Disusun oleh:
1613010049
a). Susunan dimer kelas II yang dikode oleh beberapa kompleks HLA setiap
individu, bervariasi afinitasnya untuk peptida tertentu yang dapat
menimbulkan autoimun ke sel beta;
b). Hanya dimer kelas II tertentu, produk dari gen rentan yang benar-benar
mempromosikan autoimunitas untuk sel beta setelah mengikat peptida,
c). Individu rentan jika produk dari gen kerentanan mengikat peptida lebih
kuat dari produk-produk gen tidak rentan yang ada dalam individu
tersebut.
Dengan demikian, dalam model ini produk-produk dari alel HLA tertentu
yang berkaitan dengan DM tipe 1 karena mereka mengikat dan menyajikan peptida
khusus untuk merangsang respon imun terhadap sel beta pankreas.
Antigen yang terlibat dalam tipe 1 DM meliputi antigen 64kD, asam glutamat
dekarboksilase (GAD) dan antigen sitoplasma sel islet. Antibodi sel islet (ICA)
mengikat komponen sitoplasma sel islet pada bagian pankreas manusia dan endapan
antibodi 64kDa merupakan protein 64kDa dari ekstrak sel islet. Sedangkan antibodi
64kDa yang ditampilkan untuk menjadi sel beta tertentu di dalam islet, beberapa sera
ICA positif telah dijelaskan untuk bereaksi dengan semua sel islet. Antigen target dari
Antibodi 64kDa diidentifikasi sebagai GAD enzim. Sel Islet tertentu pada baris sel
beta memproduksi antibodi IgG yang terikat ke antigen sitoplasma sel islet yang
ditemukan. Anehnya semua monoklonal antibodi yang diproduksi oleh baris, dikenali
GAD target autoantigen. Dengan demikian, GAD mungkin target antigen utama pada
DM tipe 1, makanya antibodi untuk GAD dijadikan penanda sensitif untuk
perkembangan diabetes, walaupun antibodi GAD ada dalam individu yang rentan
secara genetik tetapi yang tidak mungkin untuk mengembangkan disease. Antibodi
juga bereaksi dengan insulin dapat juga dideteksi dalam klinis pada periode
prediabetik yang laten, tetapi autoantibodi insulin memiliki sensitivitas lebih rendah
sebagai penanda untuk perkembanagn diabetes dibandingkan antibodi GAD atau
ICA. Kontribusi dari autoantigens disebutkan di atas untuk induksi dan atau
kelangsungan penyakit masih harus diklarifikasi. Jelas, bahwa identifikasi dari
autoantigens dalam DM tipe 1 adalah penting baik untuk tujuan diagnostik dan untuk
potensi intervensi terapi imun dalam proses penyakit.
Dalam penelitian in vitro dan studi pada perfusi pankreas menunjukkan bahwa
Interleukin 1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF-α), dua sitokin terutama
diproduksi oleh makrofag, menyebabkan perubahan struktural sel beta pankreas dan
menekan kapasitas sel beta pankreas untuk melepaskan insulin. Namun, tampaknya
bahwa IL-1 dan TNF tidak berkontribusi dengan aktivitas sitotoksik makrofag.
Interferon gamma merupakan aktivator kuat untuk makrofag dalam mensintesis nitrat
oksida. Pada saat ini, ada bukti yang menunjukkan bahwa aktivitas sintesis Nitrat
oksida terlibat dalam perkembangan diabetes DM tipe 1, dimana data ini
menunjukkan untuk pertama kalinya, bahwa nitrat oksida dapat menjadi faktor
patogen dalam autoimunitas dan disarankan kemungkinan adanya kelas baru pada
agen immunofarmakologi, dimana mampu memodulasi sekresi nitrat oksida untuk
dapat diuji dalam pencegahan perkembangan DM tipe 1.
Meskipun bukti yang kuat untuk hubungan dengan faktor genetik, tingkat
kesesuaian untuk DM tipe 1 adalah mengherankan rendah pada anak kembar identik.
Kesesuaiannya kurang dari 100% pada kembar identik untuk DM tipe I telah
memberikan kontribusi ke sebuah penelusuran faktor lingkungan yang terkait dengan
penyakit. Satu-satunya yang jelas bahwa faktor lingkungan meningkatkan risiko
untuk perkembangan diabetes tipe 1 adalah infeksi rubella congenital, dimana sampai
20% dari anak-anak tersebut di kemudian hari mengembangkan diabetes. Pengamatan
ini menunjukan bahwa selain temuan bahwa urutan asam amino dari rantai DQ-b juga
ditemukan di protein envelope virus rubella yang akan mendukung mimikri antigen
virus sebagai faktor etiologi dalam DM tipe I. Peran faktor lingkungan juga
disarankan oleh analisis respon imun terhadap protein susu sapi, dimana hampir
semua pasien DM tipe 1 memiliki antibodi ke peptida serum albumin sapi dan
menunjukkan respon sel T untuk peptida serum albumin sapi yang sama dengan
protein yang ada di permukaan sel beta di pankreas, dibandingkan dengan hanya
sekitar 2% dari kontrol.
Pada saat terjadi kekurangan insulin akibat kerusakan dari sel beta di
pankreas, maka hiperglikemia berkembang sebagai hasil dari tiga proses:
(3) Pemanfaatan glukosa oleh perifer jaringan. (Thomas RC, et al, 2010)
a. Resistensi insulin
Penurunan kemampuan insulin untuk beraksi pada jaringan target perifer
(terutama otot dan hati) merupakan ciri yang menonjol pada DM tipe II dan
merupakan kombinasi dari kerentanan genetik dan obesitas. Resistensi insulin
mengganggu penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif insulin dan
meningkatkan keluaran glukosa hepatik, keduanya menyebabkan
hiperglikemia (Powers, 2006). Pada prinsipnya resistensi insulin dapat terjadi
di tingkat reseptor insulin atau di salah satu jalur sinyal pascareseptor. Pada
DM tipe II jarang terjadi defek kualitatif dan kuantitatif pada reseptor insulin.
Oleh karena itu, resistensi insulin diperkirakan terutama berperan dalam
pembentukan sinyal pascareseptor (ClareSalzler, et al., 2007). Polimorfisme
pada IRS-1 mungkin berhubungan dengan intoleransi glukosa, meningkatkan
kemungkinan bahwa polimorfisme dalam berbagai molekul postreceptor dapat
menyebabkan resistensi insulin. Patogenesis resistensi insulin saat ini
berfokus pada defek sinyal PI-3-kinase, yang menurunkan translokasi GLUT
4 pada membran plasma, diantara kelainan lainnya (Powers, 2006). Asam
lemak bebas juga memberikan kontribusi pada patogenesis DM tipe II. Asam
lemak bebas menurunkan ambilan glukosa pada adiposit dan otot serta
meningkatkan keluaran glukosa hepatik yang terkait dengan resistensi insulin
(Thẻvenod, 2008).
b. Gangguan Sekresi Insulin
Defek pada sekresi insulin bersifat samar dan secara kuantitatif kurang berarti
jika dibandingkan dengan yang terjadi pada DM tipe I. Pada awal perjalanan
penyakit DM tipe II, sekresi insulin tampaknya normal dan kadar insulin
plasma tidak berkurang. Namun pola sekresi insulin yang berdenyut dan
osilatif lenyap, dan fase pertama sekresi insulin (yang cepat) yang dipicu oleh
glukosa menurun. Secara kolektif hal ini dan pengamatan lain mengisyaratkan
adanya gangguan sekresi insulin yang tipe II, dan bukan defisiensi sintesa
insulin. Namun pada perjalanan penyakit berikutnya, terjadi defisiensi absolut
yang ringan sampai sedang, yang lebih ringan dibanding DM tipe I . Penyebab
defisiensi insulin pada DM tipe II masih belum sepenuhnya jelas. Berdasarkan
data mengenai hewan percobaan dengan DM tipe II, diperkirakan mula-mula
resistensi insulin menyebabkan peningkatan kompensatorik massa sel beta
dan produksi insulinnya. Pada mereka yang memiliki kerentanan genetik
terhadap DM tipe II, kompensasi ini gagal. Pada perjalanan penyakit
selanjutnya terjadi kehilangan 20 - 50% sel beta, tetapi jumlah ini belum dapat
menyebabkan kegagalan dalam sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa.
Namun, tampaknya terjadi gangguan dalam pengenalan glukosa oleh sel beta.
Dasar molekuler gangguan sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa ini
masih belum dipahami (Clare – Salzler,, et al., 2007). Peningkatan asam
lemak bebas (NEFA = non-esterified fatty acids) juga mempengaruhi sel beta.
Secara akut, NEFA menginduksi sekresi insulin setelah makan, sedangkan
pajanan kronik terhadap NEFA menyebabkan penurunan sekresi insulin yang
melibatkan lipotoksisitas yang menginduksi apoptosis sel islet dan/ atau
menginduksi uncoupling protein-2 (UCP-2) yang menurunkan membran
potensial, sintesa ATP dan sekresi insulin (Thẻvenod, 2008). Mekanisme lain
kegagalan sel beta pada DM tipe II dilaporkan berkaitan dengan pengendapan
amiloid di islet. Pada 90% pasien DM tipe II ditemukan endapan amiloid pada
autopsi. Amilin, komponen utama amiloid yang mengendap ini, secara normal
dihasilkan oleh sel beta pankreas dan disekresikan bersama dengan insulin
sebagai respons terhadap pemberian glukosa. Hiperinsulinemia yang
disebabkan resistensi insulin pada fase awal DM tipe II menyebabkan
peningkatan produksi amilin, yang kemudian mengendap sebagai amiloid di
islet. Amiloid yang mengelilingi sel beta mungkin menyebabkan sel beta agak
refrakter dalam menerima sinyal glukosa. Yang lebih penting, amiloid bersifat
toksik bagi sel beta sehingga mungkin berperan menyebabkan kerusakan sel
beta yang ditemukan pada kasus DM tipe II tahap lanjut (Clare – Salzler, et
al.,2007).
DAFTAR PUSTAKA
Al Homsi MF, Lukic ML. 2000. An Update on the pathogenesis of Diabetes Mellitus.
United Arab Emirates. Faculty of Medicine and Health Sciences, UAE
University, Al Ain,
Clare-Salzler, MJ., Crawford, JM., Kumar, Vinay, 2007. Pankreas. Dalam: Kumar,
Cotran, Robbins. Buku Ajar Patologi.Edisi 7.Volume 2.Jakarta : EGC
Thomas RC, et al. 2010. Autoimmunity and the Pathogenesis of type 1 Diabetes.
Montreal, Canada. McGill University Medical School