Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun

di bidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak belum merupakan suatu

pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja

dalam memelihara kepentingan negara seperti menjaga keamanan negara,

menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain sebagainya.

Namun setelah terbentuknya suatu negara, pajak merupakan iuran wajib rakyat

kepada negara. Dari pajak ini yang mana akan digunakan untuk membiayai

kegiatan pemerintahan, pelaksanaan tugas-tugas rutin pemerintahan dan

pembangunan daerah. Pembagian pajak menurut wewenang pemungutan pajak

dipisahkan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat yang dipungut oleh

pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.Sedang

pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga derah.1

Dasar dilakukan pemungutan oleh pemerintah daerah sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah mengatakan bahwa

pemerintah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya

sendiri secara bertanggung jawab.2

1
Marihot p, siahaan, pajak daerah dan retribusi daerah, PT raja grafindo persada,
jakarta, 2005
2
Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dalam lembaran
negara republik indonesia nomor 5587

1
Peran pemerintah pusat ini adalah melakukan supervisi, memantau,

mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah. Dengan adanya

otonomi daerah, maka pemerintah diberikan wewenang untuk mengatur dan

mengurus rumah tangga daerahnya. Dengan cara menggali segala kemungkinan

sumber keuangannya sendiri sesuai dengan dan dalam batas peraturan perundang-

undangan yang berlaku.3

Untuk merealisasikan pelaksanaan otonomi daerah maka sumber pembiayaan

pemerintah daerah tergantung pada peranan pendapatan asli daerah. Hal ini

diharapkan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan

pembangunan didaerah. Oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat

mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri sehingga

akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk

berbagai kegiatan pembangunan.

Dengan ini akan semakin memperbesar keleluasaan daerah untuk

mengarahkan penggunaan keuangan daerah sesuai dengan rencana, skala prioritas

dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor

23 tahun 2014 disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari

pendapatan asli daerah, yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.

Melihat sektor diatas, maka salah satu sektor yang perlu ditingkatkan untuk

menunjang penerimaan daerah adalah retribusi daerah yaitu pungutan daerah

sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan

dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau

badan. Pungutan pajak dan retribusi daerah masih belum dapat dimanfaatkan
3
Siahaan, Marihot P 2010, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Rajawali Pers, Jakarta.

2
secara optimal oleh daerah sebagai sumber pembiayaan desentralisasi. Keadaan

ini diperlihatkan bahwa banyak permasalahan yang terjadi di daerah berkaitan

dengan penggalian dan peningkatan PAD, terutama hal ini disebabkan oleh

perannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah, kemampuan

administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah dan kemampuan

perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah.

Kondisi yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi dengan potensi sumber daya

alam yang sangat minim memaksa pemerintah kabupaten kuantan singingi untuk

lebih kreatif mengoptimalkan potensi yang lain. Salah satu potensi yang

memerlukan perhatian khusus dari pemerintah kabupaten kuantan singingi adalah

penyelenggaraan retribusi parkir. Untuk mendukung kegiatan tersebut pemerintah

kabupaten kuantan singingi telah mengeluarkan peraturan daerah yang khusus

mengatur sektor perpakiran ini, yaitu perda nomor 6 tahun 2012 tentang retribusi

pelayanan parkir di tepi jalan umum.4

Kabupaten Kuantan Singingi sebagai bagian dari provinsi riau tentunya

memerlukan dana yang cukup besar dalam menyelenggarakan kegiatan

pembangunan daerah di berbagai sektor. Salah satu sumber pendapatan asli daerah

Kabupaten Kuantan Singingi adalah retribusi parkir. Retribusi parkir di tepi jalan

umum merupakaan jenis retribusi jasa umum yaitu pelayanan parkir ditepi jalan

umum yang ditentukan pemerintah daerah.

Dalam hal ini yang termasuk parkir di tepi jalan umum adalah tempat parkir

kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor di sisi jalan, baik pada badan

jalan maupun bahu jalan yang merupakan jalan umum. Jalan umum yang

4
Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2012 tentang retribusi pelayanan parkir di tepi jalan
umum dalam lembaran daerah kabupaten kuantan singingi nomor 26

3
dimaksud adalah jalan yang ramai dilintasi atau digunakan untuk umum, baik

jalan nasional, jalan daerah provinsi, jalan derah kabupaten dan jalan kecamatan.

Selain kriteria yang disebutkan diatas maka tidak termasuk dalam retribusi

parkir di tepi jalan umum, seperi taman parkir, gedung parkir dan tempat parkir

yang di sediakan oleh swalayan, minimarket, dan toko-toko terletak dihalaman

atau pelataran yang bersangkutan atau disebut juga tempat parkir khusus.

Permasalahan retribusi atau retribusi daerah lebih tepatnya diatur dalam Undang-

Undang nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.5

Masalah yang terjadi di kabupaten kuantan singingi tentang retribusi parkir

ditepi jalan umum ini adalah tata cara pemungutannya, dimana kurangnya

pengawasan dari pihak terkait.

Tarif parkir PERDA Nomor 6 Tahun 2012

1. Roda 2 sebesar Rp.1.000.-

2. Roda 4 sebesar Rp.2.000.-

3. Roda 6 sebesar Rp.4.000.-

Pemungutan retribusi parkir ditepi jalan umum bertujuan untuk meningkatkan

PAD, memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan menjadi suatu lapangan

pekerjaan yang menyerap tenaga kerja.6 Serta petugas pemungut parkir /juru

parkir tidak menggunakan atribut lengkap,dimana hal ini jelas melanggar

peraturan daerah kabupaten kuantan singingi nomor 6 tahun 2019 yang telah

mengatur tentang retribusi parkir ditepi jalan umum.

5
Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah dalam
lembaran Negara Republik indonesia Nomor 5049
6
Pasal 2 angka 2 PERDA Nomor 6 tahun 2012 tentang retribusi parkir ditepi jalan
umum

4
Berdasarkan uraian yang penulis paparkan diatas, maka penulis tertarik untuk

mengangkat judul proposal skripsi, yaitu : Tinjauan Yuridis Implementasi

Peraturan Daerah Kabupaten Kuantan Singingi Nomor 6 Tahun 2012

tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum di Kecamatan

Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang

retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum di Kecamatan Kuantan

Tengah Kabupaten Kuantan Singingi ?

2. Faktor apa yang menghambat pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 6

Tahun 2012 tentang retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum di

Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui penerapan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012

tentang retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum di Kecamatan

Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi .

b. Untuk mengetahui faktor –faktor yang menghambat pelaksanaan Peraturan

Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang retribusi pelayanan parkir di tepi jalan

umum di Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi .

2. Manfaat Penelitian

a. Kegunaan Akademis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan

kontrubusi pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum.

5
b. Kegunaan Praktis, hasil penelitian diharapkan dapat membantu dinas terkait

dalam upaya mengimplementasikan Peraturan Daerah Kabupaten Kuantan

Singingi Nomor 6 Tahun 2012 agar berjalan dengan maksimal dan sesuai

fungsinya.

D. Kerangka Teoritis

1. Teori Negara Hukum

Negara hukum ialah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin

keadilan kepada warga negaranya.7 Keadilan merupakan syarat terciptanya

kebahagian hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar negara dari pada

keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi

warga negara yang baik. Demikian pula peraturan hukum yang sebenarnya hanya

ada jika peraturan hukum itu mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar

warga negaranya8.

Menurut Aristoteles yang memerintah dalm negara bukanlah manusia

sebenarnya, melainkan fikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya

pemegang hukum dan keseimbangan saja. Kesusilaan yang akan menentukan baik

tidaknya suatu peraturan undamg-undang dan membuat adalah sebagian dari

kecakapan menjalankan pemerintah saja, Oleh karena itu, menurut aristoteles

bahwa yang penting adalah mendidik manusia menjadi warga negara yang baik

karena sikapnya yang adil akan terjamin kebahagian hidup warga negaranya9.

Secara umum, dalam setiap negara yang menganut paham negara hukum,

selalu berlakunya tiga prinsip dasar, yakni supremasi hukum (supremacy of law),

7
Resmi, Siti 2011, Perpajakan:Teori dan Kasus Buku 1, Salemba Empat, Jakarta.
8
Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim,op.cit,hlm.153
9
Ibid ,hlm.154

6
kesetaraan dihadapan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum

dengan cara tidak bertentangan dengan hukum (due process of law).

Prinsip penting dalam negara hukum adalah perlindungan yang sama (equal

protection ) atau persamaan dalam hukum (equality before the law). Perbedaan

perlakuan hukum hanya boleh jika ada alasan yang khusus, misalnya anak-anak

yang berumur dibawah 17 tahun mempunyai hak yang berbeda dengan anak-anak

yang diatas 17 tahun. Perbedaan ini ada alasan yang rasional.

Munculnya pemikiran tentang negara hukum sebenarnya dimulai sejak abad

XIX sampai dengan abad XX. Arti negara hukum itu sendiri pada hakikatnya

berakar dari konsep teori kedaulatan hukum yang pada prinsipnya menyatakan

bahwa kekuasaan tertinggi didalam suatu negara adalah hukum, oleh sebab itu

seluruh alat perlengkapan negara apapun namanya termasuk wagra negara harus

tunduk dan patuh serta menjunjung tinggi hukum tampa kecuali. Krabe

mengemukakan:

“Negara sebagai pencipta dan penengak hukum didalam segala kegiatannya

harus tunduk pada hukum yang berlaku. Dalam arti ini hukum membawakan

negara. Berdasarkan pengertian hukum itu bersumber dari kesadaran hukum

rakyat, maka hukum mempunyai wibawa yang tidak berkaitan dengan seseorang

(impersonal).10

Berdasarkan konsep teori inilah berkembang konsep negara hukum yang

menghendaki adanya unsur-unsur tertentu dalam penyelenggaraan sistem

ketatanegaraan, yaitu:

10
Usep ranawijaya, 1983, hukum tata negara dasar-dasarnya, ghalia Indonesia, Jakarta,
hlm.181

7
1. Jaminan hak asasi manusia (warga negara). Unsur ini ditempatkan yang

pertama kali karena sejatinya negara itu terbentuk karena adanya kontrak

sosial dari kontrak sosial inilah individu-individu dalam ikatan kehidupan

bersama dalam negara menyerahkan hak-hak politik dan sosialnya kepada

komunitas negara, maka negara harus memberikan jaminan kepada hak-hak

yang melekat didalam individu-individu maupun didalam ikatan kehidupan

kemasyarakatan. Hal ini bisa terjadi, karena didalam kontak sosial tersebut

kedudukan antara negara sebagai suatu ikatan organisasi disuatu pihak dengan

warga negara secara keseluruhahn dipihak lain adalah sejajar. Masing-masing

mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Oleh sebab itulah diantara

keduanya harus saling memberikan perlindungan, dan karena negara adalah

organisasi kekuasaan dimana sifat kodrati kekuasaan itu cenderung

disalahgunakan, maka kewajiban untuk melindungi hak-hak asasi warga

negara menjadi mutlak dan diletakkan dalam tanggung jawab maupun tugas

dari negara.

2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan. Untuk memberikan jaminan terhadap

perlindungan hak-hak asasi manusia, maka kekuasaan didalam negara harus

dipisah-pisah dan dilaksanakan oleh beberapa organ negara. Sejarah

peradaban manusia membuktikan bahwa ketika kekuasaan itu dilaksanakan

secara absolut oleh satu tangan dan dilaksanakan secara otoriter karena tidak

dilandasi aturan main, maka terjadilah penindasan terhadap harkat dan

martabat kemanusiaan.11 Oleh sebab itulah, antara kekuasaan menjalankan

pemerintahan (eksekutif), kekuasaan membentuk perundang-undangan

11
Rangkuti,Freddy, “Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis”, Cet Ke XXI. PT
Gramedia, Jakarta. 2015.

8
(legislative), dan kekuasaan unruk melaksankan peradilan (yudikatif) harus

dipisahkan. Inplementasi dari prinsip pemisahkan kekuasaan ini dapat

beranekaragam. Ada yang berdimensi pembagian kekuasaan, yakni pemisahan

dari aspek kelembagaan sedangkan mengenai fungsi dan tugasnya masih tetap

bisa berhubungan. Ada juga yang berdimensi pemisahhan secara baik secara

kelembagaan maupun fungsi dari masing-masing pemgang kekuasaan tersbut.

Terlepas dari implementasi tersebut, pada hakikatnya unsur adanya pemisahan

atau pembagian kekuasaan yang ada didalam organisasi kekuasaan yang

disebut negara tetap bertujuan agar kekuasaan itu tidak disalahgunakan yang

pada akhirnya justru menindas harkat dan martabat kemanusian dari warga

negara.

3. Asas legalitas pemerintahan. Maksud dari asas ini adalah pemerintah dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya harus berdasarkan pada hukum

atau perundang-undangan yang berlaku. Hukum harus menjadi landasan bagi

negara dalam menjalankan pemerintahan.

4. Prinsip Peradilan yang bebas dan tidak memihak. Prinsip seperti ini bagi

negara sagatlah penting. Supremasi hukum yang diletakkan dalam kehidupan

ketatanegaraan harus benar-benar terjamin pelaksanaannya. Peradilan yang

bebas dan tidak memihak tidak, semata-mata diletakan dalam konteks

kebebasan lembaga peradilan, yakni melalui prinsip independensi hakim,

melainkan harus diletakakan dalam konteks proses peradilan dalam rangka

penegakan hukum (law enforcement). Dengan demikian dalam mekanisme

proses peradilan yang harus bebas dan tidak memihak menyangkut organ-

9
organ penengak hukum, seperti haki, jaksa, kepolisian maupun para pengacara

(advokat).

Unsur-unsur yang terdapat didalam konsep negara hukum yang demikian ini,

menjadikan negara berperan sebagai pencipta hukum sekaligus penegak hukum

dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban hidup besama dalam ikatan

organisasi kekuasaan yang disebut negara.12 Kendati negara adalah pencipta

hukum, namun negara harus tetap tunduk pada hukum ciptaanya. Argumentasi

inilah yang mengakibatkan negara hanya berfungsi layaknya sebagai penjaga

malam. Artinya negara berfungsi menciptanya hukum, dan melalui hukum

ciptanya itulah diharapkan dapat tercipta keamanan dan ketertiban didalam

negara. Negara hanya dikonstruksikan sebagai alat untuk menjunjung tinggi

keamanan dan ketertiban hidup bersama. Konsepsi seperti ini kemudian lazim

disebut negara hukum formil.

Seturut dengan perkembangan pemikiran mengenai negara dan hukum, unsur-

unsur yang tedapat didalam konsep negara hukum formil tersebut diatas juga

mengalami perkembangan. Pendek kata, dalam perkembangan pemikiran negara

dan hukum, tugas dan fungsi negara tidak hanya terbatas pada konstruksi tugas

dan fungsi ketiga kekuasaan yang ada (legislative, eksekutif, dan yudikatif) serta

menjaga keamanan dan ketertiban. Hal ini mengigat semakin bergamnya

kehidupan masyarakat (warga negara) dengan berbagai macam dimensi yang ada

didalamnya. Pola-pola kehidupan dan kegiatan dari warga negara makin lama

sukar untuk dipisahkan dengan pola dan kegiatan yang dilakukan oleh negara

(pemerintah).

12
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Cetakan ke-21;
Bandung: Alfabeta, 2014.

10
Oleh sebab itulah fungsi dan tugas negara mulai mengalami pergeseran dan

penambahan disana-sini.negara tidak hanya sebatas sebagai pencipta hukum untuk

menjaga keamanan dan ketertiban, melainkan sudah mulai ikut terlibat dalam

meningkatkan kesejahteraan umum dari warga negaranya. 13 Berdasarkan pola

pergeseran fungsi dan tugas negara inilah, maka paham negara hukum formil juga

mengalami perubahan. Unsur-unsur negara hukum formil yang dulunya begitu

kuat untuk dipertahankan (negara sebagai penjaga malam) mulai mengalami

pergeseran dan ditambah, yaitu bagi negara untuk ikut terlibat dalam membantu

meningkatkan kesejahteraan umum warga negara.

Dari sinilah konsepsi negara hukum formil berikut unsur-unsur yang

terkandung didalamnya mulai berganti dengan konsep negara hukum modern atau

negara kesejahteraan (welfare state) yang lazim juga disebut sebagai negara

hukum materill.

Dalam negara hukum materil, fungsi negara di samping mempertahankan dan

melaksanakan hukum semaksimal mungkin, juga dituntut untuk mampu

meningkatkan kesejahteraan hudup warga negaranya. Argumentasi yang demikian

ini menjadi negara tidak hanya bertindak laksana penjaga malam, melainkan

terpenting dan utama adalah bertindak pelayan masyarakat (public service), dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan umum warga negaranya. Menurut Anthony

giddens konsep fungsi negara yang demikian ini menjadikan negara yang

mempunyai sifat intervensionist, artinya negara selalu akan ambil bagian dalam

setiap gerak dan langkah masyarakat dengan alasan untuk meningkatkan

kesejahteraan umum.14
13
Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
14
Ibid, hlm. 20

11
Tugas dan fungsi negara dalam konsep negara hukum materil menjadi

sedemikian luas sampai menjangkau kehidupan masyarakat di bidang sosial

budaya, ekonomi, politik, agama, teknologi, pertahanan keamanan, bahkan kalau

perlu sampai masuk kekehidupan privat warga negara (misalnya mengatur

mengenai perkawinan, agama, dan lain sebagainya). Untuk menghindari

penyimpangan dan penyalagunaan wewenang yang dilakukan oleh negara ini lah,

unsur-unsur yang dikenal di dalam negara hukum formil tetap dipertahan kan

bahkan ditambah dengan unsur adanya peradilan administrasi, yakni suatu

lembaga peradilan yang berfungsi untuk memeriksa sangketa administrasi negara

antara warga negara dengan pemerintah sebagai akibat munculnya suatu

keputusan tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat atau badan administrasi negara

yang dianggap merugikan. Dengan demikian, unsur terpenting dari negara hukum

materil (welfare state) adalah;

1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia

2. Pemisahan/pembagian kekuasaan

3. Legalitas pemerintahan

4. Peradilan administrasi yang bebas dan tidak memihak dan

5. Terujudnya kesejahteraan umum warga negara

2. Teori Pemerintahan Daerah

Istilah pemerintahan daerah, lebih tepat dipergunakan untuk menyebut satuan

pemerintahan dibawah pemerintah pusat yang memiliki wewenang pemerintahn

sendiri. Dalam konteks Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh

Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas

12
otomoni dan tugas pembantuan dengan prinsip seluas-luasnya dalam sistem dan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD

Negara Republik Indonesia tahun 1945.15

Dengan demikian istilah pemerintahan daerah itu dipergunakan untuk

menyebut satuan pemerintahan rendahan dibawah pemerintah pusat yang

berwenang untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri (urusan pemerintahan

sendiri) dengan mempergunakan organ-organ yang dibentuk sendiri.16 Jadi istilah

pemerintahan daerah lebih tepat digunakan untuk menyebutkan kegiatan yang

dilakukan oleh daerah otomon dalam melaksanakan urusan atau wewenang

pemerintahan sendiri.

Istilah pemerintahan didaerah pernah digunakan diindonesia pada waktu dasar

penyelenggaraannya mempergunakan UU No.5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok

pemerintahan didaerah. Istilah ini sebenarnya lebih tepat dipergunakan untuk

menyebutkan satuan-satuan atau organ-organ pemerintahan pusat yang

ditempatkan didaerah dalam rangka menyelenggarakan sistem pemerintahan

dalam arti luas. Oleh sebab itu pemerintahan didaerah sebenarnya bukan dalam

lingkup pembicaraan menegenai pemerintahn daerah sebagaimana dinyatakan

dalam pasal 18, pasal 18a, dan pasal 18b UUD 1945.

Menurut Bagir Manan pasal 18 UUD 1945 mengatur mengenai pemerintahan

daerah, bukan di pemerintahan daerah, karena pemerintahan didaerah pada

hakikatnya merupakan unsur tata laksana penyelenggaraan pemerintahan pusat

sebagai cerminan dari pelaksanaan asas dekonsentrasi.17 Dengan demikian jelaslah

15
Pasal 1 angka 2 UU no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
16
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda dalam lembaran NRI Nomor 244
17
Bagir manan, 1993, perjalanan historis pasal 18 UUD 1945 ( rumusan dan undang-
undang pelaksanaanya ), unsika karawang, hlm, 35.

13
kiranya bahwa antara kedua peristilahan tersebut mengandung makna yang

berbeda antara satu dengan yang lainya.

Bertitik tolak dari adanya perbedaan istilah tersebut diatas, didalam buku ini

penulis mempergunakan istilah pemerintah lokal. Penggunaan istilah ini, karena

mengandung pemahaman lebih umum dan dapat dipergunakan untuk mengakaji

satuan-satuan pemerintahan yang lebih rendah dalam perspektif bangunan negara

manapun. Mengigat dalam bagunan negara vederal, kesatuan maupun konfederasi

juga dikenal adanya satuan-satuan pemerintahan yang lebih rendah, seperti negara

bagian di amerika serikat, pemerintahan daerah di Indonesia, dan kanton di negara

konfederasi swiss.

Setelah amandemen 2 terhadap pasal 18 UUD 1945 pada tanggal 18 agustus

2000, pengaturan mengenai pemerintahan lokal secara lengakap diatur sebagai

berikut:

1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah propinsi dan daerah

propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota: tiap-tiap propinsi, kabupaten dan

kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang.

2. Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otomoni dan tugas

pembantuan.

3. Pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota memilikmi

dewan perwakilan rakyat daerah yang angota-angotanya dipilih melalui

pemilihan umum.

4. Gubernur, bupati, dan wali kota masing-mamsing sebagai kepala daerah

propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

14
5. Pemerintah daerah menjlankan otomoni seluas-luasnya, kecuali urusan

pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan

pemerintahan pusat.

6. Pemerintah daerah berhak menetapakan peraturan daerah dan peraturan lain

untuk melaksanakan otomomi dan tugas pembantuan.

7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam

undang-undang.

Lebih lanjut didalam ketentuan pasal 18b Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945, ditegaskan :

1. Hubungan wewenang antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah

propinsi, daerah kabupaten, dan kota, atau antara propinsi dan kabupaten dan

kota, diatur dengan Undang-Undang denagn memperhatikan kekhususan dan

keragaman daerah.

2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya lainnya

antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan

secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Sedangkan menurut pasal 18 B UUD 1945 juga ditegaskan mengenai status

daerah yang bersifat istimewa dan kesatuan masyarakat adat. Pasal ini secara

lengkap menyatakan :

1. Negara mengakui dan menghormati satuan pemerinthan daerah yang bersifat

istimewa yang diatur dengan Undang-Undang.

2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta

hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

15
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,

yang diatur dengan Undang-Undang.

Dalam khasanah teori hukum tata negara dikenal pula adanya bentuk

penyelenggaraan pemerintahan ditingkat lokal. Kedua bentuk pemerintahan

tersebut adalah:

1. Pemerintahan Lokal Administrative, yakni satuan-satuan pemerintahn local

dibawah pemerintahan pusat yang semata-mata hanya menyelenggarakan

aktifitas pemerintahan pusat diwilayah-wilayah negara. Adapun ciri-ciri dari

pemerintahan lokal administrative, yaitu:

a. Kedudukannya merupakan wakil dari pemerintahan pusat yang ada diaderah

b. Urusan-urusan pemerintahan yang diselenggarakan pada hakikatnya

merupakan urusan pemerintahan pusat

c. Penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan hanya bersifat administrative

belaka

d. Pelaksanaan urusan-urusan pemerintahan dijlankan oleh pejabat pemerintah

pusat yang ditempatkan didaerah

e. Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintahn lokal adalah hubungan

antara atasan dan bawahan dalam rangka menjalankan perintah

f. Seluruh penyelenggara urusan pemerintahan dibiayai dan mempergunakan

sarana dan prasarana pemerintahan pusat

2. Pemerintahan Lokal Otonom, yakni satuan pemerintahan lokal yang berada

dibawah pemerintahn pusat yang berhak atau berwenang menyelenggarakan

pemerintahan sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Ciri-ciri dari

pemerintahan lokal adalah :

16
a. Urusan-urusan pemerintahan atau wewenang pemerintahan yang

diselenggarakan oleh pemerintahan lokal otonom adalah urusan atau

wewnang yang telah menjadi urusan rumah tangga sendiri

b. Penyelenggaraan pemerintahan lokal otonom dijalankan oleh pejabat yang

merupakan pengawai pemerintahan lokal itu sendiri.

c. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dijalankan atas dasar inisiatif atau

prakarsa sendiri

d. Hukum antara pemerintahan pusat dan pemerintahan lokal otonom adalah

hubungan yang sifatnya pengendalian danpengawasan.

Kedua bentuk penyelenggaraan pemerintah lokal tersebut diatas (administratif

dan otonom) pernah dilakukan secara bersama di satu wilayah. Hal ini Nampak

jelas ketika politik perundangan tentang pemerintahan daerah di Indonesia

mempergunakan UU No. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di

daerah. Didalam undang-undang ini dinyataka bahwa didalam satu wilayah akan

terdapat pemerintahan daerah otonom dan wilayah administratif.18

Menurut undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah setelah

reformasi 1998 dua bentuk penyelenggaraan pemerintahan lokal tersebut sudah

dipisahkan secara tegas. Baik UU no. 22 tahun 1999 maupun UU No. 23 Tahun

2014 menegaskan bahwa pemerintahan local otonom hanya dilaksanakan di

kabupaten dan kota, sedangkan untuk penyelenggaraan pemerintahan lokal

administrative dan otonom dilaksanakan secara bersama-sama dipropinsi yang

didalam hal ini dilakukan oleh gubernur sebagai wakil pemerintahan pusat

didaerah. Hal ini namapak dari ketentuan pasal 9 UU No. 22 tahun 1999 yang

menyatakan :
18
Penjelasan umum UU no. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan didaerah

17
1. Kewenangan provinsi sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam

bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota

2. Kewenangan provinsi sebagai daerah otonom termasuk juga kewenangan

yang tidak atau belum dapat dilaksanakan didaerah kabupaten dan daerah kota

3. Kewenangan provinsi sebagai wilayah administrative mencakup kewenangan

dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil

pemerintah

Sedangkan menurut undang-undang No. 23 Tahun 2014 nampak dari

ketentuan pasal 37 ayat 1 yang menyatakan bahwa gubernur yang karena

jabatannya berkedudukan juga sebagai pemerintah diwilayah provinsi yang

bersangkutan.

C. Asas-Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Lokal

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan lokal dikenal adanya 4 asas

penyelenggaraan, yaitu :

1. Asas Sentralisasi

Yaitu suatu asas pemerintahan yang terpusat, artinya tidak dikenal adanya

penyerahan wewenang atau urusan pemerintahan kepala bagian (daerah/wilayah)

negara. Pemerintahan lokal termasuk pejabatnya di tingkat lokal hanya

melaksanakan kehendak atau kebijaksanaan dari pemerintahan pusat. Tidak

dikenal adanya inisiatif atau prakarsa dari pemerintahan lokal. Kondisi semacam

ini tentu mengandung kebaikan dan kelemahan yaitu:19

a. Kebaikan

1. Menjadi alat yang ampuh dari kesatuan politik, persekutuan atau masyarakat
19
Rahayu, Siti Kurnia. Perpajakan Indonesia Konsep dan Aspek Formal. Yogyakarta:
Graha Ilmu. 2010.

18
2. Dapat dipergunakan sebagai sarana untuk mencengah timbulnya keinginan

dari bagian negara untuk melepaskan diri dan dapat pula dipergunakan sebagai

sarana untuk memperkuat persatuan

3. Mempercepat persamaan dalam perundang-undangan, pemerintahan

sepanjang kepentingan wilayah mempunyai sifat yang sejenis

4. Lebih mengutamakan kepentingan keseluruhan (nasional) diatas kepentingan

dari bagian-bagian

5. Sebagai sarana untuk mengumpulkan tenaga dari masing bagian yang tidak

kuat menjadi suatu kesatuan yang berarti dan dapat memperbesar

kemungkinan untuk menyelenggarakan sesuatu yang besar

6. Dalam keadaan tertentu dapat memeberikan efisen yang lebih besar dalam

organisasi pemerintahan

b. Kelemahan

1. Mengakibatkan rentang birokrasi yang semakin panjang dengan segala

keuntungan dan kerugiannya yang melekat

2. Karena urusan negara semakin kompleks sebagai diterapkannya prinsip

welfare state, maka tugas, wewenang, dan tanggung jawab pemerintahan pusat

semakin berat.20

3. Pengambilan keputusan untuk masalah yang bersifat lokal menjadi sulit untuk

segera dipecahkan, karena harus selalu menunggu kebijaksanaan dan

keputusan dari pemerintahan pusat

20
Moleong, Lexi J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan ke-XX; Bandung:
Rosadakarya, 2014.

19
4. Pengambilan keputusan cenderung diseragamkan tanpa mengindahkan

karakteristik kondisi dan kemapuan masing-masing daerah serta menafikan

prinsip partisipasi

5. Terhambatnya proses demokratisasi dan pemencaran kekuasaan ( prinsip

negara hukum )

6. Daerah tidak memiliki alternatif pilihan, kecuali hanya menerima seluruh

kebijaksanaan, arahan, dan keputusan pemerintahan pusat

Ditinjau dari aspek kelebihan dan kelemahan asas sentralisasi ini, maka

nampak jelas bahwa aspek kelemahan justru mendominasi.

2. Asas Desentralisasi

Asas ini menghendaki dalam penyelenggaran pemerintahan, ada sebagian

wewenang atau urusan pemerintahan pusat dilimpahkan atau diserahkan kepada

pemerintahan lokal untuk diatur dan diurus sendiri sebagai urusan rumah tangga

sendiri.

Didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok

pemerintahan daerah yang diberlakukan selama pemerintahan orde baru,

dinyatakan bahwa desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari

pemerintah/daerah tingkat yang lebih atas kepada daerah untuk menjadi urusan

rumah tangga sendiri. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 tentang pemerintahan daerah dinyatakan bahwa pemerintahan desentralisasi

adalah penyerahan wewenang pemerintahan kepada daearah otonom dalam ikatan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.21

21
Sumarsono, Sony. 2010. Manajemen Keuangan Pemerintahan-Ed, Cet.1. Yogyakarta:
Graha Ilmu.

20
Perbedaan defenisi dari ketiga undang-undang tersebut diatas, dapat ditinjau

dari makna yang terkandung didalamnya yakni:

1. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pengertian desentalisasi

dititik beratkan kepada penyerahan wewenang untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dan penyerahan tersebut ditujukan kepada daerah

otonom. Perumusan seperti ini mengandung makna:

a. Penyerahan wewenang yang dilakukan itu semata-mata dipergunakan

untuk melaksanakan fungsi pengaturan dan pengurusan urusan

pemerintahan

b. Penyerahan tersebut ditunjukkan kepada daerah otonom. Ini berarti daerah

otonom memang sudah terbentuk

2. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok

pemerintahan daerah pengertian desentralisasi dititk beratkan pada

penyerahan urusan pemerintahan. Lain dari pada itu, makna dari desentralisasi

menurut UU ini, mengambarkan bahwa ada atau tidaknya daerah otonom

sangat tergantung dari ada atau tidaknya penyerahan urusan pemerintahan

tersebut

3. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan

daerah, pengertian desentralisasi justru diperluas, karena yang diserahkan

adalah wewenang pemerintahan. Artinya dengan adanya penyerahan

wewenang ini, maka daerah otonom dapat mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan apa saja, sehingga terjadilah perluasan wewenang yang pada

akhirnya karakteristik desentralisasi menurut UU ini menjadi bercorak

federalistis.

21
Terjadinya perbedaan makna dalam mendefenisikan pengertian desentarlisasi

tersebut disebabkan memang dalam sejarah perjalanan pengorganisasian sistem

pemerintahan negara dalam garis vertikal di Indonesia telah mengalami perbedaan

yang cukup panjang.22 Alih-alih dari rumusan inilah, maka terjadi otonomi daerah

yang kebablasan dan mengarah kepada konsep negara federal.

Menurut hans kelsen, pengertian desentralisasi berkaitan dengan pengertian

negara. Menurut hans kelsen negara itu merupakan tatanan hukum (legal order).

Didalam negara ada kaidah-kaidah hukum yang berlaku sah untuk seluruh

wilayah negara yang sering disebut kaidah sentral (central norm) dan ada pula

kaidah hukum yang belaku sah dalam bagian wilayah yang berbeda yang disebut

desentral atau kaidah lokal (desentral or local norm). jadi menurut hans kelsen,

apabila kita membicarakan tatanan hukum desentralistik, maka hal ini akan

dikaitkan denagn lingkungan tempat berlakunya suatu tatanan hukum yang

berlaku sah tersebut.23

Berkaitan dengan argumentasi tersebut, bagir manan mengemukan bahwa

yang disebut desentralisasi adalah bentuk susunan dari organisasi negara yang

terdiri dari satuan pemerintahan pusat dan satuan pemerintahan yang lebih rendah

yang dibentuk baik berdasarkan teritorial ataupun fungsi pemerintahan tertentu.24

Pendapat seperti ini memberikan gambaran kepada kita bahwa yang namaya

desentralisasi berkaitan dengan bentuk dan susunan organisasi, bukan

menyangkut persoalan pemberlakuan norma hukum.

22
Susanto. 2014. Manajemen Strategik Komprehensif. Jakarta: Erlangga
23
Bagir manan, 1994, hubungan antara pusat dan daerah menurut uud 1945, sinar
harapan, Jakarta, hlm.24.
24
Ibid, hlm. 22.

22
Irawan soedjito mengatakan bahwa, desentralisasi memiliki arti sebagai

pelimpahan wewenang pemerintahan untuk dilaksanakan.25 Sedangkan joeniarto

mengatakan bahwa desentralisasi adalah asas yang bermaksud memberikan

wewenang dari pemerintahan negara kepada pemerintahan lokal untuk mengatur

dan mengurus rumah tangga sendiri.26

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut diatas, maka asas desentralisasi

pada prinsipnya adalah:

1. Penyerahan urusan atau wewenang pemerintahan dari pemerintah atau

pemerintahan lokal tingkat yang lebih atas kepada daerah untuk menjadi

urusan atau wewenang pemerintahan sendiri

2. Merupakan suatu asas yang bermaksud melakukan pembagian wilayah negara

menjadi negara besar dan daerah kecil yang berhak atau berwenang mengatur

urusan pemerintahan (rumah tangga) sendiri

3. Merupakan suatu asas yang bermaksud membentuk pemerintahan lokal yang

berwenang menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar inisiatif atau

prakarsanya masing-masing

Berkaitan dengan prinsip tersebut, maka dalam pelaksanaanya, asas

desentralisasi mengandung beberapa kelemahan dan kelebihan, yaitu:

a. Kelemahan

25
Irawan soedjito, 1984, hubungan pemerintahan pusat dan pemertintahan daerah, bina
aksara, Jakarta, hlm. 20.
26
Joeniarto, 1982, perkembangan pemerintahan local menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku dengan pelaksanaan didaerah propinsi jawa tengah dan
daerah istimewa Yogyakarta, alumni, bandung, hlm. 29.

23
1. Membuka kemungkinan adanya bagian (daerah/wilayah) untuk melepaskan

diri dari ikatan pemerintahan pusat

2. Membuka kemungkinan terjadinya ketengangan hubungan (spanning) antara

pemerintahan pusat dengan bagian (daerah/wilayah) khususnya dalam

pembagian kewenangan dalam mengatur urusan pemerintahan

3. Membuka kemungkinan munculnya fanatisme kedaerahan

b. Kelebihan

1. Memberiakn penilaian yang relatif tepat pada sifat yang berbeda-beda dari

wilayah dan penduduk dari suatu wilayah

2. Merupakan senjata ampuh untuk memberantas sistem birokrasi yang

bertingkat-tingkat

3. Dalam pelaksanaan prinsip welfare state dapat meringankan beban

pemerintahan pusat dalam mengambil kebijaksanaan yang berdimensi

kedaerahan ( lokal )

4. Merupakan sarana yang tepat untuk mengimplementasikan prinsip negara

hukum, khusunya dalam rangka melakukan pemencaran kekuasaan

Desentalisasi sebagai suatu asas penyelenggaraan pemerintahan lokal

merupakan salah satu pilar yang dipergunakan dalam penyelenggaraan sistem

pemerintahan negara yang mempergunakan prinsip negara hukum yang

demokratis. Latar belakangnya perlu desentralisasi, khususnya didalam negara

kesatuan adalah sebagai berikut27

1. Prinsip Negara Hukum: didalam negara hukum disamping mengenal adanya

pemisahan kekuasaan, yakni pemisahan atau pembagian kekuasaan secara

27
Bagir manan, 1989, pemerintahan daerah bagia 1, bahan penataran administrative
and organization planning kerja sama Indonesia-belanda, ugm, Yogyakarta, hlm 8.

24
horizontal diantara ketiga cabang kekuasaan didlam negara (eksekutif,

legislatif, dan yudikatif)

2. Prinsip Demokrasi: dalam negara demokrasi kebutuhan akan partisipasi rakyat

dalam berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan sangat dibutuhkan

3. Prinsip Welfare State: dalam negara kesejahteraan, fungsi negara adalah

sebagai pelayanan masyarakat (public services) untuk mewujudkan

kesejahteraan umum warganya

4. Prinsip Kebinekaan: dalam negara yang komposisi masyarakatnya demikian

beragam, tidaklah mungkin untuk melakukan penyerangan (uniformitas)

kebijaksanaan dan keputusan politik

Berdasarkan prinsip-prinsip latar belakang tersebut diatas, maka secara

konseptual terioritis dikenal adanya bentuk-bentuk desentralisasi sebagai

berikut:28

a. Desentralisasi Teritorial, yakni penyerahan urusan pemerintahan atau

pelimpahan wewenang untuk menyelenggarahkan suatu urusan pemerintahan

dari pemerintahan pusat/daerah tingkat yang lebih atas kepada badan yang

bersifat kewilayahan (teritorial).

b. Desentralisasi Fungsional, yakni penyerahan urusan pemerintahan atau

pelimpahan wewenang untuk menyelenggarakan suatu urusan pemerintahan

dari pemerintah pusat atau daerah tinggkat yang lebih atas kepada badan

fungsional tertentu.

c. Desentralisasi Politik, yakni pelimpahan wewenang dari pemerintahan yang

menimbulkan hak mengurus kepentingan rumah tangga sendiri dari badan

politik di daerah yang dipilih rakyat dalam daerah tertentu.


28
Bagir manan, hubungan…., op.cit, hlm. 20-24

25
d. Desentralisasi Kebudayaan, yakni memberikan hak kepada golongan kecil

dalam masyarakat untuk menyelenggarakan kebudayaan sendiri seperti

mengatur pendidikan, agama dan lain sebagainya. Dalam konteks Indonesia,

desentralisasi ini nampak dalam ketentuan pasal 18 B UUD 1945 yang

menyatakan :

1. Negara mengakui dan menghormati satuan pemerintahan daerah yang bersifat

khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang

2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat adat beserta hak

tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan

masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur

dalam Undang-Undang

e. Desentralisasi Administrative, yaitu pemerintahan melimpahkan sebagian

wewenang kepada alat perlengkapan atau organ pemerintahan sendiri di

daerah, yakni pejabat pemerintahan yang ada didaerah untuk dilaksanakan.

Sebagai suatu asas yang bermaksud untuk melakukan penyerahan urusan

pemerintahan atau penyerahan wewenang untuk mengurus urusan pemerintahan,

maka dalam implementasinya dikenal ada dua tipe penyerahan yaitu :

1. Penyerahan Penuh, yaitu baik tentang asas (prinsipnya) maupun tentang cara

menjalankan kewajiban (pekerjaan) yang diserahkan itu, diserahkan semua

kepada daerah sebagai hak otonom

2. Penyerahan Tidak Penuh, yaitu penyerahan hanya mengenai cara

menjalankanya saja, sedangkan mengenai prinsip ditetapkan oleh

pemerintahan pusat sendiri. Tipe ini disebut juga sebagai asas tugas

pembantuan (madebewind).29
29
Bagir manan, perjalanan historis …., op.cit, hlm. 55-56.

26
Dengan adanya dua tipe penyerahan urusan atau wewenang pemerintaahn

tersebut, maka didalam asas desentralisasi disamping mengakibatkan adanya hak

otonom bagi suatu daerah, juga menimbulkan hak medebewind. Dalam hal ini

bagir manan mengemukakan:

“hak madebewind itu hendaknya jangan diartikan sempit, yaitu hanya

menjalakan pemerintahan dari atasan saja, sekali-kali tidak, oleh karena

pemerintah dearah berhak mengatur caranya menjalankan menerut pendapat

sendiri, jadi mempunyai hak otonomi, sekalipun hanya mengenai cara

menjalankan saja, tetapi cara menjalankan ini bisa besar artinya bagi setiap

daerah”.30

Lain dari pada itu, asas tugas pembatuan (medebewind) ini termasuk dalam

ranah asas desentralisasi juga, karena asas ini sebenarnya digunakan untuk uji

coba kesiapan daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan secara penuh

(menjadi hak otonomi secara penuh). Argumentasi seperti ini, yuridis memperoleh

penguatan dari ketentuan pasal 17 PP No. 38 tahun 2007 tentang pembagian

urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan

pemerintah kabupaten/kota, yang menyatakan:


31
1. Urusan pemerintahan selain yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) yang

penyelenggaraannya oleh pemerintah ditugaskan penyelenggaraan kepada

pemerintahan daerah berdasarkan asas tugas pembantuan, secara bertahap

dapat disarankan untuk menjadi urusan pemerintah daerah telah

menunjukakan kemapuan untuk memenuhi norma, standar, prosedur dan

kriteria yang dipersyaratkan


30
Ibid
31
Urusan pemerintahan yang dimaksud meliputi politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, yuridis, moneter dan fiscal nasional, serta agama.

27
2. Urusan pemerintahan yang menjadi wewenang propinsi juga

penyelenggaraannya ditugaskan kepada pemerintahan daerah kabupaten/kota

berdasarkan asas tugas pembantuan, secara bertahap dapat diserahkan untuk

menjadi urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersangkutan apabila

pemerintahan kabupaten/kota telah menunjukakan kemampuan memenuhi

aroma standar, prosedur, dan kriteria yang dipersyaratkan

3. Penyerahan urusan pemerintahan sebagaimana diataur pada ayat (1) dan ayat

(2) disertai dengan perangkaat daerah, pembiayaan dan sarana atau prasarana

yang diperlukan

4. Penyerahan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1dan ayat

2 diprioritaskan bagi penyelanggaraannya diserahkan kepada pemerintahan

daerah yang bersangkutan

Berdasarkan pada ketentuan pasal diatas tersebut, maka ada kemungkinan

urusan pemerintahan tersebut akan diserahkan secara penuh sebagai hak otonomi.

3. Asas Dekonsentrasi

Asas Dekonsentrasi pada hakikatnya merupakan bentuk penghalusan dari asas

sentralisasi. Menurut undang-undang tentang pemerintahan daerah yang pernah

dan sedang berlaku diindonesia, asas dekonsentrasi mengalami perubahan

konseptual yang cukup signifikan. Ketentuan seperti ini berbeda dengan ketentuan

yang dirumuskan oleh undang-undang setelah reformasi, yaitu:32

a. Pasal 1 huruf f UU No.22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah,

menegaskan bahwa dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari

32
Illahi, Robby Noer.2014.“Pengaruh Pemungutan Pajak Parkir terhadap Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD)” (Studi Kasus Dinas PLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pengelolaan Keuangan DanAsset Daerah (Dpkad)
Kabupaten Purwakarta Periode 2009-2013)

28
pemerintahan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat

pusat di daerah

b. Pasal 1 angka 8 UU no. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah,

menegaskan bahwa dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari

pemerintahan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada

instansi vertikal diwilayah tertentu

Memperlihatkan ketentuan tersebut diatas, maka makna asas dekonsentrasi dari

ketiga undang-undang tersebut mengandung perbedaan yang prinsipil, yaitu:

1. Didalam UU no. 22 tahun 1999 dan UU no. 32 tahun 2004, asas dekonsentrasi

diletakkan pada diri gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan atau

perangkat pusat didaerah ( instansi vertikal diwilayah tertentu). Hal ini berarti

seluruh pejabat yang ada didaerah, seperti gubernur, bupati dan wali kota, bisa

saja dikategorikan sebagai wakil pemerintah pusat.

2. Didalam UU no. 22 tahun 1999 dan UU no. 32 tahun 2004, luas cakupan asas

dekonsentrasi dipersempit hanya ditingkat provinsi. Sedangkan UU no. 5 tahun

1974 cakupan asas dekonsentrasi sangat luas, yakni dilaksanakan juga

dilingkungan daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tinggat II (kabupaten/kota)

Ditinjau dari pengertian dan makna yang terkandung di dalamnya, maka pada

hakikatnya asas dekonsentrasi adalah:

a. Merupakan manifestasi dari penyelenggaraan pemerintahan negara yang

mempergunakan asas sentralisasi yang dipersempit dan diperhalus

b. Merupakan manifestasi pelimpahan wewenang pemerintahan dan pemerintah

kepada pejabat didaerah

29
c. Merupakan manifestasi penyelenggaraan tata laksana pemerintahan umum

pusat daerah

Pada zaman orde baru, melalui UU no. 5 tahun 1974 pelaksanaan asas

dekonsentrasi dilakuakn secara bersama denagn asas desentralisasi. Dengan

mempergunakan konsep seperti ini, maka UU dapat berwatak sentralistik,

sehingga otonomi daerah tidak dapat berjalan dengan baik.

Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan lokal dibawah UU no. 5 tahun

1974 ternyata konsepsi yang dibangun adalah memperkuat atau memperbesar

tarikan dekonsentrasi. Oleh sebab itu semasa pemberlakuan undang-undang ini di

orde baru, otonomi di daerah tidak dapat berjalan dengan baik, konsepsi-konsepsi

yuridis yang bernafas sentralistik tersebut nampak dari:

a. Kedudukan kepala daerah disemua tingkatan (dati I dan dati II) sekaligus

sebagai kepala wilayah yang dianggap sebagai penguasa tunggal.

b. Dalam mekanisme pemilihan kepala daerah (dati I dan dati II) peran DPRD

hanya sebatas mengusulkan nama calon kepala daerah kepada pemerintah.

c. Mekanisme pertanggung jawaban yang dilakukan oleh kepala daerah/ kepala

wilayah pada hakikatnya tidak ditunjukkan kepada DPRD sebagai lembaga

representasi rakyat. Pertanggung jawaban semacam ini disebut integrated

prefectoral system, yaitu suatu model pertanggung jawaban tunggal dari

kepala wilayah dan garis komando yang tidak terputus dari atas ke bawah.33

Berpijak dari kelemahan subtansil dan karena adanya ketentuan demokrasi

maka UU No.5 Tahun 1974 diubah oleh UU No. 22 Tahun 1999 yang selanjutnya

diubah lagi oleh UU No.23 Tahun 2014. Perubahan UU No. 22 Tahun 1999

33
Bhenyamin hoessein, dalam syamsudin haris dan riza sihbudi (ed), 1995, menelaah
kembali format politik orde baru, gramedia pustaka utama, Jakarta, hlm. 60-61.

30
menjadi UU No.32 Tahun 2004 dilatar belakangi oleh kelemahan UU No. 22

Tahun 1999 yang lebih mengarah kepada corak federalistis dan dianggap

membahayakan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. Asas Madebewind

Secara sepintas asas madebewind ini telah menulis kemukakan ketika

penyampaian asas desentralisasi. Namun demikian untuk lebih memperkuat

pemahaman, maka disini akan penulis ulas kembali mengenai asas madebewind

tersebut.

Ketika sistem pemerintahan lokal di Indonesia memepergunakan UU No. 5

Tahun 1974, pengertian asas madebewind (tugas pembantuan) tercantum dalam

pasal 1 huruf d yang menyatakan bahwa tugas pembantuan adalah tugas untuk

turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahn yang ditugaskan kepada

pemerintahan daerah oleh pemerintah atau pemerintahan daerah tingakt atasnya,

dengan kewajiban mempertanggung jawabankan kepada yang menugaskan.

Dari ketiga UU tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa didalam pengertian

tugas pembantuan tersebut yang masih menyertakan adanya kewajiban untuk

mempertanggung jawabkan kepada pihak yang menungaskan adalah UU No. 5

Tahun 1974 dan UU No. 22 Tahun 1999, sedangkan UU No. 23 Tahun 2014

sudah tidak menyertakan lagi aspek pertanggung jawaban dalam merumuskan

pengertian tugas pembantuan.34 Undang-undang yang terakhir ini tidak

menyertakan lagi aspek pertanggung jawaban dalam merumuskan pengertian

tugas pembantuan karena, asas ini sebenarnya merupakan langkah uji coba untuk

melakukan penyerahan secara penuh urusan pemerintahan sebagaimana diatur


34
Amirullah. 2015. Pengantar Manajemen. Jakarta: Mitra Wacana Media

31
dalam pasal 17 PP No. 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan

antara pemerintahan daerah provinsi dan daerah pemerintahan daerah

kabupaten/kota. Pasal ini menyatakan:

1. Urusan pemerintahan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 2 yang

diselenggarakan ditugaskan oleh pemerintah ditugaskan penyelenggaraannya

kepada pemnerintahan daerah berdasarkan asas pembantuan, secara bertahap

dapat diserhakan untuk menjadi urusan pemerintahan daerah yang

bersangkutan apabila pemerintaha telah menunjukkan kemampuan untuk

memenuhi norma, standar, dan prosedur dan kriteria yang dipersyaratkan.

2. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan propinsi yang

penyelenggaraan ditugaskan kepada pemerintahan daerah kabupaten/kota

berdasarkan atas tugas pembantuan.

3. Penyerahan pemerintahan sebagaimana diatur pada ayat 1 dan ayat 2 disertai

dengan perangkat daerah, pembiayaan,35 dan sarana prasarana yang diperlukan

4. Penyerahan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat

2 diprioritaskan bagi urusan pemerintahan yang berdampak lokal dan atau

lebih berhasil guna dan berdaya guna apabila penyelenggaraannya diserahkan

kepada pemerintahan daerah yang bersangkutan

Ketentuan tersebut diatas menunjukkan sekali lagi bahwa asas madebewind

(tugas pembantuan) merupakan bentuk desentralisasi atau otonomi tidak penuh.

Oleh sebab itu sebenarnya kebijaksanaan pemekaran daerah yang sering

menimbulkan konflik dimasyarakat dapat dilakukan dengan mempergunakan asas

ini terlebih dahulu. Namun dalam praktek sekarang ini, justru pemekaran daerah
35
Direktorat Jendral Pajak, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan
Ketiga atas Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan.

32
tidak dilalui dengan langkah uji coba melalui asas madebewind, sehingga secara

empiris daerah hasil pemekaran itu tidak menunjukkan kesiapan untuk

melaksnakan otonomi penuh.

D. Teori Otonomi Daerah


Syafrudin 2017 mengatakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan

dan kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan terbatas atau kemandirian

itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.

Secara implisit definisi otonomi tersebut mengandung dua unsur, yaitu : 36 Adanya

pemberian tugas dalam arti sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan serta

kewenangan untuk melaksanakannya; dan Adanya pemberian kepercayaan berupa

kewenangan untuk memikirkan dan menetapkan sendiri berbagai penyelesaian

tugas itu.

Dalam kaitannya dengan kewajiban untuk memikirkan dan menetapkan sendiri

bagaimana penyelesaian tugas penyelenggaraan pemerintahan, Sinindhia dalam

Suryawikarta (1995:35), mengemukakan batasan otonomi sebagai “ kebebasan

bergerak yang diberikan kepada daerah otonom dan memberikan kesempatan

kepadanya untuk mempergunakan prakarsanya sendiri dari segala macam

keputusannya, untuk mengurus kepentingan-kepentingan umum.”

Dari berbagai batasan tentang otonomi daerah tersebut diatas, dapat dipahami

bahwa sesungguhnya otonomi merupakan realisasi dari pengakuan pemerintah

bahwa kepentingan dan kehendak rakyatlah yang menjadi satu-satunya sumber

untuk menentukan pemerintahan negara. Dengan kata lain otonomi menurut

Magir Manan (1991: 22),”… memberikan kemungkinan yang lebih besar bagi

36
Suryawikarta 1995, otonomi daerah

33
rakyat untuk turut serta dalam mengambil bagian dan tanggung jawab dalam

proses pemerintahan”. Manan (dalam Magir Manan, 1991:23) menjelaskan bahwa

otonomi mengandung tujuan-tujuan, yaitu:

1. Pembagian dan pembatasan kekuasaan.Salah satu persoalan pokok dalam

negara hukum yang demokratik, adalah bagaimana disatu pihak menjamin dan

melindungi hak-hak pribadi rakyat dari kemungkinan terjadinya hal-hal yang

sewenang-wenang. Dengan memberi wewenang kepada daerah untuk

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, berarti pemerintah pusat

membagi kekuasaan yang dimiliki dan sekaligus membatasi kekuasaanya

terhadap urusan-urusan yang dilimpahkan kepada kepala daerah.

2. Efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan. Adalah

terlalu sulit bahkan tidak mungkin untuk meletakkan dan mengharapkan

Pemerintah Pusat dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya terhadap

segala persoalan apabila hal tersebut bersifat kedaerahan yang beraneka ragam

coraknya. Oleh sebab itu untuk menjamin efisiensi dan efektivitas dalam

melaksanakan tugas dan kewajibannya, kepada daerah perlu diberi wewenang

untuk turut serta mengatur dan mengurus pelaksanaan tugas-tugas

pemerintahan dalam lingkungan rumah tangganya, diharapkan masalah-

masalah yang bersifat lokal akan mendapat perhatian dan pelayanan yang

wajar dan baik.

3. Pembangunan-pembangunan adalah suatu proses mobilisasi faktor-faktor

sosial, ekonomi, politik maupun budaya untuk mencapai dan menciptakan

perikehidupan sejahtera.

34
Dengan adanya pemerintahan daerah yang berhak mengatur dan mengurus

urusan dan kepentingan rumah tangga daerahnya, partisipasi rakyat dapat

dibangkitkan dan pembangunan benar-benar diarahkan kepada kepentingan nyata

daerah yang bersangkutan, karena merekalah yang paling mengetahui kepentingan

dan kebutuhannya.37

Kebijakan otonomi daerah yang demikian itu merupakan kebijakan Negara yang

mendasari penyelenggaraan organisasi dan manajemen pemerintahan daerah.

Artinya, seluruh kebijakan dan kegiatan pemerintahan serta kebijakan dan

kegiatan pembangunan di daerah dilaksanakan menurut arah kebijakan yang

ditetapkan dalam kebijakan Negara tersebut. Pelaksanaan otonomi daerah itu tentu

saja bukan sekedar membincangkan mekanisme bagaimana menterjemahkan

tujuan-tujuan policy kepada prosedur rutin dan teknik, melainkan lebih jauh

daripada itu, melibatkan berbagai faktor mulai dari faktor sumber daya, hubungan

antar unit organisasi, tingkat-tingkat birokrasi sampai kepada golongan politik

tertentu yang mungkin tidak menyetujui policy yang sudah ditetapkan.

Dengan demikian, keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan dapat

dievaluasi dari sudut kemampuannya secara nyata dalam meneruskan atau

mengoperasionalkan program-program yang telah dirancang sebelumnya.

Sebaliknya keseluruhan proses implementasi kebijakan dapat dievaluasi dengan

cara mengukur atau membandingkan antara hasil akhir dari program-program

tersebut dengan tujuan-tujuan kebijakan.

E. Teori Retribusi

37
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang nomor 24 Tahun 2014

35
Retribusi menurut uu Nomor 28 Tahun 2009 adalah pungutan daerah sebagai

pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau

diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan38.

Berbeda dengan pajak pusat seperti pajak penghasilan dan pajak pertambahan

nilai yang dikelola oleh direktorat jendral pajak, retribusi daerah berbeda dengan

pajak daerah.39

Jenis pos retribusi daerah dapat dikelompokkan menjadi

A. Retribusi jasa umum

1. Retribusi pelayanan kesehatan

2. Retribusi pelayanan persampahan /kebersihan

3. Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil

4. Retribusi pelayanan pemakaman dan penguburan mayat

5. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum

6. Retribusi pelayanan pasar

7. Retribusi pengujian kendaraan bermotor

8. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran

9. Retribusi penggantian biaya cetak peta

10. Retribusi penyediaan dan penyedotan kakus

11. Retribusi pengelolahan limbah cair

12. Reribusi pelayanan tera/tera ulang

13. Retribusi pelayanan pendidikan

14. retribusipengendalian menara telekomunikasi .

38
Undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang retribusi dalam lembaran negara
republik Indonesia nomor 5049
39
https://id.,m. Wikipedia. Org/wiki/retribusi dikunjungi hari kamis tanggal 04 juli 2019
jam 13.00

36
B. Retribusi jasa usaha :

1. Retribusi pemakaian kekayaan daerah

2. Retribusi pasar grosir atau pertokoan

3. Retribusi tempat pelelangan

4. Retribusi terminal

5. Retribusi tempat khusus parkir

6. Retribusi tempat penginapan /pesanggahan/villa

7. Retribusi rumah potong hewan

8. Retribusi pelayanan kepelabuhan

9. Retribusi tempat rekreasi dan olahraga

10. Retribusi penyeberangan diair

11. Retribusi penjualan produksi usaha daerah.

C. Retribusi perizinan

1. Retribusi izin mendirikan bangunan

2. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol

3. Retribusi izin gangguan

4. Retribusi izin trayek

5. Retribusi izin usaha perikanan .

D. Retribusi lain-lain

1. Pajak hotel

2. Pajak restoran

3. Pajak hiburan

4. Pajak reklame atau billboard

5. Pajak penerarangan jalan

37
6. Pajak mineral bukan logam dan bantuan

7. Pajak parkir, pajak air tanah

8. Pajak sarang burung wallet

9. Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)

10. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

E. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual menjelaskan pengertian-pengertian yang berkaitan

dengan istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan ini, antara lain:

1. Tinjauan yuridis adalah mempelajari dengan cermat, memeriksa untuk

memahami, suatu pandangan atau pendapat dari segi hukum.40

2. Implementasi adalah suatu penerapan atau tindakan yang dilakukan

berdasarkan rencana yang telah disusun atau dibuat dengan cermat dan

terperinci sebelumnya.41

3. Peraturan Daerah (PERDA)

Peraturan Daerah adalah peraturan ditetapkan oleh kepala daerah dengan

persetujuan DPRD dan yang harus memenuhi syarat formil tertentu dapat

mempunyai kekuatan hukum dan mengikat.42

4. Retribusi

40
https: // studylibid .com / doc / bb-ii-tinjauan-umum-1. 1- pengertian- tinjauan-
yuridis, dikunjungi hari sabtu tanggal 2 november 2019 jam 19.08
41
https: // alihamdan. Id/ implementasi dikunjungi hari sabtu tanggal 2 november 2019
jam 19.08
42
Peraturan daerah nomor 16 tahun 2012 tentang retribusi tempat parkir kabupaten
kuantan singingi,pasal 1

38
Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah

daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.43

5. Parkir

Parkir adalah kegiatan menempatkan kendaraan untuk sementara ditempat

yang telah disediakan dan atau ditinggalkan pengemudinya.44

F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan faktor penting dalam penelitian, hal ini

disebabkan karena disamping digunakan untuk mendapat data yang sesuai dengan

tujuan penelitian, metode penelitian juga digunakan agar mempermudah

pengembangan data guna kelancaran penyusunan penulisan hukum.

Menurut Munir Fuady, metode penelitian adalah suatu cara yang paling dapat

dipertanggunjawabkan secara ilmiah, yang dilakukan secara hati-hati, sistematis,

terorganisir, valid dan verifikatif untuk mencari suatu kebenaran dari suatu

persoalan dengan menggunakan teknik-teknik tertentu yang sudah terbukti

keampuhannya sehingga dapat ditemukan jawaban-jawaban terhadap masalah,

fakta dan fenomena tertentu yang terdapat dalam bidang-bidang pengetahuan

tertentu, dengan cara mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi fakta,

data dan keterangan, untuk membuktikan teori atau membantah teori yang sudah

ada dan atau menciptakan teori baru, dan dengan menggunakan metode statistik

43
Undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang retribusi dalam lembaran negara
republik Indonesia nomor 5049
44
Pasal 1 angka 10 peraturan daerah nomor 6 tahun 2012 tentang retribusi pelayanan
parkir di tepi jalan umum dalam lembaran aerahh kabupaten kuantan singingi nmoor
26

39
atau tidak, dengan tujuan akhir untuk dapat mengembangkan ilmu pengetahuan

dan teknologi sehingga memberikan manfaat bagi orang banyak.45

1. Jenis Penelitian

Untuk penelitian ini termasuk dalam golongan penelitian observasi

(observational).

2. Sifat penelitian diskriptif analitis yaitu merupakan penilitian berusaha

mendeskrifsikan suatu data kemudian menganalisa data yang terkumpul.

Pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan kualitatif yang merupakan tata

cara penelitian yang menghasilakn data deskriptif.46

3. Objek penelitian

Objek penelitian ini mengenai implementasi peraturan daerah nomor 6 tahun

2012 tentang retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum.

4. Lokasi penelitian

Berdasarkan judul proposal yang dipilih, maka penulis mengadakan penelitian

di kecamatan kuantan tengah.

5. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti yang mempunyai

karakteristik yang sama.47

Sampel adalah sebagian objek yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.48

45
Munir fuady, Metode Riset Hukum: Pendekatan Teori dan konsep, Rajawali pers,
Depok, 2018, hlm.1
46
Soerjono soekanto, pengantar penelitian hukum, Jakarta : ui press, 1986, hlm.32
47
www.sarjanaku .com /2013/01 / pengertian –populasi-sampel-dan- sampling. Html?
m=1, dikunjungi hari sabtu tanggal 2 november 2019 jam 19.08
48
ibid

40
Dalam pengambilan sampel penulis memekai beberapa responden pada

penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yaitu jumlah sampel yang

mewakili dari populasi yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh peneliti terlebih

dahulu untuk lebih jelas lagi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. 1 Populasi dan sampel

No Responden Populasi Sampel Presentase


1 Kepala dinas 1 orang 1 orang 100%
pendapatan daerah
kabupaten kuantan
singingi
2 Kabid Dinas 6 orang 3 orang 30%
Pendapatan
Daerah Kabupaten
Kuantan Singingi
3 Juru parkir 30 orang 10 orang 35%
Jumlah 37 orang 14 orang
Sumber data : DISPENDA Tahun 2020

2. Data dan sumber data

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Data primer

Yaitu data yang di dapat dengan cara melakukan penelitian langsung pada

objek penelitian Dispenda Kab. Kuantan Singingi.

b. Data sekunder

1. Bahan hukum primer itu diartikan sebagai bahan hukum yang bersifat

mengikat, yaitu semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

judul penelitian terdiri dari : a. Perda nomor 6 tahun 2012 yang berkaitan

dengan parkir ditepi jalan umum b. Undang-undang nomor 23 tahun 2014

tentang pemerintahan daerah.

41
2. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan

hukum primer yang didapat dari buku-buku dan internet.

3. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan

pengertian atas bahan hukum lainnya yang terdiri dari kamus, ensiklopedia,

dan lain-lain.

3. Alat pengumpulan data

Sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

a. Observasi yaitu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap

sebuah ojek penelitian.

b. Wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara penulis

mengadakan tanya jawab secara langsung kepada siapa yang menjadi

responden.

4. Analisis data

Penelitian bidang hukum dengan menggunakan metode observasi yakni

dengan cara data dari kuesioner dikumpulkan, kemudian diolah dan disajikan

dengan cara membandingkan antara data lapangan dengan pendapat para ahli atau

dengan peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar yuridis dalam

penelitian.

5. Metode penarikan kesimpulan

Metode penarikan kesimpulan yang digunakan adalah metode deduktif yaitu

dari hal yang bersifat umum ke hal yang bersifat khusus.

G. Sistematika Penulisan

42
Bab I : PENDAHULUAN, yaitu gambaran umum tentang kegelisahan

akademik penulis yang dituangkan dalam latar belakang masalah.

Berdasarkan latar belakang tersebut kemudian dirumuskan menjadi

beberapa pertanyaan sebagai rumusan masalah. Jawaban dari

pertanyaan tersebut digunakan untuk mencapai tujuan penelitian.

Temuan dalam penelitian diharapkan memberikan manfaat positif

dalam ranah teoritik maupun praktek. Selanjutnya penulis

menentukan metode penelitian sebagai media pemecahan masalah

yang telah dirumuskan pada rumusan masalah. Untuk menguji

orisinalitas penelitian, pada bagian ini juga dicantumkan penelitian

terdahulu. Kemudian diakhiri dengan sistematika pembahasan sebagai

peta bahasan penelitian.

Bab II : TINJAUAN UMUM, yaitu teori dan konsep yang dikaji meliputi

pandangan undang-undang, serta teori peraturan daerah di indonesia,

dan buku-buku para akademisi hukum, sebagai pendekatan keilmuan

yang dijadikan alat untuk pemecahan masalah.

Bab III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, menyajikan hasil

penelitian serta menganalisa data penelian sesuai dengan metodologi

yang digunakan peneliti.

Bab IV: PENUTUP, berisikan beberapa kesimpualn dan saran dari hasil

penelitian.

43

Anda mungkin juga menyukai