Abeto Laporan Proyek 1
Abeto Laporan Proyek 1
OLEH :
ABETO
19031121
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
Pengendalian Mikroorganisme Pada Bahan Makanan (Pengawetan) Oleh
Masyarakat
A. Latar Belakang
Mikroorganisme dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada suatu substrat yang disebut
medium. Untuk mengembangbiakkan mikroorganisme seperti jamur, bakteri, ataupun yang
lainnya diperlukan media. Media adalah suatu substansi yang terdiri dari campuran zat-zat
makanan (nutrisi) yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan jasad renik
(mikroorganisme). Media dapat berbentuk padat, cair dan semi padat (semi solid). Didalam
laboratorium mikrobiologi, kultur media sangat penting untuk isolasi, pengujian sifat-sifat
fisik dan biokimia bakteria serta untuk diagnosa suatu penyakit (Sutarma, 1999). Menurut
Dwidjoseputro (1987) dasar makanan yang paling baik untuk pertumbuhan bakteri ialah
medium yang mengandung zat-zat organik seperti rebusan daging, sayur-sayuran sisa-sisa
makanan atau ramuan-ramuan yang dibuat oleh manusia. Medium yang banyak digunakan
dalam pekerjaan rutin di laboratorium ialah kaldu cair dan kaldu agar. Medium ini tersusun
dari pada : kaldu bubuk 3 g, pepton 5 g, dan air suling 1000 g. Jika diperlukan medium padat,
maka ditambahkan 15 g agar-agar.
B. Kajian Teori
1. Pengendalian Mikroorganisme
Mikroorganisme terdapat di mana - mana, seperti pada tanah, debu, udara, air, makanan
ataupun permukaan jaringan tubuh kita. Keberadaan mikroorganisme tersebut ada yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia, tetapi banyak pula yang merugikan manusia misalnya
dapat menimbulkan berbagai penyakit atau bahkan dapat menimbulkan kerusakan akibat
kontaminasi (Ratna S, 1990).
Sinar ultra violet (UV) diketahui merupakan salah satu sinar dengan daya radiasi yang
dapat bersifat letal bagi mikroorganisme. Sinar UV mempunyai panjang gelombang mulai 4
nm hingga 400 nm dengan efisiensi tertinggi untuk pengendalian mikroorganisme adalah pada
365 nm. Karena mempunyai efek letal terhadal sel-sel mikroorganisme, maka radiasi UV
sering digunakan di tempat-tempat yang menuntut kondisi aseptik seperti laboratorium, ruang
operasi rumah sakit dan ruang produksi industri makanan dan minuman, serta farmasi. Salah
satu sifat sinar ultra violet adalah daya penetrasi yang sangat rendah, Selapis kaca tipis pun
sudah mampu menahan sebagian besar sinar UV. Oleh karena itu, sinar UV hanya dapat
efektif untuk mengendalikan mikroorganisme pada permukaan yang terpapar langsung oleh
sinar UV, atau mikroba berada di dekat permukaan medium yang transparan. Absorbsi
maksimal sinar UV di dalam sel terjadi pada asam nukleat, maka diperkirakan mekanisme
utama perusakan sel oleh sinar UV pada ribosom, sehingga mengakibatkan terjadinya mutasi
atau kematian sel. (http ://www. litbang. depkes. go. Id. 2006).
2. Telur Asin
Telur itik merupakan salah satu sumber gizi yang baik (Wibowo, 2011), dengan
kandungan protein 13,1%, kalori dan lemak lebih tinggi dari pada telur ayam. Telur itik
memiliki bau amis yang tajam, sehingga penggunaan telur itik dalam berbagai makanan tidak
seluas telur ayam. Bobot dan ukuran telur itik rata-rata lebih besar dari pada telur ayam,
berkisar antara 70-80 g per butir.Cangkang telur itik berwarna biru muda, sehingga telur itik
sangat lazim diasinkan karena penetrasi garam ke dalam telur pada telur itik lebih mudah
(Octarisa et al. 2013).
Telur asin adalah hasil olahan dari telur itik yang mentah dengan menggunakan
campuran adonan batu bata merah, garam dan abu gosok yang diperam selama beberapa hari,
kemudian menghasilkan telur asin matang (Astawan, 1989). Telur itik yang diolah menjadi
telur asin, dapat meningkatkan kandungan kalsium pada telur itik serta dapat meningkatkan
daya simpan telur itik (Damayanti et al., 2015). Telur asin dikonsumsi sebagai bahan makanan
yang sudah diawetkan dan mempunyai daya tahan yang lebih lama terhadap kerusakan
diandingkan dengan telur itik mentah (Sarwono, 1994).
Telur asin merupakan produk makanan yang popular di Indonesia terutama di daerah
Brebes, Tegal dan Cirebon yang merupakan sebagai sentra pembuatan telur asin (Supriyadi,
2010). Ciri khas dari telur asin Brebes adalah terletak pada kuning telurnya yaitu kuning telur
dengan tekstur yang masir dan berminyak serta tidak berbau amis (Suharno dan Setiawan,
2012).
b. Instrument observasi
Pedoman wawancara
Nama :
Alamat :
Hari/ tanggal wawancara :
Tempat :
Astawan, M. 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani dan Tepat Guna. Jakarta: Akamedia
Presindo.
Astawan, M. 2006. Telur Asin, Aman dan Penuh Gizi. http://www. Departemen Kesehatan
Indonesia htm. Diakses tanggal 26 November 2020.
Damayanti, Y., Suandi, dan E. Kernalis. Pelatihan dan penyuluhan pembuatan telur itik asin
dalam upaya pengembangan kewirausahaan baru di Desa Tanjung Harapan Cupak
Kecamatan Danau Kerinci Kabupaten Kerinci. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat 30 (4): 36-
42
Finata, R.P., D. Rudyanto, I G. K. Suarjana. 2015. Pengaruh lama penyimpanan pada suhu
kamar telur itik segar dan telur yang mengalami pengasinan ditinjau dari jumlah Eschericia
coli. Buletin Veteriner Udayana. 7 (1): 41- 47
Indriastuti, A.T.D., Y. Buyang, dan D. Muchlis. 2013. Pembuatan telur asin ayam ras dengan
pemeraman lumpur pantai dan uji citarasa putih telur asinnya. Jurnal Agricola, 3 (1):19-25
Magistri, P.M., R. Yaswir, dan Y. Alioes. 2016. Pengaruh pemberian berbagai olahan telur
terhadap kadar kolesterol total darah mencit. Jurnal kesehatan Andalas 5(3):534-539
Suharno, B. dan T. Setiawan. 2012. Beternak Itik Petelur di Kandang Baterai. Bogor: Penebar
Swadaya.
Yuniati, H. 2011. Efek Penggunaan Abu Gosok dan Serbuk Bata Merah Pada Pembuatan Telur
Asin Terhadap Kandungan Mikroba dalam Telur. 34(2), pp. 131–137. Available at:
https://media.neliti.com/media/publications/223485-none.pdf. Diakses tanggal 24 November
2020.