Anda di halaman 1dari 54

PENILAIAN LIMA TARGET WAJIB PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE,

SISTEM PERKEMIHAN, SISTEM KARDIOVASKULER, SISTEM RESPIRASI, DAN


SISTEM NEUROLOGI
PRAKTIK KLINIK MATA KULIAH PHYSICAL ASSESMENT
DOSEN PENGAMPU : DITHA ASTUTI P, M. Kep

DISUSUN OLEH :
Novita Juniarti
SNR 19214047
PROGRAM STUDI NERS REGULER B KHUSUS
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2021
SOP PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE
N Prosedur Skor
o Ya Tida
k
1 PERSIAPAN ALAT
a. Stetoskop
b. Jam tangan
c. Kasa / kapas
d. Pen light
e. Optalmoskop
f. Otoskop
g. Spekulum vagina
h. Garpu tala
i. Snellen card
j. Spatel lidah
k. Kaca laring
l. Handscoon
m. Bengkok
n. Timbangan berat badan
o. Reflek hammer

PERSIAPAN KLIEN
 Informed consent
 Menjaga privasi
 Komunikasi terapeutik

2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Kepala
- Inspeksi:
a. Bentuk kepala (bulat / lonjong / benjol, besar / kecil, simetris /
tidak)
b. Posisi kepala terhadap tubuh (tegak lurus dan digaris tengah
tubuh / tidak)
c. Kulit kepala (ada luka / tidak, bersih / kotor, berbau / tidak, ada
ketombe / tidak, ada kutu / tidak)
d. Rambut pasien
e. Penyebaran / pertumbuhan (rata / tidak)
f. Keadaan rambut (rontok, pecah-pecah, kusam)
g. Warna rambut (hitam, merah, beruban, atau menggunakan cat
rambut)
h. Bau rambut (berbau / tidak). Bila berbau apa penyebabnya.
i. Wajah pasien a. Warna kulit wajah (pucat, kemerahan, kebiruan)
j. Struktur wajah (simetris / tidak, ada luka / tidak, ada ruam dan
pembengkakan / tidak, ada kesan sembab / tidak, ada
kelumpuhan otot-otot fasialis / tidak)
- Palpasi
a. Ubun-ubun (datar / cekung / cembung)
b. Raba dan rasakan (ada / tidak) : nyeri tekan, benjolan, tumor
c. Palpasi apakah ubun-ubun sudah menutup / belum

b. Pemeriksaan Mata:
- Inspeksi
 Inspeksi Kelopak Mata:
a) Menganjurkan klien untuk menatap lurus ke depan
b) Membandingkan mata kiri dan kanan, inspeksi posisi dan
warna kelopak mata
c) Menganjurkan klien memejamkan matanya
d) Mengamati bentuk dan keadaan kulit kelopak mata serta
pada pinggir kelopak mata dan mencatat setiap kelainan
e) Mengamati pertumbuhan rambut pada kelopak mata dan
posisi bulu mata
f) Untuk menginspeksi kelopak mata bawah minta klien untuk
membuka mata. Perhatikan frekuensi refleks berkedip mata.
- Inspeksi Konjungtiva dan Sklera
a) Menganjurkan klien untuk melihat lurus ke depan
b) Menarik kelopak mata bagian bawah ke bawah dengan
menggunakan ibu jari.
c) Menggunakan sarung tangan jika ada sekret di tepi kelopak
mata
d) Mengamati keadaan konjungtivaa dan kantung konjungtiva
bagian bawah. Catat bila ada infeksi, pus atau warnanya
tidak normal/anemis
e) Bila diperlukan amati konjungtiva bagian atas dengan yaitu
membuka atau membalik kelopak mata atas dengan
pemeriksa berdiri di belakang klien
f) Mengamati warna sklera waktu membuka konjungtiva.
 Inspeksi Kornea:
a) Berdiri di sisi klien, dengan menggunakan cahaya tak
langsung, inspeksi kejernihan dan tekstur kornea
b) Uji sensitifitas kornea dengan menyentuh gulungan kapas
steril untuk melihat reaksi berkedip.
 Inspeksi Pupil
a) Mengatur cahaya kamar menjadi kuraang tenang
b) Memegang kepala dan dagu klien agar tidak bergerak-gerak
c) Inspeksi ukuran, bentuk, keselarasan pupil dan reaksi
terhadaap cahaya.
d) Menguji reflek pupil terhadap cahaya
e) Pupil klien disinari cahaya dari samping
f) Amati mengecilnya pupil yang sedang disinari
g) Lakukan pada pupil lainnya
h) Memeriksa reflek akomodasi
i) Anjurkan klien menatap benda yang jauh
j) Menatap objek yang diletakkan 10 cm di depan hidung
k) Mengamati perubahan pupil
 Inspeksi Pergerakan Bola Mata
a) Menganjurkan klien melihat ke depan
b) Mengamati bola mata, jika nistagmus catat
c) Apakah kedua bola mata lurus atau salah satu deviasi
d) Meluruskan jari telunjuk dan mendekatkan ke klien dengan
jarak 15-30 cm
e) Instruksikan klien mengikuti pergerakan jari telunjuk
f) Jaga jari tetap pada lapang pandang normal
 Inspeksi Medan Penglihatan
a) Pemeriksa berdiri di depan kira-kira 60 cm
b) Mata yang tidak diperiksa ditutup
c) Instruksikan klien menatap lurus ke depan dan memfokuskan
dalam satu titik
d) Menggerakkan jari sepanjang 1 lengan dari luar lapang
pandang klien
e) Minta klien mengatakan jika melihat jari tersebut
f) Perlahan tarik jari mendekat dan tepat ditengah antara klien
dan perawat.
g) Mengkaji mata sebelahnya
 Pengkajian Ketajaman Penglihatan
a) Pastikan cahaya ruang cukup terang
b) Minta klien membaca surat kabar dengan keras
c) Jika klien berkaca mata, anjurkan untuk dipakai
d) Perhatikan jarak klien memegang lembaran koran dengan
matanya
e) Jika masih kesulitan lanjutkan dengan tahap:
f) Menyiapkan kartu Snellen/kartu E
g) Atur klien dengan jarak 5-6 meter dari kartu
h) Atur klien menutup mata kiri
i) Periksa mata kanan dengan disuruh membaca huruf yang
paling besar menuju yang paling kecil
j) Lakukan pada mata sebelah kiri dengan menutup mata kiri.
 Pemeriksaan Penglihatan Warna
a) Siapkan kartu Ichihara
b) Pastikan ruangan cukup penerangan
c) Instruksikan klien untuk menyebutkan gambar dan angka
yang terdapat dalam kartu

- Palpasi
a) Anjurkan klien memejamkan mata
b) Melakukan palpasi mata kanan dan kiri dengan jari telunjuk
c) Dengan menekan-nekan, menilai konsistensi dan nyeri tekan

c. Pemeriksaan Hidung
- Inspeksi:
a) Bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (adakah
pembengkokan / tidak)
b) Lubang hidung, kalau perlu gunakan spekulum hidung dan sumber
cahaya yang kuat yang diarahkan dengan lampu kepala : ― Ada
sekret / tidak ― Ada sumbatan / tidak 6 ― Ada inflamasi / tidak
― Selaput lendir : kering / basah / lembab
- Palpasi
a) Palpasi hidung dengan lembut, batang dan jaringan lunak hidung
dan adakah massa atau nyeri tekan
b) Letakkan jari pada sisi arkus nasal dan palpasi lembut dari pangkal
ke ujung hidung
c) Menekan hidung secara ringan untuk mengevaluasikan hidung dan
amati lubang hidung

d. Pemeriksaan Telinga
Inspeksi
a) Bantu klien duduk jika mungkin
b) Posisi perawat menghadap telinga yang akan dikaji
c) Mengatur pencahayaan
d) Inspeksi telinga terhadap posisi, warna, ukuran, bentuk, hygiene,
adanya lesi atau kesimetrisan.
e) Periksa adanya peradangan, perdarahan dan pada liang telinga
f) Periksa Pendengaran:
- Pemeriksaan menggunakan Arloji/Jam Tangan
a) Atur suasana tenang
b) Pegang arloji dekat telinga klien
c) Menyuruh klien apakah mendengar detak arloji
d) Pindahkan arloji perlahan menjauhi telinga dan suruh klien
mendengarkan
- Pemeriksaan Garpu Tala
a) Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan pada tangan atau
buku jari
b) Letakkan tangkai garpu tala pada processus mastoideus klien
c) Anjurkan klien memberitahu jika tidak merasakan getaran
d) Kemudian dengan cepat tempatkan garpu tala pada depan lubang
telinga
e) Instruksikan klien apa masih mendengar suara atau tidak
Dengan Cara :
Pemeriksaan Rinne:
- Pemeriksaan Rinne merupakan pemeriksaan pendengaran
menggunakan garpu tala untuk membandingkan hantaran
melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang
diperiksa. Vibrasikan garpu tala, letakkan garpu tala pada
mastoid kanan pasien, anjurkan pasien untuk memberi tahu
sewaktu tidak merasakan getaran lagi. Angkat garpu tala dan
pegang di depan telinga kanan pasien, anjurkan pasien untuk
memberi tahu apakah masih mendengar suara getaran atau
tidak. Normalnya suara getaran masih dapat didengar karena
konduksi udara lebih baik daripada konduksi tulang.
Pemeriksaan Weber:
- Pemeriksaan Weber merupakan pemeriksaan pendengaran
menggunakan garpu tala untuk membandingkan hantaran tulang
telinga kiri dengan telinga kanan. Vibrasikan garpu tala,
letakkan garpu tala di tengah-tengah puncak kepala pasien.
Tanya pasien tentang telinga yang mendengar suara getaran
lebih keras. Normalnya kedua telinga dapat mendengar secara
seimbang sehingga getaran dirasakan ditengah-tengah kepala.
Pemeriksaan Schwabach:
- Pemeriksaan Schwabach merupakan pemeriksaan pendengaran
menggunakan garpu tala untuk membandingkan hantaran tulang
orang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya
normal. Syarat utama dilakukannya pemeriksaan ini adalah
pemeriksa harus dipastikan terlebih dahulu memiliki
pendengaran yang normal. Dalam persiapan pasien,
instruksikan pada pasien untuk memberikan isyarat ketika dia
tidak merasakan getaran dari garpu tala. Vibrasikan Garpu tala,
letakkan tangkai garpu tala pada Processus Mastoideus O. P.
sampai pasien tidak merasakan getaran lagi. Setelah pasien
tidak merasakan getaran, segera pindahkan garpu tala ke area
Processus Mastoideus O. P. pemeriksa yang memiliki
pendengaran normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar/
merasakan getaran, maka pemeriksaan Schwabach memendek.
Bila pemeriksa tidak mendengar maka pemeriksaan diulang
dengan cara sebaliknya. Ketika dilakukan pemeriksaan
sebaliknya, bila pasien masih merasakan getaran, maka
pemeriksaan Schwabach mengalami perpanjangan.
Palpasi
a) Lakukan palpasi dengan jari telunjuk dan jempol
b) Bandingkan telinga kiri dan kanan

e. Pemeriksaan kulit dan kuku


a. Pemeriksaan kulit
Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis,
dan ikterik. Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis
Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor
kulit, dan edema. Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada
edema. setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang
di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
b. Pemeriksaan kuku
Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku Normal: bersih, bentuk
normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger), tidak
ikterik/sianosis.
Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refill ( pengisian kapiler ).
Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik. Setelah diadakan
pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

f. Pemeriksaan Mulut dan Faring


Inspeksi
a. Bibir pasien : sianosis / tidak, kering / basah, ada luka / tidak,
sumbing / tidak
b. Gusi dan gigi. Anjurkan pasien untuk membuka mulut : ― Normal
/ tidak (apa kelainannya) ― Sisa – sisa makanan (ada / tidak) ―
Ada caries / tidak (jelaskan lebarnya, keadaanya, sejak kapan) ―
Ada karang gigi / tidak (jelaskan banyaknya, lokasinya) ― Ada
perdarahan / tidak ― Ada abses / tidak (jelaskan penyebabnya,
lokasinya)
c. Lidah : normal / tidak, kebersihan (bercak putih / bersih / kotor),
warna merata / tidak • Rongga mulut. Kalau perlu tekan dengan
menggunakan spatel lidah yang telah dibalut dengan kasa : ― Bau
nafas (berbau / tidak) ― Ada peradangan / tidak, Ada luka / tidak
― Perhatikan Uvula (simetris / tidak), Tonsil (radang / tidak, besar
/ tidak), Selaput lendir (kering / basah), Ada benda asing / tidak
d. Untuk inspeksi faring anjurkan klien mengangkat kepala sedikit ke
belakang dan membuka mulut
e. Tekan lidah ke bawah dengan tong spatel sewaktu klien berkata
“ah”. Amati faring terhadap kesimetrisan ovula. Periksa tonsil
meradang atau tidak.
Palpasi:
a. Pemeriksa duduk berhadapan dengan klien
b. Menganjurkan klien untuk membuka mulut, pemeriksa memakai
sarung tangan
c. Memegang pipi diantara ibu jari dan tangan. Lakukan palpasi secara
sistematis dan kaji adanya tumor, pembengkakan atau adanya nyeri
d. Melakukan palpasi dasar mulut dengan cara klien disuruh
mengatakan “el” lalu dengan telunjuk tangan kanan lakukan palpasi
dasar mulut secara sistematis, sedangkan ibu jari menekan bawah
dagu untuk mempermudah palpasi. Melakukan palpasi lidah dengan
cara klien disuruh menjulurkan lidah dan lidah dipegang dengaan
kaassa steril menggunakan taangan kiri. Lakukan palpasi lidah
terutama bagian belakang dan batas-batas lidah menggunakan jari
telunjuk kanan

g. Pemeriksaan Leher
Inspeksi:
a. Bentuk leher (simetris / tidak). Periksa (ada / tidak) : lesi,
peradangan, massa
b. Periksa kemampuan pergerakan leher secara antefleksi-dorsifleksi,
rotasi kanan-kiri, lateral fleksi kanan-kiri
c. Ada pembesaran kelenjar tiroid / tidak.
Palpasi:
a. Letakkan tangan pemeriksa pada leher pasien, palpasi pada fossa
suprasternal dengan jari telunjuk dan jari tengah, pasien diminta
untuk menelan. Bila teraba kelenjar tiroid, tentukan menurut
bentuk, ukuran, konsistensi, dan permukaannya.
b. Ada pembesaran kelenjar limfe / tidak (terutama pada leher,
submandibula, dan sekitar telinga)
c. Ada pembesaran vena jugularis / tidak. Nilai normal Jugular
Venous Pressure (JVP) adalah 2 – 5 cmHg
d. Kaji kemampuan menelan pasien dengan kepala sedikit
mendongak
e. Perhatikan adakah perubahan suara dan cari penyebabnya
Gambar Pemeriksaan Fisik pada Leher:
h. Pemeriksaan Thorax
1. Inspeksi:
a) Posisi pasien duduk
b) Perhatikan secara keseluruhan : ― Bentuk thorax : normal /
ada kelainan ― Ukuran dinding dada, kesimetrisan ―
Keadaan kulit, ada luka atau tidak ― Klavikula, fossa supra
dan infraklavikula, lokasi costa dan intercosta pada kedua sisi
― Ada bendungan vena atau tidak ― Pemeriksaan dari
belakang perhatikan bentuk atau jalannya vertebra, bentuk
scapula

c) Amati pernafasan pasien ― Frekuensi pernafasan, dan


gangguan frekuensi pernafasan :
- Takipnea : frekuensi pernafasan yang jumlahnya meningkat
di atas frekuensi pernafasan normal
- Bradipnea : frekuensi pernafasan yang jumlahnya menurun
di bawah frekuensi pernafasan normal
- Ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan (tanda
sesak nafas) : Retraksi intercosta, Retraksi suprasternal,
pernafasan cuping hidung(pada bayi)
- Adanya nyeri dada
- Adanya batuk atau tidak. Suara batuk produktif atau kering.
Sputum mengandung darah / tidak
d) Amati adanya gangguan irama pernafasan :
- Pernafasan Cheyne-Stokes : siklus pernafasan yang
amplitudonya mula-mula dangkal, makin naik kemudian
semakin menurun dan berhenti. Lalu pernafasan dimulai
lagi dengan siklus yang baru
- Pernafasan Biot : Pernafasan yang amplitudonya rata dan
disertai apnea
- Pernafasan Kussmaul : Pernafasan yang jumlah dan
kedalamannya meningkat dan sering melebihi 20x/menit.
2. Palpasi
a. Posisi pasien terlentang:

-
Untuk memeriksa gerakan diafragma dan sensasi rasa
nyeri dada
- Letakan kedua telapak tangan pemeriksa dengan
merenggangkan jari-jari pada dinding dada depan bagian
bawah pasien. Kedua ujung ibu jari pemeriksa bertemu di
ujung costa depan bagian bawah
- Pasien diminta bernapas dalam dan kuat
- Gerakan diafragma normal bila costa depan bagian bawah
terangkat pada waktu inspirasi
- Tentukan daerah asal nyeri (jika ada). Dengan
menggunakan ujung ibu jari tangan kanan tekanlah
dengan perlahan costa atau ICS dari luar menuju tempat
asal nyeri
- Rasa nyeri akan bertambah akibat tekanan ibu jari. Nyeri
dapat disebabkan fraktur tulang iga, fibrosis otot antar iga,
pleuritis local dan iritasi akar syaraf
b. Palpasi posisi costa
- Lakukan palpasi dengan memakai jari telunjuk dan jari
tengah tangan kanan
- Palpasi mulai dari fossa suprasternalis ke bawah
sepanjang sternum
- Carilah bagian yang paling menonjol (angulus lodovisi)
kira- kira 5 cm dibawah fossa suprasternalis yaitu sudut
pertemuan antara manubrium sterni dan korpus sterni
dimana ujung costa kedua melekat.
- Dari angulus lodovisi, tentukan pula letak costa pertama
kearah superior dan untuk costa ketiga dan seterusnya
kearah inferior.
c. Palpasi Vertebra.
- Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau
dipinggang sambil menundukkan kepala dan pemeriksa
dibelakang pasien.
- Pemeriksa melakukan palpasi dengan jari tangan kedua
dan ketiga sepanjang tulang belakang bagian atas (leher
bawah)
- Rasakanlah bagian yang paling menonjol pada leher
bagian bawah (prosesus spinosus servikalis ketujuh)
- Dari prosesus servikalis spinosus ketujuh (C7), kearah
superior yaitu prosesus spinosus servikalis keenam dan
seterusnya. Bila kearah inferior yaitu prosesus spinosus
thorakalis pertama, kedua dan seterusnya.
d. Palpasi getaran suara paru (Traktil / Vokal Fremitus)
- Posisi pasien duduk dan pemeriksa dibelakang pasien
- Letakkan kedua telapak tangan pemeriksa pada punggung
pasien
- Untuk menilai getaran suara (VOKAL FREMITUS),
Minta pasien mengucapkan kata-kata seperti “1-2-3” atau
“tujuh puluh tujuh” berulang- ulang.
- Perhatikan intensitas getaran suara sambil telapak tangan
digeser ke bawah, bandingkan getarannya dan bandingkan
kanan dan kiri. Jika lebih bergetar : terjadi pemadatan
dinding dada, jika getaran kurang : pneumothorax.
- Normal getaran kedua sisi sama, kecuali apeks kanan
karena letaknya dekat dengan bronkus
3. Perkusi
Perkusi paru-paru
- Posisi pasien terlentang. Lakukan perkusi paru-paru anterior.
Perkusi mulai dari supraklavikula ke bawah pada setiap
spasium intercosta sampai batas atas abdomen. Bandingkan sisi
kanan dan kiri
- Posisi pasien duduk. Mintalah pasien untuk mengangkat kedua
lengan untuk melakukan perkusi aksila dari atas kebawah di
kanan dan kiri
- Lakukan perkusi paru-paru posterior. Perkusi mulai dari
supraskapula ke bawah sampai batas atas abdomen. Bandingkan
sisi kanan dan kiri
- Batas paru Atas : Supraskapularis (seluas 3-4 jari di pundak)
Bawah : Setinggi vertebra torakal X di garis skapula Kiri : ICS
VII – VIII Kanan : ICS IV – V 12
- Suara perkusi:
a. Paru-paru normal: resonan (“dug dug dug”)
b. Tumor paru: pekak/dullness (“bleg bleg bleg”) → bagian
padat lebih banyak dari bagian udara
c. Pneumothoraks: hiperresonan (“deng deng deng”) → udara
lebih banyak dari padat
d. Daerah yang berongga: timpani (“dang dang dang”)
e. Jaringan padat (jantung, hati): pekak/datar

4. Auskultasi
a. Posisi pasien duduk.
Pemeriksa menghadap ke pasien:
- Auskultasi paru-paru
- Minta pasien bernafas secara normal dan mulai auskultasi
dengan pertama kali meletakkan diafragma stetoskop pada
trakea, dengar bunyi nafas secara teliti, serta bandingkan
sisi kanan dan kiri
- Dengarkan suara nafas :
a. Bronchial / tubular : pada trachea/leher
b. Bronco Vesikuler : pada daerah percabangan bronkus
trachea ( sekitar sternum)
c. Vesikuler : pada semua lapang paru
- Dengarkan ada tidaknya suara tambahan nafas :
a. Rales : bunyi merintik halus, tidak hilang setelah klien
disuruh batuk
b. Ronchi : nada rendah, sangat kasar, akibat dari
terkumpulnya mucus pada trachea/bronkus besar.
Terdengar pada fase inspirasi dan ekspirasi. Suara
menghilang setelah klien batuk
c. Wheezing : bunyi ngiiikkkk…..ngiiikkkk. terjadi
karena eksudat lengket tertiup aliran udara atau
penyempitan bronkus. Terdengar pada fase inspirasi
dan ekspirasi
d. Pleural friction rub : bunyi yang terdengar “kering”
seperti suara gosokan amplas pada kayu

- Pemeriksaan PRECORDIUM
1. Inspeksi dan Palpasi:
a. Posisi telentang dengan kepala diangkat 30-40 derajat
b. Letakkan tangan pada ruang intercostae II (area aorta
dan pulmonal), lalu amati ada tidaknya pulsasi.
Normalnya tidak ada
c. Geser tangan ke ruang intercostae V parasternal
sinister (area ventrikel kanan/tricuspid). Amati adanya
pulsasi, normalnya tidak ada
d. Dari area tricuspid, geser tangan ke area midclavicula
sinister (area apical/point of maximal impulse)
e. Tentukan letak ictus cordis di ICS V garis
midklavikula kiri. Untuk mempertajam getaran
gunakan jari ke-2 dan ke-3 tangan kanan
f. Ictus cordis disebabkan karena denyutan dinding
thorax karena pukulan pada ventrikel kiri, normalnya
berada ICS V midclavicula sinister sebesar 1 cm.
2. Perkusi
a. Untuk memeriksa batas jantung:
- ICS II (area aorta pada sebelah kanan dan
pulmonal pada sebelah kiri)
- ICS V Mid Sternalis kiri (area katup trikuspid atau
ventrikel kanan)
- ICS V Mid Clavikula kiri (area katup mitral)
- Untuk mengetahui batas, ukuran dan bentuk
jantung secara kasar. Batas-batas jantung normal
adalah : Batas atas : ICS II Mid sternalis Batas
bawah : ICS V Batas Kiri : ICS V Midclavikula
Kiri Batas Kanan: ICS IV MidSternalis Kanan
3. Auskultasi
a. Dengarkan BJ I pada : ― ICS V garis midsternalis kiri
(area katup trikuspid) ― ICS V garis midklavicula kiri
(area katup mitral): terdengar LUB lebih keras akibat
penutupan katub mitral dan trikuspid
b. Dengarkan BJ II pada : ― ICS II garis sternalis kanan
(area katup aorta) ― ICS II garis sternalis kiri (area
katup pulmonal): terdengar DUB akibat penutupan
katup aorta dan pulmonal.
c. Dengarkan adanya suara tambahan (BJ III) pada fase
sistolik-diastolik, BJ IIIterdengar setelah BJ II dengan
jarak cukup jauh tapi tidak melebihi separuh dari fase
diastolic
d. BJ III normal pada anak dan dewasa muda
e. BJ III pada decompensasi kiri disebut Gallop Rhythm,
yaitu suara yang timbul akibat getaran derasnya
pengisian diastolic dari atrium kiri ke ventrikel kiri
yang sudah membesar
f. Dengarkan adanya Murmur (bising jantung), yaitu
suara tambahan pada fase sistolik, diastolic, maupun
keduanya yang disebabkan karena adanya
fibrasi/getaran dalam jantung atau pembuluh darah
besar yang disebabkan karena arus turbulensi darah.
Derajat murmur : ― I : hampir tidak terdengar ― II :
Lemah ― III : Agak keras ― IV : Keras ― V : sangat
keras ― VI : masih terdengar jelas ketika stetoskop
diangkat sedikit
- Pemeriksaan aksila dan payudara
1. Inspeksi:
a. Ukuran payudara, bentuk, kesimetrisan, dan adakah
pembengkakan. Normalnya melingkar dan simetris dengan
ukuran kecil, sedang atau besar.
b. Kulit payudara, warna, lesi, vaskularisasi,oedema.
c. Areola : Adakah perubahan warna, pada wanita hamil lebih
gelap.
d. Putting : Adakah cairan yang keluar, ulkus, pembengkakan
e. Adakah pembesaran pada kelenjar limfe axillar dan clavikula

2. Palpasi
a. Adakah nyeri, adakah nyeri tekan, dan kekenyalan
b. Adakah benjolan massa atau tidak

6. Pemeriksaan abdomen

1. Inspeksi
a. Permukaan perut
Perhatikan kulit perut : apakah tegang, licin, tipis (bila ada
pembesaran organ dalam perut) atau kasar, keriput (bila
mengalami distensi). Apakah terdapat luka jahit atau luka
bakar. Perhatikan warna kulit perut : apakah kuning / tidak
(pada pasien ikterus), apakah tampak pelebaran pembuluh
darah vena / tidak ― Perhatikan adanya striae (tanda
peregangan pada ibu hamil)
b. Bentuk perut
Perhatikan : kesimetrisan (baik pada orang yang
gemuk/kurus). Pembesaran perut secara simetris disebabkan
penimbunan cairan di rongga peritonium, penimbunan udara
di dalam usus dan orang terlampau gemuk. Pembesaran perut
asimetris ditemukan pada kehamilan, tumor di dalam rongga
perut, tumor ovarium atau kandung kencing. Pembesaran
setempat : dijumpai pada pembesaran hepar, limpa, ginjal,
kandung empedu, dan tumor pada organ-organ tersebut
c. Gerakan dinding perut
Minta pasien untuk nafas dalam dan perhatikan gerakan perut
saat inspirasi dan ekspirasi. Normal perut mengempis pada
ekspirasi dan mengembang pada inspirasi. Pada kelumpuhan
diafragma terdapat gerakan dinding perut yang berlawanan.
Amati adanya gerakan peristaltik. Pada orang yang sangat
kurus kadang peristaltik normal terlihat
2. Auskultasi
a. Sumber suara abdomen : suara dari struktur vaskuler, dan
peristaltik usus
b. Dengarkan di setiap kuadran dengan stetoskop selama 1 menit
dan perhatikan : intensitas, frekuensi, dan nada. Normal
frekuensi peristaltik 5-35 x/menit
c. Dengarkan suara vaskuler dari : aorta (di epigastrium), arteri
hepatika (di hipokondrium kanan), arteri renalis : di
hipokondrium kiri

3. Perkusi
a. Dengan perkusi abdomen dapat ditentukan : pembesaran
organ, adanya udara bebas, cairan bebas di dalam rongga perut
b. Perhatikan bunyi dan resistensinya:
- Lakukan pada tiap kuadran untuk memperkirakan
distribusi suara timpani dan redup,
- Biasanya suara timpani yang dominan karena adanya gas
pada saluran pencernaan,
- Cairan dan feses memberikan suara redup,
- Perkusi di daerah epigastrium dan hipokondrium kiri
menimbulkan timpani.
c. Perkusi Hepar:
- Lakukan perkusi pada garis midklavikula kanan, mulai
dari bawah umbilikus (di daerah suara timpani) ke atas,
sampai terdengar suara pekak yang merupakan batas
bawah hepar
- Lakukan perkusi dari daerah paru ke bawah untuk
menentukan batas atas hepar yaitu dari perpindahan suara
resonan sampai pekak
d. Perkusi Limpa
Pekak limpa seringkali ditemukan diantara ICS 9 dan ICS 11
di garis aksila anterior kiri.
e. Perkusi Renal
Area costovertebra. Normal tidak terdengar bunyi, dan
dullness bila ada massa.

4. Palpasi
a. Tahap awal palpasi dengan menggunakan satu tangan
- Letakkan tangan kanan di atas perut, telapak tangan dan
jari-jari menekan dinding perut dengan tekanan ringan.
Dengan perlahan, rasakan di tiap kuadran
- Rasakan : adanya ketegangan otot atau tidak, nyeri tekan
atau tidak
- Tahap berikutnya lakukan palpasi dalam untuk memeriksa
massa di abdomen
- Rasakan konsistensinya : apakah padat keras (seperti
tulang), padat kenyal (seperti meraba hidung), lunak
(seperti pangkal pertemuan jempol dan telunjuk), atau
kista (ditekan mudah berpindah seperti balon berisi air,
berisi cairan
- Jika dirasakan adanya massa, maka ukuran massa
ditentukan dengan meteran / jangka sorong panjang, lebar,
tebal (kalau tidak ada peralatan, bisa dengan ukuran jari
penderita)
b. Palpasi Hepar
- Letakkan tangan kiri pemeriksa di belakang pasien,
menyangga costa ke 11 dan costa ke 12 sebelah kanan
pasien dengan posisi sejajar. Anjurkan pasien menekuk
kakinya. Pasien dalam keadaan rileks
- Tempatkan tangan kanan pemeriksa pada abdomen pasien
sebelah kanan bawah, dengan ujung jari ditempatkan di
batas bawah daerah redup hepar. Dengan posisi jari
tangan mengarah ke atas.
- Anjurkan pasien menarik nafas. Pada akhir inspirasi,
lakukan perabaan pada hepar dengan cara : tangan naik
mengikuti irama nafas dan gembungan perut kemudian
tekan secara lembut dan dalam. Normal hepar tidak teraba
c. Palpasi Limpa
- Palpasi lien dimulai dari hipogastrium ke hipokondrium
kiri
- Dengan teknik palpasi bimanual : letakkan telapak tangan
kanan pemeriksa di daerah hipokondrium kiri pasien,
dengan jari-jari mengarah ke samping atas. Tangan kiri
pemeriksa diletakkan dipinggang kiri pasien. Dengan
tangan kanan pemeriksa menekan sambil menggerakkan
tangan itu sedikit demi sedikit ke bawah tulang-tulang iga.
Pasien diminta menarik nafas dalam, dan penekanan
dilakukan pada puncak inspirasi. Tangan kiri pemeriksa
merupakan landasan bagi tekanan yang dilakukan oleh
tangan kanan
- Dengan palpasi bimanual ini kita memeriksa tepi,
konsistensi dan permukaan lien yang membesar. Normal
limpa tidak teraba. Hati-hati terjadi rupture lien
d. Palpasi Ginjal
- Dengan teknik bimanual : tangan kiri mengangkat ginjal
ke anterior pada area lumbal posterior, tangan kanan
diletakan pada bawah arcus costae, kemudian lakukan
palpasi dan deskripsikan adakah nyeri tekan, bentuk dan
ukuran. Normal ginjal tidak teraba. Palpasi pada ginjal
ada 2 cara yaitu:
1) Palpasi dangkal

a) Menggunakan telapak tangan kanan (palmar) atau


ujung jari-jari tangan, tidak boleh menggunakan
jari-jari yang terpisah.
b) Jari –jari harus menyatu.Tangan bergerak dari satu
sisi ke sisi lain secara urut sehingga tidak ada
bagian yang terlewat.
c) Palpasi dengan menggunakan tangan yang hangat,
sebab bila terlalu dingin dapat menyebabkan
spasme otot volunter yang disebut “guarding”
d) Ajak pasien untuk bercakap-cakap untuk
menghilangkan kekakuan otot akibat rasa takut
atau gelisah.
e) Posisi pasien terlentang dimana sendi panggul dan
lutut dalam posisi fleksi.
f) Digunakan untuk memeriksa denyutan, rasa sakit,
spasme otot, kekakuan otot, tekstur permukaan
kulit, temperatur, dan massa (ukuran, lokasi,
konsistensi, dan batas lesi).

2) Palpasi Dalam
a) Digunakan untuk menentukan ukuran organ dan
juga massa tumor/jaringan.
b) Telapak tangan diletakkan di abdomen kemudian
tekan dengan lembut tetapi kuat.
c) Pasien diminta bernafas dalam melalui mulut dan
lengan pasien berada disamping tubuh.
d) Pemeriksa menggunakan jari telunjuk, jari tengah
dan jari manis yang saling menyatu, secara
perlahan dan bertahap palpasi organ atau massa
abdomen seluruh lapang abdomen (atas, bawah,
kanan, kiri) .
e) Digunakan untuk memeriksa massa pada abdomen
yang letaknya dalam atau lesi pada organ
gastrointestinal .

Gambar: Deep slipping palpation


f) Menggunakan 2 tangan dimana satu tangan
diletakkan pada abdomen, tangan yang lain
diletakkan pada posterior organ supaya organ
tersebut terfiksasi atau elevasi .
g) Digunakan untuk memeriksa lesi pada liver, limpa,
ginjal, atau massa abdomen.

Gambar: Bimanual Palpation


h) Pemeriksa menggunakan ibu jari atau 2-3 jari
secara bersamaan melakukan palpasi secara
bertahap kemudian ditingkatkan tekanannya.
i) Digunakan untuk mengidentifikasi lesi organ
dalam dan mengetahui lokalisasi nyeri abdomen,
seperti pada inflamasi vesika urinaria atau
apendisitis.
j) Pada saat jari dilepas secara cepat dari palpasi
mengakibatkan rebound ternderness yaitu suatu
nyeri karena palpasi dalam dan pelan yang
kemudian dilepas secara cepat, hal ini
mengindikasikan iritasi peritoneal.

Gambar: Deep press palpation dan rebound


tenderness
e. Palpasi pada titik Mc.Burney

Palpasi dan Perkusi untuk Melihat Cairan Acites :


1) Atur posisi telentang
2) Letakkan pinggir lateral tangan pada abdomen (linea alba)
3) Tangan pemeriksa diletakkan pada samping dinding
abdomen
4) Satu tangan mengetuk dinding abdomen, tangan yang lain
merasakan getaran. Bila ada getaran, berarti ada cairan
bebas pada rongga abdomen
5) Kemudian lakukan perkusi, perkusi dimulai dari bagian
tengah abdomen menuju dinding lateral abdomen.
Perubahan suara dari tympani ke dullness (pekak)
merupakan batas cairan pada abdomen
6) Ubah posisi pasien ke posisi miring (cairan akan pindah
ke bawah). Lakukan perkusi pada kedua bagian lateral
abdomen. Bila terdapat cairan akan didapatkan : daerah
sisi lateral abdomen yang semula pekak akan berubah
menjadi tympani, sedangkan bagian lateral lainnya
berubah menjadi pekak. Keadaan ini disebut shifting
dullness.
7. Pemeriksaan Muskuloskeletal
1. Inspeksi
a) Penampilan umum, gaya jalan, ketegapan, cara bergerak,
simetris tubuh dan extremitas (bandingkan sisi yang satu
dengan yang lain → ekstemitas atas/bawah, kanan/ kiri).
Adanya perasaan tidak nyaman, pincang, atau nyeri saat
berjalan
b) Kelumpuhan badan dan atau anggota gerak. Adanya fraktur
atau tidak
c) Warna kulit pada ekstremitas (kemerahan / kebiruan /
hiperpigmentasi)
d) Periksa adanya benjolan / pembengkakan pada ekstremitas.
Adanya atrofi / hipertrofi otot, struktur tulang dan otot. Amati
otot kemungkinan adanya kontraksi abnormal dan tremor

2. Palpasi
Palpasi pada setiap ekstremitas dan rasakan :
a) Kekuatan / kualitas nadi perifer
b) Adanya nyeri tekan atau tidak
c) Adanya krepitasi atau tidak
d) Konsistensi otot (lembek / keras)
Pemeriksaan verterbra:
1. Vertebra cervicalis:
Prinsip pemeriksaan:
- Pasien duduk
- Pemeriksa berdiri didepan, disamping dan di belakang pasien
- Area yang dipaparka meliputi regio leher, dada, anggota gerak
atas dan anggota gerak bawah (mengenakan pakaian dalam)
a) Inspeksi
Anterior:
- Leher dan kepala: adakah tortikolis, apakah miring ke satu
arah (karena prolaps diskus servikalis atau spasme otot),
adakah simetrisan wajah (biasanya karena neglected
tortikolis)
- Pembengkakan di bagian anterior leher pada thoracic
outlet karena tumor
- Perubahan kulit: adakah inflamasi, sikatriks, sinus
Lateral:
- Lordosis
- Pembengkakan
- Perubahan kulit: adakah inflamasi, sikatriks, sinus c
- Promlinent procesus spinalis

b) Palpasi
- Untuk identifikasi level colluma vertabralis, palpaso
processus spinal T1
- Meraba suhu kulit (hangat/dingin)
- Adanya nyeri tekan: anterior, posterior
- Adanya spase otot (penderita diminta menengok ke kiri-
kanan, pemeriksa dibelakang pasien)

Kaji Kekuatan Otot


1. Minta pasien menarik atau mendorong tangan pemeriksa dan
bandingkan kekuatan otot ekstremitas kanan dan kiri.
2. Kekuatan otot juga dapat diuji dengan cara meminta pasien
menggerakkan anggota
tubuh secara bervariasi (misal menggerakkan kepala atau lengan).
Normal pasien dapat menggerakkan anggota tubuh ke arah
horizontal terhadap gravitasi
3. Amati kekuatan suatu bagian tubuh dengan cara memberi tahanan
secara resisten. Secara normal kekuatan otot dinilai dalam 5
Sk Normal Ciri
ala kekuata
n (%)
0 0 Paralisis total
1 10 Tidak ada gerakan, teraba/terlihat adanya kontraksi otot
2 25 Gerakan otot penuh menentang gravitasi, dengan sokongan
3 50 Gerakan normal menentang gravitasi
4 75 Gerakan normal menentang gravitasi dengan sedikit tahanan
5 100 Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan tahanan
penuh
tingkatan.
Penilaian Kekuatan Otot:
8. Pemeriksaan Neurologis
A. Pemeriksaan kesadaran
1) Secara Kualitatif
a) ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya.
b) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya sikapnya acuh tak acuh.
c) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal.
d) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun,
respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal.
e) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap,
tetapi ada respon terhadap nyeri.
f) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon
kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada
respon pupil terhadap cahaya).
2) Secara Kuantitatif
Penilaian dengan GCS ( Glasgow Coma Scale ).
a) Menilai Respon Membuka Mata (E)
- (4) : spontan
- (3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka
mata).
- (2) : dengan rangsang nyeri (misalnya menekan kuku
jari)
- (1) : tidak ada respon
b) Menilai Respon Verbal (V)
- (5) : orientasi baik
- (4) : bingung, berbicara mengacau (sering bertanya
berulang-ulang), disorientasi (orang, tempat, dan
waktu)
- (3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata
masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat)
- (2) : suara tanpa arti (mengerang)
- (1) : tidak ada respon
c) Menilai Respon Motorik (M)
- (6) : mengikuti perintah
- (5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
- (4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau
tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
- (3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi
kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri)
- (2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya
extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal &kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri)
- (1) : tidak ada respon

B. Pemeriksaan Nervus Cranial


NERVUS CARA PEMERIKSAAN
I Minta pasien untuk mengidentifikasi aroma non iritatif seperti
Olfaktorius kopi dengan mata tertutup
II Opticus Minta klien membaca bagan Snellen
III Kaji delapan pergerakan mata dan reaksi serta akomodasi pupil
Oculomotorius terhadap cahaya
IV Troclearis Kaji delapan pergerakan mata
V Trigeminus a) Sentuhkan kapas secara perlahan pada kornea untuk menguji
reflex kornea
b) Minta klien menutup mata, kemudian sentuhkan kapas, jarum,
dan klip kertas secara bergantian pada kulit wajah klien
c) Kaji kemampuan klien mengatupkan gigi
VI Abdusens Kaji arah tatapan klien
VII Facialis a) Minta klien untuk tersenyum, mengembungkan pipi,
menaikkan dan menurunkan alis mata, kemudian perhatikan
kesimetrisannya
b) Minta klien untuk mengidentifikasi rasa manis dan asin di
bagian depan dan pinggir lidah
VIII Kaji kemampuan klien untuk mendengarkan kata yang diucapkan
Vestibulococlearis pemeriksa
IX a) Minta klien untuk mengidentifikasi rasa asam, asin, dan manis
Glossopharingeus pada bagian posterior lidah
b) Gunakan spatel lidah untuk memeriksa reflek gags
c) Minta klien untuk menggerakkan lidahnya
X Vagus a) Minta klien untuk mengucapkan kata “ah” dan observasi
pergerakan palate, dan faring
b) Gunakan spatel lidah untuk memeriksa reflex gags
Kaji adanya suara parau ketika klien berbicara
XI Accesorius Minta klien untuk mengangkat bahu dan memallingkan wajah ke
sisi yang ditahan oleh tangan anda secara pasif
XII Hipoglossus Minta klien untuk menjulurkan lidah sejajar garis tengah tubuh,
kemudian menggerakkannya ke kanan dank e kiri

C. Pemeriksaan Refleks Fisiologis


1. Reflek Biseps
Posisi: dilakukan dengan pasien duduk, dengan membiarkan
lengan untuk beristirahat di pangkuan pasien, atau membentuk
sudut sedikit lebih dari 90 derajat di siku. Identifikasi tendon:
minta pasien memflexikan di siku sementara pemeriksa
mengamati dan meraba fossa antecubital. Tendon akan terlihat
dan terasa seperti tali tebal.
Cara: ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada
tendon muskulus biseps, posisi lengan setengah diketuk pada
sendi siku
Respon: fleksi lengan pada sendi siku
2. Reflek Triseps
Posisi : dilakukan dengan pasien duduk. Dengan perlahan tarik
lengan keluar dari tubuh pasien, sehingga membentuk sudut
kanan di bahu atau lengan bawah menjuntai ke bawah langsung
di siku
Cara : ketukan pada tendon otot triseps, posisi lengan fleksi
pada sendi siku dan sedikit pronasi
Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku
3. Reflek Brachioradialis
Posisi : dapat dilakukan dengan duduk. Lengan bawah rileks di
pangkuan pasien.
Cara : ketukan pada tendon otot brakioradialis (sisi ibu jari
pada lengan bawah) sekitar 10 cm proksimal pergelangan
tangan. Posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.
Respons : flexi pada lengan bawah dan supinasi pada siku dan
tangan
4. Reflek Patella
Posisi : dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring terlentang
Cara : ketukan pada tendon patella
Respon : plantar fleksi kaki
5. Reflek Glabela
Cara : Ketukkan hammer pada glabela atau sekitar daerah
supraorbitalis
Respon : Kontraksi singkat kedua otot orbikularis okuli

6. Reflek Rahang Bawah (Jaw Reflex)


Cara : Klien disuruh membuka mulutnya sedikit dan telunjuk
pemeriksa ditempatkan melintang di dagu. Setelah itu telunjuk
diketok dengan hammer
Respon : kontraksi otot masseter sehingga mulut merapat /
menutup
7. Reflek Achiles
Posisi: pasien duduk, kaki menggantung di tepi meja
Identifikasi tendon: tungkai difleksikan pada pinggul dan lutut
Cara : ketukan hammer pada tendon achilles
Respon : plantar fleksi kaki
D. Pemeriksaan Refleks Patologis
1. Reflek Babinski:
- Pasien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki
diluruskan.
- Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien
agar kaki tetap pada tempatnya.
- Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari
posterior ke anterior
- Respon : posisitf apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu
jari kaki dan pengembangan jarikaki lainnya
2. Tanda Kernig
- Posisikan pasien untuk tidur terlentang
- Fleksikan sendi panggul tegak lurus (90°)dengan tubuh,
tungkai atas dan bawah pada posisi tegak lurus pula.
- Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian
lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135° terhadap
paha.
- Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang
dari sudut 135°, karena nyeri atau spasme otot hamstring /
nyeri sepanjang
- N.Ischiadicus, sehingga panggul ikut fleksi dan juga bila
terjadi fleksi involuter pada lutut kontralateral maka
dikatakan Kernig sign positif.
3. Reflek Brudzinski
- Pasien berbaring dalam sikap terlentang, tangan kanan
ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang
berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi ditempatkan
didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan
kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu
menyentuh
dada.
- Brudzinski positif bila gerakan fleksi kepala disusul
dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua
tungkai secara reflektorik.
4. Reflek Chaddok
- Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar
maleolus lateralis dari posterior ke anterior
- Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari, disertai
mekarnya (funning) jari-jari kaki lainnya.
5. Reflek Schaeffer
- Menekan tendon achilles.
- Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki,
disertai mekarnya (funning) jari-jari kaki lainnya
6. Reflek Oppenheim
- Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml
ke distal
- Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki,
disertai mekarnya (funning) jari-jari kaki lainnya
7. Reflek Gordon
- Menekan pada musculus gastrocnemius (otot betis)
- Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki,
disertai mekarnya (funning) jari-jari kaki lainnya.
8. Reflek Gonda
- Menekan (memfleksikan) jari kaki ke-4, lalu
melepaskannya dengan cepat.
- Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki,
disertai mekarnya (funning) jari-jari kaki lainnya.
9. Reflek Bing
- Berikan rangsang tusuk pada kulit yang menutupi
metatarsal ke lima. Dikatakan positif bila terdapat gerakan
dorsofleksi ibu jari kaki yang dapat disertai dengan gerak
mekarnya jari-jari lain (Funning)

9. Pemeriksaan Genetalia dan Rektum


1. Wanita
a. Inspeksi
1) Vulva → labia mayora: mungkin ada bartolinitis atau kista
Nucki
2) Muara uretra :
a) Urethral discharge → nanah pada uretritis
b) Caruncula uretra → proliferasi mukosa urethra posterior
dekat meatus dan menonjol keluar
c) Prolapsus urethra → eversi mukosa urethra terutama bagian
anterior
d) Vagina (Perhatikan orificium dan vestibulum vaginae) :
Ada flour albus/keputihan/nanah → vaginitis; masih ada
himen atau himen imperforata
b. Palpasi
Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan,
massa kemudian merasakan apa ada nyeri tekan, benjolan didaerah
Vulva dibagian labia mayora dan minora
2. Pria
1) Pemeriksaan penis
a. Inspeksi
- Perhatikan dari ujung penis sampai pangkal
- Apakah sudah disirkumsisi atau belum.
Bila belum disirkumsisi perhatikan:
- Preputium : preputium terlalu panjang (hipospadia) →
Redundant prepuce
- Orificium kecil dan konstriksi ketat hingga preputium tidak
dapat ditarik ke belakang melewati glans penis→ phymosis
- Preputium yg phymosis kalau dipaksa ditarik ke belakang
corona glandis dan tidak segera direposisi kembali →
paraphymosis
Bila sudah disirkumsisi, perhatikan :
- Glans penis : periksa apakah ada Herpes progenitalis (Virus
Herpes tipe 2) atau radang glans penis (balanitis)
- Meatus uretra
- irritasi khronis pada meatus → Erythro-plasma of Queyrat
- Condyloma acuminata = verruca acuminate
- Urethral discharge. Cairan yang keluar dari meatus urethra :
nanah (urethritis), darah (ruptura urethra, corpus alienum,
batu, tumor urethra)
- Sulcus coronarius : Chancroid ( infeksi basil Ducrey ), scar
( sifilis primer), tumor (ca. penis), Condylomata acuminate
- Letak meatus uretra : Hipospadia ada 3 tipe : glandular
(meatus uretra pada corona glandis), penile (meatus pada
batang penis sampai penoskrotalis), perineal (meatus pada
perineum hingga penis terlipat sama sekali membelah
skrotum), epispadia (meatus urethra terletak di dorsum
penis), fistel urethra akibat periurethritis atau trauma,
Hypoplasia of the penis (micro penis) (penis yang tidak
berkembang, tetap kecil), curvatura penis : hypospadia penis
akan bengkok kearah ventral
b. Palpasi
raba seluruh penis mulai dari preputium, glans dan batang penis
serta urethra :
- Phymosis teraba massa lunak atau keras dibawah preputium
pada glans penis atau sulcus caronarius.
- Uretra spt tali dan pancaran kencing kurang → striktur
uretra
- Teraba batu pada fossa navicularis glandis dan peno-
scrotalis
2) Skrotum dan isinya
a. Inspeksi
1) Normal : kanan lebih tinggi dari kiri
2) Cari : abses, fistel, edema, gangren (skrotum tegang,
kemerahan nyeri, panas, mengkilap, hilang rasa, basah →
gangren, ca skrotum
3) Pembesaran skrotum :
a) orchitis/epididimitis: nyeri dgn tanda radang, skrotum
edema, merah
b) Ca testis : skrotum besar berbenjol, tidak ada tanda
radang dan tidak nyeri
c) Hydrocele testicularis : skrotum besar dan rata, tidak
berbenjol
d) Hydrocele funicularis : sisi yg hidrocele ada 2 biji, jadi
terlihat 3 benjolan dengan testis sebelahnya
e) Hernia Inguinalis : usus dapat masuk atau didorong
masuk ke dalam rongga abdomen ketika berbaring
f) Varicocele : gambaran kebiruan menonjol dan
berkelok-kelok sepanjang skrotum, menghilang bila
berbaring
g) Hematocele : perdarahan akibat trauma, skrotum
bengkak kebiruan, ada bekas trauma
Torsi testis : testis yang terpuntir lebih tinggi dari yg
normal (Deming's sign) dan posisi lebih horisontal dari
yang normal (Angell's sign)
b. Palpasi
1) Raba jumlah testis, monorchidism/anorchidism,
kriptokismus uni/ bilateral
2) Testis teraba keras sekali,tidak nyeri tekan → seminoma
3) Hydrocele → testis tidak teraba, fluktuasi, tes
transluminasi (+)
4) Hernia skrotalis → teraba usus/massa dari skrotum sampai
kanalis inguinalis
5) Varicocele → seperti meraba cacing dalam kantung (bag of
worm)
6) Torsio testis → teraba horisontal dan nyeri, diangkat ke
atas lewat sympisis os pubis nyeri tetap/bertambah (Prehn's
sign)
Vas deferens teraba seperti benang besar dan keras dalam
skrotum. Tidak teraba → agenesis vas deferens; TBC →
teraba seperti tasbih
3. Rektum dan Anus
Inspeksi dan palpasi
a. Atur posisi klien
- Wanita: Posisi Sims atau litotomi
- Pria: Posis Sims atau berdiri dengan membungkuk ke depan
atau tubuh bagian atas bersandar pada meja.
- Memakai sarung tangan sekali pakai
- Inspeksi jaringan perineal dan kulit sekitarnya
- Dengan tangan non-dominan, regangkan bokong dan inspeksi
area anal terhadap karakteristik kulit, lesi, hemoroid, ulkus,
inflamasi, kemerahan dan ekskoriasi
- Minta klien mengejan (perhatikan adanya hemoroid internal)
dan jelaskan di arah jam berapa kelainan itu.
- Ulaskan pelumas pada telunjuk yang bersarung tangan, lakukan
palpasi pada dinding rectum dan rasakan ada tidaknya nodul,
massa dan nyeri tekan
- Pada wanita, lakukan palpasi serviks uterus melalui dinding
rectal posterior normanya licin, melingkar tegas dan dapat
digerakkan

3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Mengidentifikasi masalah keperawatan/diagnosa keperawatan Berdasarkan
SDKI yang terkait dengan prosedur pemeriksaan fisik
4 PERENCANAAN
Menentukan tujuan dan menyusun rencana tindakan keperawatan SLKI dan
SIKI
5 EVALUASI
 Lakukan pemeriksaan tindak lanjut yang rinci pada sistem lain
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang menyimpang dari yang diharapkan
atau normal bagi klen.
 Hubungkan hasil pemeriksaan dengan data pengkajian sebelumnya jika
tersedia
 Kaji kenyamanan dan respon klien terhadap tindakan
6 DOKUMENTASI
 Mendokumentasikan melalui lembar dokumentasi yang tersedia hasil
pemeriksaan yang dilakukan
7 SIKAP
 Melakukan tindakan dengan sistematis
 Komunikatif dengan klien dan Percaya diri

8 KOMUNIKASI

 Komunikasi sebelum, selama dan sesudah tindakan
9 PENILAIAN : PARAF
SOP PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERKEMIHAN

No Prosedur Nilai
Ya Tidak
1 PERSIAPAN ALAT
- Stetoskop
- Handscoon
- Masker Medis

PERSIAPAN KLIEN
 Informed consent
 Menjaga privasi
 Komunikasi terapeutik

2. MELAKUKAN PEMERIKSAAN UROLOGIK

PEMERIKSAAN KULIT DAN MEMBRAN MUKOSA


a. Inspeksi
 Catat warna, turgor, tektur dan pengeluaran keringat
 Kulit dan membrane mukosa yang pucat, indikasi gangguan
ginjal yang mnyebabkan anemia.
 Penurunan turgor kulit merupakan indikasi dehidrasi

PEMERIKSAAN ABDOMEN (GINJAL)


1. Pemeriksaan regio costo-vertebralis : dilakukan dalam posisi
baring terlentang (supine position) atau duduk

a. Inspeksi :
 Posisi pasien supine , periksa abdomen, catat ukuran ,
kesimetrisan dan adanya kembung
 Perhatikan tanda radang hebat, trauma (luka lecet/gores),
benjolan di regio costo-vertebralis (RCV)/lateral abdomen
yang ikut pergerakan napas

b. Palpasi :
 Posisi pasien supinasi
 Periksa adanya nyeri saat palpasi dan konsistensi ginjal
 Ginjal Kanan
Posisikan tangan kiri dibawah abdomen diantara tulang
iga dan lengkung iliaka, tangan kanan dibagian atas.
Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan
sementara tangan kiri mendorong keatas. Pada puncak
inspirasi tekan tangan kanan dalam-dalam dibawah arcus
aorta untuk menangkap ginjal diantara kedua tangan
(tentukan ukuran, nyeri tekan).

 Ginjal Kiri
Lakukan disisi seberang tubuh pasien dan letakkan tangan
kiri pemeriksa dibawah panggul kemudian lakukan
Tindakan seperti pada palpasi ginjal kanan (normalnya
jarang teraba).

c. Perkusi :
 Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa
 Letakkan tangan kiri diatas CVA dan lakukan perkusi
diatas tangan kiri dengan menggunakan kepalan tangan.
 Ulangi prosedur untuk ginjal sebelah kanan.
 Pada kasus trauma ginjal : tentukan perluasan dan
progresivitas daerah pekak (dullness) dinding lateral
abdomen
 Pada kasus perdarahan retroperitoneal : pekak pada
perkusi tidak berubah dengan perubahan posisi.
 Jika tenderness dan nyeri pada perkusi CVA merupakan
indikasi glomerulonephritis atau glomerulonefrosis
d. Auskultasi :
 gunakan diagfragma/bel stetoskop untuk mengauskultasi
bagian atas sudut kostovertebral dan kuadran atas abdomen.
 Jika terdengar bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen dan
arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke
ginjal (stenosis arteri ginjal).

2. Pemeriksaan Supra Pubik


a. Inspeksi :
 Normal : kosong atau volume < 150 cc  tidak terlihat.
 Bila tampak penonjolan yg bulat antara sympisis os pubis
dan umbiliku : vesica urinaria penuh
 Benjolan tidak teratur di supra pubis  tumor buli-buli
besar
 Periksa testis di skrotum → bila kosong/hanya 1 →
seminoma testis intra abdominal

b. Palpasi :
 Nyeri tekan supra pubis → sistitis
 Tumor buli-buli, uterus, ovarium yg besar dan seminoma
teraba di supra pubis
c. Perkusi :
 Buli-buli kosong → tidak dapat diidentifikasi dgn perkusi
 Perkusi area diatas kandung keih, dimulai 5cm diatas
simfisi, kemudian perkusi kearah dasar kandung kemih
 Bila kandung kemih penuh maka akan terdengan bunyi
dullness/redup
PEMERIKSAAN GENITALIA EKSTERNA LAKI-LAKI
A. PENIS
a. Inspeksi :
 Perhatikan dari ujung penis sampai pangkal
 Inspeksi kulit dan rambut disekitar genetalia, lihat warna,
bercak kemerahan maupun lainnya.
 Apakah sudah disirkumsisi atau belum.
 Apakah adanya lesi, bentuk penis (phimosis)
 Meatus uretra : Letak muara eksternal (normalnya terletak
gland penis), apakah adanya cairan abnormal yang keluar
dari muara (discharge)

b. Palpasi : raba seluruh penis mulai dari preputium, glans dan


batang penis serta urethra :
 Phymosis teraba massa lunak atau keras dibawah
preputium pada glans penis atau sulcus caronarius.
Uretra spt tali dan pancaran kencing kurang → striktur uretra

B. SKROTUM & ISINYA


a. Inspeksi :
Perhatikan ukuran, bentuk, kesimetrisan, warna (normal
hiperpigmentasi) adanya lesi/edema atau tidak

b. Palpasi
7) Gunakan jempol dan tiga jari pertama, palpasi tiap testis
dan perhatikan ukuran, konsistensi, bentuk dan
kelicinannya, normal teraba lunak, elastic,licin tidak ada
benjolan atau massa, berukuran 2-4 cm.
8) Raba jumlah testis, monorchidism/anorchidism,
kriptokismus uni/ bilateral
9) Testis teraba keras sekali,tidak nyeri tekan → seminoma
10) Hydrocele → testis tidak teraba, fluktuasi, tes
transluminasi (+)
11) Hernia skrotalis → teraba usus/massa dari skrotum
sampai kanalis inguinalis
12) Varicocele → seperti meraba cacing dalam kantung (bag
of worm)
13) Torsio testis → teraba horisontal dan nyeri, diangkat ke
atas lewat sympisis os pubis nyeri tetap/bertambah
(Prehn's sign)
 Vas deferens teraba seperti benang besar dan keras
dalam skrotum. Tidak teraba → agenesis vas deferens;
TBC → teraba seperti tasbih

PEMERIKSAAN GENITALIA EKSTERNA PEREMPUAN


a. Inspeksi
 Posisi dorsal litotomi, buka labia dengan sarung tangan,
perhatikan meatus

 Inspeksi labia mayora dan bagian dalam (klitoris, labia minora,


orifisium uretra, orifisium vaginal) dengan cara buka lebar ke
arah lateral labia mayora dengan jari-jari dari satu tangan,
perhatikan: labia simetris atau tidak, warna mukus membran
normal merah muda, adakah iritasi/inflamasi atau tidak, keluaran
sekret (warna putih/kuning, berbau/tidak), dan amati adanya
polip/benjolan atau tidak
 Inpeksi perineum, normal kulit perineal lebih gelap, halus dan
bersih

PEMERIKSAAN RECTAL TOUCHE (COLOK DUBUR)


a. Inspeksi
 Perhatikan perineum dan anus apakah ada tanda-tanda
hemorrhoid atau benjolan/nodul, fisel (fisura ani) atau ada
bekas operasi
b. Palpasi
 Oleskan jelly pada telunjuk jari
 Posisikan lithothomi/ tergantung Teknik pmeriksaan
 Masukan jari telunjukke anus, perlahan-lahan sentuhlah
spinkter dan mintalah pasien untuk bernapas seperti biasa,
sambal menilai tonus spinker ani.
 Tangan yang satu berada diatas suprapubic dan tekanlah
kea rah Verica urinaria

 Doronglah jari telunjuk kearah dalam anus sambal menilai


ampulla dan dinding rectum apakah dalam keadaan ada
massa, feses, tumor/hemorroid atau adanya batu uretra
 Raba massa dan nilai apakah permukaan mucosa rectum
ada pembesaran, konsistensi (kenyal, keras atau lembut),
simetris atau tidak, nyeri tekan atau tidak dan adaya
krepitasi (batu prostat).
 Kemudian keluarkan jari tangan, perhatikan apakah ada
darah, lender dan feses pada sarung tangan

3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Mengidentifikasi masalah keperawatan/diagnosa keperawatan
Berdasarkan SDKI yang terkait dengan prosedur pemeriksaan fisik
4 PERENCANAAN
Menentukan tujuan dan menyusun rencana tindakan keperawatan
SLKI dan SIKI
5 EVALUASI
 Lakukan pemeriksaan tindak lanjut yang rinci pada sistem lain
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang menyimpang dari yang
diharapkan atau normal bagi klen.
 Hubungkan hasil pemeriksaan dengan data pengkajian
sebelumnya jika tersedia
 Kaji kenyamanan dan respon klien terhadap tindakan
6 DOKUMENTASI
 Mendokumentasikan melalui lembar dokumentasi yang tersedia
hasil pemeriksaan yang dilakukan
7 SIKAP
 Melakukan tindakan dengan sistematis
 Komunikatif dengan klien dan Percaya diri
8 KOMUNIKASI
 Komunikasi sebelum, selama dan sesudah tindakan
9 PENILAIAN : PARAF
SOP PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERSARAFAN

No Prosedur Nilai
Ya Tidak
1 PERSIAPAN ALAT
- Refleks hammer
- Garputala
- Kapas dan lidi
- Penlight atau senter kecil
- Opthalmoskop
- Jarum steril
- Spatel tongue
- 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
- Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh
- Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla, parfum
aroma jeruk.
- Sarung tangan
- Masker
- Scot

PERSIAPAN KLIEN
 Informed consent
 Menjaga privasi
 Komunikasi terapeutik

2. - Tingkat kesadaran (kualitatif dan kuantitatif)


- Pola pernafasan
- Ukuran dan reaksi pupil
- Pergerakan mata
- Respon dari okulovestibuler
 Composmentis : Keadaan sisitim sensorik utuh, ada
waktu tidur dan sadar penuh serta aktivitas yang
teratur.
 Somnolen :Pasien dapat bangun spontan pada
waktunya atau sesudah dirangsang tapi kembali
tidur setelah stimulasi dihilangkan.
 Sopor : Pasien terlihat tertidur tapi dapat
dibangunkan dengan rangsang verbal yang kuat,
dapat spontan hanya waktu singkat, sistem sensorik
berkabut, dapat mengikuti beberapa perintah
sederhana.
 Soporokoma : Pasien tidak ada respon dengan
rangsang verbal, dengan rangsang nyeri masih ada
gerakan, reflek‐reflek (cornea, pupil dll) masih baik
dan nafas masih adekuat.
 Koma : Gerakan spontan negatif, reflek‐reflek
negatif, fungsi nafas terganggu atau negatif.

Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)


Eye (Mata)
Membuka mata spontan = 4
Membuka mata dengan stimulus suara (panggilan) = 3
Membuka mata dengan stimulus nyeri = 2
Tidak membuka mata dengan stimulus apapun = 1

Lokasi memberikan rangsangan nyeri

Motor (Reaksi Motorik)


 Mengikuti perintah , dapat melakukan gerak sesuai perintah = 6
 Reaksi
setempat, ada
gerakan
menghindar terhadap rangsangan yang diberikan di
beberapa tempat = 5
 Menghindari nyeri, reaksi fleksi cepat disertai abduksi bahu = 4
 Reaksi fleksi abnormal, fleksi lengan disertai adduksi bahu = 3
 Reaksi ekstensi terhadap nyeri, ekstensi lengan
disertai adduksi, endorotasi bahu dan pronasi
lengan bawah = 2
 Tak ada reaksi, tak ada gerakan dengan rangsangan cukup kuat =
1

Verbal
 Orientasi baik, berorientasi baik terhadap tempat, waktu dan orang =
5
 Gelisah (confused), jawaban yang kacau terhadap pertanyaan = 4
 Kata tak jelas (inappropriate), seperti berteriak dan
tidak menanggapi pembicaraan orang lain = 3
 Suara yang tidak jelas artinya (unintelligible‐sounds),
selalu ada suara rintihan dan erangan = 2
 Tak ada suara = 1
CATATAN :
 Nilai maksimum E4M6V5 = 15, nilai minimum E1MV1 = 3
 Hati- hati bila ada disfasia (untuk menilai verbal)
dan kelumpuhan motorik (untuk menilai
motorik)
 Penilaian GCS untuk anak-anak berumur < 5
tahun berbeda nilainya dari dewasa, terutama
untuk penilaian verbal dan motorik, mengingat
fungsi otak belum maksimum.

PITTSBURGH BRAIN STEM SCORE


• Refleks bulu mata positif kedua sisi: 2
Negative : 1
• Refleks kornea positif kedua sisi : 2
Negative : 1
• Doll’s eye movement/ice water
calories positif kedua sisi : 2
Negatif : 1
4. Refleks bulu mata positif kedua sisi: 2
Negative : 1
5. Refleks kornea positif kedua sisi : 2
Negative : 1
6. Doll’s eye movement/ice water calories positif kedua sisi : 2
Negatif : 1

PEMERIKSAAN TANDA RANGSANG MENINGEAL


Kaku Kuduk: Pasien tidur telentang tanpa bantal.
Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang
berbaring, kemudian kepala ditekukan ( fleksi) dan diusahakan agar
dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya
tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu
tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau
berat.

Kernig Sign: pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya


pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat.
Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut
sampai membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha.
Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari
sudut 135 derajat, maka dikatakan kernig sign positif. pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah
itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai
membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila
teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut
135 derajat, maka dikatakan kernig sign positif.
Brudzinsk II: Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan
tangan yang ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang
berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya
ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan
kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh
dada.
Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan
gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara
reflektorik.

Brudzinsk III: Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan


dirangsang difleksikan pada sendi lutut,kemudian tungkai atas
diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara
reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut
dan panggul ini menandakan test ini postif.

PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL


SARAF OTAK I ( NERVUS OLFAKTORIUS )
Bahan : Kopi, Teh, Jeruk
Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk
mencium bau-bauan tertentu yang tidak merangsang
Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan menutup
lubang hidung yang lainnya dengan tangan.
Sebelumnya periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau
kelainan setempat, misalnya ingus atau polip.
PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS)
Bahan : snallen card, pen light
PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN (VISUS )

Pasien berdiri 6 m dari kartu snellen. Mata kiri ditutup dengan


tangan kiri dan visus mata kanan diperiksa. Dengan mata kanannya
membaca huruf-huruf dalam tabel snellen. Begitu juga sebaliknya
untuk mata kiri.
Interpretasi Visus normal : 6/6
Jari-jari Tangan
•Visus pasien menurun →< 6/60,visus diperiksa dengan menghitung
jari-jari.
•Pasien memberitahukan berapa jari dokter yang diperlihatkan
kepadanya.
•Jika sejauh 6 m,tidak dilihat, jarak diperpendek sampai dapat
dilihat.
Interpretasi
• Normal:menghitung jari tangan jarak 60 m,
• jika hanya dapat menghitung jari-jari tangan dari jarak 5 m→
visus: 5/60
Gerakan Tangan
• Pasien menentukan arah gerakan tangan pemeriksaan.
• Jarak berapa pasien dengan jelas dapat menentukan arah
gerakan tangan pemeriksa.
Interpretasi
• Normal : Gerakan tangan dari jarak 300 m
• Hanya melihat arah gerakan tangan dari 3 m→visus 3/300
Lampu / Cahaya
• Memakai rangsangan cahaya.
• Mata pasien disinari dengan cahaya lampu lalu pasien
disuruh menentukan gelap atau terang.
Normal : Jarak tak terhingga, Jika dpt melihat cahaya dr jarak 1 m→
visus 1/~. Cahaya tidak dilihat→visus: nol (nol light perseption)

PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG


Test konfrontasi
Interpretasi: Normal atau menyempit

PEMERIKSAAN FUNDUSKOPI
 Pemeriksa memegang oftalmaskop dengan tangan kanan.
 Tangan kiri pemeriksa memfiksasi dahi pasien.
 Pemeriksa menyandarkan dahinya pd darsum
manus tangan kiri yang memegang dahi pasien.
 Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan
pemeriksa,begitu sebaliknya.
 Pemeriksa menilai retina & papil nervi optisi.

PEMERIKSAAN SARAF OTAK III,IV,VI


(OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)
Bahan : Pen Light
Inspeksi
o Kedudukan mata kiri dan kanan semetris/tidak
o Strabismus, deviasio conjugee, krisis akulogirik
o Eksoptalmus / endoftalmus Interpretasi
Normal : Kedudukan bola mata simetris
Kelainan : Stabismus, deviatio conjugee, krisis okulogirik,
eksoptalmus /endoftalmus
Observasi celah kelopak mata
Penderita memandang lurus kedepan
Perhatikan kedudukan kelopak mata thd pupil & iris.
Normal : simetris kanan-kiri
Pemeriksaan gerakan bola mata
o Penilaian gerakan monokular
o Penilaian gerakan kedua bola mata atas perintah
o Penilaian gerakan bola mata mengikuti obyek bergerak
o Pemeriksaan gerakan konjungat reflektorik (doll’s eye movement)
Normal :
o Gerakan konjungat
o Gerakan diskonjungat/gerakan konversion
o Dolls eye movement (+)
Kelainan :
• Tanda parinaud (+) (paralisis lirikan ketas)
o Strabismus
o Diplopia
o Gangguan gerakan bola mata kesamping
o Gangguan gerakan bola mata adduksi, kebawah
Pemeriksaan Pupil-Reaksi pupil
 Observasi bentuk, ukuran pupil & posisi pupil
 Perbandingan pupil kanan dan kiri
Pemeriksaan reflek pupil : Reflek cahaya langsung
Reflek cahaya tidak langsung atau konsensuil Reflek pupil
akomodatif /reflek pupil konvergensi
Normal :
• Bentuk pupil : bulat reguler
• Ukuran pupil : 2 mm – 5 mm
• Posisi pupil : ditengah-tengah
• Isokor
• Reflek cahaya langsung (+)
• Reflek cahaya konsensuil (+)
• Reflek akomodasi/konvergensi (+)

SARAF OTAK V ( NERVUS TRIGEMINUS )


Bahan : Tong spatel, Kapas, Jarum, Reflek Hammer
Fungsi Motorik N. Trigeminus
• Pasien menggigit giginya sekuat-kuatnya, palpasi m.maseter &
temporalis
• Pasien membuka mulutnya,perhatikan deviasi rahang bawah
(m.pterigoideus lateralis)
• Kayu tong spatel digigit bergantian, bandingkan bekas gigitan
(M.Pterigoideus Medialis)
Normal :
– Kontraksi m.masseter & m.temporalis simetris
– Rahang bawah berada ditengah tengah
– Kekuatan gigitan kayu tong spatel, sama dalam pada gigitan
kanan dan kiri
Fungsi Sensorik N.Trigeminus

Dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan suhu,
kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.
Normal : gangguan sensibilitas (-)

Reflek Trigeminal

a. Refleks kornea ( berasal dari sensorik Nervus V)


Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan menutup
matanya atau Lalu menanyakan apakah pasien dapat merasakan.
b. Refleks masseter / Jaw reflex ( berasal dari motorik Nervus V)
Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada bagian
tengah dagu, lalu pasien dalam keadaan mulut setengah membuka
dipukul dengan ”hammer refleks”. Normalnya didapatkan sedikit
saja gerakan, malah kadang kadang tidak ada. Bila ada gerakan nya
hebat yaitu kontraksi m.masseter, m. temporalis, m. pterygoideus
medialis yang menyebabkan mulut menutup ini disebut reflex
meninggi.
PEMERIKSAAN SARAF OTAK VII (NERVUS FASIALIS)

Pemeriksaan fungsi motorik


a. Observasi otot wajah dalam keadaan istirahat
Pasien diperiksa dalam keadaan istirahat. Perhatikan wajah pasien
kiri dan kanan apakah simetris atau tidak. Perhatikan juga lipatan
dahi, tinggi alis, lebarnya celah mata, lipatan kulit nasolabial dan
sudut mulut.
b.Observasi otot wajah saat digerakkan
– Mengerutkan dahi, dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam.
– Mengangkat alis
– Menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan
pemeriksa.
– Moncongkan bibir atau menyengir.
– Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri
dan kanan apakah sama kuat . Bila ada kelumpuhan maka angin
akan keluar kebagian sisi yang lumpuh.

Pemeriksaan fungsi Pengecapan


Bahan : larutan garam (rasa asin), gula (rasa manis), kinine
(rasa pahit), cuka (rasa asam)
1. Mintalah pasien untuk menjulurkan lidahnya
2. Bersihkan lidah sebelum pemeriksaan
3. Berilah rangsangan pada indera pengecapnya 2/3 bagian depan
4. Pasien menyebutkan apa yang terasa

PEMERIKSAAN SARAF OTAK VIII (NERVUS


KOKHLEARIS, NERVUS VESTIBULARIS)
Bahan: Garpu Tala
PEMERIKSAAN N. KOKHLEARIS
PEMERIKSAAN WEBER: Garpu tala ditempatkan didahi pasien,
pada keadaan normal kiri dan kanan sama keras ( pasien tidak
dapat menentukan dimana yang lebih keras ).
Pendengaran tulang mengeras bila pendengaran udara terganggu,
misal: otitis media kiri, pada test weber terdengar kiri lebih keras.
Bila terdapat ” nerve deafness ” disebelah kiri , pada test weber
dikanan terdengar lebih keras.
PEMERIKSAAN RINNE: Pada telinga yang sehat, pendengaran
melalui udara didengar lebih lama dari pada melalui tulang. Garpu
tala ditempatkan pada planum mastoid sampai pasien tidak dapat
mendengarnya lagi. Kemudian garpu tala dipindahkan kedepan
meatus eksternus. Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar
dikatakan test positip. Pada orang normal test Rinne ini positif. Pada
” Conduction deafness ” test Rinne negatif.
PEMERIKSAAN SCHWABACH: Garpu tala dibunyikan dan
kemudian ditempatkan didekat telinga pasien. Setelah pasien tidak
mendengarkan bunyi lagi, garpu tala ditempatkan didekat telinga
pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa, maka
dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek (untuk konduksi udara).
Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan pangkalnya ditekankan
pada tulang mastoid pasien. Dirusuh ia mendengarkan bunyinya.
Bila sudah tidak mendengar lagi maka garpu tala diletakkan ditulang
mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengarkan bunyinya
maka dikatakan Schwabach (untuk konduksi tulang) lebih pendek.

PEMERIKSAAN N. VESTIBULARIS
PEMERIKSAAN DENGAN TEST KALORI: Bila telinga kiri
didinginkan ( diberi air dingin ) timbul nystagmus kekanan. Bila
telinga kiri dipanaskan ( diberi air panas ) timbul nystagmus kekiri.
Nystagmus ini disebut sesuai dengan fasenya yaitu : fase cepat dan
fase pelan, misalnya nystagmus kekiri berarti fase cepat kekiri. Bila
ada gangguan keseimbangan maka perubahan temperatur dingin dan
panas memberikan reaksi.

PEMERIKSAAN “PAST POINTING TEST”: Pasien diminta


menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari telunjuknya, kemudian
dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengulangi. Normalnya
pasien harus dapat melakukannya.
TEST ROMBERG: Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki
yang satu didepan kaki yang lainnya. Tumit kaki yang satu berada
didepan jari kaki yang lainnya, lengan dilipat pada dada dan mata
kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap
Romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.

TEST MELANGKAH DITEMPAT (STEPPING TEST): Pasien


disuruh berjalan ditempat, dengan mata tertutup , sebanyak 50
langkah dengan kecepatan seperti jalan biasa.Selama test ini pasien
diminta untuk berusaha agar tetap ditempat dan tidak beranjak dari
tempatnya selama test berlangsung. Dikatakan abnormal bila
kedudukan akhir pasien beranjak lebih dari 1 meter dari tempatnya
semula, atau badan terputar lebih dari 30 derajat.

PEMERIKSAAN SARAF OTAK IX & X (GLOSOFARINGEUS


DAN VAGUS)
PEMERIKSAAN FUNGSI MOTORIK
INSPEKSI LENGKUNG LANGIT-LANGIT: Minta penderita
membuka mulut dan suruh ucapkan Ah,Ah”. Perhatikan lengkung
langit-langit dan posisi uvula.
PEMERIKSAAN FUNGSI MENELAN: Minta penderita minum
air, lalu perhatikan apakah pasien mampu minum air atau air
masuk ke hidung. Normal : mampu minum air dg baik.
PEMERIKSAAN FONASI SUARA: Minta penderita
mengucapkan “ a.a.a.a.a.”

PEMERIKSAAN FUNGSI SENSORIK


REFLEK MUNTAH: Sentuh bagian atas faring/palatum molle
Interpretasi : Reflek muntah +/ -

PEMERIKSAAN SARAF OTAK XI ( NERVUS


AKSESORIUS)
PEMERIKSAAN FUNGSI M.STERNO KLEIDOMASTODIUS:
Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri dan ditahan
oleh pemeriksa, kemudian dilihat dan diraba tonus dari m.
Sternocleidomastoideus.
Normal : Kontraksi +
Kelainan : Kontkaksi –

PEMERIKSAAN FUNGSI M.TRAPEZIUS: Memeriksa tonus dari


m. Trapezius. Dengan menekan pundak pasien dan pasien diminta
untuk mengangkat pundaknya saat istirahat dan saat bahu
digerakkan.
Normal : simetris, kelainan : Asimetris (kelemahan pada bahu yg
sakit)
PEMERIKSAAN SARAF OTAK XII ( NERVUS
HIPOGLOSUS )
• Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan
perkataan tidak dapat diucapkan dengan baik hal demikian
disebut: dysarthria.
• Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser ke
daerah lumpuh karena tonus disini menurun.
• Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi yang
sakit.
• Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot lidah .
• Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah ke
samping pada pipi dan dibandingkan kekuatannya pada kedua
sisi pipi.

PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK


Observasi: gaya berjalan dan tingkah laku, simetri tubuh dan
ektremitas, kelumpuhan badan dan anggota gerak dan lain-lain.

Gerakan volunter:
– Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
– Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
– Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
– Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
– Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
– Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
– Gerakan jari- jari kaki.

Palpasi otot: Pengukuran besar otot, nyeri tekan, kontraktur,


konsistensi otot
Perkusi otot
Kekuatan otot

3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Mengidentifikasi masalah keperawatan/diagnosa keperawatan
Berdasarkan SDKI yang terkait dengan prosedur pemeriksaan fisik
4 PERENCANAAN
Menentukan tujuan dan menyusun rencana tindakan keperawatan
SLKI dan SIKI
5 EVALUASI
 Lakukan pemeriksaan tindak lanjut yang rinci pada sistem lain
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang menyimpang dari yang
diharapkan atau normal bagi klen.
 Hubungkan hasil pemeriksaan dengan data pengkajian
sebelumnya jika tersedia
 Kaji kenyamanan dan respon klien terhadap tindakan
6 DOKUMENTASI
 Mendokumentasikan melalui lembar dokumentasi yang tersedia
hasil pemeriksaan yang dilakukan
7 SIKAP
 Melakukan tindakan dengan sistematis
 Komunikatif dengan klien dan Percaya diri
8 KOMUNIKASI
 Komunikasi sebelum, selama dan sesudah tindakan
9 PENILAIAN : PARAF
SOP PEMERIKSAAN FISIK SISTEM KARDIOVASKULER

No Prosedur Nilai
Ya Tidak
1 PERSIAPAN ALAT
- Stetoskop
- Handscoon
- Masker Medis

PERSIAPAN KLIEN
 Informed consent
 Menjaga privasi
 Komunikasi terapeutik

2. PEMERIKSAAN JUGULARIS VENA PRESSURE (JVP)


Titik nol (zero atau level flebostatik) yaitu titik dimana kira- kira
titik tengah atrium kanan berada. Titik ini beradakira- kira pada
perpotongan antara garis mid-aksiler dengan garis tegak lurus
sternum pada level angulus Ludovici. Pada posisi tegak, tekanan
vena jugularis yang normal akan tersembunyi di dalam rongga
toraks. Pada posisi berbaring vena jugularis mungkin akan terisi
meskipun tekanan vena masih normal. Pada posisi setengah duduk
45 derajat (dalam keadaan rileks) titik perpotongan vena jugularis
dengan klavikula akan berada pada bidang horizontal kira-kira 5 cm
diatas titik nol. Jika batas atas denyut vena terlihat di atas klavikula,
maka tekanan vena jugularis pasti meningkat.

Gambar 1: Tiga sudut ketinggian Gambar 2: Pemeriksaan Jugular


tekanan Venous Pressure (JVP)
vena

Pulsasi vena dapat terlihat terutama pada vena jugularis eksterna dan
interna. Karena tekanannya yang rendah, pulsasi ini tak teraba
namun dapat terlihat pada bagian atas dari kolom darah yang
mengisinya. Seperti juga pulsus atrium, terdapat tiga komponen dari
pulsus vena yaitu gelombang a disebabkan karena aktivitas atrium,
gelombang c karena menutupnya katup trikuspid, serta gelombang v
yang merupakandesakan katup waktu akhir sistol ventrikel.
PEMERIKSAAN JANTUNG
Inspeksi
- Sianosis
- Clubbing finger
- Edema perifer bilateral / unilateral
- Asimetris bentuk dada

Palpasi
Denyut nadi : Denyut jantung <60 atau >100, teratur/tidak,
TD : 120–139 atau 80–89mmHg, <140/90mmhg, <130/80mmhg,
<120/80mmhg
Palpasi-Dada & Perut: Denyut yang paling teraba secara inferolateral
dengan pasien terlentang dan pada posisi lateral kiri adalah denyut apeks
atau impuls. Biasanya di atau medial ke garis midclavicular kiri di ruang
interkostal keempat atau kelima.
Palpasi Iktus Kordis (posisi left lateral decubitus):

Perkusi
Perkusi batas kiri redam jantung (LBCD - left border of cardiac
dullness) dilakukan dari lateral ke medial dimulai dari sela iga 5,4
dan 3. LBCD terdapat kurang lebih 1-2 cm disebelah medial linea
midklavikularis kiri dan bergeser 1 cm ke medial pada sela iga 4 dan
3. Batas kanan redam jantung (RBCD - right border of cardiac
dullness) dilakukan dengan perkusi bagian lateral kanan dari
sternum. Pada keadaan normal RBCD akan berada di medial batas
dalam sternum. Kepekakan RBCD diluar batas kanan sternum
mencerminkan adanya bagian jantung yang membesar atau bergeser
kekanan.

Auskultasi
1) BJ1: disebabkan karena getaran menutupnya katup
atrioventrikuler terutama katup mitral, getaran karena kontraksi
otot miokard serta aliran cepat saat katup semiluner mulai
terbuka. Pada keadaan normal terdengar tunggal.
2) BJ2: disebabkan karena getaran menutupnya katup semilunaris
aorta maupun pulmonalis. Pada keadaan normal terdengar
pemisahan (splitting) dari kedua komponen yang bervariasi
dengan pernafasan pada anak-anak atau orang muda.
3) BJ3: disebabkan karena getaran cepat dari aliran darah saat
pengisian cepat (rapid filling phase) dari ventrikel. Hanya
terdengar pada anak-anak atau orang dewasa muda (fisiologis)
atau keadaan dimana komplians otot ventrikel menurun
(hipertrofi/ dilatasi).
4) BJ4: disebabkan kontraksi atrium yang mengalirkan darah ke
ventrikel yang kompliansnya menurun. Jika atrium tak
berkontraksi dengan efisien misalnya fibrilasi atrium maka bunyi
jantung 4 tak terdengar.

Teknik Auskultasipada Posisi Left Lateral Teknik Auskultasi dengan Posisi Duduk
Decubitus dengan Sedikit Membungkuk ke
Depan

3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Mengidentifikasi masalah keperawatan/diagnosa keperawatan
Berdasarkan SDKI yang terkait dengan prosedur pemeriksaan fisik
4 PERENCANAAN
Menentukan tujuan dan menyusun rencana tindakan keperawatan
SLKI dan SIKI
5 EVALUASI
 Lakukan pemeriksaan tindak lanjut yang rinci pada sistem lain
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang menyimpang dari yang
diharapkan atau normal bagi klen.
 Hubungkan hasil pemeriksaan dengan data pengkajian
sebelumnya jika tersedia
 Kaji kenyamanan dan respon klien terhadap tindakan
6 DOKUMENTASI
 Mendokumentasikan melalui lembar dokumentasi yang tersedia
hasil pemeriksaan yang dilakukan
7 SIKAP
 Melakukan tindakan dengan sistematis
 Komunikatif dengan klien dan Percaya diri
8 KOMUNIKASI
 Komunikasi sebelum, selama dan sesudah tindakan
9 PENILAIAN : PARAF
SOP PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERNAPASAN

No Prosedur Nilai
Ya Tidak
1 PERSIAPAN ALAT
- Stetoskop
- Penlight
- Handscoon
- Masker Medis

PERSIAPAN KLIEN
 Informed consent
 Menjaga privasi
 Komunikasi terapeutik

2. Inspeksi

 Amati warna wajah dan bibir (adanya sianosis)


 Gunakan pen light amati hidung dan lubang hidung (polip atau
tidak)atau terdapat sputum dan warnanya apa
 Gunakan pen light, amati tonsil pasien diminta membuka mulut
dan sedikit menegeluarkan lidahnya
 Amati area kulit di dekat trakea
 Thoraks:
- Garis-garis bayangan
- Warna kulit
- Tekstur
- Adanya lesi, fraktur dll
 Amati bentuk dada (anteroposterior)
 Hitung frekuensi pernafasan
 Amati kuku pasien (warna dan bentuk)

Palpasi

 Palpasi daerah sinus paranasi dengan kedua ibujari


 Palpasi ekspansi paru, amati kesimetrisan ekspansi paru kiri
dan ekspansi paru kanan
 Taktil fremitus
 Palpasi tangan (adanya akral dingin, capilari refill)
Perkusi

 Lakukan perkusi sama seperti area auskultasi


 Amati suara resonan pada paru

Auskultasi

 Auskultasi area thoraks (dimulai diatas klavikula, ICS2,ICS


3,ICS 4,ICS 5,ICS S,ICS 6, ICS 7, ICS 8 Midklavikula)
dengarkan bunyi nafas

3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Mengidentifikasi masalah keperawatan/diagnosa keperawatan
Berdasarkan SDKI yang terkait dengan prosedur pemeriksaan fisik
4 PERENCANAAN
Menentukan tujuan dan menyusun rencana tindakan keperawatan
SLKI dan SIKI
5 EVALUASI
 Lakukan pemeriksaan tindak lanjut yang rinci pada sistem lain
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang menyimpang dari yang
diharapkan atau normal bagi klen.
 Hubungkan hasil pemeriksaan dengan data pengkajian
sebelumnya jika tersedia
 Kaji kenyamanan dan respon klien terhadap tindakan
6 DOKUMENTASI
 Mendokumentasikan melalui lembar dokumentasi yang tersedia
hasil pemeriksaan yang dilakukan
7 SIKAP
 Melakukan tindakan dengan sistematis
 Komunikatif dengan klien dan Percaya diri
8 KOMUNIKASI
 Komunikasi sebelum, selama dan sesudah tindakan
9 PENILAIAN : PARAF

Anda mungkin juga menyukai