Anda di halaman 1dari 2

Warisan Majapahit di Tanah Lombok:

Kosakata Hingga Keyakinan

REPUBLIKA.CO.ID, Kebesaran Majapahit memang melegenda hingga seantero Nusantara,


bahkan ke mancanegara, ketika itu. Di nusantara, Majapahit juga terungkap menancapkan
jejaknya di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. 

Nama tempatnya Sembalun Lawang. Lokasinya tepat berada di kaki Gunung Rinjani yang
memiliki ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut (mpdl), Kabupaten Lombok Barat,
Nusa Tenggara Barat.  

Tempat ini adalah bekas petilasan Raden Arya Pati dan Raden Arya Mangunjaya. Pertama
kali warga menemukan kedua Raden Majapahit itu, saat periode Sembalun Kedua (600-700
tahun yang lalu). 

Diduga pengaruh dari Majapahit itu juga terlihat pada sejumlah kosa kata yang dipakai
masyarakat Sembalun memiliki kesamaan dengan bahasa Jawa. 

Seperti peteng dedet (gelap gulita), kelabi (baju), mangan (makan), tetanduran (tanaman),
demikian pula dengan penganan ringan yang dikenal masyarakat Sembalu, antara lain
rengginang, cucur, serabi, wajik, gerupuk, tekel, dan gogos. 

Selain itu, gelar keningratan bagi masyarakat Sembalun dahulu, yakni raden yang sama
dengan Suku Jawa.  

Kepercayaan akan Dewi Anjani yang bersemayam di Gunung Rinjani itu, bisa juga
mengambil dari cerita Ramayana meski kisahnya berbeda. 

Dalam Ramayana menyebutkan Dewi Anjani bersama saudaranya Subali bertapa, kemudian
Dewa Batara Surya terangsang kepada Dewi Anjani sehingga spermanya dimuntahkan ke
daun dan daun itu dimakan oleh seorang petapa hingga melahirkan anak, Hanoman. 

Dari laman daring menyebutkan kata raden berasal dari kata rahadian atau roh-adi-an. Roh
berarti ruh atau suksma. Adi berarti besar, luhur, mulia. 

Kata raden ini juga setara dengan radin atau rasa, perasaan. Kata raden juga mengacu pada
kata radya yang berarti negara, keraton, atau pemangku negeri. Gelar umum bagi para
bangsawan Jawa ini dahulunya berarti pemangku negeri yang telah mencapai keluhuran
rohani dan kemuliaan akhlak. 

Bahkan juga telah mencapai "ketajaman perasaan" dan kelembutan hati nurani. Gelar ini juga
dahulunya menunjuk kepada kewajiban para pemangku negeri, yakni para bangsawan atau
pangeran di tanah jawa.
Sumpah Palapa 

Cerita turun tumurun yang dikenal masyarakat Sembalun atas keberadaan Majapahit itu, bisa
dikaitkan dengan Sumpah Palapa yang disampaikan oleh Patih Gajah Mada. 

Muhammad Muhlisin dalam bukunya Kudeta Majapahit dan Berdirinya Kerajaan-Kerajaan


Islam di Bumi Jawa, menyebutkan dengan bantuan Patih Amangkabumi Gajah Mada, Hayam
Wuruk (Raja Majapahit) berhasil membawa Kerajaan Majapahit menuju masa keemasannya.

Sebagaimana halnya Raja Kertanegara yang memiliki gagasan politik perluasan cakrawala
mandala yang meliputi seluruh Dwipantara. Gajah Mada juga memiliki gagasan politik
nusantara berupa Sumpah Palapa yang diikrarkan di hadapan Raja Tribhuwana Tunggadewi
dan para pembesar Kerajaan Majapahit. 

Raja Tribhuwana Tunggadewi merupakan ibu kandung dari Hayam Wuruk, sedangkan Raja
Kertanegara merupakan Raja Singasari yang terkenal dengan Ekspedisi Pamalayu  ke
Sumatera dengan tujuan mengantisipasi ekspansi Kerajaan Mongol pada 1292 Masehi.

Buku Bunga Rampai Kutipan Naskah Lama dan Aspek Pengetahuannya Museum Negeri
Nusa Tenggara Barat, menyebutkan di antara tenggang waktu abad XI dan XVI adanya
penaklukan Kerajaan Selaparang dan Dompu oleh Ekspedisi Kerajaan Majapahit yang
dipimpin Empu Nala pada 1357 Masehi.  

Setelah Kerajaan Selaparang ditaklukan, Gajah Mada datang ke Lombok yang pada saat itu
lebih dikenal dengan nama Selapawis. Kedatangan Patih Gajah Mada tersebut ditulis dalam
sebuah memori yang disebut Bencangah Punan.

Disebutkan pula, sebuah prasasti tembaga yang terdapat di Desa Menggala, Kecamatan
Tanjung, Lombok Utara yang menyebutkan nama Satria Lumendung Sari berasal dari
Waringin Sungsang di Majapahit yang datang bersama Gajah Mada 

Oleh karena itu, jejak Majapahit di kaki Gunung Rinjani itu dimungkinkan terjadi mengingat
adanya ekspedisi Nala bagian dari Sumpah Palapa hingga para punggawanya tiba di
Sembalun. Hal itu, menjadi khasanah menarik bagaimana imperium Majapahit bisa
menembus bumi Sunda Kecil. 

Anda mungkin juga menyukai