK bervariasi, di Eropa terjadi pada 10-30%

populasi, di Amerika terjadi pada 16% populasi (Harowi et al., 2011). Data

electronic medical record (EMR) RSUD Dr. Soetomo Surabaya berdasarkan

International Classification of Diseases-10 (ICD-10) pada tahun 2016 terdapat

532 kasus RSK (Rekam medik URJ THT-KL RSUD Dr. Soetomo Surabaya).

Penilaian RSK dapat dilakukan berdasar dari keluhan yang dirasakan

penderita dan parameter kualitas hidup penderita menggunakan instrumen yaitu

Sino-Nasal Outcome Test (SNOT). Reliabilitas dan validitas internal dari

instrumen ini telah diakui dan digunakan secara luas untuk penelitian bidang

rinologi (Psaltis et al., 2014). Penilaian juga dilakukan secara objektif dengan

radiologi maupun endoskopi, tahun 1995 Lund dan Kennedy mengusulkan sistem

penilaian endoskopi sinonasal yang dinamakan Skor Lund-Kennedy (SLK)

1
2

berdasar dari derajat jaringan parut, udim, polip, krusta dan sekret (Psaltis et al.,

2014).

Belum banyak penelitian yang mengevaluasi hubungan antara

pemeriksaan yang bersifat subjektif berdasar keluhan penderita dan objektif pada

penderita RSK. Endoskopi rongga hidung tidak dapat memvisualisasi keseluruhan

dari sinonasal namun penelitian oleh Ryan et al. (2011) menyebutkan bahwa

endoskopi rongga hidung dapat memberikan informasi diagnostik akurat penderita

RSK pasca Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF). Penelitian endoskopi

rongga hidung dengan SLK telah dikembangkan dan dimodifikasi untuk

mengantisipasi kelemahan sistem SLK dalam mengevaluasi penderita pra BSEF,

dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa modifikasi SLK dapat diaplikasikan

pada penderita RSK baik sebelum atau sesudah dilakukan tindakan BSEF (Psaltis

et al., 2014).

Sino-Nasal Outcome Test-22 telah digunakan secara global untuk penilaian

kualitas hidup dari penderita RSK. SNOT-22 merupakan bentuk terbaru dari

SNOT-20, dimana penilaian tentang kualitas hidup pada penderita RSK dengan

SNOT-22 lebih sederhana dan akurat (Bezerra et al., 2012). Pada beberapa

penelitian disebutkan bahwa sistem SLK diketahui memiliki korelasi yang lemah

dengan SNOT-20 sedangkan penelitian oleh Psaltis et al., (2014) menyatakan

bahwa terdapat korelasi antara sistem skor Lund-Kennedy Modifikasi (SLKM)

dengan SNOT-22. Sampai saat ini di Unit Rawat Jalan (URJ) Telinga Hidung

Tenggorok - Bedah Kepala dan Leher (THT-KL) RSUD Dr. Soetomo Surabaya

belum diketahui dengan jelas korelasi SNOT-22 dengan proses inflamasi rongga

hidung pada penderita RSK.


3

Etiologi RSK meliputi faktor host, faktor lingkungan dan faktor mikroba.

Satu atau lebih dari tiga faktor penyebab utama tersebut akan memicu reaksi

inflamasi yang menyebabkan udim pada mukosa hidung dan sinus paranasal

sehingga terjadi gangguan ventilasi dan drainase pada kompleks ostiomeatal

(KOM) sebagai memicu penurunan fungsi klirens mukosilia yang memungkinkan

adanya retensi sekret hidung sehingga terjadi obstruksi nasal atau buntu hidung

(Ferguson & Johnson, 2005; Zara & Peter, 2014). Temuan patologi di rongga

hidung akan tampak pada endoskopi rongga hidung (Ferguson & Johnson, 2005;

Zara & Peter, 2014).

Sinonasal Outcome Test-22 adalah laporan keluhan yang didapat dari

pasien RSK baik dengan polip maupun tanpa polip. SNOT-22 merupakan

modifikasi dari SNOT-20 dimana sistem penilaian telah disederhanakan.

Tambahan 2 parameter yang diukur pada SNOT-22 adalah buntu hidung dan

gangguan dalam rasa pengecap dan menghidu. Parameter ini ditambahkan karena

memperhatikan tentang validitas instrument untuk mengukur aspek penting dari

RSK yang tidak terdapat pada SNOT-20. Beberapa ahli bedah sinus di Inggris

menyimpulkan bahwa inklusi dari obstruksi nasal adalah penting, karena

merupakan keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien RSK sehingga mencari

pengobatan, terutama bila juga didapatkan polip nasi. Ahli bedah Inggris dari

Royal College pertama kali menggunakan SNOT-22 dalam sebuah studi multi-

center tentang pembedahan sinonasal yang dimulai pada tahun 2000. Sejak hasil

penelitian dipublikasikan, SNOT-22 telah berkembang luas dan banyak

diaplikasikan dalam penelitian RSK, operasi rinologi (septoplasty), dan beberapa


4

penyakit (hereditary haemorrhagic telangiectasia, granulomatosis Wegener dan

penyakit paru obstruksif kronis) (Hopkins et al., 2009).

Berdasarkan uraian di atas peneliti perlu melakukan penelitian untuk

mengetahui korelasi antara SNOT-22 dengan hasil endoskopi rongga hidung

berdasarkan SLKM pada penderita RSK pra-operatif.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada korelasi antara keluhan pasien berdasarkan SNOT-22 dengan

hasil endoskopi rongga hidung berdasarkan SLKM pada penderita RSK pra-

operatif.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Membuktikan korelasi antara keluhan pasien berdasarkan SNOT-22

dengan hasil endoskopi rongga hidung berdasarkan SLKM pada penderita RSK

pra operatif.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Menilai SNOT-22 pada penderita RSK pra-operatif.

2. Menilai hasil endoskopi rongga hidung berdasarkan SLKM pada

penderita RSK pra-operatif

3. Menganalisis korelasi antara keluhan pasien berdasarkan SNOT-22

dan hasil endoskopi rongga hidung berdasarkan SLKM pada penderita

RSK pra-operatif.
5

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini dapat lebih menjelaskan tentang korelasi keluhan pasien

berdasarkan SNOT-22 dengan hasil endoskopi rongga hidung berdasarkan SLKM

pada penderita RSK pra-operatif

1.4.2 Manfaat praktis

Apabila terdapat korelasi SNOT-22 dengan SLKM pada penderita RSK,

maka SNOT-22 dan SLKM dapat dijadikan prosedur rutin penentuan derajat

keparahan pada RSK pra-operatif.

Anda mungkin juga menyukai