Anda di halaman 1dari 4

 

Pada jaman dahulu, di Negeri Ajam.Tinggallah sepasang saudagar kaya yang bernama
Khojan Mubarok beserta istrinya.Akan tetapi, mereka belum dikaruniai seorang anak. Sang
istri kerap bersedih akan nasibnya tersebut.
         Cahaya perak rembulan merembes masuk melalui tirai jendela, memperjelas siluet
suami istri yang sedang duduk di atas kasur.Sang istri menyandarkan dirinya di
dinding.Ditekuk kedua lututnya hingga merapat ke dada.Beliau tak bisa mengelak ketika
lapisan sebening kaca terhampar menghalangi bola matanya.
“Pak, kapankah kita dapat mempunyai seorang putra?”, tanya sang istri kepada suaminya.
“Pasti kelak, kita akan dikaruniai seorang anak, Bu. Jika kita mau berdoa kepada Allah. Insya
Allah, Allah akan mengabulkan permintaan kita”, hibur Khojan Mubarok kepada istrinya.
         Sang istri hanya mengangguk pelan.Masih ada dua bulir air bening kembali menetes
dari kelopak mata indahnya.
“Sudahlah, Bu. Mari kita berdoa kepada- Nya agar kita diberikan petunjuk”, ucap Khojan
Mubarok sembari menghapus air mata istrinya dengan menyunggingkan sebaris senyum.
         Lalu, sepasang suami istri tersebut berdoa pada Tuhannya agar diberi kebahagiaan yang
mereka idam- idamkan.

***

         Sang istri mengintip keluar jendela, mentari pagi masih asyik terlelap di tempat
persembunyiannya.
         Tiba- tiba, sang istri merasakan sesuatu yang aneh di dalam perutnya yang selama ini
Beliau tak pernah merasakannya. Mual, ya hanya mual yang dirasakannya saat itu.
“Pak, Tolong! Sakit Pak!”, teriak sang istri.
         Khojan Mubarok tergopoh- gopoh mencari sosok sang istri yang berteriak meminta
tolong. Tak lama kemudian, Khojan Mubarok kaget melihat istri yang sedang muntah di
belakang rumah.
“Ada apa, Bu? Ibu sakit?”, tanya Khojan Mubarok seraya mendekap istrinya.
“Aku pun tak tahu, Pak. Tiba- tiba perutku terasa mual”, lirihnya.
“Kalau begitu, bapak panggilkan tabib saja ya, Bu. Ibu di rumah saja”, ujar sang suami.
         Dituntunnya sang istri menuju kamar. Setelah itu, Khojan Mubarok pergi mencari tabib
yang kediamannya tak jauh dari rumahnya.

***

“Ada kabar baik, Pak. Istri Anda sedang mengandung seorang bayi.”, kata tabib gembira.
         Binar- binar bahagia tampak jelas di dua pasang bola mata sepasang suami istri itu.
“Alhamdulillah, doa kita didengarkan- Nya, Bu!!”, Khojan Mubarok memeluk istrinya.
Keluarlah air mata bahagia dari bola mata Khojan Mubarok.
“Iya, Pak! Alhamdulillah!”, seru sang istri.
***
         Sembilan bulan sepuluh hari istri Khojan Mubarok mengandung bayi yang ada dalam
rahim sucinya. Hingga akhirnya, beliau melahirkan seorang bayi laki- laki yang diberi nama
Khojan Maimun. Dengan kasih sayang, Khojan Mubarok beserta istrinya membesarkan
Khojan Maimun.
         Saat Khojan Maimun berusia lima tahun, ayahnya memintanya untuk belajar mengaji
dengan guru- guru. Setelah umur Khojan Maimun mencapai lima belas tahun, ia dinikahkan
dengan saudagar kaya dan berwajah ayu bernama Bibi Zainab.
         Beberapa lama sesudah Khojan Maimun mempunyai istri, beliau membeli seekor
burung bayan jantan dan dia juga membeli tiung betina, lalu dibawa ke rumah dan ditaruh
satu tempat dengan seekor bayan.
         Pada suatu hari, Khojan Maimun tertarik akan pekerjaan perniagaan di laut.
“Bu, sebenarnya bapak ingin merantau.Saat ini, bapak tertarik dengan sebuah pekerjaan”,
kata Khojan Maimun menoleh kearah istrinya.
“Bapak hendak merantau kemana, Pak?”, tanya Bibi Zainab.
“Entahlah, Bu. Akan tetapi, bapak tertarik akan perniagaan di laut”, jawab Khojan Maimun
kemudian.
         Saat beliau akan berangkat untuk merantau, Khojan Maimun berpesan kepada istrinya,
“Jika Ibu mendapatkan suatu pekerjaan atau hendak melakukan sesuatu, bertanyalah dan
bermusyawarahlah dengan burung tiung dan burung bayan. Ibu mengerti, kan?”, sang suami
menatap Bibi Zainab sendu.
“Ibu mengerti, Pak”, lirih Bibi Zainab.
         Khojan Maimun tersenyum kepada istrinya.
“Bapak berangkat dulu ya, Bu. Doakan bapak, supaya pekerjaan yang bapak dapat kelak halal
dan barokah.Assalamualaikum”, sahut Khojan Maimun dan berlalu meninggalkan Bibi
Zainab.
***
         Dari kejauhan tampak sosok pria yang sedang berkuda, ternyata dia adalah putra
mahkota dari Raja Ajam.Saat beliau sedang berkuda, secara tidak sengaja, beliau melihat
wanita yang berparas ayu dan bermata sendu, ialah Bibi Zainab.Sang putra mahkota terlihat
tertarik oleh paras ayunya dan mengajaknya berkencan pada suatu malam.Bibi Zainab pun
juga ingin menemui anak raja itu.
         Pada suatu malam, Bibi Zainab berpamitan kepada burung tiung untuk menemui sang
putra mahkota.
“Jangan, tuan. Perbuatan tuan melanggar aturan Allah SWT!”, cergah burung tiung.
         Bukannya Bibi Zainab menurut oleh apa yang dikatakan oleh burung tiung, tetapi beliau
justru marah terhadap jawaban yang diberikan burung tiung. Lalu, Bibi Zainab marah dan
dikeluarkan burung tiung itu dari sangkarnya dan burung tiung itu dibunuhnya.
         Lalu, Bibi Zainab pun meminta izin kepada burung bayan yang sedang berpura- pura
tertidur, bayan pun berpura- pura terkejut dan mendengar kehendak hati Bibi Zainab yang
ingin pergi menemui anak raja itu. Bayan pun berfikir, bila ia menjawab seperti burung tiung
maka ia juga akan mati.
Setelah ia berfikir, ia berkata, “Aduhai, Siti yang berwajah baik, segeralah pergi menemui
anak raja itu. Jika pekerjaan tuan tidak baik (melakukan kejahatan), Insya Allah diatas kepala
hamba yang menanggungnya. Baiklah, jika tuan akan pergi, karena tuan sudah di nanti anak
raja itu. Apakah yang dicari semua manusia di dunia ini selain martabat, kesabaran, dan
kekayaan? Tuan seperti hikayat seekor unggas bayan yang dicabut bulunya oleh tuan (istri
saudagar),”
         Maka, Bibi Zainab berkenan untuk mendengarkan cerita tersebut.Bayan pun bercerita
kepada Bibi Zainab dengan maksud supaya beliau dapat melupakan perempuan itu (seorang
perempuan tua).
         Setiap malam, Bibi Zainab yang berkeinginan mendapatkan anak raja dan setiap
berpamitan dengan bayan, maka bayan memberinya cerita hingga sampai 24 kisah dan 24
malam burung itu bercerita. Akhirnya, Bibi Zainab pun insaf terhadap perbuatannya dan
menunggu suaminya pulang dari rantauannya.
  
      
Majas yang terdapat dalam 'Hikayat Bayan Budiman':
1) Majas Alegori, yaitu majas yang menggambarkan sesuatu dengan kiasan
Kutipan teks:
- Sebelum dia pergi, berpesanlah dia pada istrinya itu, jika ada barang suatu pekerjaan,
mufakatlah dengan dua ekor unggas itu, hubaya-hubaya jangan tiada, karena fitnah di dunia
amat besar lagi tajam dari pada senjata.
- Adapun akan hamba, tuan ini adalah seperti hikayat seekor unggas bayan yang dicabut
bulunya oleh tuannya seorang istri saudagar.

2) Majas Retoris, yaitu majas yang mengandung pertanyaan tetapi jawabannya telah terdapat
pada pertanyaan tersebut
Kutipan teks:
- Apatah dicari oleh segala manusia di dunia ini selain martabat, kesabaran, dan kekayaan?

3) Majas hiperbola, yaitu majas yang melebih-lebihkan suatu kenyataan


Kutipan teks:
- Apapun hamba ini haraplah tuan, jikalau jahat sekalipun pekerjaan tuan, Insya Allah di atas
kepala hambalah menanggungnya.

Majas yang terdapat dalam cerpen 'Tukang Pijat Keliling':


Majas retoris
1. Adakah Darko memang sudah mengetahui segala yang akan terjadi?

Majas alegori:
1. Katanya kini masjid sedang berada di ujung tanduk.

Majas hiperbola:
1. Kami sempat menganggap dia adalah pengemis yang diutus kitab suci.
2. Setiap hari kami harus menumpahkan tenaga di ladang.
3. Tentulah kehadiran Darko membuat kampung kami lebih menggeliat, makin bergairah.
4.  Kakinya bagai digerakkan tanah, dia begitu saja melangkah tanpa bantuan tongkat.
5. Tak dapat kami bayangkan bagaimana aroma mayit yang membubung ke udara lewat
tengah malam, menggenang di dadanya, menyesakkan pernapasan
6. Begitulah, dengan sangat berkobar-kobar kami menceritakan ramalan masing-masing.
7. Pak Lurah pun merasa terusik mendengar kabar yang dari hari ke hari semakin meluap itu.

Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/13215396#readmore


Jadi, penggunaan majas yang sama dalam Hikayat Bayan Budiman dan cerpen Tukang Pijat
Keliling adalah majas alegori, majas hiperbola, dan majas retoris.
Konjungsi yang digunakan dalam cerpen adalah konjungsi yang menyatakan urutan waktu dan
kejadian.

1. Memang, tangannya kerap meraba-raba udara ketika melangkah, seperti sedang menatap
keadaan. (konjungsi hubungan waktu)

2. Dia akan berhenti ketika seseorang memanggilnya.


3. Kami merasakan urat syaraf kami yang perlahan melepaskan kepenatan bagai menemukan
kesegaran baru setelah seharian ditimpa kelelahan. (konjungsi urutan kejadian)

4. Kemudian kami ketahui, bila malam hampir tandas, Darko kembali ke tempat pemakaman di
ujung kampung. (konjungsi urutan waktu)

5. Namun diam-diam ketika sedang dipijat, Kurit, seorang warga kampung yang terkenal suka ceplas-
ceplos, meminta Darko meramalkan nasibnya.

6. Akhirnya seusai memijat, Darko pun menuruti permintaannya.

7. Dengan sikap yang tenang dia mulai mengusap telapak tangan Kurit, menatapnya dengan mata
terpejam, kemudian berkata; Telapak tangan adalah pertemuan antara kesedihan dan kebahagiaan.

8.  Mencabuti rerumputan liar di permukaan tanah makam, mengumpulkan dedaunan yang
berserakan dengan sapu lidi lalu membakarnya. (konjungsi urutan kejadian)

9.  Tak lama jelang itu, Surtini si perawan tua menerima lamaran seorang duda dari kampung
sebelah. Sementara Tasrip bergembira mendapati ternak ayamnya gemuk dan lincah.

10. Darko diam beberapa jenak. Kemudian, dengan sangat terang dia pun menyebutkan angka
sejumlah empat kali diikuti gerak jari-jari tangannya.

Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/13290741#readmore

Anda mungkin juga menyukai