DISUSUN OLEH :
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas karunia dan ijin-
Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ASPEK
HUKUM OBAT TRADISIONAL, NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN DASAR
HUKUM INFORMED CONSENT”.
Pada kesempatan ini pula, saya mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah
yang telah membimbing dan mengarahkan kami sehingga tugas makalah ini dapat di
selesaikan dengan baik.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini, masih banyak
kekuranganya yang ditemui. Untuk itu, kami mengharapkan adanya saran dan kritik
yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga tugas makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua
terutama bagi rekan-rekan mahasiswa. Aamiin.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………...……………
KATA PENGANTAR……………………………………………............................2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………....…...3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………...……4
1.2. Tujuan……………………………………………………………………..…….5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pengobatan Tradisional …………………………………….……….7
3
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………...23
3.2 Saran…………………………………………………………………………….24
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………25
4
BAB I
PENDAHULUAN
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukantanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Di satu sisi narkotika merupakan
obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan. Namun, di sisi lain dapat
menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa
adanya pengendalian serta pengawasan yang ketat dan seksama. Pada dasarnya
peredaran narkotika di Indonesia apabila ditinjau dari aspek yuridis adalah sah
keberadaannya. Undang-Undang Narkotika hanya melarang penggunaan
narkotika tanpa izin. Keadaan yang demikian ini dalam tataran empirisnya,
penggunaan narkotika sering disalah gunakan bukan untuk kepentingan
pengobatan dan ilmu pengetahuan. Akan tetapi jauh dari pada itu, dijadikan ajang
bisnis yang menjanjikan dan berkembang pesat, yang mana kegiatan ini berimbas
pada rusaknya fisik maupun psikis mental pemakai narkotika khususnya generasi
muda. Atas dasar hal tersebut, secara sederhana dapat disebutkan bahwa
penyalahgunaan narkotika adalah pola penggunaan narkotika yang patologik
sehingga mengakibatkan hambatan dalam fungsi sosial.
5
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui pengertian Pengobatan Tradisional
1.2.2 Untuk mengetahui Aspek Hukum Pengobatan Tradisional.
1.2.3 Untuk mengetahui Contoh Pengobatan Tradisional.
1.2.4 Untuk mengetahui pengertian Obat-Obat Narkotika
1.2.5 Untuk mengetahui Aspek Hukum Obat-Obat Narkotika
1.2.6 Untuk mengetahui Contoh Penyalahgunaan Narkotika
1.2.7 Untuk mengetahui pengertian Obat-Obat Psikotropika
1.2.8 Untuk mengetahui Aspek-Aspek Hukum Obat-Obatan Psikotropika
1.2.9 Untuk mengetahui Contoh Kasus Penyalahgunaan Psikotropika
1.2.10 Untuk mengetahui pengertian Informed Consent
1.2.11 Untuk mengetahui Dasar Hukum Informed Consent
1.2.12 Untuk mengetahui Bentuk Informed Consent
6
BAB II
PEMBAHASAN
Obat tradisional dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu jamu, obat ekstrak
alam, dan fitofarmaka
7
1. Jamu
Jamu adalah obat tradisional yang berasal dari tumbuhan, hewan, dan
mineral atau campuran dari bahan-bahan itu yang belum dibakukan dan
dipergunakan dalam upaya pengobatan berdasarkanpengalaman
2. Ekstrak alam
Ekstrak alam adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrakatau
penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun
mineral, untuk melaksanakan proses dan membutuhkan tenaga kerja yang
mendukung dengan pengetahuandan keterampilan pembuatan ekstrak, selain
proses produksidengan teknologi maju, jenis ini pada umumnya telah
ditunjangdengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pra-
klinikseperti standar kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan
ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat tradisional yang
higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.
3. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanannya dan
khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang
telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Fitofarmaka merupakan
bentuk obat tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena
proses pembuatannya yang telah terstandar ditunjang dengan bukti ilmiah
sampai dengan uji klinik pada manusia.
8
agama. Izin pengobatan tradisional adalah pemberian izin kepada orang pribadi
atau badan yang mendirikan dan atau menyelenggarakan sarana pelayanan
kesehatan di bidang izin pengobatan tradisional.
9
kepentingan, dan perlindungan masyarakat. Hal ini sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 61.
Menurut UU No.22 Tahun 1997, Narkotika merupakan zat atau obat yang
berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan baik sintetis ataupun semi sintetis
yang bisa menyebabkan penurunan/perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
10
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan bisa menimbulkan
ketergantungan. Istilah Narkoba atau narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain
istilah narkoba istilah lain yang diperkenankan khususnya oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia yaitu Napza yaitu singkatan dari Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif. Dari beberapa istilah mengacu pada kelompok
senyawa yang sering memiliki risiko kecanduan untuk penggunanya. Di tahun
2015 ada 35 jenis narkoba yang dikonsumsi oleh pengguna narkoba di Negara
Indonesia dari yang paling murah sampai yang paling mahal seperti LSD. Di
dunia ada sekitar 354 jenis dari Narkoba.
Narkotika Golongan II: Adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi
bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah: Benzetidin,
petidin dan betametadol
Narkotika Golongan III: Adalah narkotika yang memiliki daya adiktif yang
ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
kodein dan turunannya.
11
dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah
Guna dan pecandu Narkotika. Contohnya pada bagian ketiga pasal 13 mengenai
narkotika untuk ilmu pengetahuan dan teknologi berbunyi :
(1) Lembaga ilmu pengetahuan yang berupa lembaga pendidikan dan pelatihan
serta penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan oleh pemerintah
ataupun swasta dapat memperoleh, menanam, menyimpan, dan
menggunakan Narkotika untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi
setelah mendapatkan izin Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara untuk mendapatkan izin
dan penggunaan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
12
pasangan suami istri tersebut dan tersangka HD pun resmi ditahan di Rutan
Narkoba Polda Metro Jaya. Atas perbuatannya, ketiga tersangka ditahan di Rutan
Narkoba Polda Metro Jaya. Mereka dijerat Pasal 114 Ayat 2 Subsider Pasal 112
Ayat 2 Jo Pasal 132 Ayat 1 Undang Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika. Ancaman hukumannya di atas lima tahun penjara.
13
(1) Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan yang
berhubungan dengan psikotropika, baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun
oleh masyarakat.
(2) Dalam rangka pengawasan, Pemerintah berwenang :
a. melaksanakan pemeriksaan setempat dan/atau pengambilan contoh pada
sarana: produksi, penyaluran, pengangkutan, penyimpanan, sarana
pelayanan dan fasilitas rehabilitasi;
b. memeriksa surat dan/atau dokumen yang berkaitan dengan kegiatan di
bidang psikotropika;
c. melakukan pengamanan terhadap psikotropika yang tidak memenuhi
standar dan persyaratan; dan
d. melaksanakan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan.
(3) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi
dengan surat tugas.
Pasal 51
14
Pasal 52
15
2.10 Pengertian Informed Consent
Istilah Informed consent dalam Undang-Undang Kesehatan kita tidak ada, yang
tercantum adalah istilah persetujuan, menerima atau menolak tindakan
pertolongan setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan
tersebut. Informed consent atau persetujuan Medik adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien sesuai dengan pasal 1 (a) Permenkes RI Nomor
585/MEN.KES/PER/X/1989 Di mana pasal 1 (a) menyatakan bahwa
persetujuan tindakan medik (informed consent) adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Informed consent
mencakup peraturan yang mengatur perilaku dokter dalam berinteraksi dengan
pasien. Interaksi tersebut melahirkan suatu hubungan yang disebut hubungan
dokter-pasien. Informed consent secara harfiah terdiri dari dua kata yaitu
informed dan consent. Informed berarti telah mendapat penjelasan atau
informasi; sedangkan consent berarti memberi persetujuan atau mengizinkan.
Dengan demikian informed consent berarti suatu persetujuan yang diberikan
setelah mendapat informasi atau dapat juga dikatakan informed consent adalah
pernyataan setuju dari pasien yang diberikan dengan bebas dan rasional,
sesudah mendapatkan informasi dari dokter dan sudah dimengerti olehnya.
Informed consent ialah persetujuan bebas yang diberikan oleh pasien terhadap
suatu tindakan medis, setelah ia memperoleh semua informasi yang penting
mengenai sifat serta konsekuensi tindakan tersebut. Informed consent dibuat
berdasarkan prinsip autonomi, beneficentia dan nonmaleficentia, yang berakar
pada martabat manusia di mana otonomi dan integritas pribadi pasien dilindungi
dan dihormati. Jika pasien tidak kompeten, maka persetujuan diberikan oleh
keluarga atau wali sah. Jika keluarga/wali hadir tetapi tidak kompeten juga,
maka tenaga medis harus memutuskan sendiri untuk melakukan tindakan medis
tertentu sesuai keadaan pasien. Informed consent terutama dibutuhkan dalam
kasus-kasus luar biasa (exraordinary means). Namun untuk pasien kritis atau
16
darurat yang harus segera diambil tindakan medis untuk menyelamatkannya,
proxy consent tidak dibutuhkan.
Pasal 1
1. Persetujuan tindakan adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran atau kedoketran gigi yang dilakukan terhadap pasien.
2. Keluarga tedekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak
kandung, saudara kandung atau pengampunya.
3. Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi selan’’jutnya disebut tindakan
kedokteran adalah suatu tidakan medis berupa preventif, diagnostik,
17
terapeutik atau rehabilitative yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi
terhadap pasien.
4. Tindakan infasif adalah tindakan medis yang lansung yang mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh pasien.
5. Tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi adalah tindakan medis
yang berdasarkan tingkat probilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian
dan kecacatan
6. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan
dokter gigi sepesialis lulusan kedokteran atau kedokteran gigi baik didalam
maupun diluar negeri yang diakui oleh pemerintah republik indonesia
dengan peraturan perundang- undangan.
7. Pasien kompetan adalah pasien dewasa atau bukan anak-anak menurut
peraturan perundang-undangan atau telah pernah menikah,tidak kesadaran
fisiknya, maupun berkomunukasi secara wajar, tidak mengalami
kemunduran perkembangan (reterdasi) mental dan tidak mengalami
penyakit mental sehingga mampu membuat keputusan secara bebas.
Pasal 2
1. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan
2. Persetujuan yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan
secara tertulis maupun lisan.
3. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberika setelah pasien
mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran
yang dilakukan.
Pasal 3
1. Setiap tindakan kedoketran yang mengandung risiko tinggi harus
memproleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak
memberikan persetujaun.
18
2. Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) satu dapat diberikan persetujuan lisan.
3. Persetujuan tertulis sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam
bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat.
4. Persetujuan yang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan
dalam ucapan setuju atau bentuk gerakan mengangguk kepala yang dapat
diartikan sebagai ungkapan setuju.
5. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksu pada ayat
(2) dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis
19
Mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis,alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta
perkiraan biaya pengobatan.
b. Pasal 32 poin K
Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan
oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
Hal-hal yang diatur dalam pelaksanaan informed consent berisi sebagai berikut :
a. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis diberikan untuk tindakan medis
yang dinyatakan secara spesifik (the consent must be for what will be
actually performed). Dan persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis di-
berikan oleh seseorang (pasien) yang sehat mental dan yang memang berhak
memberikan-nya dari segi hukum.
20
b. Informasi dan penjelasan tentang alternatif tin-dakan medis lain yang
tersedia dan serta risi-konya masing-masing (alternative medical prosedure
and risk). Dan informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila
tindakan medis tersebut dilakukan (prognosis with and without medical
produce.
c. Yang berhak memberikan persetujuan ialah mereka yang dikatakan meiliki
sehat mental dan dalam keadaan sadar. Diman kurang lebih berumur 21
dalam status telah menikah. Tetapi dibawah pengampu. Maka persetujuan
diberikan oleh wali pengampu,bagi mereka yamg berada dibawah umur 21
dan belum menikah diberikan oleh orang tua atau wali atau keluarga
terdekat.
d. Bila terdapat dokter yang melakukan tindakan medis tanpa
persetujuan,dilaksanakan sanksi administrasi berupa pencabutan surat izin
praktik.
e. Pemberian informasi ini diberikan oleh dokter yang bersangkutan dalam hal
berhalangan dapat diberikan oleh dokter lain dengan sepengatahuan dan
tanggung jawab dari dokter yang bersangkutan, dibedakan antara tindakan
operasi dan bukan operasi,untuk tindakan operasi harus dokter memberikan
informasi ,untuk bukan tindakan operasi sebaiknya dokter yang
bersangkutan tetapi dapat juga oleh perawat.
21
2) Tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud ayat (1) harus mendapat
persetujuan dari pasien.
3) Pemberian penjelasan dan persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan
ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara,
obat, dan pengobatannya yang mengacu kepada pengalaman dan ketrampilan
turun temurun, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Aspek hukum yang melandasi pengobatan tradisional adalah
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
2. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan. Aspek hukum yang melandasi obat-obat Narkotika
adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika.
3. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku. Aspek hukum yang melandasi obat-obatan psikotropika adalah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika.
23
4. Informed consent ialah persetujuan bebas yang diberikan oleh pasien terhadap
suatu tindakan medis, setelah ia memperoleh semua informasi yang penting
mengenai sifat serta konsekuensi tindakan tersebut. Informed consent dibuat
berdasarkan prinsip autonomi, beneficentia dan nonmaleficentia, yang berakar
pada martabat manusia di mana otonomi dan integritas pribadi pasien
dilindungi dan dihormati.
3.2 Saran
Kita sebagai seorang farmasis harus tahu dan paham mengenai aspek-aspek
hukum, isi dan apa sanksi yang diperoleh jika melanggar hukum tersebut agar
dapat bertindak selalu dalam jalan hukum yang benar.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164