Menurut (Rarung, 2017) Berdasarkan beberapa materi yang telah disampaikan pada
Bab sebelumnya, maka Penulis berkeinginan untuk membahas mengenai aspek-aspek
hukum pengobatan tradisional yang akan diuraikan sebagai berikut:
Dalam salah satu kasus yang dianggap sebagai perbuatan penyalahgunaan psikotropika
adalah kasus yang menjerat artis Tora Sudiro dan Mieke Amalia. Tora bersama
istrinya ditangkap oleh Polres Metro Jakarta Selatan karena memiliki 30 butir Dumolid
di rumahnya kawasan Ciputat, Jakarta Selatan pada Rabu, 2 Agustus 2017 dan tidak
dapat menunjukan bukti kepemilikan obat psikotropika tersebut dengan menunjukan
resep dokter. 3 Sebelumnya Tora memang telah melakukan terapi kepada salah
seorang psikiater dan menyarankan serta memberikan rekomendasi untuk
mengkonsumsi obat tersebut demi mengatasi gangguan sulit tidurnya. Namun setelah
gangguan tersebut hilang ia tidak dapat diberikan resep obat tersebut dan membeli obat
tersebut tanpa izin (Adi Surya, Peraturan Perundang-Undangan : Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3671)
I.4 Lampiran
D. I.1 Informed consent
Menurut (Kinanti , 2015) Informed consent atau persetujuan tindakan medis adalah
persetujuan yang yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan
mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Definisi ini
diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
585/Menkes/Per/IX/1989 Tentang Persetujuan Medis. Setiap tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus
mendapat persetujuan, hal tersebut diatur dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Persetujuan tersebut diterbitkan setelah pasien
mendapat penjelasan secara lengkap dari dokter mengenai:
Pada hakikatnya, informed consent adalah suatu pemikiran bahwa keputusan pemberian
obat terhadap pasien harus terjadi berdasarkan kerja sama antara dokter dan pasien.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa informed consent dalam perjanjian
terapeutik adalah pemenuhan atas asas konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian
dimana berdasarkan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa
suatu perjanjian akan terjadi ketika kedua belah pihak mencapai kesepakatan. Adam
chazawi (dalam Endang Kusuma Astuti, 2009: 88) menyebutkan bahwa informed consent
memiliki fungsi ganda. Bagi dokter informed consent memberikan rasa aman dalam
menjalankan tindakan medis terhadap pasien, sekaligus dapat dijadikan sebagai alat
pembelaan diri terhadap kemungkinan adanya tuntutan atau gugatan dari pasien atau
keluarganya bila suatu saat timbul akibat yang tidak dikehendaki. Persetujuan dari pasien
dalam hal ini mempunyai arti yang sangat luas sebab dengan sekali pasien membubuhkan
tanda tangannya di formulir persetujuan medis, maka dianggap pasien telah informed dan
pasien telah menyerahkan nasibnya kepada dokter, dan dokter boleh melaksanakan apa
yang menurut dokter baik. Namun, di sisi pasien, informed consent merupakan
perwujudan dari hak pasien dimana pasien berhak mendapatkan informasi penyakit yang
dideritanya, tindakan medis apa yang hendak dilakukan, kemungkinan penyulit akibat
tindakan itu alternatif terapi lainnya serta pronosisinya. (Endang Kusuma Astuti, 2009:
88). Bentuk informed consent dibedakan menjadi dua yaitu : (Endang Kusuma Astuti,
2009: 141).
a. Informed consent yang dinyatakan secara lisan yaitu apabila tindakan medis itu
tidak berisiko, misalnya pada pemberian terapi obat dan pemeriksaan terapi medis,
sedangkan untuk tindakan medis yang mengandung risiko misalnya pembedahan,
informed consent dilakukan secara tertulis dan ditandatangani oleh pasien.
b. Informed consent yang dinyatakan secara tertulis yaitu bentuk yang paling tidak
diragukan. Namun, jika dilakukan dengan cara lisan juga syah, kecuali jika ada
syarat hukum tertentu yang menuntut informed consent tertulis untuk prosedur
tertentu.
2. Informed consent yang dinyatakan secara diam-diam atau tersirat Informed consent
juga dianggap ada, hal ini dapat tersirat ada gerakan pasien yang diyakini oleh dokter.
Dengan anggukan kepala, maka dokter dapat menangkap isyarat tersebut sebagai tanda
setuju. Dapat dikatakan bahwa pasien membiarkan dokter untuk memeriksa bagian
tubuhnya, dengan pasien membiarkan/menerima dan tidak menolak maka dokter
menganggap hal ini sebagai suatu persetujuan untuk dilakukan pemeriksaan guna
mendapatkan terapi dari penyakitnya. Demikian pula, dalam hal persetujuan tindakan
medis yang dilakukan oleh pasien jika pasien telah menyetujui ataupun tidak bertanya
lebih lanjut tentang informasi dari dokter, dianggap telah mengetahui penjelasan dokter.
I.2 Dasar Hukum Informed Consent Persetujuan tindakan Kedokteran telah diatur dalam
Pasal 45 Undang – undang no. 29 tahun 2004 tentang praktek Kedokteran. Sebagaimana
dinyatakan setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh
dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Persetujuan
sebagaimana dimaksud diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap,
sekurang-kurangnya mencakup : diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan
medis yang dilakukan, alternatif tindakan lain dan risikonya,risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.20 Persetujuan tersebut
dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan. Disebutkan didalamnya bahwa setiap
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan
dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.
Pasal 1
1. Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien
2. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung,
saudara-saudara kandung atau pengampunya.
4. Tindakan Invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh pasien.
5. Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan medis yang
berdasarkan tingkat probabilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan.
6. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi
spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di
luar negeri yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
7. Pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau bukan anak menurut peraturan
perundang-undangan atau telah/pernah menikah, tidak 10 terganggu kesadaran fisiknya,
mampu berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan
(retardasi) mental dan tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu
membuatkeputusan secara bebas.
Pasal 2
1. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.
2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara tertulis
maupun lisan.
3. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan.
Pasal 3
3. Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk
pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat untuk itu.
4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan dalam bentuk ucapan
setuju atau bentuk gerakan menganggukkan kepala yang dapat diartikan sebagai ucapan
setuju. 5. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis.
Peraturan Informed Consent apabila dijalankan dengan baik antara Dokter dan pasien
akan sama-sama terlindungi secara Hukum. Tetapi apabila terdapat perbuatan diluar
peraturan yang sudah dibuat tentu dianggap melanggar Hukum. Dalam pelanggaran
Informed Consent telah diatur dalam pasal 19 Permenkes No. 290 Tahun 2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran, dinyatakan terhadap dokter yang melakukan tindakan
tanpa Informed Consent dapat dikenakan sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis
sampai dengan pencabutan Surat Ijin Praktik
Ada dua bentuk Informed consent yaitu: (1) dengan pernyataan (expression), dapat secara
lisan (oral) dan secara tertulis (written); (2) dianggap diberikan, tersirat (implied) yaitu dalam
keadaan biasa atau normal dan dalam keadaan gawat darurat. (Pakendek, 2010)
Expressed consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang
akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Sebaiknya pasien
diberikan pengertian terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan. Misalnya,
pemeriksaan dalam lewat anus atau dubur atau pemeriksaan dalam vagina, dan lain-lain yang
melebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan umum. Di sini belum diperlukan pernyataan
tertulis, cukup dengan persetujuan secara lisan saja. Namun bila tindakan yang akan
dilakukan mengandung resiko tinggi seperti tindakan pembedahan atau prosedur
pemeriksaan dan pengobatan invasif, harus dilakukan secara tertulis . (Pakendek, 2010).
Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan
tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap pasien pada waktu dokter
melakukan tindakan, misalnya pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium,
pemberian suntikan pada pasien, penjahitan luka dan sebagainya. Implied consent berlaku
pada tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum (Pakendek, 2010).
Pendapat Mertokusumo, menyebutkan bahwa informed consent dari pasien dapat dilakukan
dengan cara antara lain 6: (1) dengan bahasa yang sempurna dan tertulis; (2) dengan bahasa
sempurna secara lisan; (3) dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak
lawan; (4) dengan bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan; (5) dengan diam atau
membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak lawan . (Pakendek, 2010).
Menurut . (Pakendek, 2010) Pernyataan IDI tentang informed consent yang tertuang dalam
Surat Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88 adalah:
1. Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang
hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis
yang bertentangan dengan kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien sendiri
2. Semua tindakan medis (diagnotik, terapeutik maupun paliatif) memerlukan informed
consent secara lisan maupun tertulis.
3. Setiap tindakan medis yang mempunyai risiko cukup besar, mengharuskan adanya
persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien, setelah sebelumnya pasien memperoleh
informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta
risikonya.
4. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan persetujuan lisan
atau sikap diam.
5. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun
tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi tidak boleh, kecuali bila dokter menilai
bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ni
dokter dapat memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam memberi
informasi kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran seorang perawat/paramedik
lain sebagai saksi adalah penting.
6. Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang direncanakan,
baik diagnostik, terapeutik maupun paliatif. Informasi biasanya diberikan secara lisan,
tetapi dapat pula secara tertulis (berkaitan dengan informed consent).
Daftar Pustaka
Anonim,(2014). Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Diakses Melalui
Http://Ikafkunpad.Org/Wp-Content/Uploads/2014/10/Pmk-No.-512-Ttg-Izin-Praktik-
Dan-Pelaksanaanpraktik-Kedokteran.Pdf Pada Tanggal 11 Oktober 2016 Pada Pukul
15.00
Kinanti , (2015). Urgensi Penerapan Mekanisme Informed Consent Untuk Mencegah Tuntutan
Malpraktik Dalam Perjanjian Terapeutik. Privat Law Vol. Iii No 2 Juli-Desember 2015
Fitrianti dan Angkasawati, 2015, Pengobatan Tradisional Gayo Untuk Ibu Nifas (Gayo’s
Traditional Medication For Puerperal Mother, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol.
18 No. 2 April 2015: 111–119
Fadilah, dkk, 2015, Pemanfaatan Tumbuhan dalam Pengobatan Tradisional Masyarakat Suku
Dayak Kanayatn di Desa Ambawang Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya.
Protobiont (2015) Vol. 4 (3) : 49-59
Tohari, Hamim, Santoso Santoso, And Akhmad Ismail.2014. Informed Consentpada Pelayanan
Sirkumsisi Di Puskesmas Waru, Kabupaten Pamekasan, Provinsijawa Timur Periode 1
Januari–31 Desember 2013.
Diaksesmelaluihttp://Eprints.Undip.Ac.Id/44650/3/Hamim_Tohari_22010110110013_Ba
b2kti.Pdfpada Tanggal 9 Oktober 2016.