Presjur Dan Presus Stroke Cinta Fitri Season 3
Presjur Dan Presus Stroke Cinta Fitri Season 3
Oleh :
KELOMPOK V
Oleh :
KELOMPOK V
Laporan ini telah disetujui oleh dosen koordinator dan dosen pembimbing Keperawatan
Medikal Bedah Institut Teknologi Kesehatan Wiyata Husada Samarinda
Pada tanggal .. Desember 2019
MENYETUJUI
i
TIM PENYUSUN
Keterangan
No Nama Jabatan Tugas
Sudah Belum
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-nya kepada penyusun, sehingga dengan
limpahan rahmad dan karunia- nya penyusun dapat menyelesaikan
laporanini dengan judul “ANALISIS KASUS & JURNAL DI UNIT STROKE
CENTER RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA”. Laporan ini
dibuat berdasarkan bermacam sumber buku–buku refrensi, media elektronik,
dan dari hasil pemikiran penyusun sendiri.
Selama penyusunan laporan ini penyusun banyak mendapatkan
masukan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu berbagai penyusunan
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ns Kiki Hardiansyah Safitri, S.Kep, M.Kep Sp.KMB Selaku dosen koordinator
dan pembimbing keperawatan Medikal Bedah di ITKES Wiyata Husada
Samarinda
2. Kepala Ruangan beserta staf keperawatan Ruang Stroke Center RSUD.Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda yang telah mengizinkan dan memberi bimbingan
selama pelaksanaan praktik stase Kritis di ruangan tersebut.
3. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan kepada
penyusun baik bersifat moril maupun material.
4. Dan semua yang telah membantu dalam kelancaranpenyusunanlaporan ini.
Semoga makalah ini dapta bermanfaat kepada pembacanya dan dapat
dijadikan acuan terhadap penyusunan laporan berikut berikutnya.
Samarinda, 2019
iii
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan.................................................................................................i
Tim Penyusun............................................................................................................ii
Kata Pengantar...........................................................................................................iii
Daftar Isi....................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori Stroke........................................................................................3
B. Konsep Teori Akupresur.................................................................................10
C. Konsep Asuhan Keperawatan.........................................................................13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian........................................................................................................28
B. Diagnosa ..........................................................................................................43
C. Intervensi..........................................................................................................47
D. Catatan Perkembangan.....................................................................................50
BAB IV ANALISIS JURNAL
A. Jurnal Dalam Penerapan..................................................................................61
B. Standar Operasional Prosedur Akupresur.......................................................73
C. Pelaksanaan Akupresur...................................................................................76
D. Hasil Implementasi..........................................................................................77
BAB V PEMBAHASAN
A. Terapi Akupresur Dalam Meningkatkan Kekuatan Otot ...............................80
B. Hubungan Akupresur Dalam Meningkatkan Kekuatan Otot Pasien Stroke... 81
BAB VI pembahasan PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................89
B. Saran................................................................................................................89
DAFTAR PUSTAKA
JURNAL TERLAMPIR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara luas stroke didefinisikan suatu sindrom yang ditandai dengan
gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa
gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24
jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak
disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler (Mansjoer, 2000).
Menurut Geyer (2009) stroke adalah sindrom klinis yang ditandai dengan
berkembangnya tiba-tiba defisit neurologis persisten fokus sekunder terhadap
peristiwa pembuluh darah. Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu
di dunia dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Duapertiga stroke terjadi
di negara berkembang. Pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami
stroke iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke
meningkat seiring pertambahan usia (Dewanto dkk, 2009). Dampak stroke
bervariasi pada tiap-tiap orang; sebagian orang meninggal, sebagian lainnya
sembuh total, dan sebagian lainnya memiliki dampak stroke hingga akhir
hidupnya. Dampak yang terjadi pasca stroke adalah: Kematian (15%), Cacat
sangat parah (membutuhkan perawatan jangka panjang) (10%), Cacat sedang
sampai berat (anggota tubuh masih berfungsi namun dengan kesulitan) (40%),
Cacat ringan (menyebabkan ketidaknyamanan, tapi tidak berdampak besar
pada kehidupan) (25%), Sembuh total (10%). Beberapa penelitian telah
dilakukan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh stroke salah
satunya adalah terapi komplementer akrupressur. Akrupressur menurut
beberapa penelitian yang telah di lakukan dapat meningkatkan rentang gerak
dan kekuatan otot, oleh sebab itu maka kasus yang kami angkat adalah
akrupressur untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke.
B. Rumusan Masalah
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis
yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal
maupun global, tingginya angka kejadian stroke membuktikan bahwa stroke
merupakan sesuatu yang harus dihindari. Dampak yang ditimbulkan oleh gejala
1
stroke dapat mengganggu aktivitas-aktivitas kehidupan sehari-hari. Beberapa
penelitian telah dilakukan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
stroke, dari penjelasan di atas maka kami merasa bahwa pentingnya untuk
melakukan terapi-terapi yang dapat mengurangi dampak yang di timbulkan
oleh penyakit stroke.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari dari makalah ini yaitu:
a. Untuk mengetahui pengaruh terapi akrupressur dalam meningkatkan
kekuatan otot.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari makalah ini yaitu:
a. Untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien stroke
b. Untuk menjelaskan penerapan Evidane Based Nursing akupresure pada
pasien stroke
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori Stroke
1. Definisi Stroke
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan
neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah ke bagian
dari otak. Dua jenis stroke yang utama adalah iskemik dan hemoragik.
Stroke iskemi atau disebabkan oleh adanya penyumbatan akibat gumpalan
aliran darah baik itu sumbatan karena thrombosis (penggumpalan darah
yang menyebabkan sumbatan dipembuluh darah) atau embolik (pecahan
gumpalan darah/udara/benda asing yang berada didalam pembuluh darah
diotak) ke bagian otak [ CITATION MBl141 \l 1033 ]
Stroke yang disebabkan oleh pendarahan sering kali menyebabkan
spasme pembuluh darah serebral dan iskemik pada serebral karena darah
yang berada diluar pembuluh darah membuat iritasi pada jaringan. Stroke
hemoragik biasanya menyebabkan terjadinya kehilangan fungsi yang
banyak dan penyembuhannya paling lambat dibandingkan dengan tipe
stroke yang lain. Keseluruhan angka kematian karena stroke hemoragik
berkisar antara 25% sampai 60%[ CITATION MBl141 \l 1033 ]
Pendarahan intraserebral paling banyak disebabkan oleh adanya ruptur
arterioklerosik dan hipertensi pembuluh darah, yang bisa menyebabkan
pendarahan ke dalam jaringan otak. Pendarahan intraserebral paling sering
terjadi akibat dari penyakit hipertensi dan umumnya terjadi setelah usia 50
tahun. Akibat lain dari pendarahan adalah aneurisma. Aneurisma adalah
pembengkakan pada pembuluh darah. Walaupun aneurisma serebral
biasanya kecil (diameternya 2-6 mm), hal ini bisa menyebabkan ruptur.
Diperkirakan sekitar 6% dari seluruh stroke disebabkan oleh rupture
[ CITATION MBl141 \l 1033 ].
2. Faktor Resiko
Kejadian stroke dan kematian karena stroke secara berlahan menurun
di negara-negara maju dalam beberapa tahun terakhir ini sebagai akibat
3
dari adanya peningkatan dalam hal mengenali dan mengobati faktor-faktor
risiko. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi dan dapat diturunkan atau
dihilangkan melalui perubahan gaya hidup [ CITATION MBl141 \l 1033 ],
antara lain yaitu:
a) Hipertensi
b) Penyakit kardiovaskuler dan atrial fibrilasi
c) Kondisi diabetes mellitus terjadi disebabkan oleh perubahan
makrovaskuler
d) Hyperlipidemia
e) Merokok
f) Konsumsi alcohol berlebih
g) Penggunaan kokain
h) Kegemukan
Stroke biasanya terjadi disebabkan oleh salah satu dari kejadian dibawah
ini :
a) Thrombolisis
Pengumpulan trombus mulai terjadi dari adanya kerusakan pada
bagian garis endotelial dari pembuluh darah. Arteroslerosis
menyebabkan zat lemak tertumpuk dan membentuk plak di dinding
pembuluh darah, plak ini yang membuat pembuluh drah menyempit
(Black & Hawks; 2014)
b) Emboli cerebral
yaitu bekuan darah atau lainnya seperti lemak yang mengalir melalui
pembuluh darah dibawa ke otak, dan nyumbat aliran darah bagian otak
tertentu (Nurarif; 2015)
c) Spasme pembuluh darah
Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi, penurunan aliran
darah ke arah otak yang disuplay oleh pembuluh darah yang
menyempit. (Black & Hawks; 2014)
4
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari stroke sangat beragan tergantung dari arteri
serebral yang terkena dan luasnya kerusakan jaringan cerebral manifestasi
klinis yang sering terjadi diantaranya adalah kelemahan pada alat gerak
penurunan kesadaran gangguan penglihatan gangguan komunikasi sakit
kepala dan gangguan keseimbangan. Tanda gejala ini biasanya terjadi
secara mendadak, fokal dan mengenai satu sisi.
Menrut Masriadi (2016) tanda dan gejala di hubungkan dengan bagian
arteri yang terkena sebagai berikut :
a) Arteri karotis interna
1) Paralisis pada wajah, tangan dan kaki bagian sisi yang berlawanan
2) Gangguan sensori pada wajah tangan dan kaki
b) Arteri serebri anterior
1) Paralisis pada kaki sisi yang berlawanan
2) Gangguan sensori kaki an jari daerah yang berlawanan daerah
terkena
3) Gangguan koknitif
4) Inkontenensia uri
c) Arteri cerebri posterior
1) Gguan kesadaran sampai koma
2) Kerusakan memori
3) Gangguan penglihatan
d) Arteri cerebri media
1) Hemiplegi pada kedua ekstermitas
2) Kadang kadang kebutaan
3) Afasia global
4. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
5
dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik
sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat
berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan
otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena
thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau
jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro
vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang
otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka
6
waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya
drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron
di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume
darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan
dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan
serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons
sudah berakibat fatal.
5. Penatalaksanaan Medik
a) Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di instalasi Rawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal. Bertujuan
agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien
diberi oksigen21/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian
cairan dekstrosa atausalin dalam H 2 O. Dilakukan pemeriksaan CT
Scane otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan
jumlah trombosit, prototrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia
darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah.
Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan
mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarga agar
tetap tenang
b) Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologic
maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara
7
dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien.
Penjelasan dan edukasi kepada keluarga psien perlu, menyangkut
dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan
pasien yang dapat dilakukan keluarga
6. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi inidapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi, infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan,konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis, nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi,deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak, epilepsi dan sakit kepala.
4. HidrocephalusIndividu yang menderita stroke berat pada bagian otak
yang mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat
meninggal.
7. Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering,oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan
kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan,
8
Pengobatan Konservatif
9
B. Konsep Akupressure
1. Definisi Akupressur
Ada beberapa terapi yang dapat dimanfaatkan oleh pasien pasca stroke
seperti latihan lengan dan pemberian posisi. Terapi akupresur terutama
meridian acupressure terbukti merupakan intervensi yang efektif untuk
memperbaiki pergerakan ektremitas atas, meningkatkan aktivitas sehari-
hari, dan mengurangi depresi pada pasien stroke hemiplegia stroke di
Korea Kang, Sok, & Kang dalam [ CITATION Muh14 \l 1057 ] Akupresur
merupakan metode non-invasif berupa penekanan pada titik akupunktur
tanpa menggunakan jarum, biasanya hanya menggunakan jari atau benda
tertentu yang dapat memberikan efek penekanan sehingga lebih bisa
diterima dan ditoleransi oleh pasien dibandingkan akupunktur yang
menggunakan jarum Alkaissi, Stalnert,& Kalman, 2002; Black & Hawk,
2009; Lemone & Burke, 2008; & Ming et al., 2002 dalam jurnal [CITATION
Muh14 \l 1057 ].
2. Manfaat akupressur
Akupresur terbukti bermanfaat untuk pencegahan penyakit, penyembuhan
penyakit, rehabilitasi (pemulihan) dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Untuk pencegahan penyakit, akupresur dipraktikan pada saat–saat tertentu
secara teratur sebelum sakit, tujuannya untuk mencegah masuknya
penyebab penyakit dan mempertahankan kondisi tubuh. Melalui terapi
akupresur penyakit pasien dapat disembuhkan karena akupresur dapat
digunakan untuk menyembuhkan keluhan sakit dan dipraktikan ketika
dalam keadaan sakit. Akupresur juga dapat bermanfaat sebagai rehabilitasi
(pemulihan) dengan cara meningkatkan kondisi kesehatan sesudah sakit.
Selain itu, akupresur juga bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan
tubuh (promotif) walaupun tidak sedang dalam keadaan sakit Fengge,
2012 dalam [ CITATION Mar17 \l 1033 ]
10
3. Teori dasar Akupresur
a) Yin Yang
Yin dan yang berasal dari bahasa china. Yin artinya bayangan, Yang
artinya cahaya. Hal ini diistilahkan sebagai dua aspek yang berbeda
yang mendominasi kehidupan alam yang saling bertentangan seperti
sisi gelap dan sisi terang, panas dan dingin, pria dan wanita dan
sebagainya. Secara sederhana yin dibedakan menjadi hal yang bersifat
pasif, sedangkan yang bersifat aktif. Yin digambarkan sebagai air
dengan segala sifatnya, sedangkan yang digambarkan sebagai api
dengan segala sifatnya (Cheung & Wong, 2001; Sukanta, 2003;
Lindquis et al, 2010). Fokus perawatan dalam sistem ini adalah untuk
mengembalikan keseimbangan dalam tubuh. Gangguan kesehatan
manusia terjadi karena adanya gangguan keseimbangan yin dan yang
dan atau antara yin yang dalam tubuh dengan alam sekitarnya. Aspek
Yang dikaitkan dengan kehangatan, aktivitas, kekuatan eksternal, dan
peningkatan. Yin dan Yang selalu berhubungan satu sama lain
[ CITATION Mar17 \l 1033 ]
b) Teori pergerakan lima unsur
Hukum lima unsur adalah hukum dasar tentang saling keterkaitan
antara seluruh isi alam semesta yang satu dengan yang lainnya,
termasuk organ-organ dalam tubuh. Hukum dasar ini memposisikan
organ-organ tubuh dalam suatu siklus yang saling berhubungan untuk
membangun keseimbangan (proses sehatsakit), menganalisis sumber
keluhan, maupun untuk melakukan terapi Sukanta 2003 dalam
[ CITATION Mar17 \l 1033 ]
c) Qi atau Energi Kehidupan
Qi atau Energi Kehidupan Qi atau energi kehidupan atau materi dasar
kehidupan atau zat dasar kehidupan, terdiri dari dua macam, yaitu
energy kehidupan bawaan yang berasal dari orang tua dan energy
kehidupan didapat yang berasal dari makanan, minuman dan udara
yang didapat baik ketika masih di dalam kandungan maupun sesudah
lahir. Konsep sehat-sakit didasarkan pada energy kehidupan. Sehat
tidaknya seseorang sangat tergantung pada kuantitas dan kualitas
11
energi kehidupannya dan keadaan lingkungan yang mempengaruhinya.
Baik buruknya fungsi organorgan tubuh pun salah satunya ditentukan
oleh kualitas dan kuantitas energi kehidupan yang dimilikinya. Energi
kehidupan mengalir di seluruh tubuh dan mempunyai fungsinya
masing, sehingga energi kehidupan dapat diklasifikasikan menjadi tiga
yaitu Alamsyah, 2010 dalam [ CITATION Mar17 \l 1033 ]. :
1) Energi kehidupan organ, berada di setiap organ seperti energi
kehidupan paru-paru, energi kehidupan lambung, dan lain-lain
2) Energi kehidupan meridian, berada dan mengalir di meridian,
seperti energi kehidupan meridian hati, energy kehidupan meridian
usus besar, dan lain-lain
3) Energi kehidupan daya tahan tubuh, mengalir dipermukaan tubuh
dan berfungsi mempertahankan tubuh dari serangan penyakit.
d) Meridian
Menurut ilmu akupunktur, di dalam tubuh selain mengalir sistem
peredaran darah, sistem saraf dan sistem limfa, mengalir juga sistem
meridian. Meridian berfungsi sebagai tempat mengalirnya energi vital,
penghubung bolak-balik antar organ, bagian-bagian dan jaringan tubuh,
pancaindra, titik akupunktur, masuk dan keluarnya penyakit, serta
tempat rangsangan penyembuhan. Melalui sistem meridian ini, energy
vital dapat diarahkan ke organ atau bagian tubuh yang sedang
mengalami gangguan. Di meridian pula terdapat titik-titik akupunktur
atau titik pijat yang dirangsang dengan tekanan jari atau alat tumpul
lainnya yang tidak menembus kulit dan tidak menimbulkan rasa sakit
Sukanta, 2003 dalam [ CITATION Mar17 \l 1033 ]
12
sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi pada sell di jaringan terpenuhi
The Online School of Chi Energy, 2012 dalam [ CITATION Mus \l 1033 ]
13
terjadi.Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsive, dan koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, dan kegemukan. Pengkajian obat-obatan yang sering digunakan
klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat
beta, dan lainnya.Adanya riwayat merokok, penggunaan alcohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan
data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
mellitus, atau adanay riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Dalam pola tata nilai dan
kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena
tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
Perawat juga memasukkan pengkajian tehadap fungsi neurologis dengan
dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup
individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua
masalah : keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam
hubungannya dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang akan
mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam system
dukungan individu.
14
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Pada infeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran koma.Pada klien dengan tingkat kesadaran compos
mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b. B2(Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif (tekanan darah > 200
mmHg).
c. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfisinya
tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi
otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada system lainnya. Pengkajian tingkat kesadaran.Kualitas
kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indicator
paling sensitive untuk disfungsi system persarafan.Beberapa system
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar
pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sanagt penting untuk menilai
15
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian
asuhan. Pengkajian fungsi serebral.Pengkajian ini meliputi status mental,
fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
16
4. Pengkajian Sistem Motorik.
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan control motor volunteer pada salah satu tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
a) Inspeksi umum : didapatkan hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah
tanda yang lain.
b) Fasikulasi: didapatkan pada otot-otot ekstremitas
c) Tonus Otot : didapatkan meningkat.
d) Kekuatan Otot : Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan
otot pada sisi sakit didatkan tingkat 0.
e) Keseimbangan dan Koordinasi: didatkan mengalami gangguan karena
hemiparese dan hemiplegia.
17
b. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
control motorik dan postural. Kadang control sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi
intermitten dengan teknik steril.Inkontinensia urine yang belanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
d. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesuliatan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut.Mual sampai muntah desebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan control
volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas ppada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah mobilitas fisik.Adanya kesulitan untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
18
7. Diagnosa Keperawatan yang dapat muncul
Untuk membuat diagnosis keperawatan yang akurat, perawat harus
mampu melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan data yang valid dan
berkaitan, mengelompokkan data, membedakan diagnosis keperawatan dari
masalah kolaboratif, merumuskan diagnosis keperawatan dengan tepat, dan
memilih diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007) meliputi:
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:
1) Interupsi aliran darah
2) Gangguan oklusif, hemoragi
3) Vasospasme cerebral
4) Edema serebral
19
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
kontrol/ koordinasi otot
2) Kerusakan perseptual/ kognitif
3) Nyeri/ ketidaknyamanan
4) Depresi
5) Perencanaan
Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan
yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan
intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter &
Perry, 2005). Perencanaan merupakan langkah awal dalam menentukan apa
yang dilakukan untuk membantu klien dalam memenuhi serta mengatasi
masalah keperawatan yang telah ditentukan. Tahap perencanaan keperawatan
adalah menentukan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan kriteria
evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan. Tujuan yang ditetapkan
harus sesuai dengan SMART, yaitu spesific (khusus), messeurable (dapat
diukur), acceptable (dapat diterima), reality (nyata) dan time (terdapat
kriteria waktu). Kriteria hasil merupakan tujuan ke arah mana perawatan
kesehatan diarahkan dan merupakan dasar untuk memberikan asuhan
keperawatan komponen pernyataan kriteria hasil.
20
Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke adalah
sebagai berikut :
21
3) Intervensi;
a) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat
memberikan informasi bagi pemulihan
b) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.
c) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur.
d) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak
menjadi lebih terganggu.
e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan
ambulasi pasien.
Rasional: program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan
kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
22
Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
d) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi
pesan yang dimaksud
e) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.
23
e. Diagnosa keperawatan kelima: kurang perawatan diri berhubungan
dengan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan
ketahanan,kehilangankontrol/ koordinasi otot
1) Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria hasil klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal
hygiene secara minimal
3) Intervensi;
a. Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga
membantu dalam perawatan diri
b) Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada
klien
c) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien
setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
d) Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program
peningkatan aktivitas klien
e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan
rencana terapi
24
Rasional: penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam
mengembankan perencanaan asuhan/ pilihan intervensi.
b) Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
Rasional: membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah
satu bagian kehidupan.
c) Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan minat/
partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi.
Rasional: mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah dan
memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.
d) Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan
sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
Rasional: membangun kembali rasa kemandirian dan menerima
kebanggan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.
e) Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai
kebutuhan.
Rasional: dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang
perlu untuk perasaan/ merasa menjadi orang yang produktif.
25
Rasional: menguatkan otot fasiel dan otot menelan dan menurunkan
resiko terjadinya aspirasi.
d) Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/ kegiatan.
Rasional: meningkatkan pelepasan endorphin dalam otak yang
meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.
e) Berikan cairan melalui intra vena dan/ atau makanan melalui selang.
Rasional: memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien
tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
26
Rasional: stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses
berfikir.
27
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama :Ny S Suku : Jawa
Umur : 55 th Pendidikan : SMA
Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl kemakmuran gang Tanggal masuk RS : 18 desember 2019
PLN samarinda
Status perkawinan : Sudah kawin Tanggal pengkajian : 19 desember 2019
Agama : Islam Sumber informasi : Data primer dan
sekunder
2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Keluarga pasien mengatakan pada pagi hari sebelum masuk rumah
sakit, suami pasien menemukan pasien sulit dalam berbicara dan
mengeluarkan liur di bagian pinggir mulut pasien kemudian
keluarga melihat lidah pasein tidak lurus serta kelemahan pada
tangan dan kaki bagian kiri. Setelah itu keluarga pasien langsung
membwa pasien ke rumah sakit.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dilakukan pengkajian pada perawatan hari ke 2 di ruang
stroke dengan keadaan umum lemah dan kondis kompos mentis
dan GCS V = Afasia, M = 6 dan E = 4. Pasien mengalami
kelemahan pada bagian ekstremitas sinistra dengan skore kekuatan
otot 1. Keluarga pasien mengatakan 2 hari sebelum masuk rumah
sakit pasien ditemukan pingsan dikamar mandi, kepala pasien tidak
terbentur kemudian pasien diberikan minyak kayu putih untuk
merangsang supaya pasien sadar dari pingsanya. Pasien sempat
dilakuakn pemeriksaan tekanan darah saat pingsan dan diperoleh
hasil pasien memmiliki tekanan darah rendah. Setelah sadar, pasien
dianjukan oleh keluarga untuk meminum obat dan membuat
makanan dari daun singkong untuk menaikan tekanan darah pasien
28
c. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat
penyakit tekanan darah rendah sejak 20 tahun yang lalu.
Genogram
29
Neutrofil # 4,2 1,5 – 7,0
Neutrofil % 68 40 – 74
Limfosit # 1,50 1,00 – 3,70
Limfosit % 24 19 -48
Monosit # 0,39 0,16 – 1,00
Monosit % 6 3–9
Eosinophil # 0,07 0,00 – 0,80
Eosinophil % 1 0–7
Basophil # 0,1 0,00 – 0,2
Basophil % 1 0–1
Kimia Klinik
Glukosa sewaktu 83 70 – 140
Ureum 24,9 19,3 – 49,2
Creatinin 0,9 0,5 – 1,1
Electrolyte
Natrium 142 135 – 155
Kalium 4,4 3,6 – 5,5
Chloride 106 98 – 108
Tgl 19/12/2019
Kimia Klinik
Hba1c 4,5 4,5 – 6,5
Cholesterol 202 <200
Trigliserida 112 <150
HDL Cholesterol 47 >45
LDL Cholesterol 132 <130
Uric acid 2,9 2,4 – 5,7
Elektrocardiogram
Tgl 18/12/2019
Sinus Rhythem with premature trial complex
Vent rate : 67 bpm
QRS duration : 78 ms
QT/QTc : 470/496 ms
PR Interval : 178 ms
P duration : 132 ms
RR interval : 895 ms
P-R-T axos : 75 81 73
Radiologi
Tgl 18/12/2019
Telah dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras hasil
sebagai berikut:
Densitas white and grey matter normal
30
Tidak tampak lesi fokal/difuse hipodens maupun hiperdens
patologis intracranial/intracerebral
Tidak tampak midline shift
Sulci dan gyri noramal
System ventrikel, ruang subarachnoid dan cisterna normal
Pons dan cerebellum normal
Kalsifikasi pada pineal body dan plexus choroideus
Sinus paranalisis dan air cell mastoid normal
Tidak tampak fraktur pada tulang
Kesan : CT scan kepala dalam batas normal
Tindakan yng sudah dilakukan :
Melakukan pemasangan infus
Melakukan pemasangan selang NGT
Mengatur posisi semifowler
Mengambil sampel darah
Melakukan rekam jantung
Melakukan pemeriksaan CT scan kepala
31
Intake cairan : Cairan infus NaCl 0,9 %, minum : aqua tanggung
600ml/hari
c. Pola eliminasi
Buang air besar :
Sebelum masuk rumah sakit BAB pasien tidak ada masalah,
setelah masuk rumah sakit sampai saat pengkajian pasien belum
ada BAB
Buang air kecil :
Sebelum masuk rumah sakit pasien BAK tidak ada masalah,
setelah masuk rumah sakit pasien BAK 4 kali sehari dengan warna
urine berwarna kuning jernih, pasien tidak terpasang catheter dan
pasien menggunakan diapers
Kekuatan otot
32
55555 11111
33333 11111
Skala jatuh :
Keterangan :
33
Tidak beresiko : 0 – 24
Resiko rendah : 25 – 54
34
Pasien tidak dapat diverbalisasi terkait kondisi GCS namun
keluarga pasien mengatakan pasien selalu berdoa untuk
kesembuhan sakitnya
4. Pemeriksaan fisik
(Inspeksi, Palpasi, Perkusi Auskultasi)
Keluhan yang dirasakan saat ini :
Pasien tidak dapat di verbalisasi terkait dengan kondisi GCS pasien
TTV :
TD : 110/60 mmHg
Nadi : 64 x/menit
Suhu : 37,1 celcius
35
RR : 22 x/menit
BB : 60 Kg
TB : 150 cm
a. Kepala
Inspksi : Bentuk kepala mesochpal, penyebaran rambut merata,
warna rambut hitam pendek dan sedikit beruban, tidak ada lesi,
tidak ada massa dan rambut sedikit rontok.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa
▪ Konjungtiva : (anemis)
▪ Nyeri : (tidak)
▪ Kornea : keruh
2) Pendengaran
Normal Berdengung Berkurang Alat bantu Tuli
Pendengaran klien baik, telinga klien tampak simetris
kiri dan kanan, tidak ada lessi, tidak ada cairan dan
pasien tidak mengguanakn alat bantu pendengaran
Hidung
Inspeksi : Hidung terlihat bersih, tidak ada polip
36
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidal ada massa atau
benjolan
Mulut/gigi/lidah :
Inspeksi : Mulut telihat bersih tidak ada sariawan,
terdapat gigi yang tanggal pada bagian bawah sebanyak
2 gigi, lidah terlihat tidak simetris.
Leher :
Inspeksi : Leher terlihat besrih, tidak ada lesi, tidak
ada pembesaran vena jugular,
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa atau
benjolan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
b. Respiratori
1) Dada
Inspeksi : Dada nampak simetris, tidak ada lesi, tidak
ada bekas luka
Palpasi : Tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan
Auskultasi: Suara napas vesikuler
2) Batuk
Pasien tidak mengeluhkan batuk
3) Napas bunyi
Bunyi napas vesikuler dimana fase inspirasi lebih
panjang dari pada ekspirasi.
Sesak napas saat :
Inspirasi
Ekspirasi
Istirahat
Aktivitas
37
Tipe pernapasan :
Perut
Dada
Kusmaull
Biot
Cynestokes
Lainya
c. Kardiovaskuler
1) Riwayat hipertensi : Pasien tidak memiliki riwayat
hipertensi
2) Masalah jantung : Pasien tidak memiliki riwayat
jantung
3) Demam rematik : Pasien tidak meiliki demam
rematik
4) Bunyi jantung : normal
38
5) Irama jantung : Sinus Rhythem
6) Mur mur : Tidak ada murmur jantung
7) Nyeri dada : Tidak ada nyeri dada
8) Pusing : Pasien mengeluhkan pusing
9) Sianosis : pasien tidak memiliki sianosis
10) Capillary refill : kurang dari 2 detik
11) Edema : Pasien tidak ada edema
12) Hematoma : Pasien tidak ada hematoma
13) Riwayat keluhan lain : Tidak ada keluhan
d. Neurologis
1) Rasa ingin pingsan atau pusing : pasien mengeluhkan
pusing
2) Sakit kepala : pasien mengeluhkan sakit kepala
GCS : V = Afasia, M = 6 dan E = 4.
Pupil : isokor
Reflex cahaya : Sinistra cepat
Dextra cepat
Bicara : pasien pelo, pasien tidak jelas
dalam berbicara
Kondisi ekstremitas: pasien mengalami paralisis
pada ekstremitas atas bawah kanan dan kiri
Keluhan lain : tidak ada keluhan lain
e. Integument
1) Warna kulit :
Warna kulit normal berwarna sawo matang, tidak ada
lesi, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan
2) Kelembaban :
Kulit pasien lembab
39
3) Turgor kulit :
Turgor kulit kurang dari 2 detik, kulit elastis
4) Keluhan lain :
Tidak ada keluhan lain
f. Abdomen
1) Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
2) Lunak/keras : abdomen teraba lunak
3) Massa : tidak ada massa
4) Bising usus : 5x/menit
5) Asites : tidak ada asites
6) Keluhan lain : tidak ada keluhan lain
g. Musculoskeletal
1) Nyeri otot/tulang : tidak ada nyeri otot/tulang
2) Kaku sendi : terdapat pada ekstermitas atas
dan bawah bagian kiri
3) Bengkak sendi : tidak terdapat
4) Fraktur : tidak terdapat fraktur
5) Alat bantu : pasien tidak menggunakan
alat bantu
6) Pergerakan terbatas : pasien memikili gerakan
terbatas karena paralisis di bagian ekstremitas kiri
7) Keluhan lain : tidak ada keluhan lain
8) Kekuatan otot :
55555 11111
33333 11111
40
a) Skala 0
Artinya otot tak mampu bergerak, misalnya jika tapak
tangan dan jari mempunyai skala 0 berarti tapak tangan dan
jari tetap aja ditempat walau sudah diperintahkan untuk
bergerak.
b) Skala 1
Jika otot ditekan masih terasa ada kontraksi atau kekenyalan
ini berarti otot masih belum atrofi atau belum layu.
c) Skala 2
Dapat mengerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai
perintah misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau lurus
bengkok tapi jika ditahan sedikit saja sudah tak mampu
bergerak
d) Skala 3
Dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal misalnya
dapat menggerakkan tapak tangan dan jari
e) Skala 4
Dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan.
f) Skala 5,
Bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal
h. Seksualitas
1) Aktif melakukan hubungan seksual :
Tidak dikaji
2) Penggunaan alat konttrasepsi :
Pasien tidak menggunakan alat kontrasepsi lagi
3) Kesulitasn seksual :
Tidak dikaji
4) Perubahan terakhir dalam frekuensi :
Tidak dikaji
5) Menopause
41
Pasien sudah mengalami menopause
6) Melakukan pemeriksaan payudara sendiri :
Tidak dilakukan
7) Pap smear terkahir
Pasien tidak melakukan papsmear
5) Program terapi
Pasien mendapatkan terapi medikasi
Infus Nacl 0,9% 20 tpm
Loading Aspilet 4 tab
Injeksi omeptazol 1 ampul
42
B. Diagnosa yang muncul
1. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
2. Gangguan menelan b.d gangguan saraf kranalis
3. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuskular
4. Risiko jatuh b.d kekuatan otot menurun
Analisa Data
No Data penunjang Kemungkinan Maslaah
penyebab
1 Data subjektif : Suplai darah ke jaringan Gangguan
Ketika pasien ditanya cerebral tidak adekuat mobilitas fisik
Apakah pasien dapat
menggerakan tangan Arteri serebra basilasris
dan kaki bagian kiri
pasien memberi isyarat
menggelengkan kepala Disfungsi nervus IX
Data objektif :
Pasien mengalami Kelamahan anggota
tergantung total pada gerak
perawatan diri
(Makan/minum, mandi,
toileting, berpaikaian, Hemiparase kanan/kiri
berpindah). Pasien
dibantu orang lain
(Mobilitas ditempat Gangguan mobilitas
tidur, ambulasi/ROM) fisik
GCS V = Afasia, M = 6
dan E = 4.
Pasien mengalami
kelemahan pada
ekstermitas kiri
43
Kekuatan otot
55555 11111
33333 11111
44
menggelengkan kepala.
Kehilangan fungsi tonus
Data objektif : otot facialis
GCS V = Afasia, M = 6
dan E = 4.
Lidah pasien pelo Gangguan komunikasi
Kalimat yang verbal
dikeluarkan tidak jelas
4 Data subjektif : Suplai darah ke jaringan Resiko jatuh
Ketika pasien ditanya cerebral tidak adekuat
Apakah pasien dapat
menggerakan tangan Arteri serebra basilasris
dan kaki bagian kiri
pasien memberi isyarat
menggelengkan kepala Disfungsi nervus IX
Data objektif :
Pasien mengalami Kelamahan anggota
kelemahan pada gerak
ekstermitas kiri
Hanya bisa beraktivitas
ditempat tidur Hemiparase kanan/kiri
Kemampuan gerak
sendi terbatas
Kekuatan otot bagian Gangguan mobilitas
ekstremitas kiri adalah fisik
1
Skala morse
- Riwayat jatuh
Apakah lansia
pernah jatuh dalam
3 bulan terakhir=25
- Apakah lansia
45
memiliki lebih dari
1 penyakit = 0
- Alat bantu jalan :
Bedress atau
dibantu perawat=0
kruk/tongkat=0
Berpegangan pada
benda=0
- Terapi intravena=20
Gaya
berjalanan/cara
berpindah/normal/b
edrest/immobile=0
Lemah tidak
bertenaga=0
Gangguan atau
tidak normal=0
- Lansia menyadari
kondisi dirinya=0
Keterlambatan daya
ingat=0
Total (45) resiko
jatuh rendah
46
C. Intervensi Keperawatan
47
esofagus residu lambung atau
mengauskultasi
Gejala dan tanda mayor hembusan udara
dan minor : 2. Gunakan tehnikbersih
Subjektif : dalam pemberian
1. Mengeluh sulit menelan makanan via selang
3. Monitor residu lambung
tiap 4-6 jam selama 24
jam pertama, kemudian
8 jam selama pemberian
makan via enteral
4. Tinggikan kepala tempat
tidur 30-45 derajat
selama pemberian
makan
3 Gangguan komunikasi Komunikasi verbal Promosi komunikasi:
verbal b.d gangguan (hal.49) Defisit bicara (hal. 373)
neuromuskular L.13118 I.13492
Definisi: Definisi:
Domain: D.0119 Kemampuan menerima, Menggunakan teknik
Kategori: Relasional memproses, mengirim, komunikasi tambahan pada
Subkategori: Interaksi dan/atau menggunakan individu dengan gangguan
Sosial sistem simbol bicara
Definisi: Kriteria hasil : Tindakan
Penurunan, perlambatan, 1. Kemampuan bicara (2) Observasi
atau ketiadaan kemampuan 2. Kemampuan 1. Monitor proses kognitif,
untuk menerima, mendengar (2) anatomis, dan fisiologis
memproses, mengirim, 3. Kesesuaian ekspresi yang berkaitan dengan
dan/atau menggunakan wajah/tubuh (2) bicara (mis. Memori,
sistem simbol 4. Kontak mata (2) pendengaran, dan
Gejala dan Tanda Mayor bahasa)
Subjektif Skala : 2. Monitor frekuensi
(tidak tersedia) 1= meningkat marah, depresi, atau hal
Objektif 2= cukup meningkat lain yang mengganggu
1. Tidak mampu berbicara 3= sedang bicara
atau mendengar 4=cukup menurun 3. Identifikasi prilaku
2. Menunjukan respon 5= menurun emsional dan fisik
tidak sesuai sebagai bentuk
komunikasi
Gejala dan Tanda Minor Terapeutik
Subjektif 1. Sesuaikan gaya
(tidak tersedia) komunikasi dengan
Objektif kebutuhan (mis. Berdiri
1. Pelo didepan pasien,
2. Ksulit mempertahankan dengarkan dengan
komunikasi seksama, tunjukan satu
3. Sulit menggunakan gagasan atau pemikiran
ekspresi wajah atau sekaligus, bicaralah
tubuh dengan perlahan sambil
menghindari teriakan)
2. Ulangi apa yang
disampaikan pasien
48
4 Risiko jatuh b.d kekuatan Perfusi serebral (hal.86) Pencegahan jatuh (hal279)
otot menurun (306) Domain : L.02014 Domain: l.14540
Definisi :
Domain: D.0143 Definisi :
Keadekuatan aliran darah
Kategori: Lingkungan Mengidentifikasi dan
Subkategori: Keamanan serebral untuk menunjang menurunkan risiko terjatuh
dan Proteksi fungsi otak akibat perubahan kondisi
Kriteria hasil : fisik atau psikologis
Definisi : 1. Tingkat kesadaran (5) Tindakan
Berisiko mengalami 2. Kognitif (5) Observasi
kerusakan fisik dan 1. Identifikasi faktor resiko
gangguan kesehatan akibat jatuh (mis. Usia >65
Skala:
terjatuh tahun, penurunan
1= menurun tingkat kesadar, defisit
2= cukup menurun kognitif, hipotensi
3= seang ortostatik, gangguan
4= cukup meningkat keseimbangan,
5= meningkat gangguan penglihatan,
neuropati)
2. Identifikasi risiko jatuh
setidaknya sekali setiap
shift
3. Hitung resiko jatuh
dengan menggunakan
skala (mis. Fall morse
scale)
4. Monitor berpindah dari
tempat tidur ke kursi
dan sebaliknya
Terapeutik
1. Orientasikan ruangan
pada pasien dan
keluarga
2. Pastikan roda tempat
tidur dan kursi selalu
dalam kondisi terkunci
3. Pasang handrail tempat
tidur
Edukasi
1. Anjurkan memanggil
perawat jika
membutuhkan bantuan
49
D. CATATAN PERKEMBANGAN
2. Dukungan
Perawatan Diri
2.1 Memonitor
tingkat
kemandiria
EH : pasien
tidak dapat
melakukan
perawatan
dirinya secara
mandiri
2.2 Mengidentifik
asi kebutuhan
alat bantu
kebersihan
diri,
berpakaian,
berhias dan
makan
EH : personal
50
hygine pasien
dibantu
sepenuhnya
oleh perawat
dan keluarga
2.3 Memfasilitasi
untuk
menerima
keadaan
ketergantunga
n
EH : keluarga
dan perawat
menerima
keadaan
ketergantunga
n pasien
Gangguan 1. Teknik latihan S : Pasien di tanya apakah pasien
mobilitas penguatan otot mengalami kelemahan otot. Pasien
fisik 1.1 Mengidentifika memberi isyarat dengan
si tingkat menganggukan kepala
kekuatan otot
EH : pasien O:
mengalami - KU = Lemah
kelemahan otot - Kekuatan otot menurun
ekstermitas
sinistra dengan
- Rentang gerak ROM menurun
skor 1 - Rentang gerak menurun
1.2 Mengidentifik - Pergerakan terbatas
asi - Klien di lakukan terapi akrupresur
jenis dan durasi Kriteria hasil Perlakuan ke-1 Target
aktivitas Kekuatan
EH : pasien otot 1 3
mengalami Gerakan
terbatas
1 3
tingkat
ketergantungan Kelemahan
fisik
1 3
total
1.3 Memberikan
terapi A : Masalah belum teratasi
komplememter
untuk P : Lanjutkan intervensi no: 1.1,1.2,1.3,
meningkatkan 2.1, 2.2, 2.3
kekuatan otot
pasien
EH : pasien
diberi terapi
akrupresur
selama 10
menit
2. Dukungan
Perawatan Diri
2.1 Memonitor
tingkat
kemandiria
EH : pasien
tidak dapat
melakukan
51
perawatan
dirinya secara
mandiri
2.2 Mengidentifik
asi kebutuhan
alat bantu
kebersihan
diri,
berpakaian,
berhias dan
makan
EH : personal
hygine pasien
dibantu
sepenuhnya
oleh perawat
dan keluarga
2.3 Memfasilitasi
untuk
menerima
keadaan
ketergantunga
n
EH : keluarga
dan perawat
menerima
keadaan
ketergantunga
n pasien
13.00 Gangguan Pemberian makan S:-
menelan 2.1 Memeriksa posisi
NGT dengan O:
memeriksa residu - Klien terpasang NGT
lambung atau - Klien terlihat mengeluarkan saliva
mengauskultasi yang berlebihan
hembusan udara
EH: posisi NGT
- Posisi kepala kurang elevasi
tepat di dalam - Klien terlihat gelisah
lambung
2.2 Menggunakan A = Masalah belum teratasi
tehnikbersih dalam
pemberian P = Lanjutkan intervensi 2.1, 2.2, 2.3,
makanan via 2.4
selang
EH: mencuci
tangan sebelum
dan sesudah
pemberian
makanan
2.3 Memonitor residu
lambung tiap 4-6
jam selama 24 jam
pertama, kemudian
8 jam selama
pemberian makan
via enteral
EH: residu negatif
2.4 Meninggikan
52
kepala tempat tidur
30-45 derajat
selama pemberian
makan
EH: posisi kepala
klien 30 derajat
16.30 Gangguan Pemberian makan S:-
menelan 1.1 Memeriksa posisi
NGT dengan O:
memeriksa residu - Klien terpasang NGT
lambung atau - Klien terlihat mengeluarkan saliva
mengauskultasi yang berlebihan
hembusan udara
EH: posisi NGT
- Posisi kepala kurang elevasi
tepat di dalam - Klien terlihat gelisah
lambung
1.2 Menggunakan A = Masalah belum teratasi
tehnikbersih dalam
pemberian P = Lanjutkan intervensi 2.1, 2.2, 2.3, 2.4
makanan via selang
EH: mencuci
tangan sebelum dan
sesudah pemberian
makanan
2.3 Memonitor residu
lambung tiap 4-6
jam selama 24 jam
pertama, kemudian
8 jam selama
pemberian makan
via enteral
EH: residu negatif
2.5 Meninggikan
kepala tempat tidur
30-45 derajat
selama pemberian
makan
EH: posisi kepala
klien 30 derajat
13.00 Gangguan Promosi komunikasi: S : Pasien hanya dapat menggelengkan
komunikasi 2.1 Memonitor proses dan menganggukkan kepala ketika
verbal kognitif, anatomis, diajak berbicara.
dan fisiologis yang
berkaitan dengan O:
bicara (mis. - Pasien tidak mampu berbicara
Memori, - Menunjukkan respon yang tidak
pendengaran, dan sesuai
bahasa)
EH :Klien kesulitan
- Afasia
untuk berbicara - Tidak ada kontak mata
2.2 Mengidentifikasi - Tidak mampu menggunakan ekspresi
prilaku emsional wajah atau tubuh
dan fisik sebagai
bentuk komunikasi A = Masalah belum teratasi
EH : klien terlihat
mengetuk bed P = Lanjutkan intervensi 3.1, 3.2, 3.3, 3.4
untuk memanggil
53
perawat diruangan
2.3 Menyesuaikan
gaya komunikasi
dengan kebutuhan
(mis. Berdiri
didepan pasien,
dengarkan dengan
seksama, tunjukan
satu gagasan atau
pemikiran
sekaligus, bicaralah
dengan perlahan
sambil
menghindari
teriakan)
EH : klien
mendengarkan apa
yang perawat
sampaikan
2.4 Mengulangi apa
yang disampaikan
pasien
EH :
mengklarifikasi apa
yang di butuhkan
oleh pasien
16.30 Gangguan Promosi komunikasi: S : Pasien hanya dapat menggelengkan
komunikasi 3.1 Memonitor proses dan menganggukkan kepala ketika
verbal kognitif, anatomis, diajak berbicara.
dan fisiologis yang
berkaitan dengan O:
bicara (mis. - Pasien tidak mampu berbicara
Memori, - Menunjukkan respon yang tidak
pendengaran, dan sesuai
bahasa)
EH : klien
- Afasia
kesulitan untuk - Tidak ada kontak mata
berbicara - Tidak mampu menggunakan ekspresi
3.2 Mengidentifikasi wajah atau tubuh
prilaku emsional
dan fisik sebagai A = Masalah belum teratasi
bentuk komunikasi
EH : klien terlihat P = Lanjutkan intervensi 3.1, 3.2, 3.3, 3.4
mengetuk bed
untuk memanggil
perawat diruangan
3.3 Menyesuaikan
gaya komunikasi
dengan kebutuhan
(mis. Berdiri
didepan pasien,
dengarkan dengan
seksama, tunjukan
satu gagasan atau
pemikiran
sekaligus, bicaralah
dengan perlahan
sambil
54
menghindari
teriakan)
EH : klien
mendengarkan apa
yang perawat
sampaikan
3.4 Mengulangi apa
yang disampaikan
pasien
EH :
mengklarifikasi apa
yang dibutuhkan
oleh pasien
13.00 Risiko jatuh Pencegahan jatuh S: -
4.1 Mengidentifikasi
faktor resiko jatuh O:
(mis. Usia >65 - KU = Lemah
tahun, penurunan - Pasien tirah baring
tingkat kesadar,
defisit kognitif,
- Terpasang label Resiko Jatuh
hipotensi ortostatik, - Skala Morse = 45 (resiko jatuh
gangguan sedang)
keseimbangan,
gangguan A = Masalah belum teratasi
penglihatan,
neuropati) P = Lanjutkan intervensi 4.1, 4.2, 4.3,
EH :nilai resiko 4.4, 4.5, 4.6
jatuh 45 (resiko
sedang)
4.2 Mengidentifikasi
risiko jatuh
setidaknya sekali
setiap shift
EH : memastikan
pagar terpasang
dan diberi tanda
resiko jatuh
4.3 Menghitung resiko
jatuh dengan
menggunakan skala
(mis. Fall morse
scale)
EH : nilai resiko
jatuh 45 (resiko
sedang)
4.4 Memastikan roda
tempat tidur dan
kursi selalu dalam
kondisi terkunci
EH : ronda tempat
tidur klien terkunci
4.5 Memasang handrail
tempat tidur
EH : handrail
tempat tidur selalu
terpasang
4.6 Menganjurkan
memanggil perawat
55
jika membutuhkan
bantuan
EH : klien
mengetuk tempat
tidur jika
membutuhkan
bantuan perawat
16.30 Risiko jatuh Pencegahan jatuh S: -
4.1 Mengidentifikasi
faktor resiko jatuh O:
(mis. Usia >65 - KU = Lemah
tahun, penurunan - Pasien tirah baring
tingkat kesadar,
defisit kognitif,
- Terpasang label Resiko Jatuh
hipotensi ortostatik, - Skala Morse = 45 (resiko jatuh
gangguan sedang)
keseimbangan,
gangguan A = Masalah belum teratasi
penglihatan,
neuropati) P = Lanjutkan intervensi 4.1, 4.2, 4.3,
EH : nilai resiko 4.4, 4.5, 4.6, 4.7
jatuh 45 (resiko
sedang)
4.2 Mengidentifikasi
risiko jatuh
setidaknya sekali
setiap shift
EH : memastikan
pagar terpasang
dan diberi tanda
resiko jatuh
4.3 Menghitung resiko
jatuh dengan
menggunakan skala
(mis. Fall morse
scale)
EH : nilai resiko
jatuh 45 (resiko
sedang)
4.4 Memastikan roda
tempat tidur dan
kursi selalu dalam
kondisi terkunci
4.5 Memasang handrail
tempat tidur
4.6 Menganjurkan
memanggil perawat
jika membutuhkan
bantuan
EH : klien
mengetuk tempat
tidur jika
membutuhkan
bantuan perawat
2. Hari-2 08.30 Gangguan 1. Teknik latihan S : Pasien di tanya apakah pasien
Selasa, 21 Mobilitas penguatan otot mengalami kelemahan otot. Pasien
desember Fisik 1.1 mengidentifikasi memberi isyarat dengan
56
2019 tingkat kekuatan menganggukan kepala
otot
EH : pasien O:
mengalami Kriteria hasil Perlakuan ke-1 Target
kelemahan otot Kekuatan
otot 1 3
ekstermitas
sinistra dengan Gerakan
terbatas
1 3
skor 1
1.2 Mengidentifikasi Kelemahan
fisik
1 3
jenis dan durasi
aktivitas
EH : pasien A : Masalah belum teratasi
mengalami P : Lanjutkan intervensi no: 1.1,1.2,1.3
tingkat
ketergantungan
total
1.3 Memberikan
terapi
komplememter
untuk
meningkatkan
kekuatan otot
pasien
EH : pasien diberi
terapi akrupresur
selama 10 menit
2. Dukungan
Perawatan Diri
2.1 Memonitor
tingkat
kemandiria
EH : pasien
tidak dapat
melakukan
perawatan
dirinya secara
mandiri
2.2 Mengidentifik
asi kebutuhan
alat bantu
kebersihan
diri,
berpakaian,
berhias dan
makan
EH : personal
hygine pasien
dibantu
sepenuhnya
oleh perawat
dan keluarga
2.3 Memfasilitasi
untuk
menerima
keadaan
ketergantunga
57
n
EH : keluarga
dan perawat
menerima
keadaan
ketergantunga
n pasien
08.30 Ganguan Pemberian makan S:-
Menelan 2.1 Memeriksa posisi
NGT dengan O:
memeriksa residu - Klien terpasang NGT
lambung atau - Klien terlihat mengeluarkan saliva
mengauskultasi yang berlebihan
hembusan udara
EH: posisi NGT
- Posisi kepala kurang elevasi
tepat di dalam - Klien terlihat gelisah
lambung
2.2 Menggunakan A = Masalah belum teratasi
tehnikbersih dalam
pemberian P = Lanjutkan intervensi 2.1, 2.2, 2.3, 2.4
makanan via selang
EH: mencuci
tangan sebelum dan
sesudah pemberian
makanan
Memonitor residu
lambung tiap 4-6
jam selama 24 jam
pertama, kemudian
8 jam selama
pemberian makan
via enteral
EH: residu negatif
2.3 Meninggikan
kepala tempat tidur
30-45 derajat
selama pemberian
makan
EH: posisi kepala
klien 30 derajat
08.30 Gangguan Promosi komunikasi: S : Pasien hanya dapat menggelengkan
Komunikasi 3.1 Memonitor proses dan menganggukkan kepala ketika
Verbal kognitif, anatomis, diajak berbicara.
dan fisiologis yang
berkaitan dengan O:
bicara (mis. - Pasien tidak mampu berbicara
Memori, - Menunjukkan respon yang tidak
pendengaran, dan sesuai
bahasa)
EH : klien
- Afasia
kesulitan untuk - Tidak ada kontak mata
berbicara - Tidak mampu menggunakan ekspresi
3.2 Mengidentifikasi wajah atau tubuh
prilaku emsional
dan fisik sebagai A = Masalah belum teratasi
bentuk komunikasi
EH : klien terlihat P = Lanjutkan intervensi 3.1, 3.2, 3.3, 3.4
58
mengetuk bed
untuk memanggil
perawat diruangan
3.3 Menyesuaikan
gaya komunikasi
dengan kebutuhan
(mis. Berdiri
didepan pasien,
dengarkan dengan
seksama, tunjukan
satu gagasan atau
pemikiran
sekaligus, bicaralah
dengan perlahan
sambil
menghindari
teriakan)
EH : klien
mendengarkan apa
yang perawat
sampaikan
3.4 Mengulangi apa
yang disampaikan
pasien
EH
mengklarifikasi apa
yang dibutuhkan
oleh pasien
08.30 Risiko Jatuh Pencegahan jatuh S: -
4.1 Mengidentifikasi
faktor resiko jatuh O:
(mis. Usia >65 - KU = Lemah
tahun, penurunan - Pasien tirah baring
tingkat kesadar,
defisit kognitif,
- Terpasang label Resiko Jatuh
hipotensi ortostatik, - Skala Morse = 45 (resiko jatuh
gangguan sedang)
keseimbangan,
gangguan A = Masalah belum teratasi
penglihatan,
neuropati) P = Lanjutkan intervensi 4.1, 4.2, 4.3,
EH : nilai resiko 4.4, 4.5, 4.6, 4.7
jatuh 45 (resiko
sedang)
4.2 Mengidentifikasi
risiko jatuh
setidaknya sekali
setiap shift
EH : memastikan
pagar terpasang
dan diberi tanda
resiko jatuh
4.3 Menghitung resiko
jatuh dengan
menggunakan skala
(mis. Fall morse
scale)
EH : nilai resiko
59
jatuh 45 (resiko
sedang)
4.4 Memastikan roda
tempat tidur dan
kursi selalu dalam
kondisi terkunci
4.5 Memasang handrail
tempat tidur
4.6 Menganjurkan
memanggil perawat
jika membutuhkan
bantuan
EH : klien
mengetuk tempat
tidur jika
membutuhkan
bantuan perawat
60
BAB IV
ANALISIS JURNAL
http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/452
Hasil
61
Rerata usia responden antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
hampir sama. Rerata usia pada kelompok kontrol sebesar 62,53 tahun
sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 63,88 tahun. Proporsi perempuan
lebih banyak dibandingkan laki-laki baik pada kelompok intervensi maupun
kontrol. Proporsi stroke non-hemoragik lebih banyak dibandingkan dengan
stroke hemoragik baik pada kelompok intervensi maupun kelom-pok kontrol.
Stroke yang diderita responden hampir seluruhnya adalah serangan pertama
dan mayoritas responden tiba di rumah sakit lebih dari 6 jam setelah
mengalami serangan baik pada kelompok intervensi maupun kelompok control.
Tabel Tabel
1 2
Tabel
1
Tabel Tabel
3 4
Tabel Tabel
2 2
62
kontrol setelah dilakukan akupresur. Analisis lebih lanjut menunjukkan adanya
perbedaan kekuatan otot yang bermakna antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol setelah dilakukan akupresur (p < 0,05).
Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan rerata rentang gerak pada
kelompok intervensi lebih besar jika dibandingkan dengan rerata rentang gerak
pada kelompok kontrol setelah dilakukan akupresur. Rerata rentang gerak pada
kelompok intervensi setelah dilakukan akupresur sebesar 84,80 dengan standar
deviasi 5,66; sedangkan rerata rentang gerak pada kelompok kontrol setelah
dilakukan intervensi sebesar 76,86 dengan standar deviasi 2,17. Analisis lebih
lanjut menunjukkan adanya perbedaan rerata rentang gerak yang bermakna
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah dilaku-kan akupresur
(p < 0,05; α 0,05).
Kesimpulan
Hasil penelitian ini telah dapat menjawab tujuan penelitian, yaitu
mengidentifikasi pengaruh akupresur terhadap kekuatan otot dan tentang gerak
ekstremitas atas pada pasien stroke pasca rawat inap. Pada penelitian ini
intervensi dilakukan dengan memberikan akupressur selama 10 menit pada
keenam titik akupuntur di regio skapula, dalam sekali sehari selama tujuh hari
di rumah responden sehingga penelitian ini memberikan bukti bahwa akupresur
dapat meningkatkan kekuatan otot dan rentang gerak ekstremitas atas. Oleh
karena itu, terapi akupresur perlu diterapkan sebagai salah satu intervensi
keperawatan terutama pada pasien stroke.
Analisis Jurnal
NO KOMPONEN ISI KRITIS SEBAIKNYA
1 Latar Belakang Pasien dengan Pada latar Dalam penulisan
63
diagnostik stroke belakang sistematika
hemoragic atau non penelitian ini pembuatan latar
hemoragic dapat telah dijelaskan belang harus
dapat mengakibatkan mengenai mencantumkan 5
gangguan masalah dan komponen yaitu
musculoskeletal yang dampak namun 1. Introduction
bekontribusi berupa belum yaitu
kelemahan ototr pada dijelaskan penjabaran
sisi kontrateral engan secara spesifik melalui
lesi diotak. Stroke mengenai masalah yang
secara jelas dapat masalah diangkat
berdampak pada diagnostic, dalam hal ini
penurunan fungsi faktor resiko adalah stroke,
ekstremitas berupa dan prognosis akupresur,
kehilangan control dalam stroke kekuatan otot,
ekstremitas. hemoragic dan dan rentang
stroke non gerak pasien
hemoragic 2. Skala yaitu
besaran
masalah alasan
penelitian
bahwa
masalah yang
diteliti
merupakan
masalah yang
besar dan
memberikan
dampak besar
pada pasien.
Selain itu
prevalensi
64
kejadian
masalah yang
sering terjadi
sehingga dapat
menjadikan
dasar
pengakatan
kasus
3. Dampak
Yaitu dampak
atau masalah
yang terjadi
dari akibat
suatu penyakit
yang
menyertai
4. Elaborasi
yaitu
menuliskan
berbagai
penelitian
yang sudah
dilakukan
tujuanya
adalah
memberi
gambaran
yang sudah
diteliti dan
identifikasi
tindakan yang
belum diteliti.
65
5. Kesenjangan
adalah
konsekuensi
dari bagian
elaborasi atas
dasar dari
kesenjangan
maka
konsekuensi
inilah yang
diangkat
dalam
penelitrian
(Sugiyono
2010)
66
bermakna pada bisa diterima dan
kekuatan otot ditoleransi oleh
dan rentang pasien
gerak dibandingkan
ekstermitas atas akupuntur yang
antara kelompok menggunakan
intervensi dan jarum (Alkaissi,
kelompok Stalnert, &
control. Kalman, 2002;
Selain itu Black & Hawk,
sebaiknya 2009; Lemone &
peneliti juga Burke, 2008 &
menambahkan Ming et al, 2002)
tujuan jangka
panjang dari
penerapan
akupressur pada
pasien stroke
3 Manfaat Acupressure sendiri Dari penelitian Menurut Kang et
bermanfaat dalam ini memiliki al (2009) dalam
memperbaiki fungsi manfaat sebagai Muhammad
ekstermitas atas terapi Adam dkk,
melalui efeknya komplementer pemberian
untuk melancarkan dalam akupresur pada
pergerakkan aliran qi meningkatkan titik meridian
(energy vital) kekuatan otot dapat
didalam tubuh. dan rentang memperbaiki
(Sebastian, 2009) gerak tetapi sirkulasi qi dan
harus darah dalam
memperhatikan tubuh sehingga
faktor lain yang akan
mungkin juga mereleksasikan
mempengaruhi otot yang
67
kekuatan otot mengeras dan
dan rentang merangsang
gerak. perbaikan alamiah
pada abnormalitas
skeletal dan
rentang dapat
meningkat,
Selain itu menurut
East West
Nursing Research
Association 2001
dalam Kang et al
(2009)
Pemberian
akupresur dapat
mengharmoniskan
aliran qi dan
darah sehingga
merelesasikan
spasem dan
meredakan nyeri
karena
melepaskan
hormone
endorphin
4 Metode Hasil penelitian Metode Data yang
menunjukkan adanya penelitian ini dikumpulkan
perbedaan yang menggunakan terdiri atas
bermakna pada quasi- karakteristik,
kekuatan otot dan experimental kekuatan otot, dan
rentang gerak dengan rentang gerak
ekstermitas atas pendekatan pre- ekstermitas atas.
antara kelompok post test design Kekuatan otot
68
intervensi dan pada 34 ekstermitas
kelompok control responden (n- diukur dengan
(p=0,001 dan kontrol= n meminta
p=0,000 ᾱ=0,05). intervensi 17). responden
Akupresur Kelompok mengangkat
merupakan intervensi intervensi diberi ekstermitas
yang efektif untuk akupresur setiap atasnya yang
meningkatkan hari 10 menit mengalami
kekuatan otot dan selama 7 hari. hemiparesis dan
rentang gerak pada Dalam hal dinilai dengan
pasien pasca stroke metode peneliti menggunakan
yang mengalami tidak Medical Researvh
hamoperesis. menjelaskan Council Scale
apakah saat yang terdiri dari 6
melakukan tingkat, mulai dari
akupressur 0 (tidak ada
peneliti kontraksi) sampai
menggunakan 5 (kekuatan
bahan atau alat normal).
yang dapat Sebaiknya
mempermudah peneliti
akupresur menjelaskan
apakah saat
menerapkan
akupresur pasien
menggunakan
alata atau bahan
yang dapat
mempermudah
saat pelaksanaan
terapi.
Jurnal Terkait
69
JUDUL JURNAL
NO PEMBAHASAN HASIL METODE
TERKAIT
1. Mustofa, Yanti Hasil menunjukkan pada Metode penelitian ini
Hermayanti, aktivitas terlentang lalu menggunakan kuasi
Indrayani Desi berbaring, terlentang lalu eksperimental pretest
(2017). Peningkatan duduk dan duduk seimbang dan posttes design. Alat
Fungsi Motorik berada pada nilai tertinggi ukur menggunakan
Melalui Akupresur (6) dengan (p= 1,000), Motor Assesment Scale.
Pada Klien Pasca namun ketika bergerak
Stroke. Jurnal dengan fungsi ekstermitas
Keperawatan atas terjadi perbedaan. Saat
Indonesia bsi. Vol. V duduk kemudian berdiri
No. 2 nilai berubah dari 5,25
menja 5,40 ketika lengan
atas difungsikan sebelum
intervensi 4,22 setelah
menjadi 4,66 perubahan
yang dicapai dengan
keduanya belum cukup
bermakna (p=0,157), untuk
fungi menjadi 4,59
(p=0,026) dan aktivitas
tangan lanjutan dari 4,00
menjadi4,44 (p=0,038).
Ketiga perubahan tersebut
menunjukkan perbedasan
bermakna sekaligus
menjadi bukti bahwa
intervensi dilakukan
mampu membantu
memperbaiki sirkulasi. Jika
kegiatan tersebut masuk
dalam perencanaan pulang
70
sejak perawatan dirumah
sakit akan tercapai hasil
yang lebih baik dan fungsi
motoric terperbaiki secara
optimal.
71
kelompok yang tidak
dilakukan akupresur
TERAPI AKUPRESUR
72
akupuntur dan pengobatan cina,dimana beberapa titik
yang terdapat pada permukaan tubuh dirangsang dngan
penekanan jari (Dupler, 2005 dalam jurnal Muhamad
adam dkk, 2014) .
2. TUJUAN Membangun kembali sel-sel dalam tubuh yang
melemah
3. INDIKASI 1. Pasien keadaan nyeri seperti nyeri kepala, migren.
2. Beberapa kelainan saraf seperti hemiparesis,
kesemutan, kelumpuhan muka.
3. Berbagai keadaan lain seperti mengurangi nafsu
makan, meningkatkan stamina, efek analgesik pada
operasi dan lain-lain. (RSCM, 2008 dalam jurnal
Muhamad adam dkk, 2014 )
4. KONTRA Akupresur tidak boleh dilakukan pada bagian tubuh
INDIKASI yang luka, bengkak, tulang retak atau patah dan kulit
yang terbakar (Sukanta, 2008) .
5. PERSIAPAN 1. Pastikan identitas klien
PASIEN
2. Kaji kondisi klien terakhir
73
7. CARA KERJA Tahap Orientasi
74
2. Kaji respon klien setelah dilakukan terapi
3. Berikan reinforcement positif kepada klien
4. Rapikan pakaian klien dan kembalikan ke posisi
yang nyaman
5. Rapikan alat-alat
8. HASIL 1. Evaluasi hasil kegiatan dan respon klien setelah
tindakan
4. Cuci tangan
9. DOKUMENTASI 1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan
jam pelaksanaan
2. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif)
3. Dokumentasikan tindakan
10. HAL-HAL YANG 1. Perhatikan kebersihan tangan yang akan
PERLU digunakan.
DIPERHATIKAN 2. Penekanan yang dilakukan harus disesuaikan
dengan kondisi klien.
3. Titik-titik penekanan harus diperhatikan dan harus
tepat.
C. Pelaksanaan Akupresur
NO METODE LANGKAH-LANGKAH PELAKASANAAN
AKUPRESURE
1. Atur posisi pasien senyaman mungkin, berikan
bantalan yang lembut untuk menopang badan
pasein bila diperlukan
75
3. Kemudian lakukan Penekanan pada 6 titik yang
terdapat pada area skapula yaitu large intestine
15, small intestine 9 triple energizer 14,
gallbladder 21, small intestine 11, dan small
intestine 12
C. Hasil Intervinsi
1. SUMBER DATA, PERLAKUAN, DAN SAMPEL
Sumber data yang dipakai dalam intervensi ini adalah data primer
yaitu data yang diperoleh dari pengelolaan pasien untuk melihat untuk
melihat adanya perubahan atau tidak terhadap kekuatan otot ekstermitas
pasien yang ingin dilakukan tindakan terapi acupressure, dan untuk
perlakukan atau intervensi dilakukan di ruang Unit Stroke RSUD
A.W.Sjahranie Samarinda pada pasien yang ingin di lakukan tindakan
akrupressu, dengan melakukan penekanan pada titik yang berada di atas
region scapula untuk meningkatkan kekuatan otot ekstermitas yang
dilakukan selama 10 menit dan dilakukan 2x24 jam pada 1 orang pasien.
76
Sebelum akupressur Setelah akupressur
Tgl 20 desember 2019 Tgl 20 desember 2019
13.00 Wita 13.15 Wita
MMT : MMT :
55555 11111
55555 11111
MMT : MMT :
77
Sebelum akupressur Seteleah akupressur
Tgl 21 Desember 2019 Tgl 21 Desember 2019
08.30 Wita 08.45 Wita
MMT : MMT :
2. Implikasi Keperawatan
Implikasi keperawatan yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu data
dari penelitian ini dapat menjadi dasar begi keperawatan yang didukung
berdasarkan jurnal jurnal terkait dimana akupresure memiliki pengaruh
dalam meningkatan kekuatan otot pasien stroke walaupun dalam tindakan
akupresure yang telah kami lakukan masih belum memiliki perubahan
terhadap kekuatan otot pasien diruang stroke center RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda.
3. Kesulitan dalam intervensi
Kesulitan yang dihadapi saat melakukan intervensi antara lain:
a) Pasien tidak dapat berkomunikasi secara efektif karena terkait kondisi
pasien yang mengalami penurunan verbal.
b) Komunikasi yang diberikan berupa pertanyaan tertutup.
78
c) Waktu untuk dilakukan terapi akupresure kurang maksimal
dikarenakan pasien yang telah keluar rumah sakit.
4. Saran dalam melanjutkan penelitian
Berdasarkan jurnal yang kami ambil, maka saran yang diberikan oleh
kelompok adalah :
a) Sebagai referensi untuk dijadikan acuan pembuatan penelitian KIAN
dan KTI keperawatan.
b) Dapat diberikan tidak hanya untuk pasien yang mengalami penurunan
kekuatan otot, tetapi juga pada pasien yang mengalami gangguan tidur
serta gelisah dan cemas.
c) Dapat membuat SOP yang valid.
BAB V
PEMBAHASAN
79
Stroke Non
Hemoragrik
Thrombus / emboli
di cerebral
Hemisfer kanan
atau kiri
Hemiparase/plegi
kanan atau kiri
Vasospasme arteri
cerebral / saraf cerebral
Iskemik/ infark
Defisit neurologi
80
kolesterol dan lemak yang beredar dalam pembuluh darah dapat
meningkatkan kecenderungan penggumpalan darah. Gumpalan darah
yang terjadi di dalam otak dapat berakibat stroke. Trigliserida dan LDL
akan mengalami penumpukan pada lapisan pembuluh darah dan
melukai lapisan di dalamnya. Ketika lapisan dalam pembuluh darah
terluka, maka terjadilah penyempitan yang membuat trombosit serta sel
darah lainnya terperangkap. Kelebihan lemak yang beredar dalam
pembuluh darah juga membuat suatu komposisi yang sifatnya ‘lengket’
dan dengan demikian akan membuat gumpalan sel darah menjadi
semakin menempel
b) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanta hemiparesis yang
timbul mendadak).
Pada stroke terdapat gangguan aliran darah pada otak. Bagian otak
yang aliran darahnya terganggu akan kekurangan oksigen dan nutrisi
yang diperlukan untuk bekerja, sehingga terjadi kerusakan sel-sel di
area tersebut, yang kemudian menyebabkan kelumpuhan.
Pada kasus yang diangkat, diperoleh hasil CT scan dalam batas
normal, namun pada pasien ditemukan tanda hemiparesis, kondisi
hemiparesis selain diakibatkan karena aliran darah otak yang terganggu
juga bisa disebabkan oleh penyebab-penyebab lain diantaranya
kerusakan korda spinnalis (serabut saraf yanng berada di dalam tulang
belakang) yang dapat menimbulkan hemiparesisis walupun hasil CT
scan dalam batas normal, selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan
otak yang lebih spesisfik untuk mempertegas hasil adanya perdarahan
yang menghambat aliran otak,
c) Gangguan sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
hemiparesik)
Sistem sensorik menempatkan manusia berhubungan dnegan
sekitarnya. Sensasi (sensibilitas) dapat dibagi empat jenis, yaitu:
eksteroseptif, proprioseptif, interoseptif, dan khusus.1 Impuls
somatosensotik dari perifer dihantarkan di sepanjang serabut saraf
afferen ke badan sel neuron, yang terletak di gangglion radiks dorsalis.
81
Impuls kemudian dihantarkan menuju sistem saraf pusat, tanpa
melewati sinaps perantara, di sepanjang penonjolan sentral pada neuron
yang sama. Akson ini membuat kontak sinaptik dengan nueron kedua di
medula spinalis atau batang otak, yang aksonnya kemudian menjalar ke
arah sentral, dan menyebrangi garis tengah menuju sisi yang
berlawanan pada level tertentu di sepanjang perjalanannya. Neuron
ketiga terdapat di thalamus. Neuron ini berproyeksi ke berbagai area
kortikal, yang terpenting adalah korteks somatosensorik yang terletak di
girus post-sentralis di lobus parietalis
d) Afasia
Afasia adalah penurunan kemampuan berkomunikasi. Afasia bisa
melibatkan beberapa atau seluruh aspek dari komunikasi termasuk
berbicara, membaca, menulis dan memahami pembicaraan. Pusat
primer bahasa biasanya terletak dibagian kiri belahan otak dan
dipengaruhi oleh stroke di bagian kiri tengah arteri serebreal. Tipe yang
paling sering terjadi, yaitu :
1) Afasia Wernick (sensori atau penerima) memengaruhi pemahaman
berbicara sebagai hasil dari infark pada lobus temporal pada otak.
Afasia Wernicke dinamai dari nama penemu bagian otak yang
bertanggung jawab terhadap komprehensi bahasa. Penderita afasia
Wernicke tidak bisa memahami orang lain, atau bahkan diri mereka
sendiri, ketika berbicara. Ujaran mereka tidak dapat dipahami karena
mereka membuat kalimat dengan susunan kata acak.
2) Afasia Broca
Bentuk afasia ini dinamai dari nama penemu bagian otak yang
bertanggung jawab dalam memproduksi ujaran. Afasia Broca sering
disebut “afasia motorik” untuk menekankan produksi bahasa yang
terganggu (seperti berbicara) sementara aspek berbahasa lainnya
tidak mengalami masalah. Pada stroke, kerusakan di bagian broca
merupakan dampak dari terganggunya aliran darah melalui
pembuluh darah yang mensuplai bagian ini dengan oksigen dan
nutrisi.
82
Umumnya, afasia broca mencegah seseorang dari membentuk
kata atau kalimat yang jelas, namun mereka masih memahami apa
yang orang lain bicarakan. Seringnya, penderita afasia merasa
frustrasi karena mereka tidak bisa menyampaikan pikiran mereka ke
dalam kata-kata.
3) Afasia global mempengaruhi baik komprehensif berbicara dan
produksi bicara. Jenis afasia ini adalah dampak dari kerusakan pada
otak yang cukup lama melibatkan kedua bagian Broca dan
Wernicke. Penderita afasia global tidak dapat memahami ujaran,
atau berbicara. Pada beberapa kasus, penderita afasia global masih
bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tulisan.
e) Disartria
Disartria adalah kondisi artikulasi yang diucapkan tidak sempurna
yag menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Ini adalah hal penting
untuk membedakan antara disartria paham dengan bahasa yang
diucapkan seseorang tetapi mengalami kesulitan dalam melafalkan kata
dan tidak jelas dalam pengucapannya. Disartria disebabkan oleh
disfungsi saraf kranial karena stroke pada artei vertebrobasilar atau
cabangnya. Hal ini bisa mengakibatkan kelemahan atau kelumpuhan
pada otot bibir, lidah, dan laring, atau karena kehilangan sensasi. Selain
gangguan berbicara, klien dengan disartria sering juga mengalami
gangguan dalam mengunyah dan menelan karena kontrol otot yang
menurun.
f) Motor
Gangguan motorik adalah yang paling prevalen dari semua kelainan
yang disebabkan oleh stroke dan pada umumnya meliputi muka, lengan,
dan kaki maupun dalam bentuk gabungan atau seluruh tubuh. Biasanya
manifestasi stroke seperti hemiplegia, hemiparesis (kelemahan salah
satu sisi tubuh), hilang atau menurunnya refleks tendon. Hemiparesis
adalah kekuatan otot yang berkurang pada sebagian tubuh dimana
lengan dan tungkai sisi lumpuh sama beratnya ataupun dimana lengan
83
sisi lebih lumpuh dari tungkai atau sebaliknya sedangkan hemiplegia
adalah kekuatan otot yang hilang.
Image : staff.ui.ac.id/.../adam_akupresur_rom_stroke.pdf
Ada beberapa terapi yang dapat dimanfaatkan oleh pasien pasca stroke
seperti latihan lengan dan pemberian posisi. Terapi akupresur terutama meridian
acupressure terbukti merupakan intervensi yang efektif untuk memperbaiki
pergerakan ektremitas atas, meningkatkan aktivitas sehari-hari, dan mengurangi
depresi pada pasien stroke hemiplegia stroke di Korea Kang, Sok, & Kang dalam
[ CITATION Muh14 \l 1057 ] Akupresur merupakan metode non-invasif berupa
penekanan pada titik akupunktur tanpa menggunakan jarum, biasanya hanya
menggunakan jari atau benda tertentu yang dapat memberikan efek penekanan
sehingga lebih bisa diterima dan ditoleransi oleh pasien dibandingkan akupunktur
yang menggunakan jarum Alkaissi, Stalnert,& Kalman, 2002; Black & Hawk,
2009; Lemone & Burke, 2008; & Ming et al., 2002 dalam jurnal [CITATION
Muh14 \l 1057 ].
Akupresur bermanfaat dalam memperbaiki fungsi ektremitas atas
melalui efeknya untuk melancarkan pergerakan aliran qi (energi vital) di
dalam tubuh Sebastian, 2009 dalam [ CITATION Muh14 \l 1057 ], Akupresur
merupakan penekanan dengan kontrol baik waktu maupun tekanannya
yang di lakukan oleh ibu jari, jari, atau siku. Pada klien Pasca stroke
penyempitan aliran darah dan oksigen menjadi penyebab nyeri dan
kekejangan otot, sehingga akupresur membuka penyempitan knot sehingga
mencair dan membebaskan aliran darah dan oksigen.[CITATION Mus \l
1057 ]
84
Akupresur dilakukan dengan penekanan terkontrol dengan ibu jari,
atau siku, pada titik tertentu dari otot untuk membebaskan aliran darah
sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi pada sell di jaringan terpenuhi
(The Online School of Chi Energy, 2012). Tindakan ini merupakan
alternatif terapi yang dikembangkan di Cina, menggunakan tehnik
menggosok, menekan, memijat dengan tujuan reorganisasi organ yang
mengalami kerusakan yang dapat dilakukan pada fase subakut antara 2
minggu s.d. 6 bulan pasca stroke, tindakan ini bertujuan merangsang
keseimbangan energi dari tubuh dengan menyingkirkan sumbatan energy,
memulihkan fungsi otot dari gangguan spasm, menambah kekuatan otot,
dengan membuka semua jalur energi agar aliran energi tidak lagi terhalang
oleh ketegangan otot. Energi tubuh menjadi seimbang, kekuatan otot
bertambah, dan fungsi otot menjadi pulih Handoko dalam [ CITATION Mus \l
1057 ]
85
g) Skala 0
Artinya otot tak mampu bergerak, misalnya jika tapak tangan dan jari
mempunyai skala 0 berarti tapak tangan dan jari tetap aja ditempat
walau sudah diperintahkan untuk bergerak.
h) Skala 1
Jika otot ditekan masih terasa ada kontraksi atau kekenyalan ini berarti
otot masih belum atrofi atau belum layu.
i) Skala 2
Dapat mengerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai perintah
misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau lurus bengkok tapi jika
ditahan sedikit saja sudah tak mampu bergerak
j) Skala 3
Dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal misalnya dapat
menggerakkan tapak tangan dan jari
k) Skala 4
Dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan.
l) Skala 5,
Bebeas bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal
Skala diatas pada umumnya dipakai untuk memeriksa penderita yang
mengalami kelumpuhan selain mendiagnosa status kelumpuhan juga
dipakai untuk melihat apakah ada kemajuan yang diperoleh selama
menjalani perawatan atau sebaliknya apakah terjadi perburukan pada
seseorang penderita.
86
dari titik tersebut, dimana titik ini merupakan degenerasi lokal di dalam
jaringan otot yang diakibatkan oleh spasme otot, trauma,
ketidakseimbangan endokrin dan ketidakseimbangan otot. Titik trigger
dapat ditemukan pada otot rangka dan tendon, ligamen, kapsul sendi,
periosteum dan kulit.
Menurut Handoko dalam Mustofa, Hermayanti & Yeni (2017)
tindakan akupresur bertujuan merangsang keseimbangan energi dari tubuh
dengan menyingkirkan sumbatan energy, memulihkan fungsi otot dari
gangguan spasm, menambah kekuatan otot, dengan membuka semua jalur
energi agar aliran energi tidak lagi terhalang oleh ketegangan otot. Energi
tubuh menjadi seimbang, kekuatan otot bertambah, dan fungsi otot
menjadi pulih.
Disekitar titik-titik akupresur banyak terdapat ujung saraf sensorik dan
pembuluh darah yang ikut terstimulasi melepaskan histamin yang akan
membantu pelepasan nitric oxide (NO) dari endotel vaskuler agar
berdilatasi yang akan secara langsung dapat membantu meningkatkan
aliran darah menuju ke sel. Pada tahap ini terjadi juga terjadi pelepaskan
platelet activating factor (PAF), pelepasan serotonin dan bradikinin yang
berfungsi sebagai vasodilator sekaligus neurotransmiter yang membawa
signal ke batang otak untuk mengaktifkan kelenjar pineal memproduksi
hormon melatonin yang dapat membantu mencegah kerusakan sel baik di
otak maupun di pembuluh darah lainnya Saputra & Sudirman dalam
[ CITATION Mus \l 1057 ]
Menurut Sukanta dalam Mustopa, Hermayanti, & Yani, 2017
akupresur dapat menurunkan tekanan darah, serta dapat mengurangi
ketegangan, meningkatkan sirkulasi. Setelah sirkulasi darah meningkat
akan memperbaiki abnormalitas skeletal setelah skeletal mengalami
perbaikan maka gerak motorik dan fungsinya akan mengalami
peningkatan.
Analsis jurnal dan kasus ini dapat menjadi dasar bagi keperawatan
untuk menjadikan akupresur sebagai intervensi keperawatan yang
didukung berdasarkan jurnal jurnal terkait dimana akupresure memiliki
87
pengaruh dalam meningkatan kekuatan otot pasien stroke walaupun dalam
tindakan akupresure yang telah kami lakukan masih belum memiliki
perubahan terhadap kekuatan otot pasien diruang Stroke Center RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, dalam tindak lanjut kedepanya
diharapkan akupresur dapat diterapkan lebih lama pada pasien stroke
sehingga memperoleh hasil yang lebih baik.
BAB VI
PENUTUP
88
A. Kesimpulan
Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau stroke merupakan
gangguan sirkulasi serebral. Merupakan suatu gangguan neurologik fokal yang
dapat timbul sekunder dari suatu proses patologis pada pembuluh darah
serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau
penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme
dan kelainan perkembangan.
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak
sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
Secara garis besar, stroke dibagi menjadi 2 yaitu Stroke karena pendarahan
(Haemorragic) dan Stroke bukan karena pendarahan (Non Haemorragic/
Iskemik). Penyebab utama dari stroke adalah aterosklerosis (trombosis),
embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur
aneurisme sakular.
Analsis jurnal dan kasus ini dapat menjadi dasar bagi keperawatan untuk
menjadikan akupresur sebagai intervensi keperawatan yang didukung
berdasarkan jurnal-jurnal terkait dimana akupresure memiliki pengaruh dalam
meningkatan kekuatan otot pasien stroke walaupun dalam tindakan akupresure
yang telah kami lakukan masih belum memiliki perubahan terhadap kekuatan
otot pasien diruang Stroke Center RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda,
dalam tindak lanjut kedepanya diharapkan akupresur dapat diterapkan lebih
lama pada pasien stroke sehingga memperoleh hasil yang lebih baik.
B. Saran
Berdasarkan kasus yang kami susun, maka kami menyarankan kepada :
1. Instalasi pelayanan kesehatan diharapkan mampu menerapkan program
terapi komplementer akupresur kepada pasien yang mengalami kelemahan
otot
2. Tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan dapat melakukan
tindakan terapi komplementer akupresur kepada pasien yang mengalami
kelemahan otot untuk memperbaiki kekuatan otot pasien stroke
89
3. Pasien dan keluarga diharapkan mampu melakukan terapi komplementer
akupresur secara mandiri dirumah sebagai discharge planning pada pasien
stroke pasca pemulangan dari rumah sakit
DAFTAR PUSTAKA
90
Adam, M., Nurachmah, E., & Waluyo, A. (2014). Akupresur Untuk
Meningkatkan Kekuatan Otot dan Rentang Gerak Ekstremitas Atas Pada
Pasien Stroke. Jurnal Keperawatan Indonesia, 81-87.
Https://www.medkes.com/2014/07/dampak-stroke-dan-siapa-saja-yang
berisiko.htm diakses tanggal 19 desember 2019
https://www.kompasiana.com/asrim/55002e128133111918fa7246/mengukur-
kekuatan-otot diakses tanggal 19 desember 2019
Mardiah, Asma.2014.Tanda Awal Stroke Iskemik Pada CT-Scan Tanpa Kontras.
Universitas Gadjah Mada https://xa.yimg.com diakses November 2019
M. Black, J., & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah; manajemen
Klinis Untuk Hasil yang Diharapkan (8 ed., Vol. 3). Singapore:
ELSEVIER.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
Edisi 1 cetakan III. Jakarta:2017.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019, Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi
1 cetakan II, Jakarta:2019.
91
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
Edisi 1 cetakan II, Jakarta:2019.
Syahrim, W. E., Azhar, M. U., & Risnah. (2018). Efektifitas Latihan ROM
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke. Media
Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia, 186-191.
92