Anda di halaman 1dari 165

TUGAS MAKALAH

UNDANG-UNDANG DAN ETIKA KEFARMASIAN


“ASPEK HUKUM OBAT TRADISIONAL, NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA
DAN DASAR HUKUM INFORMED CONSENT”

DISUSUN OLEH :

NAMA : SILVIANA HAMDANI


NIM : G70118002
KELAS :B

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas karunia dan ijin-
Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ASPEK
HUKUM OBAT TRADISIONAL, NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN DASAR
HUKUM INFORMED CONSENT”.
Pada kesempatan ini pula, saya mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah
yang telah membimbing dan mengarahkan kami sehingga tugas makalah ini dapat di
selesaikan dengan baik.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini, masih banyak
kekuranganya yang ditemui. Untuk itu, kami mengharapkan adanya saran dan kritik
yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga tugas makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua
terutama bagi rekan-rekan mahasiswa. Aamiin.

Palu, 13 April 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………...……………
KATA PENGANTAR……………………………………………............................2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………....…...3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………...……4

1.2. Tujuan……………………………………………………………………..…….5

1.3 Rumusan Masalah…………………………………………………………..……5

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pengobatan Tradisional …………………………………….……….7

2.2 Aspek Hukum Pengobatan Tradisional………………………………………….8

2.3 Contoh Pengobatan Tradisional …………………………………………….......10

2.4 Pengertian Obat-Obatan Narkotika……………………...………………………10

2.5 Aspek Hukum Obat-Obatan Narkotika…………………………………………11

2.6 Contoh Kasus Penyalahgunaan Narkotika……………………………………....12

2.7 Pengertian Obat-Obatan Psikotropika……………………………………….......13

2.8 Aspek Hukum Obat-Obatan Psikotropika………………………………….......13

2.9 Contoh Kasus Penyalahgunaan Narkotika……………………………………....15

2.10 Pengertian Informed Consent………………………………………………......15

2.11 Dasar Hukum Informed Consent…………………..……………………….......17

2.12 Bentuk-Bentuk Informed Consent………………………………………….......22

3
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………...23

3.2 Saran…………………………………………………………………………….24

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………25

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semua orang Indonesia tentu sudah mengetahui, bahwa Negara Indonesia adalah
Negara hukum. Negara yang didasarkan atas hukum yang berlaku, baik hukum
yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis, oleh karena itu semua warga
Negara Indonesia tanpa ada pengecualiannya, wajib taat kepada hukum. Tidak
peduli rakyat kecil, pengusaha maupun pejabat tinggi wajib mentaati hukum.
Seluruh tindak tanduk atau perbuatan yang dilakukan didalam Negara kita, wajib
didasarkan atas hukum yang berlaku. Demikian pula apabila terjadi pelanggaran
maupun sengketa hukum diselesaikan secara hukum.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukantanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Di satu sisi narkotika merupakan
obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan. Namun, di sisi lain dapat
menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa
adanya pengendalian serta pengawasan yang ketat dan seksama. Pada dasarnya
peredaran narkotika di Indonesia apabila ditinjau dari aspek yuridis adalah sah
keberadaannya. Undang-Undang Narkotika hanya melarang penggunaan
narkotika tanpa izin. Keadaan yang demikian ini dalam tataran empirisnya,
penggunaan narkotika sering disalah gunakan bukan untuk kepentingan
pengobatan dan ilmu pengetahuan. Akan tetapi jauh dari pada itu, dijadikan ajang
bisnis yang menjanjikan dan berkembang pesat, yang mana kegiatan ini berimbas
pada rusaknya fisik maupun psikis mental pemakai narkotika khususnya generasi
muda. Atas dasar hal tersebut, secara sederhana dapat disebutkan bahwa
penyalahgunaan narkotika adalah pola penggunaan narkotika yang patologik
sehingga mengakibatkan hambatan dalam fungsi sosial.

5
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui pengertian Pengobatan Tradisional
1.2.2 Untuk mengetahui Aspek Hukum Pengobatan Tradisional.
1.2.3 Untuk mengetahui Contoh Pengobatan Tradisional.
1.2.4 Untuk mengetahui pengertian Obat-Obat Narkotika
1.2.5 Untuk mengetahui Aspek Hukum Obat-Obat Narkotika
1.2.6 Untuk mengetahui Contoh Penyalahgunaan Narkotika
1.2.7 Untuk mengetahui pengertian Obat-Obat Psikotropika
1.2.8 Untuk mengetahui Aspek-Aspek Hukum Obat-Obatan Psikotropika
1.2.9 Untuk mengetahui Contoh Kasus Penyalahgunaan Psikotropika
1.2.10 Untuk mengetahui pengertian Informed Consent
1.2.11 Untuk mengetahui Dasar Hukum Informed Consent
1.2.12 Untuk mengetahui Bentuk Informed Consent

1.3 Rumusan Masalah


1.3.1 Apa Yang Dimaksud Pengobatan Tradisional?
1.3.2 Apa Saja Aspek Hukum Pengobatan Tradisional?
1.3.3 Apa Saja Contoh Pengobatan Tradisional?
1.3.4 Apa Yang Dimaksud Obat-Obat Narkotika?
1.3.5 Apa Saja Aspek Hukum Obat-Obat Narkotika?
1.3.6 Apa Contoh Penyalahgunaan Narkotika?
1.3.7 Apa Yang Dimaksud Dengan Obat-Obat Psikotropika?
1.3.8 Apa Saja Aspek-Aspek Hukum Obat-Obatan Psikotropika?
1.3.9 Apa Contoh Kasus Penyalahgunaan Psikotropika?
1.3.10 Apa Yang Dimaksud Dengan Informed Consent?
1.3.11 Apa Saja Dasar Hukum Informed Consent?
1.3.12 Apa Saja Bentuk Informed Consent?

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pengobatan Tradisional


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan
cara, obat, dan pengobatannya yang mengacu kepada pengalaman dan
ketrampilan turun temurun, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
dalam masyarakat. Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau
perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan
keterampilan turun menurun secara empiris yang dapat dipertanggung
jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat. Penyembuhan atau pengobatan tradisional sudah lama dikenal di
kalangan masyarakat, jauh sebelum kedokteran modern masuk ke Indonesia.
Sistem pengobatan tradisional merupakan salah unsur budaya yang selama
ini tumbuh dan berkembang serta terpelihara secara turun temurun
dikalangan masyarakat, baik masyarakat perkotaan maupun
masyarakatpedesaan sebagai warisan pusaka nusantara.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau campuran bahan
tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman serta dapat diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat. Obat tradisional sering dipakai untuk pengobatan
penyakit yang belum ada obatnya atau pada keadaan mendesak dimana obat jadi
tidak tersedia atau karena tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Obat tradisional dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu jamu, obat ekstrak
alam, dan fitofarmaka

7
1. Jamu
Jamu adalah obat tradisional yang berasal dari tumbuhan, hewan, dan
mineral atau campuran dari bahan-bahan itu yang belum dibakukan dan
dipergunakan dalam upaya pengobatan berdasarkanpengalaman
2. Ekstrak alam
Ekstrak alam adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrakatau
penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun
mineral, untuk melaksanakan proses dan membutuhkan tenaga kerja yang
mendukung dengan pengetahuandan keterampilan pembuatan ekstrak, selain
proses produksidengan teknologi maju, jenis ini pada umumnya telah
ditunjangdengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pra-
klinikseperti standar kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan
ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat tradisional yang
higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.

3. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanannya dan
khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang
telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Fitofarmaka merupakan
bentuk obat tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena
proses pembuatannya yang telah terstandar ditunjang dengan bukti ilmiah
sampai dengan uji klinik pada manusia.

2.2 Aspek Hukum Pengobatan Tradisional


Di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, dijelaskan
bahwa pelayanan kesehatan tradisional termasuk salah satu didalam
penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
tradisional ini dibina dan diawasi oleh pemerintah agar dapat dipertanggung
jawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma

8
agama. Izin pengobatan tradisional adalah pemberian izin kepada orang pribadi
atau badan yang mendirikan dan atau menyelenggarakan sarana pelayanan
kesehatan di bidang izin pengobatan tradisional.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 59 menyebutkan bahwa


berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional terbagi
menjadi: pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan; dan
pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan. Pelayanan
kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud adalah dibina dan diawasi oleh
Pemerintah agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta
tidak bertentangan dengan norma agama. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara dan jenis pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud diatur
dengan Peraturan Pemerintah

Setiap orang yang menyelenggarakan pengobatan tradisional wajib memiliki


izin. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan pasal 60 yang menyatakan bahwa “setiap orang yang melakukan
pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi harus
mendapat izin dari lembaga kesehatan yang berwenang.” Selain itu perizinan
pengobatan ini diatur oleh Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 1706 Tahun
2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional pasal 4 menyatakan
bahwa “semua pengobat tradisional yang menjalankan pekerjaan pengobatan
tradisional wajib mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat untuk memperoleh Surat Terdaftar Pengobat
Tradisional (STPT).

Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan,


meningkatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya. Pemerintah mengatur dan
mengawasi pelayanan kesehatan tradisional dengan didasarkan pada keamanan,

9
kepentingan, dan perlindungan masyarakat. Hal ini sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 61.

2.3 Contoh Pengobatan Tradisional


Perry dan Potter (2005), menyebutkan ada empat macam cara dalam pengobatan
tradisional, antara lain:
1. Pengobatan tradisional (alternative) keterampilan, merupakan pengobatan
yang menggunakan keahlian berupa keterampilan untuk menyembuhkan
suatu penyakit. Contoh dari pengobatan tradisional (alternative) yaitu pijat
urut, patah tulang, sunat, dukun bayi, refleksi, akupuntur
2. Pengobatan tradisional (alternative) ramuan, lebih dikenal dengan jamu dan
herbal. Pengobatan tradisional (alternative) ramuan meliputi gurah, tabib,
sinse, homoeopati, aromaterapi.
3. Pengobatan tradisional (alternative) pendekatan agama. Pengobatan
tradisional (alternative) ini dengan menggunakan pendekatan agama
seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan agama-agama lainnya.
4. Pengobatan tradisional (alternative) supranatural, meliputi tenaga dalam
(prana), paranormal, reiki master, qigong, dukun kebatinan.

2.4 Pengertian Obat-Obat Narkotika


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan.

Menurut UU No.22 Tahun 1997, Narkotika merupakan zat atau obat yang
berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan baik sintetis ataupun semi sintetis
yang bisa menyebabkan penurunan/perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

10
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan bisa menimbulkan
ketergantungan. Istilah Narkoba atau narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain
istilah narkoba istilah lain yang diperkenankan khususnya oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia yaitu Napza yaitu singkatan dari Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif. Dari beberapa istilah mengacu pada kelompok
senyawa yang sering memiliki risiko kecanduan untuk penggunanya. Di tahun
2015 ada 35 jenis narkoba yang dikonsumsi oleh pengguna narkoba di Negara
Indonesia dari yang paling murah sampai yang paling mahal seperti LSD. Di
dunia ada sekitar 354 jenis dari Narkoba.

Narkotika dibagi menjadi tiga golongan, antara lain:


Narkotika Golongan I: Adalah narkotika yang paling berbahaya. Karena daya
adiktifnya paling tinggi. Golongan ini digunakan unutk penelitian dan ilmu
pengetahuan. Contohnya adalah Heroin, ganja, kokain, morfin, dan opium.

Narkotika Golongan II: Adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi
bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah: Benzetidin,
petidin dan betametadol

Narkotika Golongan III: Adalah narkotika yang memiliki daya adiktif yang
ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
kodein dan turunannya.

2.5 Aspek Hukum Obat-Obat Narkotika


Aspek hukum obat-obat narkotika tertera dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yang bertujuan untuk
menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, mencegah,
melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan
Narkotika, memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

11
dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah
Guna dan pecandu Narkotika. Contohnya pada bagian ketiga pasal 13 mengenai
narkotika untuk ilmu pengetahuan dan teknologi berbunyi :
(1) Lembaga ilmu pengetahuan yang berupa lembaga pendidikan dan pelatihan
serta penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan oleh pemerintah
ataupun swasta dapat memperoleh, menanam, menyimpan, dan
menggunakan Narkotika untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi
setelah mendapatkan izin Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara untuk mendapatkan izin
dan penggunaan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.

2.6 Contoh Kasus Penyalahgunaan Narkotika


Salah satu contoh kasus penyalahgunaan narkotika di Indonesia adalah kasus
penyalahgunaan narkoba jenis sabu-sabu yang menjerat komedian Tri Retno
Prayudati alias Nunung telah menarik perhatian publik. Sejak Nunung dan
suaminya, July Jan Sambiran ditangkap di rumahnya di kawasan Tebet, Jakarta
Selatan, Jumat (19/7/2019) lalu, publik terus menyoroti kehidupan Nunung
hingga bersentuhan dengan barang haram tersebut. Nunung mengaku pertama
kali menggunakan narkoba jenis ekstasi sekitar 20 tahun lalu. Kepala Bidang
Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, Nunung
mengonsumsi barang haram tersebut akibat terpengaruh pergaulan dan
lingkungannya di Solo, Jawa Tengah. Namun, Nunung tak mengonsumsi barang
haram tersebut secara rutin. Ia sempat berhenti mengonsumsi narkoba beberapa
tahun. Kemudian, ia mulai mencari narkoba kembali sejak Maret 2019 dengan
alasan tuntutan pekerjaan. Nunung membeli sabu-sabu melalui pengedar yang
bernisial H atau TB yang turut ditangkap oleh polisi. Komedian berusia 56 tahun
itu mengaku mengonsumsi narkoba jenis sabu-sabu untuk meningkatkan stamina
dan daya tahan tubuh saat bekerja. Pasalnya, Nunung memiliki jadwal syuting
yang cukup padat sebagai seorang komedian dan artis. Mulai Senin kemarin,

12
pasangan suami istri tersebut dan tersangka HD pun resmi ditahan di Rutan
Narkoba Polda Metro Jaya. Atas perbuatannya, ketiga tersangka ditahan di Rutan
Narkoba Polda Metro Jaya. Mereka dijerat Pasal 114 Ayat 2 Subsider Pasal 112
Ayat 2 Jo Pasal 132 Ayat 1 Undang Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika. Ancaman hukumannya di atas lima tahun penjara.

2.7 Pengertian Psikotropika


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika, yang berkasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental
dan perilaku.

Psikotropika bisa menurunkan kinerja otak atau merangsang susunan syaraf


pusat sehingga akan menimbulkan kelainan perilaku yang disertai dengan
timbulnya halusinasi, ilusi, gangguan cara berpikir, dan mengakibatkan
ketergantungan. Penggunaan psikotropika secara berlebihan bisa menyebabkan
gangguan kesehatan penggunanya yang pada akhirnya dapat berujung kepada
kematian. Sebenarnya Psikotropika baru diperkenalkan sejak lahirnya suatu
cabang ilmu farmakologi yakni psikofarmakologi yang khusus mempelajari
psikofarma atau psikotropik. Istilah psikotropik mulai banyak dipergunakan pada
tahun 1971 sejak dikeluarkannya convention on psycotropic substance oleh
General Assembly yang menempatkan zat-zat tersebut di bawah kontrol
internasional.

2.8 Aspek Hukum Psikotropika


Aspek hukum yang melandasi penggunaan psikotropika adalah Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, salah satunya
yaitu pasal 50-52 tentang Pengawasan berbunyi :
Pasal 50

13
(1) Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan yang
berhubungan dengan psikotropika, baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun
oleh masyarakat.
(2) Dalam rangka pengawasan, Pemerintah berwenang :
a. melaksanakan pemeriksaan setempat dan/atau pengambilan contoh pada
sarana: produksi, penyaluran, pengangkutan, penyimpanan, sarana
pelayanan dan fasilitas rehabilitasi;
b. memeriksa surat dan/atau dokumen yang berkaitan dengan kegiatan di
bidang psikotropika;
c. melakukan pengamanan terhadap psikotropika yang tidak memenuhi
standar dan persyaratan; dan
d. melaksanakan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan.
(3) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi
dengan surat tugas.

Pasal 51

(1) Dalam rangka pengawasan, Menteri berwenang mengambil tindakan


administratif terhadap pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan
sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,
dokter, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan, dan fasilitas
rehabilitasi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang
ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. denda administratif;
e. pencabutan izin praktik.

14
Pasal 52

(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan, bentuk pelanggaran dan


penerapan sanksinya sebagaimana dalam Pasal 50 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 51
ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam


pasal 50 ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

2.9 Contoh Kasus Penyalahgunaan Psikotropika


Salah satu contoh penyalahgunaan psikotropika di Indonesia adalah Axel
Matthew Thomas sebagai tersangka kasus penyalahgunaan psikotropika. Polisi
telah memiliki dua alat bukti yang cukup, bahwa Axel berniat memesan narkoba
jenis psikotropika atau happy five. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda
Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, Axel
ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan keterangan dari lima saksi, dan bukti
transfer senilai Rp 1,5 juta atas nama Axel untuk memesan satu strip happy five.
Axel terbukti memesan narkoba jenis Happy Five melalui dua tersangka JV dan
DRW. melalui seorang rekannya. Penetapan status Axel sebagai tersangka
berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan pada Senin (17/7/2017) kemarin.
Polisi belum melakukan penahanan terhadap Axel. Putra artis Jeremy Thomas
itu, masih dalam kondisi sakit dan dirawat di Rumah Sakit Pondok Indah,
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Nantinya, Axel akan dipindahkan ke Rumah
Sakit Polri Kramat Jati. Atas perbuatannya, Axel diancam pasal Pasal 62 sub
pasal 60 ayat (3) jo pasal 71 ayat (1) UU RI No. 5 Th. 1997 tentang psikotropika.

15
2.10 Pengertian Informed Consent
Istilah Informed consent dalam Undang-Undang Kesehatan kita tidak ada, yang
tercantum adalah istilah persetujuan, menerima atau menolak tindakan
pertolongan setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan
tersebut. Informed consent atau persetujuan Medik adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien sesuai dengan pasal 1 (a) Permenkes RI Nomor
585/MEN.KES/PER/X/1989 Di mana pasal 1 (a) menyatakan bahwa
persetujuan tindakan medik (informed consent) adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Informed consent
mencakup peraturan yang mengatur perilaku dokter dalam berinteraksi dengan
pasien. Interaksi tersebut melahirkan suatu hubungan yang disebut hubungan
dokter-pasien. Informed consent secara harfiah terdiri dari dua kata yaitu
informed dan consent. Informed berarti telah mendapat penjelasan atau
informasi; sedangkan consent berarti memberi persetujuan atau mengizinkan.
Dengan demikian informed consent berarti suatu persetujuan yang diberikan
setelah mendapat informasi atau dapat juga dikatakan informed consent adalah
pernyataan setuju dari pasien yang diberikan dengan bebas dan rasional,
sesudah mendapatkan informasi dari dokter dan sudah dimengerti olehnya.

Informed consent ialah persetujuan bebas yang diberikan oleh pasien terhadap
suatu tindakan medis, setelah ia memperoleh semua informasi yang penting
mengenai sifat serta konsekuensi tindakan tersebut. Informed consent dibuat
berdasarkan prinsip autonomi, beneficentia dan nonmaleficentia, yang berakar
pada martabat manusia di mana otonomi dan integritas pribadi pasien dilindungi
dan dihormati. Jika pasien tidak kompeten, maka persetujuan diberikan oleh
keluarga atau wali sah. Jika keluarga/wali hadir tetapi tidak kompeten juga,
maka tenaga medis harus memutuskan sendiri untuk melakukan tindakan medis
tertentu sesuai keadaan pasien. Informed consent terutama dibutuhkan dalam
kasus-kasus luar biasa (exraordinary means). Namun untuk pasien kritis atau

16
darurat yang harus segera diambil tindakan medis untuk menyelamatkannya,
proxy consent tidak dibutuhkan.

2.11 Dasar Hukum Informed Consent


Persetujuan tindakan kedokteran telah diatur dalam pasal 45 Undang-Undang
No.29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran. Sebagaimana dinyatakan setiap
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter
terhadap 3 pasien harus mendapat persetujuan. Persetujuan sebagaimana
dimaksud diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara
lengakap,sekurang-kurangnya mencakup: diagnosis dan tata cara tindakan
medis,tujuan tindakan medis dilakukan, alternative tindakan lain dan resikonya,
resiko dan kolplikasi yang munkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan. Persetujuan tersebut dapat diberikan baik secara tertulis
maupun lisan. Desebutkan didalamnya bahwa setiap tindakan kedokteran yang
mengandung resiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang
ditandatangani oleh yang berhak memberikan pesetujuan. Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.290/Menkes/Per/III/ 2008 tentang persetujuan tindakan
Kedokteran dinyatakan dalam pasal 1, 2, dan 3 yaitu :

Pasal 1
1. Persetujuan tindakan adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran atau kedoketran gigi yang dilakukan terhadap pasien.
2. Keluarga tedekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak
kandung, saudara kandung atau pengampunya.
3. Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi selan’’jutnya disebut tindakan
kedokteran adalah suatu tidakan medis berupa preventif, diagnostik,

17
terapeutik atau rehabilitative yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi
terhadap pasien.
4. Tindakan infasif adalah tindakan medis yang lansung yang mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh pasien.
5. Tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi adalah tindakan medis
yang berdasarkan tingkat probilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian
dan kecacatan
6. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan
dokter gigi sepesialis lulusan kedokteran atau kedokteran gigi baik didalam
maupun diluar negeri yang diakui oleh pemerintah republik indonesia
dengan peraturan perundang- undangan.
7. Pasien kompetan adalah pasien dewasa atau bukan anak-anak menurut
peraturan perundang-undangan atau telah pernah menikah,tidak kesadaran
fisiknya, maupun berkomunukasi secara wajar, tidak mengalami
kemunduran perkembangan (reterdasi) mental dan tidak mengalami
penyakit mental sehingga mampu membuat keputusan secara bebas.

Pasal 2
1. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan
2. Persetujuan yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan
secara tertulis maupun lisan.
3. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberika setelah pasien
mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran
yang dilakukan.

Pasal 3
1. Setiap tindakan kedoketran yang mengandung risiko tinggi harus
memproleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak
memberikan persetujaun.

18
2. Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) satu dapat diberikan persetujuan lisan.
3. Persetujuan tertulis sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam
bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat.
4. Persetujuan yang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan
dalam ucapan setuju atau bentuk gerakan mengangguk kepala yang dapat
diartikan sebagai ungkapan setuju.
5. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksu pada ayat
(2) dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan


a. Pasal 8
Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya
termasuk tindakan akan pengobatan yang telah maupun yang akan
diterimanya dari tenaga kesehatan.
b. Pasal 56 ayat(1)
Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan
pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan
memahami
informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.
c. Pasal 65 ayat (2)
Pengambilan organ atau jaringan tubuh dari seorang donor harus
memperhatikan
kesehatan pendonor yang bersangkutan dan mendapat persetujuan pendonor
dan
atau ahli waris atau keluarganya.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit


a. Pasal 32 poin J

19
Mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis,alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta
perkiraan biaya pengobatan.
b. Pasal 32 poin K
Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan
oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 585/Menkes/Per/IX/ 1989


Tentang Persetujuan Tindakan Medis pada Bab 1, huruf (a) persetujuan
tindakan medis/informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien
atau keluarga atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan
dilakukan pada pasien tersebut,, Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 585 yang ditindaklanjuti dengan Sk Dirjen Yanmed 21 April
1999 yang memiliki 8 bab dan 16 pasal yaitu :
a. Bab (I) Ketentuan umum pasal (1)
b. Bab (II) Persetujuan pasal (2 dan 3)
c. Bab (III) Informsi pasal (4,5,6, dan 7 )
d. Bab (IV) Yang berhak memberikan persetujuan pasal (8,9,10, dan 11)
e. Bab (V) Tanggu Jawab pasal (12)
f. Bab (VI) Sanksi pasal (13)
g. Bab (VII) Ketentuan lainnya pasal (14)
h. Bab (VIII) Ketentuan Penutup pasal (15 dan 16)

Hal-hal yang diatur dalam pelaksanaan informed consent berisi sebagai berikut :
a. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis diberikan untuk tindakan medis
yang dinyatakan secara spesifik (the consent must be for what will be
actually performed). Dan persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis di-
berikan oleh seseorang (pasien) yang sehat mental dan yang memang berhak
memberikan-nya dari segi hukum.

20
b. Informasi dan penjelasan tentang alternatif tin-dakan medis lain yang
tersedia dan serta risi-konya masing-masing (alternative medical prosedure
and risk). Dan informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila
tindakan medis tersebut dilakukan (prognosis with and without medical
produce.
c. Yang berhak memberikan persetujuan ialah mereka yang dikatakan meiliki
sehat mental dan dalam keadaan sadar. Diman kurang lebih berumur 21
dalam status telah menikah. Tetapi dibawah pengampu. Maka persetujuan
diberikan oleh wali pengampu,bagi mereka yamg berada dibawah umur 21
dan belum menikah diberikan oleh orang tua atau wali atau keluarga
terdekat.
d. Bila terdapat dokter yang melakukan tindakan medis tanpa
persetujuan,dilaksanakan sanksi administrasi berupa pencabutan surat izin
praktik.
e. Pemberian informasi ini diberikan oleh dokter yang bersangkutan dalam hal
berhalangan dapat diberikan oleh dokter lain dengan sepengatahuan dan
tanggung jawab dari dokter yang bersangkutan, dibedakan antara tindakan
operasi dan bukan operasi,untuk tindakan operasi harus dokter memberikan
informasi ,untuk bukan tindakan operasi sebaiknya dokter yang
bersangkutan tetapi dapat juga oleh perawat.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1419/MENKES/


PER/X/2005 Tentang Penyelenggaraan Dokter dan Dokter Gigi ini memiliki
Pasal 34 Bagian. Diantara 34 pasal ini salah satu yang mengenai informed
consent yakni pasal 17. Adapun isi dari pasal 17 seperti dibawah ini :
Pasal 17
1) Dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi terlebih dahulu harus memberikan penjelasan kepada
pasien tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan.

21
2) Tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud ayat (1) harus mendapat
persetujuan dari pasien.
3) Pemberian penjelasan dan persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan
ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 34 Tahun1983 tentang Kode


Etik Kedokteran Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia tertuang dalam Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI No 34 Tahun 1983 di dalamnya terkandung
bebrapa kewajiban yang harus dilaksanakan oleh dokter di Indonesia.
Kewajiban tersesbut meliputi :
1. Kewajiban umum
2. Kewajiban terhadap penderita
3. Kewajiban terhadap teman sejawatnya
4. Kewajiban diri sendiri.

2.12 Bentuk Informed Consent


Ada dua bentuk informed consent :
1. Implied constructive Consent (Keadaan Biasa)
Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh
masyarakatumum, sehingga tidak perlu lagi di buat tertulis misalnya
pengambilan darahuntuk laboratorium, suntikan, atau hecting luka terbuka.
2. Implied Emergency Consent (keadaan Gawat Darurat)
Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan
medis (pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis untuk
melakukan tindakanmedis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu :
a. Persetujuan Tertulis
b. Persetujuan Lisan
c. Persetujuan dengan isyarat

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara,
obat, dan pengobatannya yang mengacu kepada pengalaman dan ketrampilan
turun temurun, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Aspek hukum yang melandasi pengobatan tradisional adalah
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
2. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan. Aspek hukum yang melandasi obat-obat Narkotika
adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika.
3. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku. Aspek hukum yang melandasi obat-obatan psikotropika adalah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika.

23
4. Informed consent ialah persetujuan bebas yang diberikan oleh pasien terhadap
suatu tindakan medis, setelah ia memperoleh semua informasi yang penting
mengenai sifat serta konsekuensi tindakan tersebut. Informed consent dibuat
berdasarkan prinsip autonomi, beneficentia dan nonmaleficentia, yang berakar
pada martabat manusia di mana otonomi dan integritas pribadi pasien
dilindungi dan dihormati.

3.2 Saran
Kita sebagai seorang farmasis harus tahu dan paham mengenai aspek-aspek
hukum, isi dan apa sanksi yang diperoleh jika melanggar hukum tersebut agar
dapat bertindak selalu dalam jalan hukum yang benar.

24
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36


Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI: 2009.

Hadi Purwandoko, Prasetyo .1999. Problematika Implementasi Informed Consent


(Telaah Pelaksanaan Permenkes No 585/Menkes/Per/IX/1989).

Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang


Psikotropika. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI: 2009.

Undang-Undang No 35 tahun 2009 Tentang Narkotika, dalam Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Jakarta: Sekretariat Negara RI.

Tohari, Hamim, Santoso, and Akhmad Ismail.2014. Informed Consent Pada


Pelayanan Sirkumsisi Di Puskesmas Waru, Kabupaten Pamekasan, Provinsi
Jawa Timur Periode 1 Januari–31 Desember 2013

25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164

Anda mungkin juga menyukai