Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN LENGKAP IGD

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS CIDERA KEPALA DI


RS WIDYA MANDALA SURABAYA

Oleh:
Victoria Zepa Zada
9102320001

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

DIAGNOSA MEDIS: CEDERA KEPALA


DEFINISI
Menurut Satya (2010), cedera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari
lapisan kulit kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya
mengalami cidera baik yang trauma tumpul maupun trauma tembus.

KLASIFIKASI
Menurut Kasan (2011) cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat
kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda
tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cidera
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian Glasgow Scala
Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Cedera kepala ringan
 GCS 13 - 15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi
kurang dari 30 menit.
 Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral dan
hematoma
b. Cedera kepala sedang
 GCS 9 - 12
 Saturasi oksigen > 90 %
 Tekanan darah systole > 100 mmHg
 Lama kejadian < 8 jam
 Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30 menit tetapi
< 24 jam
 Dapat mengalami fraktur tengkorak
c. Cedera kepala berat
 GCS 3 – 8
 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24 jam
 Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral
Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia,
maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema berat
sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata
diberi nilai “X”, sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan
intubasi maka reaksi verbal diberi nilai “T”.
3. Berdasarkan Patofisiologi
a. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi geger
kepala ringan, memar otak dan laserasi.
b. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensi sistemik,
hipoksia, hiperkapnea, edema otak, komplikasi pernapasan, dan infeksi atau
komplikasi pada organ tubuh yang lain.
ETIOLOGI
1. Menurut Hudak dan Gallo (2010) mendiskripsikan bahwa penyebab cedera kepala
adalah karena adanya trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :
a. Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan
deselerasi)
b. Trauma sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.
2. Trauma akibat persalinan
3. Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat
olahraga.
4. Jatuh
5. Cedera akibat kekerasan.
WOC (Web of Caution)
MANIFESTASI KLINIK
Menurut Kasan (2011) manifestasi klinik cedera kepala adalah sebagai berikut:
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing
7. Nyeri kepala hebat
8. Terdapat hematoma
9. Kecemasan
10. Sukar untuk dibangunkan
11. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan
jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilekukan
pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2. MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder
menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4. EEG (Elektroencepalograf)
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF, Lumbal Pungsi
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk
mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.
9. ABGs
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial
10. Kadar Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrkranial
11. Screen Toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai
berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya cairan infus
dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3
hari kemudian diberikan makanan lunak.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Terapi obat-obatan.
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringanya trauma.
b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
c. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
d. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidasol.
e. Pada trauma berat. karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka
hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam
pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari
selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube
(2500 - 3000 TKTP).
6. Pembedahan bila ada indikasi.

PENGKAJIAN DATA DASAR KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan
terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat
b. Identitas Penanggung jawab
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan
terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit
kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret
pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan
sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula
riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai
data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa
klien.
d. Pengkajian persistem
1). Keadaan umum
2). Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma
3). TTV
4). Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas bunyi
ronchi.
5). Sistem Kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi
bradikardi kemudian takikardi.
6). Sistem Perkemihan
Inkotenensia, distensi kandung kemih
7). Sistem Gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami perubahan
selera
8). SistemMuskuloskeletal
Kelemahan otot, deformasi
9). Sistem Persarafan
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus, kehilangan
pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan pengecapan .
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang, kehilangan
sensasi sebagian tubuh.
a. Nervus cranial
N.I : penurunan daya penciuman
N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
N.III, N.IV, N.VI : penurunan lapang pandang, refleks cahaya
menurun, perubahan ukuran pupil, bola mta tidak dapat mengikuti
perintah, anisokor.
N.V : gangguan mengunyah
N.VII, N.XII :lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa
pada 2/3 anterior lidah
N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh
N.IX , N.X , N.XI jarang ditemukan
b. Skala Koma glasgow (GCS)
c. Fungsi motorik
2. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS: - Intra Cranial Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
DO:
Kerusakan jaringan
- Klien tidak sadarkan diri otak, laserasi
- Penumpukan spuntum atau
Perubahan
cairan dijalan nafas
Autoregulasi
- Terdapat suara nafas tambahan Oedema serebral
(ronchi.)
Bersihan jalan nafas,
- RR lebih dari 24x/mnt Obstruksi jalan nafas,
Dipsnea, Henti nafas,
Perubahan pola nafas

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
DS : dispnea Pendarahan hematoma Pola napas tidak
efektif
DO: Kerusakan jaringan
- Penggunaan otot bantu Penekanan saraf
pernapasan system pernapasan
- Pola napas abnormal
(takipnea, bradipnea, Perubahan polanafas
kusmaul)
- Pernapasan cuping hiduang Hiperventilasi
- RR lebih dari 24x/mnt
Pola nafas tidak
efektif
DS: Terputusnya Gangguan Pefusi
kontinuitas jaringan, Jaringan serbral
DO:
otot, dan vaskuler
- Pegisian kapiler kurang dari 3
detik
Gangguan suplai darah
- Nadi perifer menurun atau
tidak teraba
- Akral teraba dingin Iskemia
- Warna kulit pucat
- Turgor kulit menurun
Hipoksia

Gangguan Pefusi
Jaringan serbral
3. RUMUSAN DIAGNOSA
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1 Ketidak efektifan Setelah dilakukan asuhan 1. - Ronki, mengi
bersihan jalan nafas keperawatan selama jalan napas menunjukan
3X24 jam, diharapkan aktivitas sekret
klien dapat yang dapat
mempertahanakan patensi menimbulkan
napas dengan kriteria penggunaan otot-
hasil : otot asesoris dan
a. Jalan meningkatkan
nafas bersi kerja pernapasan.
b. Bunyi
2. - Membantu
napas vesikuler
semifowler. memaksimalkan
c. Tidak
ekspansi paru dan
ada spuntum
menurunkan
d. RR
upaya
normal 16-20x/menit.
pernapasan.
3. - Pengisapan dan
penghisapan membersihkan
lendir dengan jalan napas dan
hati-hati selama akumulasi dari
10-15 menit. sekret. Dilakukan
Catat sifat-sifat, dengan hati-hati
warna dan bau untuk
sekret. Lakukan menghindari
bila tidak ada terjadinya iritasi
retak pada tulang saluran dan reflek
basal dan robekan vagal.
dural.

- Posisi semi prone


4.
dapat membantu
semi
keluarnya sekret
pronelateral/mirin
dan mencegah
g atau terlentang
aspirasi.
setiap dua jam.
Mengubah posisi
untuk
merangsang
mobilisi sekret
dari saluran
5. pernapasan.
masukan cairan - Membantu
sesuai mengencerkan
kemampuan klien. sekret,
meningkatkan
pengeluaran
sekret.
Meningkatkan
ventilasi dan
membuang sekret
serta relaksasi otot
halus/spsponsne
bronkus.
2 Pola napas tidak Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau frekuensi, - Perubahan dapat
efektif keperawatan selama irama dan menandakan
3X24 jam, diharapkan kedalaman awitan
klien mempunyai pola pernapasan. Catat komplikasi pulmo
pernapasan yang efektif ketidakteraturan atau menandakan
dengan kriteria hasil: pernapasan. luasnya
a. Pola keterlibatan otak.
napas nomal (irama Pernapasan
teratur, RR = 16-24 lambat, periode
x/menit). aprea dapat
b. Tidak menandakan
ada pernapasan cuping perlunya ventilasi
hidung. mekanis.
c. Perge - Kemampuan
rakan dada simetris. 2. Catat kompetensi mobilisasi
d. Nilai reflek GAG dan penting untuk
GDA normal. kemampuan pemeliharaaan
PH darah = 7,35-7,45. untuk melindungi jalan napas.
PaO2 = 80-100 mmHg. jalan napas Kehilangan reflek
PaCO2 = 35-45 mmHg. sendiri. batuk
HCO3- = 22-26 m.Eq/L menandakan
perlunya jalan
napas
buatan/intubasi.
3. Tinggikan kepala
- Untuk
tempat tidur
memudahkan
sesuai indikasi.
ekspansi paru dan
menurunkan
adanya
kemugkinan lidah
4. Anjurkan kllien jatuh menutupi
untuk bernapas jalan napas.
dalam dan batuk - Mencegah atau
efektif. menurunkan
5. Beri terapi O2 atelektasis.
tambahan. - Memaksimalkan
O2 pada darah
arteri dan
membantu dalam
6. Pantau analisa gas mencegah
darah, tekanan hipoksia.
oksimetri. - Menentukan
kecukupan
pernapasan,
keseimbangan
asam basa.
3 Gangguan Pefusi Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status - Hasil dari
Jaringan serbral keperawatan selama neurologis yang pengkajian dapat
3X24 jam, diharapkan berhubungan diketahui secara
klien mempunyai perfusi dengan tanda- dini adanya tanda-
jaringan adekuat dengan tanda peningkatan tanda peningkatan
kriteria hasil: TIK, terutama TIK sehingga
a. Tingkat kesadaran CGS. dapat menentukn
normal (composmetis). arah tindakan
b. TTV Normal. selanjutnya serta
(TD: 120/80 mmHg, suhu: manfaat untuk
menentukan
36,5-37,50C, Nadi: 80-
lokasi, perluasan
100 x/menit, RR: 16-24 dan perkembangan
keruskan SSP.
x/m)
2. Monitor TTV; -Dapat mendeteksi
TD, denyut nadi, secara dini tanda-
suhu, minimal anda peningkatan
setiap jam sampai TIK, misalnya
klien stabil. hilangnya
autoregulasidapat
mengikuti
kerusakan
vaskularisasi
selenral lokal.
Napas yang tidak
teratur dapat
menunjukkan
3. Tingggikan posisi lokasi adanya
kepala dengan gangguan serebral.
sudut 15-45o
tanpa bantal dan -Posisi kepala
posisi netral. dengan sudut 15-
45o dari kaki akan
meningkatkan dan
memperlancar
aliran balik vena
kepala sehingga
mengurangi
kongesti cerebrum,
dan mencegah
penekanan pada
4. Monitor suhu dan saraf medula
atur suhu spinalis yang
lingkungan sesuai menambah TIK.
indikasi. Batasi
pemakaian -Deman
selimut dan menandakan
kompres bila de adanya gangguan
mam. hipotalamus:
peningkatan
kebutuhan
metabolik akan
5. Monitor asupan
meningkatkan TIK.

dan keluaran -Mencegah


setiap delapan kelibahan cairan
jam sekali. yang dapat
menambah edema
serebri sehingga
terjadi peningkatan
TIK.
6. Berikan O2
tambahan sesuai -Mengurangi
indikasi. hipokremia yang
dapat
meningkatkan
vasoditoksi cerebri,
volume darah dan
7. Kolaborasi dalam TIK.
pemberikan obat-
obatan antiedema -berguna untuk
menarik cairan dari
intreseluler dan
ekstraseluler dan
meningkatkan
ekskresi natrium
dan air yang
berguna untuk
mengurangi edema
otak.

Anda mungkin juga menyukai