Anda di halaman 1dari 97

ANALISIS KASUS & JURNAL

DI UNIT STROKE CENTER RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE


SAMARINDA

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah


Dosen Koordinator : Ns.Chrisyen Damanik, S.Kep.,M.Kep

Oleh :
KELOMPOK V

Devi Selvia Saputri P1908081


Dina Fitriani P1908082
Doni Anggara P1908135
Khairul Rahman P1908097
Lidya The Vega P1908098
Lie Merry Kristy P1908099
Siti Hatimah P1908136
Sri Wulandari P1908125
Sulistiawati P1908126
Ummy Khairani P1908127
Vera Melida P1908128
Zahra Ratna Sari P1908134
Dwi Ayu Ramadani P1908142

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

ANALISIS KASUS & JURNAL DI UNIT STROKE CENTER RSUD ABDUL


WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

Oleh :
KELOMPOK V

Laporan ini telah disetujui oleh dosen koordinator dan dosen pembimbing Keperawatan
Medikal Bedah Institut Teknologi Kesehatan Wiyata Husada Samarinda
Pada tanggal .. Desember 2019

MENYETUJUI

Pembimbing Akademik Keperawatan Presptor Klinik Keperawatan Medial


Medial Bedah Institut Teknologi Bedah RSUD Abdul Wahab
Kesehatan Wiyata Husada Sjahranie Samarinda
Samarinda

i
TIM PENYUSUN

Keterangan
No Nama Jabatan Tugas
Sudah Belum

1 Devi Selvia Anggota Konsul, Pencarian


Saputri Jurnal
2 Dina Fitriani Sekertaris Editing, Pencarian
Jurnal, analissi hasil
observasi
3 Doni Anggara Ketua Intervensi dan
Observasi kepada
pasien,
4 Khairul Rahman Anggota Intervensi dan
Observasi kepada
pasien
5 Lidya The Vega Anggota Pencarian Jurnal dan
Translate
6 Lie Merry Kristy Anggota Observasi kepada
pasien
7 Siti Hatimah Anggota Penelusuran Jurnal
dan Observasi
kepada pasien
8 Sri Wulandari Anggota Intervensi dan
Observasi kepada
pasien
9 Sulistiawati Anggota Penelusuran Jurnal,
Teori dan intervensi
10 Ummy Khairani Anggota Penelusuran Jurnal,
Teori dan intervensi
11 Vera Melida Anggota Penelusuran Jurnal,
Teori dan intervensi
12 Zahra Ratna Sari Anggota Observasi kepada
pasien, analissi hasil
observasi
13 Dwi Ayu Anggota Observasi kepada
Ramadani pasien

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-nya kepada penyusun, sehingga dengan
limpahan rahmad dan karunia- nya penyusun dapat menyelesaikan
laporanini dengan judul “ANALISIS KASUS & JURNAL DI UNIT STROKE
CENTER RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA”. Laporan ini
dibuat berdasarkan bermacam sumber buku–buku refrensi, media elektronik,
dan dari hasil pemikiran penyusun sendiri.
Selama penyusunan laporan ini penyusun banyak mendapatkan
masukan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu berbagai penyusunan
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ns Kiki Hardiansyah Safitri, S.Kep, M.Kep Sp.KMB Selaku dosen koordinator
dan pembimbing keperawatan Medikal Bedah di ITKES Wiyata Husada
Samarinda
2. Kepala Ruangan beserta staf keperawatan Ruang Stroke Center RSUD.Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda yang telah mengizinkan dan memberi bimbingan
selama pelaksanaan praktik stase Kritis di ruangan tersebut.
3. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan kepada
penyusun baik bersifat moril maupun material.
4. Dan semua yang telah membantu dalam kelancaranpenyusunanlaporan ini.
Semoga makalah ini dapta bermanfaat kepada pembacanya dan dapat
dijadikan acuan terhadap penyusunan laporan berikut berikutnya.

Samarinda, 2019

iii
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan.................................................................................................i
Tim Penyusun............................................................................................................ii
Kata Pengantar...........................................................................................................iii
Daftar Isi....................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori Stroke........................................................................................3
B. Konsep Teori Akupresur.................................................................................10
C. Konsep Asuhan Keperawatan.........................................................................13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian........................................................................................................28
B. Diagnosa ..........................................................................................................43
C. Intervensi..........................................................................................................47
D. Catatan Perkembangan.....................................................................................50
BAB IV ANALISIS JURNAL
A. Jurnal Dalam Penerapan..................................................................................61
B. Standar Operasional Prosedur Akupresur.......................................................73
C. Pelaksanaan Akupresur...................................................................................76
D. Hasil Implementasi..........................................................................................77
BAB V PEMBAHASAN
A. Terapi Akupresur Dalam Meningkatkan Kekuatan Otot ...............................80
B. Hubungan Akupresur Dalam Meningkatkan Kekuatan Otot Pasien Stroke... 81
BAB VI pembahasan PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................89
B. Saran................................................................................................................89
DAFTAR PUSTAKA
JURNAL TERLAMPIR

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara luas stroke didefinisikan suatu sindrom yang ditandai dengan
gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa
gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24
jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak
disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler (Mansjoer, 2000).
Menurut Geyer (2009) stroke adalah sindrom klinis yang ditandai dengan
berkembangnya tiba-tiba defisit neurologis persisten fokus sekunder terhadap
peristiwa pembuluh darah. Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu
di dunia dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Duapertiga stroke terjadi
di negara berkembang. Pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami
stroke iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke
meningkat seiring pertambahan usia (Dewanto dkk, 2009). Dampak stroke
bervariasi pada tiap-tiap orang; sebagian orang meninggal, sebagian lainnya
sembuh total, dan sebagian lainnya memiliki dampak stroke hingga akhir
hidupnya. Dampak yang terjadi pasca stroke adalah: Kematian (15%), Cacat
sangat parah (membutuhkan perawatan jangka panjang) (10%), Cacat sedang
sampai berat (anggota tubuh masih berfungsi namun dengan kesulitan) (40%),
Cacat ringan (menyebabkan ketidaknyamanan, tapi tidak berdampak besar
pada kehidupan) (25%), Sembuh total (10%). Beberapa penelitian telah
dilakukan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh stroke salah
satunya adalah terapi komplementer akrupressur. Akrupressur menurut
beberapa penelitian yang telah di lakukan dapat meningkatkan rentang gerak
dan kekuatan otot, oleh sebab itu maka kasus yang kami angkat adalah
akrupressur untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke.

B. Rumusan Masalah
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis
yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal
maupun global, tingginya angka kejadian stroke membuktikan bahwa stroke
merupakan sesuatu yang harus dihindari. Dampak yang ditimbulkan oleh gejala

1
stroke dapat mengganggu aktivitas-aktivitas kehidupan sehari-hari. Beberapa
penelitian telah dilakukan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
stroke, dari penjelasan di atas maka kami merasa bahwa pentingnya untuk
melakukan terapi-terapi yang dapat mengurangi dampak yang di timbulkan
oleh penyakit stroke.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari dari makalah ini yaitu:
a. Untuk mengetahui pengaruh terapi akrupressur dalam meningkatkan
kekuatan otot.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari makalah ini yaitu:
a. Untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien stroke
b. Untuk menjelaskan penerapan Evidane Based Nursing akupresure pada
pasien stroke

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori Stroke
1. Definisi Stroke
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan
neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah ke bagian
dari otak. Dua jenis stroke yang utama adalah iskemik dan hemoragik.
Stroke iskemi atau disebabkan oleh adanya penyumbatan akibat gumpalan
aliran darah baik itu sumbatan karena thrombosis (penggumpalan darah
yang menyebabkan sumbatan dipembuluh darah) atau embolik (pecahan
gumpalan darah/udara/benda asing yang berada didalam pembuluh darah
diotak) ke bagian otak [ CITATION MBl141 \l 1033 ]
Stroke yang disebabkan oleh pendarahan sering kali menyebabkan
spasme pembuluh darah serebral dan iskemik pada serebral karena darah
yang berada diluar pembuluh darah membuat iritasi pada jaringan. Stroke
hemoragik biasanya menyebabkan terjadinya kehilangan fungsi yang
banyak dan penyembuhannya paling lambat dibandingkan dengan tipe
stroke yang lain. Keseluruhan angka kematian karena stroke hemoragik
berkisar antara 25% sampai 60%[ CITATION MBl141 \l 1033 ]
Pendarahan intraserebral paling banyak disebabkan oleh adanya ruptur
arterioklerosik dan hipertensi pembuluh darah, yang bisa menyebabkan
pendarahan ke dalam jaringan otak. Pendarahan intraserebral paling sering
terjadi akibat dari penyakit hipertensi dan umumnya terjadi setelah usia 50
tahun. Akibat lain dari pendarahan adalah aneurisma. Aneurisma adalah
pembengkakan pada pembuluh darah. Walaupun aneurisma serebral
biasanya kecil (diameternya 2-6 mm), hal ini bisa menyebabkan ruptur.
Diperkirakan sekitar 6% dari seluruh stroke disebabkan oleh rupture
[ CITATION MBl141 \l 1033 ].

2. Faktor Resiko
Kejadian stroke dan kematian karena stroke secara berlahan menurun
di negara-negara maju dalam beberapa tahun terakhir ini sebagai akibat

3
dari adanya peningkatan dalam hal mengenali dan mengobati faktor-faktor
risiko. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi dan dapat diturunkan atau
dihilangkan melalui perubahan gaya hidup [ CITATION MBl141 \l 1033 ],
antara lain yaitu:
a) Hipertensi
b) Penyakit kardiovaskuler dan atrial fibrilasi
c) Kondisi diabetes mellitus terjadi disebabkan oleh perubahan
makrovaskuler
d) Hyperlipidemia
e) Merokok
f) Konsumsi alcohol berlebih
g) Penggunaan kokain
h) Kegemukan

Stroke biasanya terjadi disebabkan oleh salah satu dari kejadian dibawah
ini :
a) Thrombolisis
Pengumpulan trombus mulai terjadi dari adanya kerusakan pada
bagian garis endotelial dari pembuluh darah. Arteroslerosis
menyebabkan zat lemak tertumpuk dan membentuk plak di dinding
pembuluh darah, plak ini yang membuat pembuluh drah menyempit
(Black & Hawks; 2014)
b) Emboli cerebral
yaitu bekuan darah atau lainnya seperti lemak yang mengalir melalui
pembuluh darah dibawa ke otak, dan nyumbat aliran darah bagian otak
tertentu (Nurarif; 2015)
c) Spasme pembuluh darah
Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi, penurunan aliran
darah ke arah otak yang disuplay oleh pembuluh darah yang
menyempit. (Black & Hawks; 2014)

4
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari stroke sangat beragan tergantung dari arteri
serebral yang terkena dan luasnya kerusakan jaringan cerebral manifestasi
klinis yang sering terjadi diantaranya adalah kelemahan pada alat gerak
penurunan kesadaran gangguan penglihatan gangguan komunikasi sakit
kepala dan gangguan keseimbangan. Tanda gejala ini biasanya terjadi
secara mendadak, fokal dan mengenai satu sisi.
Menrut Masriadi (2016) tanda dan gejala di hubungkan dengan bagian
arteri yang terkena sebagai berikut :
a) Arteri karotis interna
1) Paralisis pada wajah, tangan dan kaki bagian sisi yang berlawanan
2) Gangguan sensori pada wajah tangan dan kaki
b) Arteri serebri anterior
1) Paralisis pada kaki sisi yang berlawanan
2) Gangguan sensori kaki an jari daerah yang berlawanan daerah
terkena
3) Gangguan koknitif
4) Inkontenensia uri
c) Arteri cerebri posterior
1) Gguan kesadaran sampai koma
2) Kerusakan memori
3) Gangguan penglihatan
d) Arteri cerebri media
1) Hemiplegi pada kedua ekstermitas
2) Kadang kadang kebutaan
3) Afasia global

4. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang  tersumbat. Suplai darah ke otak

5
dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik
sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat
berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan
otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena
thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh  embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau
jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro
vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang
otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka

6
waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya
drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron
di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume
darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan
dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan
serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons
sudah berakibat fatal.

5. Penatalaksanaan Medik
a) Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di instalasi Rawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal. Bertujuan
agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien
diberi oksigen21/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian
cairan dekstrosa atausalin dalam H 2 O. Dilakukan pemeriksaan CT
Scane otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan
jumlah trombosit, prototrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia
darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah.
Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan
mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarga agar
tetap tenang
b) Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologic
maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara

7
dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien.
Penjelasan dan edukasi kepada keluarga psien perlu, menyangkut
dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan
pasien yang dapat dilakukan keluarga

6. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi inidapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi, infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan,konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis, nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi,deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak, epilepsi dan sakit kepala.
4. HidrocephalusIndividu yang menderita stroke berat pada bagian otak
yang mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat
meninggal.
7. Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering,oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan
kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan,

8
Pengobatan Konservatif 

1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara


percobaan, tetapimaknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasanagregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atauemboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral.
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arterikarotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya palingdirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurism

9
B. Konsep Akupressure
1. Definisi Akupressur
Ada beberapa terapi yang dapat dimanfaatkan oleh pasien pasca stroke
seperti latihan lengan dan pemberian posisi. Terapi akupresur terutama
meridian acupressure terbukti merupakan intervensi yang efektif untuk
memperbaiki pergerakan ektremitas atas, meningkatkan aktivitas sehari-
hari, dan mengurangi depresi pada pasien stroke hemiplegia stroke di
Korea Kang, Sok, & Kang dalam [ CITATION Muh14 \l 1057 ] Akupresur
merupakan metode non-invasif berupa penekanan pada titik akupunktur
tanpa menggunakan jarum, biasanya hanya menggunakan jari atau benda
tertentu yang dapat memberikan efek penekanan sehingga lebih bisa
diterima dan ditoleransi oleh pasien dibandingkan akupunktur yang
menggunakan jarum Alkaissi, Stalnert,& Kalman, 2002; Black & Hawk,
2009; Lemone & Burke, 2008; & Ming et al., 2002 dalam jurnal [CITATION
Muh14 \l 1057 ].
2. Manfaat akupressur
Akupresur terbukti bermanfaat untuk pencegahan penyakit, penyembuhan
penyakit, rehabilitasi (pemulihan) dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Untuk pencegahan penyakit, akupresur dipraktikan pada saat–saat tertentu
secara teratur sebelum sakit, tujuannya untuk mencegah masuknya
penyebab penyakit dan mempertahankan kondisi tubuh. Melalui terapi
akupresur penyakit pasien dapat disembuhkan karena akupresur dapat
digunakan untuk menyembuhkan keluhan sakit dan dipraktikan ketika
dalam keadaan sakit. Akupresur juga dapat bermanfaat sebagai rehabilitasi
(pemulihan) dengan cara meningkatkan kondisi kesehatan sesudah sakit.
Selain itu, akupresur juga bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan
tubuh (promotif) walaupun tidak sedang dalam keadaan sakit Fengge,
2012 dalam [ CITATION Mar17 \l 1033 ]

10
3. Teori dasar Akupresur
a) Yin Yang
Yin dan yang berasal dari bahasa china. Yin artinya bayangan, Yang
artinya cahaya. Hal ini diistilahkan sebagai dua aspek yang berbeda
yang mendominasi kehidupan alam yang saling bertentangan seperti
sisi gelap dan sisi terang, panas dan dingin, pria dan wanita dan
sebagainya. Secara sederhana yin dibedakan menjadi hal yang bersifat
pasif, sedangkan yang bersifat aktif. Yin digambarkan sebagai air
dengan segala sifatnya, sedangkan yang digambarkan sebagai api
dengan segala sifatnya (Cheung & Wong, 2001; Sukanta, 2003;
Lindquis et al, 2010). Fokus perawatan dalam sistem ini adalah untuk
mengembalikan keseimbangan dalam tubuh. Gangguan kesehatan
manusia terjadi karena adanya gangguan keseimbangan yin dan yang
dan atau antara yin yang dalam tubuh dengan alam sekitarnya. Aspek
Yang dikaitkan dengan kehangatan, aktivitas, kekuatan eksternal, dan
peningkatan. Yin dan Yang selalu berhubungan satu sama lain
[ CITATION Mar17 \l 1033 ]
b) Teori pergerakan lima unsur
Hukum lima unsur adalah hukum dasar tentang saling keterkaitan
antara seluruh isi alam semesta yang satu dengan yang lainnya,
termasuk organ-organ dalam tubuh. Hukum dasar ini memposisikan
organ-organ tubuh dalam suatu siklus yang saling berhubungan untuk
membangun keseimbangan (proses sehatsakit), menganalisis sumber
keluhan, maupun untuk melakukan terapi Sukanta 2003 dalam
[ CITATION Mar17 \l 1033 ]
c) Qi atau Energi Kehidupan
Qi atau Energi Kehidupan Qi atau energi kehidupan atau materi dasar
kehidupan atau zat dasar kehidupan, terdiri dari dua macam, yaitu
energy kehidupan bawaan yang berasal dari orang tua dan energy
kehidupan didapat yang berasal dari makanan, minuman dan udara
yang didapat baik ketika masih di dalam kandungan maupun sesudah
lahir. Konsep sehat-sakit didasarkan pada energy kehidupan. Sehat
tidaknya seseorang sangat tergantung pada kuantitas dan kualitas

11
energi kehidupannya dan keadaan lingkungan yang mempengaruhinya.
Baik buruknya fungsi organorgan tubuh pun salah satunya ditentukan
oleh kualitas dan kuantitas energi kehidupan yang dimilikinya. Energi
kehidupan mengalir di seluruh tubuh dan mempunyai fungsinya
masing, sehingga energi kehidupan dapat diklasifikasikan menjadi tiga
yaitu Alamsyah, 2010 dalam [ CITATION Mar17 \l 1033 ]. :
1) Energi kehidupan organ, berada di setiap organ seperti energi
kehidupan paru-paru, energi kehidupan lambung, dan lain-lain
2) Energi kehidupan meridian, berada dan mengalir di meridian,
seperti energi kehidupan meridian hati, energy kehidupan meridian
usus besar, dan lain-lain
3) Energi kehidupan daya tahan tubuh, mengalir dipermukaan tubuh
dan berfungsi mempertahankan tubuh dari serangan penyakit.
d) Meridian
Menurut ilmu akupunktur, di dalam tubuh selain mengalir sistem
peredaran darah, sistem saraf dan sistem limfa, mengalir juga sistem
meridian. Meridian berfungsi sebagai tempat mengalirnya energi vital,
penghubung bolak-balik antar organ, bagian-bagian dan jaringan tubuh,
pancaindra, titik akupunktur, masuk dan keluarnya penyakit, serta
tempat rangsangan penyembuhan. Melalui sistem meridian ini, energy
vital dapat diarahkan ke organ atau bagian tubuh yang sedang
mengalami gangguan. Di meridian pula terdapat titik-titik akupunktur
atau titik pijat yang dirangsang dengan tekanan jari atau alat tumpul
lainnya yang tidak menembus kulit dan tidak menimbulkan rasa sakit
Sukanta, 2003 dalam [ CITATION Mar17 \l 1033 ]

4. Teknik pemijatan dalam akupresur


Pemijatan dapat dilakukan dengan menggunakan jari, bagian tubuh atau
alat bantu dengan tujuan perawatan kesehatan. Perangsangan pada titik
akupresur mempengaruhi efek pemijatan [ CITATION Mar17 \l 1033 ].
Akupresur dilakukan dengan penekanan terkontrol dengan ibu jari, atau
siku, pada titik tertentu dari otot untuk membebaskan aliran darah

12
sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi pada sell di jaringan terpenuhi
The Online School of Chi Energy, 2012 dalam [ CITATION Mus \l 1033 ]

C. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke


Dari seluruh dampak masalah di atas, maka diperlukan suatu asuhan
keperawatan yang komprehensif. Dengan demikian pola asuhan keperawatan
yang tepat adalah melalui proses perawatan yang dimulai dari pengkajian
yang diambil adalah merupakan respon klien, baik respon biopsikososial
maupun spiritual, kemudian ditetapkan suatu rencana tindakan perawatan
untuk menuntun tindakan perawatan. Dan untuk menilai keadaan klien,
diperlukan suatu evaluasi yang merujuk pada tujuan rencana perawatan klien
dengan stroke.
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien stroke meliputi identitas klien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor registrasi, dan diagnose medis
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala,mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan


perubahan di dalam intracranial.Keluahan perubahan perilaku juga umum

13
terjadi.Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsive, dan koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, dan kegemukan. Pengkajian obat-obatan yang sering digunakan
klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat
beta, dan lainnya.Adanya riwayat merokok, penggunaan alcohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan
data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
mellitus, atau adanay riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Dalam pola tata nilai dan
kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena
tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
Perawat juga memasukkan pengkajian tehadap fungsi neurologis dengan
dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup
individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua
masalah : keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam
hubungannya dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang akan
mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam system
dukungan individu.

14
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Pada infeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran koma.Pada klien dengan tingkat kesadaran compos
mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b. B2(Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif (tekanan darah > 200
mmHg).
c. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfisinya
tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi
otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada system lainnya. Pengkajian tingkat kesadaran.Kualitas
kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indicator
paling sensitive untuk disfungsi system persarafan.Beberapa system
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar
pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sanagt   penting untuk menilai

15
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian
asuhan. Pengkajian fungsi serebral.Pengkajian ini meliputi status mental,
fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.

3. Pengkajian saraf cranial.


Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf cranial 1-XII
a) Saraf I. Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada klien dengan hemipelgia kiri.klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c) Saraf III,IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, padasatu
sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu
sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f) Saraf VIII.Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan sulit membuka
mulut.
h) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.

16
4. Pengkajian Sistem Motorik.
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan control motor volunteer pada salah satu tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
a) Inspeksi umum : didapatkan hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah
tanda yang lain.
b) Fasikulasi: didapatkan pada otot-otot ekstremitas
c)  Tonus Otot : didapatkan meningkat.
d)  Kekuatan Otot : Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan
otot pada sisi sakit didatkan tingkat 0.
e) Keseimbangan dan Koordinasi: didatkan mengalami gangguan karena
hemiparese dan hemiplegia.

5. Pengkajian Reflek: Pemeriksaan reflek terdiri atas reflek profunda dan


pemeriksaan reflek patologis.
a) Gerakan Involunter. Tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia.
Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejaaang umum,
terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan tekanan suhu
tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal
kortikal yang peka.

6. Pengkajian Sistem Sensorik


a. Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
mengintepretasikan sensasi.Disfungsi persepsi visual karena gangguan
jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual.Kehilangan sensori
karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih
berat, dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi
dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam mengintepretasikan
stimuli visual, taktil, dan auditorius.

17
b. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
control motorik dan postural. Kadang control sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi
intermitten dengan teknik steril.Inkontinensia urine yang belanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
d. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesuliatan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut.Mual sampai muntah desebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan control
volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas ppada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah mobilitas fisik.Adanya kesulitan untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

18
7. Diagnosa Keperawatan yang dapat muncul
Untuk membuat diagnosis keperawatan yang akurat, perawat harus
mampu melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan data yang valid dan
berkaitan, mengelompokkan data, membedakan diagnosis keperawatan dari
masalah kolaboratif, merumuskan diagnosis keperawatan dengan tepat, dan
memilih diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007) meliputi:
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:
1) Interupsi aliran darah
2) Gangguan oklusif, hemoragi
3) Vasospasme cerebral
4) Edema serebral

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:


1) Kerusakan neuromuskuler
2) Kelemahan, parestesia
3) Paralisis spastis
4) Kerusakan perseptual/ kognitif

c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan


1) Kerusakan sirkulasi serebral
2) Kerusakan neuromuskuler
3) Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
4) Kelemahan/ kelelahan

d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:


1) Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau
defisit)
2) Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh
ansietas)

19
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
kontrol/ koordinasi otot
2) Kerusakan perseptual/ kognitif
3) Nyeri/ ketidaknyamanan
4) Depresi     

d. Gangguan harga diri berhubungan dengan:


1) Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif

e. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan :Kerusakan


neuromuskuler/ perceptual
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan
dengan:
1) Kurang pemajanan
2) Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang
mengingat.

5) Perencanaan
Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan
yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan
intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter &
Perry, 2005). Perencanaan merupakan langkah awal dalam menentukan apa
yang dilakukan untuk membantu klien dalam memenuhi serta mengatasi
masalah keperawatan yang telah ditentukan. Tahap perencanaan keperawatan
adalah menentukan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan kriteria
evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan. Tujuan yang ditetapkan
harus sesuai dengan SMART, yaitu spesific (khusus), messeurable (dapat
diukur), acceptable (dapat diterima), reality (nyata) dan time (terdapat
kriteria waktu). Kriteria hasil merupakan tujuan ke arah mana perawatan
kesehatan  diarahkan dan merupakan dasar untuk memberikan asuhan
keperawatan komponen pernyataan kriteria hasil.

20
Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke adalah
sebagai berikut :

a. Diagnosa keperawatan pertama: perubahan perfusi jaringan serebral


berhubungan dengan oedema serebral.
1) Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah
2) Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil
tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
3) Intervensi;
a) Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma
glascow
Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.
b) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang
konstan.
c) Pertahankan keadaan tirah baring.
Rasional:   aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan
Tekanan Intra Kranial (TIK).
d) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi
anatomis (netral).
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase
dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
e) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan
selanjutnya dapat mencegah pembekuan..

b. Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik berhubungan


dengan kelemahan.
1) Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
2) Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan
kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan
perilaku yang memungkinkan aktivitas.

21
3) Intervensi;
a) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat
memberikan informasi bagi pemulihan
b) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.
c) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua  ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur.
d) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak
menjadi lebih terganggu.
e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan
ambulasi pasien.
Rasional: program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan
kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.

c. Diagnosa keperawatan ketiga: kerusakan komunikasi verbal berhubungan


dengan kerusakan neuromuskuler.
1) Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
2) Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan
tepat, terjadi kesapahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga
3) Intervensi;
a) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan
indikator dari derajat gangguan serebral
b) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
c) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut

22
Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
d) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi
pesan yang dimaksud
e) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.

d. Diagnosa keperawatan keempat: perubahan sensori persepsi berhubungan


dengan stress psikologis.
1) Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.
2) Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi
perseptual,  mengakui perubahan dalam kemampuan.
3) Intervensi;
a) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/
tumpul, rasa persendian.
Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan
perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.
b) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman  terhadap
pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain)
c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu
benda untuk menyentuh dan meraba.
Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk
mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.
d) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari
posisi bagian tubuh tertentu.
Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu
dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.
e) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat
yang pendek.
Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang
perhatian atau masalah pemahaman.

23
e. Diagnosa keperawatan kelima: kurang perawatan diri berhubungan
dengan  neuromuskuler, penurunan kekuatan dan
ketahanan,kehilangankontrol/ koordinasi otot
1) Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien  terpenuhi
2) Kriteria hasil klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal
hygiene secara minimal
3) Intervensi;
a. Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga
membantu dalam perawatan diri
b) Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada
klien
c) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien
setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
d) Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program
peningkatan aktivitas klien
e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan
rencana terapi

f. Diagnosa keperawatan keenam:  gangguan harga diri berhubungan dengan


perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
1) Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri
2) Kriteria hasil mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi
dan perubahan yang terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri
sendiri dalam situasi.
3) Intervensi;
a. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat
ketidakmampuannya.

24
Rasional: penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam
mengembankan perencanaan asuhan/ pilihan intervensi.
b) Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
Rasional: membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah
satu bagian kehidupan.
c) Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan minat/
partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi.
Rasional: mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah dan
memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.
d) Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan
sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
Rasional: membangun kembali rasa kemandirian dan menerima
kebanggan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.
e) Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai
kebutuhan.
Rasional: dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang
perlu untuk perasaan/ merasa menjadi orang yang produktif.

g. Diagnosa keperawatan ketujuh:  resiko tinggi kerusakan menelan


berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler/ perseptual.
1) Tujuan; kerusakan dalam menelan tidak terjadi.
2) Kriteria hasil mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi
individual dengan aspirasi tercegah, mempertahankan berat badan yang
diinginkan.
3) Intervensi;
a. Tinjau ulang patologi/ kemampuan menelan pasien secara individual.
Rasional: intervensi nutrisi/ pilihan rute makan ditentukan oleh faktor-
faktor ini.
b) Letakkan pasien pada posisi duduk/ tegak selama dan setelah makan
Rasional: menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan
dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
c) Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.

25
Rasional: menguatkan otot fasiel dan otot menelan dan menurunkan
resiko terjadinya aspirasi.
d) Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/ kegiatan.
Rasional: meningkatkan pelepasan endorphin dalam otak yang
meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.
e) Berikan cairan melalui intra vena dan/ atau makanan melalui selang.
Rasional: memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien
tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

h. Diagnosa keperawatan ketujuh:  kurang pengetahuan tentang kondisi dan


pengobatan berhubungan dengan Keterbatasan kognitif, kesalahan
interprestasi informasi, kurang mengingat
1) Tujuan; klien mengerti dan paham tentang penyakitnya
2) Kriteria hasil berpartisipasi dalam proses belajar
3) Intervensi;
a) Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien
Rasional: untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien
b) Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta
perawatan.
Rasional: untuk mendorong kepatuhan terhadap program teraupetik dan
meningkatkan pengetahuan keluarga klien
c) Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal- hal
yang belum jelas
Rasional: memberi kesempatan kepada orang tua dalam perawatan
anaknya
d) Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh
keluarga atau klien
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman klien atau
keluarga
e) Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama
selama kegiatan berfikir

26
Rasional: stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses
berfikir.

27
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama :Ny S Suku : Jawa
Umur : 55 th Pendidikan : SMA
Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl kemakmuran gang Tanggal masuk RS : 18 desember 2019
PLN samarinda
Status perkawinan : Sudah kawin Tanggal pengkajian : 19 desember 2019
Agama : Islam Sumber informasi : Data primer dan
sekunder

2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Keluarga pasien mengatakan pada pagi hari sebelum masuk rumah
sakit, suami pasien menemukan pasien sulit dalam berbicara dan
mengeluarkan liur di bagian pinggir mulut pasien kemudian
keluarga melihat lidah pasein tidak lurus serta kelemahan pada
tangan dan kaki bagian kiri. Setelah itu keluarga pasien langsung
membwa pasien ke rumah sakit.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dilakukan pengkajian pada perawatan hari ke 2 di ruang
stroke dengan keadaan umum lemah dan kondis kompos mentis
dan GCS V = Afasia, M = 6 dan E = 4. Pasien mengalami
kelemahan pada bagian ekstremitas sinistra dengan skore kekuatan
otot 1. Keluarga pasien mengatakan 2 hari sebelum masuk rumah
sakit pasien ditemukan pingsan dikamar mandi, kepala pasien tidak
terbentur kemudian pasien diberikan minyak kayu putih untuk
merangsang supaya pasien sadar dari pingsanya. Pasien sempat
dilakuakn pemeriksaan tekanan darah saat pingsan dan diperoleh
hasil pasien memmiliki tekanan darah rendah. Setelah sadar, pasien
dianjukan oleh keluarga untuk meminum obat dan membuat
makanan dari daun singkong untuk menaikan tekanan darah pasien

28
c. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat
penyakit tekanan darah rendah sejak 20 tahun yang lalu.
Genogram

d. Diagnosa medis saat MRS, Pemeriksaan penunjang dan


tindakan yang sudah dilakukan :
Diagnosa medis : Stroke Non Hemoragik
Pemeiksaan penunjang :
Pemeriksaan darah lengkap
Tgl 18/12/2019
Pemeriksaa Hasil Rujukan
Hematologi
Leukosit 6,26 4,80 -10,80
Eritrosit 4,18 4,20 – 5,40
Hemoglobin 12,9 12,0 -16,0
Hematokrit 38,5 37,0 – 54,0
MCV 92,0 81,0 – 99,0
MCH 30,9 27,0 – 31,0
MCHC 33,6 33,0 – 37,0
PLT 294 150 – 450
RDW-SD 44,7 35,0 – 47,0
RDW-CV 13,2 11,5 – 14,5
PDW 15,8 9,0 – 13,0
PMV 8,6 7,2 – 11,1
P-LCR 18 15 – 25
PCT 0,25 0,15 – 0,40

29
Neutrofil # 4,2 1,5 – 7,0
Neutrofil % 68 40 – 74
Limfosit # 1,50 1,00 – 3,70
Limfosit % 24 19 -48
Monosit # 0,39 0,16 – 1,00
Monosit % 6 3–9
Eosinophil # 0,07 0,00 – 0,80
Eosinophil % 1 0–7
Basophil # 0,1 0,00 – 0,2
Basophil % 1 0–1
Kimia Klinik
Glukosa sewaktu 83 70 – 140
Ureum 24,9 19,3 – 49,2
Creatinin 0,9 0,5 – 1,1
Electrolyte
Natrium 142 135 – 155
Kalium 4,4 3,6 – 5,5
Chloride 106 98 – 108
Tgl 19/12/2019
Kimia Klinik
Hba1c 4,5 4,5 – 6,5
Cholesterol 202 <200
Trigliserida 112 <150
HDL Cholesterol 47 >45
LDL Cholesterol 132 <130
Uric acid 2,9 2,4 – 5,7

Elektrocardiogram
Tgl 18/12/2019
Sinus Rhythem with premature trial complex
Vent rate : 67 bpm
QRS duration : 78 ms
QT/QTc : 470/496 ms
PR Interval : 178 ms
P duration : 132 ms
RR interval : 895 ms
P-R-T axos : 75 81 73

Radiologi
Tgl 18/12/2019
Telah dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras hasil
sebagai berikut:
 Densitas white and grey matter normal

30
 Tidak tampak lesi fokal/difuse hipodens maupun hiperdens
patologis intracranial/intracerebral
 Tidak tampak midline shift
 Sulci dan gyri noramal
 System ventrikel, ruang subarachnoid dan cisterna normal
 Pons dan cerebellum normal
 Kalsifikasi pada pineal body dan plexus choroideus
 Sinus paranalisis dan air cell mastoid normal
 Tidak tampak fraktur pada tulang
Kesan : CT scan kepala dalam batas normal
Tindakan yng sudah dilakukan :
 Melakukan pemasangan infus
 Melakukan pemasangan selang NGT
 Mengatur posisi semifowler
 Mengambil sampel darah
 Melakukan rekam jantung
 Melakukan pemeriksaan CT scan kepala

3. Pengkajian saat ini


a. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan/ pengetahuan tentang
penyakit/perawatan :
Keluarga pasien mengatakan pasien mengetahui tentang penyakit
yang dialaminya bahkan pasien sering menasehati keluarganya
untuk menjaga tekanan darah. Pasien juga memiliki alat ukur
tekanan darah digital untuk mengukur tekanan darah sewaktu
waktu selain itu pasien juga biasa pergi ke Puskesmas terdekat jika
badan pasien merasa kurang enak. Pasien juga memiliki obat yang
biasa diminum untuk tekanan darah rendah dan meminum obatnya
jika merasa badan pasien pusing dan mengalami penuruan tekanan
darah.
b. Pola nutrisi/ metabolic
Program diit RS : TKRG (Tinggi kalori rendah garam)
Intake makanan : RG 6x200cc/hari

31
Intake cairan : Cairan infus NaCl 0,9 %, minum : aqua tanggung
600ml/hari
c. Pola eliminasi
Buang air besar :
Sebelum masuk rumah sakit BAB pasien tidak ada masalah,
setelah masuk rumah sakit sampai saat pengkajian pasien belum
ada BAB
Buang air kecil :
Sebelum masuk rumah sakit pasien BAK tidak ada masalah,
setelah masuk rumah sakit pasien BAK 4 kali sehari dengan warna
urine berwarna kuning jernih, pasien tidak terpasang catheter dan
pasien menggunakan diapers

d. Pola aktivitas dan latihan


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
Keterangan :

0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu


orang lain dan alat, 4: tergantung total

Kekuatan otot

32
55555 11111

33333 11111

Skala jatuh :

NO. PENGKAJIAN SKALA Nilai


1. Riwayat jatuh : Tidak 0 25
apakah lansia ya 25
pernah jatuh dalam
3 bulan terakhir
2. Apakah lansia Tidak 0 0
memiliki lebih dari ya 15
1 penyakit
3. Alat bantu jalan : 0 0
bedress atau dibantu
perawat
Kruk / 15
tongkat/walker
Berpegangan pada 25
benda (benda sekita
kursi, lemari meja)
4. Terapi intravena : Tidak 0 20
apakah lansia ya 20
terpasang infus
5. Gaya berjalan / 0 0
caraberpindah /
normal/ bedrest /
immobile
Lemah tidak 10
bertenaga
Gangguan atau tidak 20
normal
(pincang/diseret)
6. Lansia menyadari 0 0
kondisi dirinya
keterlambatan daya 25
ingat
Total nilai 45

Keterangan :

33
Tidak beresiko : 0 – 24

Resiko rendah : 25 – 54

Resiko tinggi : ≥51

e. Pola tidur dan istirahat (lama tidur, gangguan tidur, perasaan


saat bangun tidur) :
Keluarga pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit, pasien
biasa tidur rata rata dari jam 10 dan bangun sekitar pukul 3 atau 4
subuh, pasien juga tidak mengalami gangguan susah tidur atau
gangguan tidur lainya, dan pasien juga merasa puas saat bangun
tidur.
Setelah masuk rumah sakit pasien lebih sering tertidur dari pada
sebelum masuk rumah sakit, pasien biasa tidur malam jam 9
malam dan bangun pada pagi sekita jam 6 atau jam 7 pagi dan pada
siang hari pasien juga tidur siang. Pasien tidak memiliki gangguan
tidur selama di rumah sakit.
f. Pola persepsual
Penglihatan :
Pasien tidak memiliki gangguan penglihatan, pasien saat
melakukan aktivitas sehari-hari tidak menggunakan kacamata
nanmun saat membaca buku pasien menggunakan kaca mata
Pendengaran :
Keluarga Pasien mengatakan pasien tidak memiliki masalah dalam
pendengaran
Pengecap :
Keluarga Pasien mengatakan pasien tidak memiliki masalah dalam
pengecap
Sensasi :
Keluarga Pasien mengatakan pasien tidak memiliki masalah dalam
sensasi
g. Pola persepsi diri (pandangan klien tentang penyakitya, cemas)

34
Pasien tidak dapat diverbalisasi terkait kondisi GCS namun
keluarga pasien mengatakan pasien selalu berdoa untuk
kesembuhan sakitnya

h. Pola seksualitas dan reproduksi (fertilitas, libido, menstruasi,


kontrasepsi:
Pasien sudah memiliki dua orang anak dan satu cucu, pasien sudah
menopause, namun dahulu pasien menggunakan kontrasepsi
i. Pola peran hubungan (komunikasi, hubungan dengan orang
lain, kemampuan keuangan)
Pasien biasa berkomunikasi dengan orang lain dan dengan kerabat
yang datang berkunjung, biaya pasien selama berobat dirumah
sakit ditanggung oleh BPJS dan untuk keperluan keuangan
dirumah di tanggung oleh suami dan anak pasien.
j. Pola manajemen koping-stress (perubahan terbesar dalam
hidup akhir-akhir ini)
Pasien biasa melakukan aktivitas sehari hari dan sering ikut dalam
kegaiatan posyandu dan sekarang pasien tidak bias mengikutinya
lagi namun pasien terus berdoa dan berusaha agar dapat melaukan
akitivitas yang biasa dilakukan seperti sebelum stroke.
k. System nilai dan keyakinan ( pandangan klien tentang agama
dan kegiatan keagamaan)
Pasien yakin jika sudah berdoa dan berusaha maka pasien akan
disembuhkan olek Tuhan.

4. Pemeriksaan fisik
(Inspeksi, Palpasi, Perkusi Auskultasi)
Keluhan yang dirasakan saat ini :
Pasien tidak dapat di verbalisasi terkait dengan kondisi GCS pasien
TTV :
TD : 110/60 mmHg
Nadi : 64 x/menit
Suhu : 37,1 celcius

35
RR : 22 x/menit
BB : 60 Kg
TB : 150 cm

a. Kepala
Inspksi : Bentuk kepala mesochpal, penyebaran rambut merata,
warna rambut hitam pendek dan sedikit beruban, tidak ada lesi,
tidak ada massa dan rambut sedikit rontok.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa

Mata dan telinga (penglihatan dan pendengaran)


1) Penglihatan
Berkurang Ganda Kabur B u ta /g e la p

Penglihatan pasien kabur namun jika melakuakn aktivitas


sehari hari pasien dapat melaukannya tanpa alat bantu
 Visus : diotri
▪ Sklera ikterik : (tidak)

▪ Konjungtiva : (anemis)

▪ Nyeri : (tidak)

▪ Kornea : keruh

▪ Alat bantu : jika hanya hendak


memmbaca menggunakan kaca mata

2) Pendengaran
Normal Berdengung Berkurang Alat bantu Tuli
Pendengaran klien baik, telinga klien tampak simetris
kiri dan kanan, tidak ada lessi, tidak ada cairan dan
pasien tidak mengguanakn alat bantu pendengaran
Hidung
Inspeksi : Hidung terlihat bersih, tidak ada polip

36
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidal ada massa atau
benjolan

Mulut/gigi/lidah :
Inspeksi : Mulut telihat bersih tidak ada sariawan,
terdapat gigi yang tanggal pada bagian bawah sebanyak
2 gigi, lidah terlihat tidak simetris.
Leher :
Inspeksi : Leher terlihat besrih, tidak ada lesi, tidak
ada pembesaran vena jugular,
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa atau
benjolan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

b. Respiratori
1) Dada
Inspeksi : Dada nampak simetris, tidak ada lesi, tidak
ada bekas luka
Palpasi : Tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan
Auskultasi: Suara napas vesikuler
2) Batuk
Pasien tidak mengeluhkan batuk
3) Napas bunyi
Bunyi napas vesikuler dimana fase inspirasi lebih
panjang dari pada ekspirasi.
Sesak napas saat :
 Inspirasi
 Ekspirasi
 Istirahat
 Aktivitas

Keterangan : Pasien tidak memiliki sesak napas

37
Tipe pernapasan :

 Perut
 Dada
 Kusmaull
 Biot
 Cynestokes
 Lainya

Keterangan : pernapasan perut terlihat ketika fase


inspirasi otot digfragma mengalami kontraksi
sedangkan pada fase ekspirasi otot diagfragma
berelaksasi

Frekusni napas : 22x/menit

Penggunaan otot-otot aseosri : tidak ada penggunaan

Napas cuping hidung : tidak ada napas cuping hidung

Fremitus : taktil fremitus sama antara kanan dan kiri

Sianosis : tidak ada sianosis

Keluhan lain : tidak ada keluhan lain

c. Kardiovaskuler
1) Riwayat hipertensi : Pasien tidak memiliki riwayat
hipertensi
2) Masalah jantung : Pasien tidak memiliki riwayat
jantung
3) Demam rematik : Pasien tidak meiliki demam
rematik
4) Bunyi jantung : normal

38
5) Irama jantung : Sinus Rhythem
6) Mur mur : Tidak ada murmur jantung
7) Nyeri dada : Tidak ada nyeri dada
8) Pusing : Pasien mengeluhkan pusing
9) Sianosis : pasien tidak memiliki sianosis
10) Capillary refill : kurang dari 2 detik
11) Edema : Pasien tidak ada edema
12) Hematoma : Pasien tidak ada hematoma
13) Riwayat keluhan lain : Tidak ada keluhan

d. Neurologis
1) Rasa ingin pingsan atau pusing : pasien mengeluhkan
pusing
2) Sakit kepala : pasien mengeluhkan sakit kepala
 GCS : V = Afasia, M = 6 dan E = 4.
 Pupil : isokor
 Reflex cahaya : Sinistra cepat
Dextra cepat
 Bicara : pasien pelo, pasien tidak jelas
dalam berbicara
 Kondisi ekstremitas: pasien mengalami paralisis
pada ekstremitas atas bawah kanan dan kiri
 Keluhan lain : tidak ada keluhan lain

e. Integument
1) Warna kulit :
Warna kulit normal berwarna sawo matang, tidak ada
lesi, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan
2) Kelembaban :
Kulit pasien lembab

39
3) Turgor kulit :
Turgor kulit kurang dari 2 detik, kulit elastis
4) Keluhan lain :
Tidak ada keluhan lain

f. Abdomen
1) Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
2) Lunak/keras : abdomen teraba lunak
3) Massa : tidak ada massa
4) Bising usus : 5x/menit
5) Asites : tidak ada asites
6) Keluhan lain : tidak ada keluhan lain

g. Musculoskeletal
1) Nyeri otot/tulang : tidak ada nyeri otot/tulang
2) Kaku sendi : terdapat pada ekstermitas atas
dan bawah bagian kiri
3) Bengkak sendi : tidak terdapat
4) Fraktur : tidak terdapat fraktur
5) Alat bantu : pasien tidak menggunakan
alat bantu
6) Pergerakan terbatas : pasien memikili gerakan
terbatas karena paralisis di bagian ekstremitas kiri
7) Keluhan lain : tidak ada keluhan lain
8) Kekuatan otot :

55555 11111

33333 11111

40
a) Skala 0
Artinya otot tak  mampu bergerak, misalnya jika tapak
tangan dan jari mempunyai skala 0 berarti tapak tangan dan
jari tetap aja ditempat walau sudah diperintahkan untuk
bergerak.
b) Skala 1
Jika otot ditekan masih terasa ada kontraksi atau kekenyalan
ini berarti otot masih belum atrofi atau belum layu.
c) Skala 2
Dapat mengerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai
perintah misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau lurus
bengkok tapi jika ditahan sedikit saja sudah tak mampu
bergerak
d) Skala 3
Dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal misalnya
dapat menggerakkan tapak tangan dan jari
e) Skala 4
Dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan.
f) Skala 5,
Bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal

h. Seksualitas
1) Aktif melakukan hubungan seksual :
Tidak dikaji
2) Penggunaan alat konttrasepsi :
Pasien tidak menggunakan alat kontrasepsi lagi
3) Kesulitasn seksual :
Tidak dikaji
4) Perubahan terakhir dalam frekuensi :
Tidak dikaji
5) Menopause

41
Pasien sudah mengalami menopause
6) Melakukan pemeriksaan payudara sendiri :
Tidak dilakukan
7) Pap smear terkahir
Pasien tidak melakukan papsmear

5) Program terapi
Pasien mendapatkan terapi medikasi
Infus Nacl 0,9% 20 tpm
Loading Aspilet 4 tab
Injeksi omeptazol 1 ampul

42
B. Diagnosa yang muncul
1. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
2. Gangguan menelan b.d gangguan saraf kranalis
3. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuskular
4. Risiko jatuh b.d kekuatan otot menurun

Analisa Data
No Data penunjang Kemungkinan Maslaah
penyebab
1 Data subjektif : Suplai darah ke jaringan Gangguan
Ketika pasien ditanya cerebral tidak adekuat mobilitas fisik
 Apakah pasien dapat
menggerakan tangan Arteri serebra basilasris
dan kaki bagian kiri
pasien memberi isyarat
menggelengkan kepala Disfungsi nervus IX

Data objektif :
 Pasien mengalami Kelamahan anggota
tergantung total pada gerak
perawatan diri
(Makan/minum, mandi,
toileting, berpaikaian, Hemiparase kanan/kiri
berpindah). Pasien
dibantu orang lain
(Mobilitas ditempat Gangguan mobilitas
tidur, ambulasi/ROM) fisik
 GCS V = Afasia, M = 6
dan E = 4.
 Pasien mengalami
kelemahan pada
ekstermitas kiri

43
 Kekuatan otot

55555 11111

33333 11111

2 Data Subjektif : Suplai darah ke jaringan Gangguan


Ketika pasien ditanya cerebral tidak adekuat menelan
 Apakah pasien dapat
menelan makanan atau Peningkatan TIK
meneguk minuman,
pasien memberikan Arteri vertebra
isyarat dengan basilasris
menggelengkan kepala
Penurunan fungsi NIX
Data objektif : dan NX
 Pasien terpasang selang
NGT Gangguan menelan
 Refleks menelan negatif
dibuktikan dengan Salifa
menumpuk
 Pasien tidak dapat
mengunyah makanan/
menelan minuman

3 Data subjektif : Kerusakan Gangguan


Ketika perawat menanyakan Neurocerebrospinal N komunikasi
keluhan pasien hanya dapat VII, N IX, N XII verbal
mengangguk dan

44
menggelengkan kepala.
Kehilangan fungsi tonus
Data objektif : otot facialis
 GCS V = Afasia, M = 6
dan E = 4.
 Lidah pasien pelo Gangguan komunikasi
 Kalimat yang verbal
dikeluarkan tidak jelas
4 Data subjektif : Suplai darah ke jaringan Resiko jatuh
Ketika pasien ditanya cerebral tidak adekuat
 Apakah pasien dapat
menggerakan tangan Arteri serebra basilasris
dan kaki bagian kiri
pasien memberi isyarat
menggelengkan kepala Disfungsi nervus IX

Data objektif :
 Pasien mengalami Kelamahan anggota
kelemahan pada gerak
ekstermitas kiri
 Hanya bisa beraktivitas
ditempat tidur Hemiparase kanan/kiri
 Kemampuan gerak
sendi terbatas
 Kekuatan otot bagian Gangguan mobilitas
ekstremitas kiri adalah fisik
1
 Skala morse
- Riwayat jatuh
Apakah lansia
pernah jatuh dalam
3 bulan terakhir=25
- Apakah lansia

45
memiliki lebih dari
1 penyakit = 0
- Alat bantu jalan :
Bedress atau
dibantu perawat=0
kruk/tongkat=0
Berpegangan pada
benda=0
- Terapi intravena=20
Gaya
berjalanan/cara
berpindah/normal/b
edrest/immobile=0
Lemah tidak
bertenaga=0
Gangguan atau
tidak normal=0
- Lansia menyadari
kondisi dirinya=0
Keterlambatan daya
ingat=0
Total (45) resiko
jatuh rendah

46
C. Intervensi Keperawatan

NO SDKI SLKI SIKI


.
1 Gangguan mobilitas fisik Mobilitas fisik (hal65) Teknik latihan penguatan
b.d penurunan kekuatan otot Domain: L.05042 otot (hal413)
(hal124) Domain: l.05184
Definisi :
Domain: 0054 Kemampuan dalam Definisi :
Kategori: Fisiologi gerakan fisik dari satu atau Memfasilitasi latihan otot
Subkategori: lebih ekstermitas secara resistif reguler untuk
Aktivitas/Istirahat mandiri. mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan
Definisi : Kriteria hasil : otot.
Keterbatasan dalam gerakan 1. Pergerakan ekstermitas
fisik dari satu atau lebih (3) Tindakan :
ekstermitas secara mandiri. 2. Kekuatan otot (3) 1. Identifikasi tingkat
3. Gerakan terbatas (3) kekuatan otot
Gejala dan tanda mayor : 4. Kelemahan fisik (3) 2. Identifikasi jenis dan
Subjektif: durasi aktivitas
1. Mengeluh atau sulit Monitor efektifitas
menggerakkan latihan
ekstermitas. 3. Berikan terapi
2. Nyeri saat bergerak komplememter untuk
3. Enggan melakukan meningkatkan
pergerakkan kekuatan otot pasien.
4. Merasa cemas saat
bergerak Dukungan Perawatan
Objektif : Diri(hal.36)
1. Kekuatan otot menurun Domain : I.11348
2. Rentang gerak (ROM) Definisi:
menurun Memfasilitasi pemenuhan
3. Sendi kaku kebutuhan perawatan diri
4. Gerakkan tidak Tindakan
terkoordinasi 1. Monitor tingkat
5. Gerakan terbatas kemandirian
6. Fisik lemah 2. Identifikasi kebutuhan
alat bantu kebersihan
diri, berpakaian,
berpakaian, berhias dan
makan
3. Fasilitasi untuk
menerima keadaan
ketergantungan

2 Gangguan menelan b.d Status menelan (118) Pemberian makan


gangguan saraf kranalis Domain : L.06052 enternal (256)
(142) Domain : L.03126
Definisi :
Domain : D.0063 jalan makanan dari mulut Definisi :
Kategori : Fisiologis sampai abomen adekuat Menyiapkan dan
Subkategori : Neurosensori memberikan nutrisi melalui
Kriteria hasil : selang gastrointestinal
Definisi : 1. Reflek menelan (3)
Fungsi menelan abnormal 2. Kemampuan Tindakan :
akibat defisit struktur atau mengunyah (3) 1. Periksa posisi NGT
fungsi oral, faring atau 3. Usaha menelan (3) dengan memeriksa

47
esofagus residu lambung atau
mengauskultasi
Gejala dan tanda mayor hembusan udara
dan minor : 2. Gunakan tehnikbersih
Subjektif : dalam pemberian
1. Mengeluh sulit menelan makanan via selang
3. Monitor residu lambung
tiap 4-6 jam selama 24
jam pertama, kemudian
8 jam selama pemberian
makan via enteral
4. Tinggikan kepala tempat
tidur 30-45 derajat
selama pemberian
makan
3 Gangguan komunikasi Komunikasi verbal Promosi komunikasi:
verbal b.d gangguan (hal.49) Defisit bicara (hal. 373)
neuromuskular L.13118 I.13492
Definisi: Definisi:
Domain: D.0119 Kemampuan menerima, Menggunakan teknik
Kategori: Relasional memproses, mengirim, komunikasi tambahan pada
Subkategori: Interaksi dan/atau menggunakan individu dengan gangguan
Sosial sistem simbol bicara
Definisi: Kriteria hasil : Tindakan
Penurunan, perlambatan, 1. Kemampuan bicara (2) Observasi
atau ketiadaan kemampuan 2. Kemampuan 1. Monitor proses kognitif,
untuk menerima, mendengar (2) anatomis, dan fisiologis
memproses, mengirim, 3. Kesesuaian ekspresi yang berkaitan dengan
dan/atau menggunakan wajah/tubuh (2) bicara (mis. Memori,
sistem simbol 4. Kontak mata (2) pendengaran, dan
Gejala dan Tanda Mayor bahasa)
Subjektif Skala : 2. Monitor frekuensi
(tidak tersedia) 1= meningkat marah, depresi, atau hal
Objektif 2= cukup meningkat lain yang mengganggu
1. Tidak mampu berbicara 3= sedang bicara
atau mendengar 4=cukup menurun 3. Identifikasi prilaku
2. Menunjukan respon 5= menurun emsional dan fisik
tidak sesuai sebagai bentuk
komunikasi
Gejala dan Tanda Minor Terapeutik
Subjektif 1. Sesuaikan gaya
(tidak tersedia) komunikasi dengan
Objektif kebutuhan (mis. Berdiri
1. Pelo didepan pasien,
2. Ksulit mempertahankan dengarkan dengan
komunikasi seksama, tunjukan satu
3. Sulit menggunakan gagasan atau pemikiran
ekspresi wajah atau sekaligus, bicaralah
tubuh dengan perlahan sambil
menghindari teriakan)
2. Ulangi apa yang
disampaikan pasien

48
4 Risiko jatuh b.d kekuatan Perfusi serebral (hal.86) Pencegahan jatuh (hal279)
otot menurun (306) Domain : L.02014 Domain: l.14540
Definisi :
Domain: D.0143 Definisi :
Keadekuatan aliran darah
Kategori: Lingkungan Mengidentifikasi dan
Subkategori: Keamanan serebral untuk menunjang menurunkan risiko terjatuh
dan Proteksi fungsi otak akibat perubahan kondisi
Kriteria hasil : fisik atau psikologis
Definisi : 1. Tingkat kesadaran (5) Tindakan
Berisiko mengalami 2. Kognitif (5) Observasi
kerusakan fisik dan 1. Identifikasi faktor resiko
gangguan kesehatan akibat jatuh (mis. Usia >65
Skala:
terjatuh tahun, penurunan
1= menurun tingkat kesadar, defisit
2= cukup menurun kognitif, hipotensi
3= seang ortostatik, gangguan
4= cukup meningkat keseimbangan,
5= meningkat gangguan penglihatan,
neuropati)
2. Identifikasi risiko jatuh
setidaknya sekali setiap
shift
3. Hitung resiko jatuh
dengan menggunakan
skala (mis. Fall morse
scale)
4. Monitor berpindah dari
tempat tidur ke kursi
dan sebaliknya
Terapeutik
1. Orientasikan ruangan
pada pasien dan
keluarga
2. Pastikan roda tempat
tidur dan kursi selalu
dalam kondisi terkunci
3. Pasang handrail tempat
tidur
Edukasi
1. Anjurkan memanggil
perawat jika
membutuhkan bantuan

49
D. CATATAN PERKEMBANGAN

N Hari/tang Jam Diagnoosa Implementasi Evaluasi


o gal keperawata
n
1. Kamis, 20 13.00 Gangguan 1.Teknik latihan S : Pasien di tanya apakah pasien
desember mobilitas penguatan otot mengalami kelemahan otot. Pasien
2019 fisik 1.1 mengidentifikasi memberi isyarat dengan
tingkat kekuatan menganggukan kepala
otot
EH : pasien O:
mengalami Kriteria hasil Perlakuan ke-1 Target
kelemahan otot Kekuatan
otot 1 3
ekstermitas
sinistra dengan Gerakan
terbatas
1 3
skor 1
1.2 Mengidentifikasi Kelemahan
fisik
1 3
jenis dan durasi
aktivitas
EH : pasien A : Masalah belum teratasi
mengalami P : Lanjutkan intervensi no: 1.1,1.2,1.3
tingkat
ketergantungan
total
1.3 Memberikan
terapi
komplememter
untuk
meningkatkan
kekuatan otot
pasien
EH : pasien diberi
terapi akrupresur
selama 10 menit

2. Dukungan
Perawatan Diri
2.1 Memonitor
tingkat
kemandiria
EH : pasien
tidak dapat
melakukan
perawatan
dirinya secara
mandiri
2.2 Mengidentifik
asi kebutuhan
alat bantu
kebersihan
diri,
berpakaian,
berhias dan
makan
EH : personal

50
hygine pasien
dibantu
sepenuhnya
oleh perawat
dan keluarga
2.3 Memfasilitasi
untuk
menerima
keadaan
ketergantunga
n
EH : keluarga
dan perawat
menerima
keadaan
ketergantunga
n pasien
Gangguan 1. Teknik latihan S : Pasien di tanya apakah pasien
mobilitas penguatan otot mengalami kelemahan otot. Pasien
fisik 1.1 Mengidentifika memberi isyarat dengan
si tingkat menganggukan kepala
kekuatan otot
EH : pasien O:
mengalami - KU = Lemah
kelemahan otot - Kekuatan otot menurun
ekstermitas
sinistra dengan
- Rentang gerak ROM menurun
skor 1 - Rentang gerak menurun
1.2 Mengidentifik - Pergerakan terbatas
asi - Klien di lakukan terapi akrupresur
jenis dan durasi Kriteria hasil Perlakuan ke-1 Target
aktivitas Kekuatan
EH : pasien otot 1 3
mengalami Gerakan
terbatas
1 3
tingkat
ketergantungan Kelemahan
fisik
1 3
total
1.3 Memberikan
terapi A : Masalah belum teratasi
komplememter
untuk P : Lanjutkan intervensi no: 1.1,1.2,1.3,
meningkatkan 2.1, 2.2, 2.3
kekuatan otot
pasien
EH : pasien
diberi terapi
akrupresur
selama 10
menit

2. Dukungan
Perawatan Diri
2.1 Memonitor
tingkat
kemandiria
EH : pasien
tidak dapat
melakukan

51
perawatan
dirinya secara
mandiri
2.2 Mengidentifik
asi kebutuhan
alat bantu
kebersihan
diri,
berpakaian,
berhias dan
makan
EH : personal
hygine pasien
dibantu
sepenuhnya
oleh perawat
dan keluarga
2.3 Memfasilitasi
untuk
menerima
keadaan
ketergantunga
n
EH : keluarga
dan perawat
menerima
keadaan
ketergantunga
n pasien
13.00 Gangguan Pemberian makan S:-
menelan 2.1 Memeriksa posisi
NGT dengan O:
memeriksa residu - Klien terpasang NGT
lambung atau - Klien terlihat mengeluarkan saliva
mengauskultasi yang berlebihan
hembusan udara
EH: posisi NGT
- Posisi kepala kurang elevasi
tepat di dalam - Klien terlihat gelisah
lambung
2.2 Menggunakan A = Masalah belum teratasi
tehnikbersih dalam
pemberian P = Lanjutkan intervensi 2.1, 2.2, 2.3,
makanan via 2.4
selang
EH: mencuci
tangan sebelum
dan sesudah
pemberian
makanan
2.3 Memonitor residu
lambung tiap 4-6
jam selama 24 jam
pertama, kemudian
8 jam selama
pemberian makan
via enteral
EH: residu negatif
2.4 Meninggikan

52
kepala tempat tidur
30-45 derajat
selama pemberian
makan
EH: posisi kepala
klien 30 derajat
16.30 Gangguan Pemberian makan S:-
menelan 1.1 Memeriksa posisi
NGT dengan O:
memeriksa residu - Klien terpasang NGT
lambung atau - Klien terlihat mengeluarkan saliva
mengauskultasi yang berlebihan
hembusan udara
EH: posisi NGT
- Posisi kepala kurang elevasi
tepat di dalam - Klien terlihat gelisah
lambung
1.2 Menggunakan A = Masalah belum teratasi
tehnikbersih dalam
pemberian P = Lanjutkan intervensi 2.1, 2.2, 2.3, 2.4
makanan via selang
EH: mencuci
tangan sebelum dan
sesudah pemberian
makanan
2.3 Memonitor residu
lambung tiap 4-6
jam selama 24 jam
pertama, kemudian
8 jam selama
pemberian makan
via enteral
EH: residu negatif
2.5 Meninggikan
kepala tempat tidur
30-45 derajat
selama pemberian
makan
EH: posisi kepala
klien 30 derajat
13.00 Gangguan Promosi komunikasi: S : Pasien hanya dapat menggelengkan
komunikasi 2.1 Memonitor proses dan menganggukkan kepala ketika
verbal kognitif, anatomis, diajak berbicara.
dan fisiologis yang
berkaitan dengan O:
bicara (mis. - Pasien tidak mampu berbicara
Memori, - Menunjukkan respon yang tidak
pendengaran, dan sesuai
bahasa)
EH :Klien kesulitan
- Afasia
untuk berbicara - Tidak ada kontak mata
2.2 Mengidentifikasi - Tidak mampu menggunakan ekspresi
prilaku emsional wajah atau tubuh
dan fisik sebagai
bentuk komunikasi A = Masalah belum teratasi
EH : klien terlihat
mengetuk bed P = Lanjutkan intervensi 3.1, 3.2, 3.3, 3.4
untuk memanggil

53
perawat diruangan
2.3 Menyesuaikan
gaya komunikasi
dengan kebutuhan
(mis. Berdiri
didepan pasien,
dengarkan dengan
seksama, tunjukan
satu gagasan atau
pemikiran
sekaligus, bicaralah
dengan perlahan
sambil
menghindari
teriakan)
EH : klien
mendengarkan apa
yang perawat
sampaikan
2.4 Mengulangi apa
yang disampaikan
pasien
EH :
mengklarifikasi apa
yang di butuhkan
oleh pasien
16.30 Gangguan Promosi komunikasi: S : Pasien hanya dapat menggelengkan
komunikasi 3.1 Memonitor proses dan menganggukkan kepala ketika
verbal kognitif, anatomis, diajak berbicara.
dan fisiologis yang
berkaitan dengan O:
bicara (mis. - Pasien tidak mampu berbicara
Memori, - Menunjukkan respon yang tidak
pendengaran, dan sesuai
bahasa)
EH : klien
- Afasia
kesulitan untuk - Tidak ada kontak mata
berbicara - Tidak mampu menggunakan ekspresi
3.2 Mengidentifikasi wajah atau tubuh
prilaku emsional
dan fisik sebagai A = Masalah belum teratasi
bentuk komunikasi
EH : klien terlihat P = Lanjutkan intervensi 3.1, 3.2, 3.3, 3.4
mengetuk bed
untuk memanggil
perawat diruangan
3.3 Menyesuaikan
gaya komunikasi
dengan kebutuhan
(mis. Berdiri
didepan pasien,
dengarkan dengan
seksama, tunjukan
satu gagasan atau
pemikiran
sekaligus, bicaralah
dengan perlahan
sambil

54
menghindari
teriakan)
EH : klien
mendengarkan apa
yang perawat
sampaikan
3.4 Mengulangi apa
yang disampaikan
pasien
EH :
mengklarifikasi apa
yang dibutuhkan
oleh pasien
13.00 Risiko jatuh Pencegahan jatuh S: -
4.1 Mengidentifikasi
faktor resiko jatuh O:
(mis. Usia >65 - KU = Lemah
tahun, penurunan - Pasien tirah baring
tingkat kesadar,
defisit kognitif,
- Terpasang label Resiko Jatuh
hipotensi ortostatik, - Skala Morse = 45 (resiko jatuh
gangguan sedang)
keseimbangan,
gangguan A = Masalah belum teratasi
penglihatan,
neuropati) P = Lanjutkan intervensi 4.1, 4.2, 4.3,
EH :nilai resiko 4.4, 4.5, 4.6
jatuh 45 (resiko
sedang)
4.2 Mengidentifikasi
risiko jatuh
setidaknya sekali
setiap shift
EH : memastikan
pagar terpasang
dan diberi tanda
resiko jatuh
4.3 Menghitung resiko
jatuh dengan
menggunakan skala
(mis. Fall morse
scale)
EH : nilai resiko
jatuh 45 (resiko
sedang)
4.4 Memastikan roda
tempat tidur dan
kursi selalu dalam
kondisi terkunci
EH : ronda tempat
tidur klien terkunci
4.5 Memasang handrail
tempat tidur
EH : handrail
tempat tidur selalu
terpasang
4.6 Menganjurkan
memanggil perawat

55
jika membutuhkan
bantuan
EH : klien
mengetuk tempat
tidur jika
membutuhkan
bantuan perawat
16.30 Risiko jatuh Pencegahan jatuh S: -
4.1 Mengidentifikasi
faktor resiko jatuh O:
(mis. Usia >65 - KU = Lemah
tahun, penurunan - Pasien tirah baring
tingkat kesadar,
defisit kognitif,
- Terpasang label Resiko Jatuh
hipotensi ortostatik, - Skala Morse = 45 (resiko jatuh
gangguan sedang)
keseimbangan,
gangguan A = Masalah belum teratasi
penglihatan,
neuropati) P = Lanjutkan intervensi 4.1, 4.2, 4.3,
EH : nilai resiko 4.4, 4.5, 4.6, 4.7
jatuh 45 (resiko
sedang)
4.2 Mengidentifikasi
risiko jatuh
setidaknya sekali
setiap shift
EH : memastikan
pagar terpasang
dan diberi tanda
resiko jatuh
4.3 Menghitung resiko
jatuh dengan
menggunakan skala
(mis. Fall morse
scale)
EH : nilai resiko
jatuh 45 (resiko
sedang)
4.4 Memastikan roda
tempat tidur dan
kursi selalu dalam
kondisi terkunci
4.5 Memasang handrail
tempat tidur
4.6 Menganjurkan
memanggil perawat
jika membutuhkan
bantuan
EH : klien
mengetuk tempat
tidur jika
membutuhkan
bantuan perawat
2. Hari-2 08.30 Gangguan 1. Teknik latihan S : Pasien di tanya apakah pasien
Selasa, 21 Mobilitas penguatan otot mengalami kelemahan otot. Pasien
desember Fisik 1.1 mengidentifikasi memberi isyarat dengan

56
2019 tingkat kekuatan menganggukan kepala
otot
EH : pasien O:
mengalami Kriteria hasil Perlakuan ke-1 Target
kelemahan otot Kekuatan
otot 1 3
ekstermitas
sinistra dengan Gerakan
terbatas
1 3
skor 1
1.2 Mengidentifikasi Kelemahan
fisik
1 3
jenis dan durasi
aktivitas
EH : pasien A : Masalah belum teratasi
mengalami P : Lanjutkan intervensi no: 1.1,1.2,1.3
tingkat
ketergantungan
total
1.3 Memberikan
terapi
komplememter
untuk
meningkatkan
kekuatan otot
pasien
EH : pasien diberi
terapi akrupresur
selama 10 menit

2. Dukungan
Perawatan Diri

2.1 Memonitor
tingkat
kemandiria
EH : pasien
tidak dapat
melakukan
perawatan
dirinya secara
mandiri
2.2 Mengidentifik
asi kebutuhan
alat bantu
kebersihan
diri,
berpakaian,
berhias dan
makan
EH : personal
hygine pasien
dibantu
sepenuhnya
oleh perawat
dan keluarga
2.3 Memfasilitasi
untuk
menerima
keadaan
ketergantunga

57
n
EH : keluarga
dan perawat
menerima
keadaan
ketergantunga
n pasien
08.30 Ganguan Pemberian makan S:-
Menelan 2.1 Memeriksa posisi
NGT dengan O:
memeriksa residu - Klien terpasang NGT
lambung atau - Klien terlihat mengeluarkan saliva
mengauskultasi yang berlebihan
hembusan udara
EH: posisi NGT
- Posisi kepala kurang elevasi
tepat di dalam - Klien terlihat gelisah
lambung
2.2 Menggunakan A = Masalah belum teratasi
tehnikbersih dalam
pemberian P = Lanjutkan intervensi 2.1, 2.2, 2.3, 2.4
makanan via selang
EH: mencuci
tangan sebelum dan
sesudah pemberian
makanan
Memonitor residu
lambung tiap 4-6
jam selama 24 jam
pertama, kemudian
8 jam selama
pemberian makan
via enteral
EH: residu negatif
2.3 Meninggikan
kepala tempat tidur
30-45 derajat
selama pemberian
makan
EH: posisi kepala
klien 30 derajat
08.30 Gangguan Promosi komunikasi: S : Pasien hanya dapat menggelengkan
Komunikasi 3.1 Memonitor proses dan menganggukkan kepala ketika
Verbal kognitif, anatomis, diajak berbicara.
dan fisiologis yang
berkaitan dengan O:
bicara (mis. - Pasien tidak mampu berbicara
Memori, - Menunjukkan respon yang tidak
pendengaran, dan sesuai
bahasa)
EH : klien
- Afasia
kesulitan untuk - Tidak ada kontak mata
berbicara - Tidak mampu menggunakan ekspresi
3.2 Mengidentifikasi wajah atau tubuh
prilaku emsional
dan fisik sebagai A = Masalah belum teratasi
bentuk komunikasi
EH : klien terlihat P = Lanjutkan intervensi 3.1, 3.2, 3.3, 3.4

58
mengetuk bed
untuk memanggil
perawat diruangan
3.3 Menyesuaikan
gaya komunikasi
dengan kebutuhan
(mis. Berdiri
didepan pasien,
dengarkan dengan
seksama, tunjukan
satu gagasan atau
pemikiran
sekaligus, bicaralah
dengan perlahan
sambil
menghindari
teriakan)
EH : klien
mendengarkan apa
yang perawat
sampaikan
3.4 Mengulangi apa
yang disampaikan
pasien
EH
mengklarifikasi apa
yang dibutuhkan
oleh pasien
08.30 Risiko Jatuh Pencegahan jatuh S: -
4.1 Mengidentifikasi
faktor resiko jatuh O:
(mis. Usia >65 - KU = Lemah
tahun, penurunan - Pasien tirah baring
tingkat kesadar,
defisit kognitif,
- Terpasang label Resiko Jatuh
hipotensi ortostatik, - Skala Morse = 45 (resiko jatuh
gangguan sedang)
keseimbangan,
gangguan A = Masalah belum teratasi
penglihatan,
neuropati) P = Lanjutkan intervensi 4.1, 4.2, 4.3,
EH : nilai resiko 4.4, 4.5, 4.6, 4.7
jatuh 45 (resiko
sedang)
4.2 Mengidentifikasi
risiko jatuh
setidaknya sekali
setiap shift
EH : memastikan
pagar terpasang
dan diberi tanda
resiko jatuh
4.3 Menghitung resiko
jatuh dengan
menggunakan skala
(mis. Fall morse
scale)
EH : nilai resiko

59
jatuh 45 (resiko
sedang)
4.4 Memastikan roda
tempat tidur dan
kursi selalu dalam
kondisi terkunci
4.5 Memasang handrail
tempat tidur
4.6 Menganjurkan
memanggil perawat
jika membutuhkan
bantuan
EH : klien
mengetuk tempat
tidur jika
membutuhkan
bantuan perawat

60
BAB IV

ANALISIS JURNAL

A. Jurnal dalam penelitian


Judul : Akupresur untuk meningkatkan kekuatan otot dan rentang
gerak ekstremitas atas pada pasien stroke
Tahun : 2014
Nama Author : Muhamamad Adam, Elly Nurachmah, Agung Wahyu
Penerbit : jurnal keperawatan Indonesia
Tempat : RSUD Fatmawati

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh akupresur


terhadap kekuatan otot dan tentang gerak ekstremitas atas pada pasien stroke
pasca rawat inap, Akupresur sendiri merupakan intervensi yang efektif untuk
meningkatkan kekuatan otot dan rentang gerak pada pasien pasca stroke yang
mengalami hemiparesis. Akupresure ini dilakukan selama 10 menit pada 6 titik
akupunktur di regioscapula.

http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/452

Hasil

61
Rerata usia responden antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
hampir sama. Rerata usia pada kelompok kontrol sebesar 62,53 tahun
sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 63,88 tahun. Proporsi perempuan
lebih banyak dibandingkan laki-laki baik pada kelompok intervensi maupun
kontrol. Proporsi stroke non-hemoragik lebih banyak dibandingkan dengan
stroke hemoragik baik pada kelompok intervensi maupun kelom-pok kontrol.
Stroke yang diderita responden hampir seluruhnya adalah serangan pertama
dan mayoritas responden tiba di rumah sakit lebih dari 6 jam setelah
mengalami serangan baik pada kelompok intervensi maupun kelompok control.

Tabel Tabel
1 2
Tabel
1

Hasil analisis tabel 1 menunjukkan tidak terdapat per-bedaan yang


signifikan kondisi kekuatan otot ekstremitas atas pada kelompok intervensi dan
kontrol (p>0,05). Dengan kata lain, kekuatan otot ekstremitas atas sebelum
dilakukan akupresur setara atau homogen antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol.
Hasil analisis tabel 2 menunjukkan rerata rentang gerak ekstremitas atas
antara kelompok intervensi dan kontrol sebelum dilakukan intervensi hampir
sama. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rentang
gerak yang ber-makna antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
sebelum dilakukan akupresur (p>0,05).

Tabel Tabel
3 4
Tabel Tabel
2 2

Hasil analisis tabel 3 menunjukkan bahwa kekuatan otot pada kelompok


intervensi lebih besar jika dibandingkan dengan kekuatan otot pada kelom-pok

62
kontrol setelah dilakukan akupresur. Analisis lebih lanjut menunjukkan adanya
perbedaan kekuatan otot yang bermakna antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol setelah dilakukan akupresur (p < 0,05).
Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan rerata rentang gerak pada
kelompok intervensi lebih besar jika dibandingkan dengan rerata rentang gerak
pada kelompok kontrol setelah dilakukan akupresur. Rerata rentang gerak pada
kelompok intervensi setelah dilakukan akupresur sebesar 84,80 dengan standar
deviasi 5,66; sedangkan rerata rentang gerak pada kelompok kontrol setelah
dilakukan intervensi sebesar 76,86 dengan standar deviasi 2,17. Analisis lebih
lanjut menunjukkan adanya perbedaan rerata rentang gerak yang bermakna
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah dilaku-kan akupresur
(p < 0,05; α 0,05).

Kesimpulan
Hasil penelitian ini telah dapat menjawab tujuan penelitian, yaitu
mengidentifikasi pengaruh akupresur terhadap kekuatan otot dan tentang gerak
ekstremitas atas pada pasien stroke pasca rawat inap. Pada penelitian ini
intervensi dilakukan dengan memberikan akupressur selama 10 menit pada
keenam titik akupuntur di regio skapula, dalam sekali sehari selama tujuh hari
di rumah responden sehingga penelitian ini memberikan bukti bahwa akupresur
dapat meningkatkan kekuatan otot dan rentang gerak ekstremitas atas. Oleh
karena itu, terapi akupresur perlu diterapkan sebagai salah satu intervensi
keperawatan terutama pada pasien stroke.

Analisis Jurnal
NO KOMPONEN ISI KRITIS SEBAIKNYA
1 Latar Belakang Pasien dengan Pada latar Dalam penulisan

63
diagnostik stroke belakang sistematika
hemoragic atau non penelitian ini pembuatan latar
hemoragic dapat telah dijelaskan belang harus
dapat mengakibatkan mengenai mencantumkan 5
gangguan masalah dan komponen yaitu
musculoskeletal yang dampak namun 1. Introduction
bekontribusi berupa belum yaitu
kelemahan ototr pada dijelaskan penjabaran
sisi kontrateral engan secara spesifik melalui
lesi diotak. Stroke mengenai masalah yang
secara jelas dapat masalah diangkat
berdampak pada diagnostic, dalam hal ini
penurunan fungsi faktor resiko adalah stroke,
ekstremitas berupa dan prognosis akupresur,
kehilangan control dalam stroke kekuatan otot,
ekstremitas. hemoragic dan dan rentang
stroke non gerak pasien
hemoragic 2. Skala yaitu
besaran
masalah alasan
penelitian
bahwa
masalah yang
diteliti
merupakan
masalah yang
besar dan
memberikan
dampak besar
pada pasien.
Selain itu
prevalensi

64
kejadian
masalah yang
sering terjadi
sehingga dapat
menjadikan
dasar
pengakatan
kasus
3. Dampak
Yaitu dampak
atau masalah
yang terjadi
dari akibat
suatu penyakit
yang
menyertai
4. Elaborasi
yaitu
menuliskan
berbagai
penelitian
yang sudah
dilakukan
tujuanya
adalah
memberi
gambaran
yang sudah
diteliti dan
identifikasi
tindakan yang
belum diteliti.

65
5. Kesenjangan
adalah
konsekuensi
dari bagian
elaborasi atas
dasar dari
kesenjangan
maka
konsekuensi
inilah yang
diangkat
dalam
penelitrian
(Sugiyono
2010)

2 Tujuan Penelitian Penelitian ini Akupresur


mempunyai tujuan bertujuan untuk merupakan
untuk mendapatkan mengidentifikasi metode non-
gambaran tentang pengaruh invasif berupa
akupresur untuk akupresur penekanan pada
meningkatkan terhadap titik akupuntur
kekuatan otot dan kekuatan otot tanpa
rentang gerak dan rentang menggunakan
ekstermitas atas pada gerak jarum, biasanya
pasien stroke ekstermitas atas hanya
pada pasien menggunakan jari
pasca stroke atau benda
rawat inap. tertentu yang
Hasil penelitian dapat
menunjukkan memberukan efek
adanya penekanan
perbadaan yang sehingga lebih

66
bermakna pada bisa diterima dan
kekuatan otot ditoleransi oleh
dan rentang pasien
gerak dibandingkan
ekstermitas atas akupuntur yang
antara kelompok menggunakan
intervensi dan jarum (Alkaissi,
kelompok Stalnert, &
control. Kalman, 2002;
Selain itu Black & Hawk,
sebaiknya 2009; Lemone &
peneliti juga Burke, 2008 &
menambahkan Ming et al, 2002)
tujuan jangka
panjang dari
penerapan
akupressur pada
pasien stroke
3 Manfaat Acupressure sendiri Dari penelitian Menurut Kang et
bermanfaat dalam ini memiliki al (2009) dalam
memperbaiki fungsi manfaat sebagai Muhammad
ekstermitas atas terapi Adam dkk,
melalui efeknya komplementer pemberian
untuk melancarkan dalam akupresur pada
pergerakkan aliran qi meningkatkan titik meridian
(energy vital) kekuatan otot dapat
didalam tubuh. dan rentang memperbaiki
(Sebastian, 2009) gerak tetapi sirkulasi qi dan
harus darah dalam
memperhatikan tubuh sehingga
faktor lain yang akan
mungkin juga mereleksasikan
mempengaruhi otot yang

67
kekuatan otot mengeras dan
dan rentang merangsang
gerak. perbaikan alamiah
pada abnormalitas
skeletal dan
rentang dapat
meningkat,
Selain itu menurut
East West
Nursing Research
Association 2001
dalam Kang et al
(2009)
Pemberian
akupresur dapat
mengharmoniskan
aliran qi dan
darah sehingga
merelesasikan
spasem dan
meredakan nyeri
karena
melepaskan
hormone
endorphin
4 Metode Hasil penelitian Metode Data yang
menunjukkan adanya penelitian ini dikumpulkan
perbedaan yang menggunakan terdiri atas
bermakna pada quasi- karakteristik,
kekuatan otot dan experimental kekuatan otot, dan
rentang gerak dengan rentang gerak
ekstermitas atas pendekatan pre- ekstermitas atas.
antara kelompok post test design Kekuatan otot

68
intervensi dan pada 34 ekstermitas
kelompok control responden (n- diukur dengan
(p=0,001 dan kontrol= n meminta
p=0,000 ᾱ=0,05). intervensi 17). responden
Akupresur Kelompok mengangkat
merupakan intervensi intervensi diberi ekstermitas
yang efektif untuk akupresur setiap atasnya yang
meningkatkan hari 10 menit mengalami
kekuatan otot dan selama 7 hari. hemiparesis dan
rentang gerak pada Dalam hal dinilai dengan
pasien pasca stroke metode peneliti menggunakan
yang mengalami tidak Medical Researvh
hamoperesis. menjelaskan Council Scale
apakah saat yang terdiri dari 6
melakukan tingkat, mulai dari
akupressur 0 (tidak ada
peneliti kontraksi) sampai
menggunakan 5 (kekuatan
bahan atau alat normal).
yang dapat Sebaiknya
mempermudah peneliti
akupresur menjelaskan
apakah saat
menerapkan
akupresur pasien
menggunakan
alata atau bahan
yang dapat
mempermudah
saat pelaksanaan
terapi.

Jurnal Terkait

69
JUDUL JURNAL
NO PEMBAHASAN HASIL METODE
TERKAIT
1. Mustofa, Yanti Hasil menunjukkan pada Metode penelitian ini
Hermayanti, aktivitas terlentang lalu menggunakan kuasi
Indrayani Desi berbaring, terlentang lalu eksperimental pretest
(2017). Peningkatan duduk dan duduk seimbang dan posttes design. Alat
Fungsi Motorik berada pada nilai tertinggi ukur menggunakan
Melalui Akupresur (6) dengan (p= 1,000), Motor Assesment Scale.
Pada Klien Pasca namun ketika bergerak
Stroke. Jurnal dengan fungsi ekstermitas
Keperawatan atas terjadi perbedaan. Saat
Indonesia bsi. Vol. V duduk kemudian berdiri
No. 2 nilai berubah dari 5,25
menja 5,40 ketika lengan
atas difungsikan sebelum
intervensi 4,22 setelah
menjadi 4,66 perubahan
yang dicapai dengan
keduanya belum cukup
bermakna (p=0,157), untuk
fungi menjadi 4,59
(p=0,026) dan aktivitas
tangan lanjutan dari 4,00
menjadi4,44 (p=0,038).
Ketiga perubahan tersebut
menunjukkan perbedasan
bermakna sekaligus
menjadi bukti bahwa
intervensi dilakukan
mampu membantu
memperbaiki sirkulasi. Jika
kegiatan tersebut masuk
dalam perencanaan pulang

70
sejak perawatan dirumah
sakit akan tercapai hasil
yang lebih baik dan fungsi
motoric terperbaiki secara
optimal.

2. Enggah Hadi Terapi akupresur sangat Penelitian ini


Kurniyawan. (2016) efektif sekali dalam menggunakan narrative
Narrative Review: menurunkan tingkat nyeri review
Terapi akut maupun nyeri kronis
KOmplementer dalam berbagasi macam
Alternatif Akupresur penyakit yang di derita oleh
Dalam Menurunkan pasien. Terapi akupresur
Tingkat Nyeri. memiliki banyak fungsi
NurseLine Jurnal kesehatan tubuh. Nyeri
Vol.1 No 2. ISSN terjadi karena adanya
2540-7937 ketidak seimbangan aliran
energy qi di dalam tubuh.
3. Hilaman Syafii. Elly Hasil penelitian ini Metode penelitian single
Nuracmah, Dewi menunjukkan penurunan blind pengambilan
Gayatri (2011). rerata mual muntah akut sampel dengan
Terapi Akupresur setelah akupresur pada consecutive sampel dan
Dapat Menurunkan kelompok intervensi uji dengan T test
Keluhan Mual signifikan lebih besar
Muntah Akut Akibat disbanding dengan
Kemoterapi Pada kelompok kontorl (p=0,000
Pasien Kanker ᾱ=0,05). Akupresur secara
Randomized Clinical signifikan dapat
Trial. Jurnal menurunkan mual muntah
Keperawatan akibat kemoterapi pada
Indonesia Vol. 14 pasien kanker yang
no.02 dilakukan akupresur
dibandingkan dengan

71
kelompok yang tidak
dilakukan akupresur

B. Standar Operasional Prosedur

TERAPI AKUPRESUR

1. PENGERTIAN Akupresur merupakan salah satu bentuk trapi sentuhan


(toch therapy) yang didasarkan pada prinsip ilmu

72
akupuntur dan pengobatan cina,dimana beberapa titik
yang terdapat pada permukaan tubuh dirangsang dngan
penekanan jari (Dupler, 2005 dalam jurnal Muhamad
adam dkk, 2014) .
2. TUJUAN Membangun kembali sel-sel dalam tubuh yang
melemah
3. INDIKASI 1. Pasien keadaan nyeri seperti nyeri kepala, migren.
2. Beberapa kelainan saraf seperti hemiparesis,
kesemutan, kelumpuhan muka.
3. Berbagai keadaan lain seperti mengurangi nafsu
makan, meningkatkan stamina, efek analgesik pada
operasi dan lain-lain. (RSCM, 2008 dalam jurnal
Muhamad adam dkk, 2014 )
4. KONTRA Akupresur tidak boleh dilakukan pada bagian tubuh
INDIKASI yang luka, bengkak, tulang retak atau patah dan kulit
yang terbakar (Sukanta, 2008) .
5. PERSIAPAN 1. Pastikan identitas klien
PASIEN
2. Kaji kondisi klien terakhir

3. Beritahu dan jelaskan pada klien atau keluarga


tentang tindakan yang akan dilakukan

4. Jaga privasi klien

5. Posisikan klien senyaman mungkin

6. Pasien sebaiknya dalam keadaan berbaring, duduk


atau dalam posisi yang nyaman
6. PERSIAPAN 1. Alas bantu pemijatan
ALAT
2. Sarung tangan (bila perlu)

3. Minyak sebagai pelican

73
7. CARA KERJA Tahap Orientasi

1. Berikan salam, panggil klien dengan nama


kesukaannya
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan
pada klien dan keluarga
4. Berikan kesempatan kepada klien atau keluarga
untuk bertanya sebelum terapi dilakukan
Tahap Kerja
1. Jaga privasi klien dengan menutup tirai
2. Mencuci tangan sebelum menyentuh pasien
3. Atur posisi klien dengan memposisikan klien pada
posisi terlentang (supinasi),duduk, duduk dengan
tangan bertumpu di meja, berbaring miring, atau
tengkurap dan berikan alas
4. Bantu melepaskan pakaian klien atau aksesoris
yang dapat mennghambat tindakanakupresur yang
akan dilakukan, jika perlu

5. Gunakan sarung tangan bila perlu

6. Cari titik-titik rangsangan yang ada di tubuh, lalu


menekannya akupresur hanya memakai gerakan
dan tekanan jari, tekan titik, dan tekan lurus.

7. Kemudian lakukan Penekanan pada 6 titik yang


terdapat pada area skapula yaitu large intestine 15,
small intestine 9 triple energizer 14, gallbladder
21, small intestine 11, dan small intestine 12.

8. Penekanan dilakukan sekitar 10 menit.


Terminasi
1. Jelaskan pada klien bahwa terapi sudah selesai
dilakukan

74
2. Kaji respon klien setelah dilakukan terapi
3. Berikan reinforcement positif kepada klien
4. Rapikan pakaian klien dan kembalikan ke posisi
yang nyaman
5. Rapikan alat-alat
8. HASIL 1. Evaluasi hasil kegiatan dan respon klien setelah
tindakan

2. Lakukan kontrak untuk terapi selanjutnya

3. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik

4. Cuci tangan
9. DOKUMENTASI 1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan
jam pelaksanaan
2. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif)
3. Dokumentasikan tindakan
10. HAL-HAL YANG 1. Perhatikan kebersihan tangan yang akan
PERLU digunakan.
DIPERHATIKAN 2. Penekanan yang dilakukan harus disesuaikan
dengan kondisi klien.
3. Titik-titik penekanan harus diperhatikan dan harus
tepat.
C. Pelaksanaan Akupresur
NO METODE LANGKAH-LANGKAH PELAKASANAAN
AKUPRESURE
1. Atur posisi pasien senyaman mungkin, berikan
bantalan yang lembut untuk menopang badan
pasein bila diperlukan

Cari titik-titik rangsangan yang ada pada scapula


pasien. Tekan titik rangsangan yang telah
2. ditentukan akupresur hanya memakai gerakan
dan tekanan jari, tekan titik, dan tekan lurus.

75
3. Kemudian lakukan Penekanan pada 6 titik yang
terdapat pada area skapula yaitu large intestine
15, small intestine 9 triple energizer 14,
gallbladder 21, small intestine 11, dan small
intestine 12

4. Lakukan penekanan dengan lembut dengan


durasi sekitar 10 menit.

C. Hasil Intervinsi
1. SUMBER DATA, PERLAKUAN, DAN SAMPEL
Sumber data yang dipakai dalam intervensi ini adalah data primer
yaitu data yang diperoleh dari pengelolaan pasien untuk melihat untuk
melihat adanya perubahan atau tidak terhadap kekuatan otot ekstermitas
pasien yang ingin dilakukan tindakan terapi acupressure, dan untuk
perlakukan atau intervensi dilakukan di ruang Unit Stroke RSUD
A.W.Sjahranie Samarinda pada pasien yang ingin di lakukan tindakan
akrupressu, dengan melakukan penekanan pada titik yang berada di atas
region scapula untuk meningkatkan kekuatan otot ekstermitas yang
dilakukan selama 10 menit dan dilakukan 2x24 jam pada 1 orang pasien.

76
Sebelum akupressur Setelah akupressur
Tgl 20 desember 2019 Tgl 20 desember 2019
13.00 Wita 13.15 Wita

MMT : MMT :

55555 11111
55555 11111

33333 11111 33333 11111

Data Penunjang : Data Penunjang :


KU = Lemah KU = Lemah
Wajah pasien nampak rileks Wajah pasien nampak rileks
GCS : E 4 V 5 M 6 GCS : E 4 V 5 M 6
TTV : TTV :
TD : 120/80 mmHg TD : 110/80 mmHg
Nadi : 60x/m Nadi : 64x/m
RR : 19x/m RR : 20x/m
T : 37.1 oC T : 37oC

Evaluasi Keluhan : Evaluasi Keluhan :


Saat ditanyakan apakah pasien merasa Saat ditanyakan apakah pasien merasa
pusing, pasien menganggukan kepala. pusing, pasien menganggukan kepala.

Tgl 20 desember 2019 Tgl 20 desember 2019


16.30 Wita 16.45 Wita

MMT : MMT :

55555 11111 55555 11111

33333 11111 33333 11111

Data Penunjang : Data Penunjang :


KU = Lemah KU = Lemah
Wajah pasien nampak rileks Wajah pasien nampak rileks
GCS : E 4 V 5 M 6 GCS : E 4 V 5 M 6
TTV : TTV :
TD : 110/80 mmHg TD : 100/80 mmHg
Nadi : 60x/m Nadi : 65x/m
RR : 21x/m RR : 20x/m
T : 36.8 oC T : 36.9 oC

Evaluasi Keluhan : Evaluasi Keluhan :


Pasien masih merasakan pusing. - Pasien masih merasakan pusing
- Pasien masih sering mengeluarkan
saliva

77
Sebelum akupressur Seteleah akupressur
Tgl 21 Desember 2019 Tgl 21 Desember 2019
08.30 Wita 08.45 Wita

MMT : MMT :

55555 11111 55555 11111

33333 11111 33333 11111

Data Penunjang : Data Penunjang :


KU = Lemah KU = Lemah
Wajah pasien nampak rileks Wajah pasien nampak rileks
GCS : E 4 V 5 M 6 GCS : E 4 V 5 M 6
TTV : TTV :
TD : 100/60 mmHg TD : 110/70 mmHg
Nadi : 68x/m Nadi : 65x/m
RR : 18x/m RR : 20x/m
T : 36,5oC T : 36,5oC

Evaluasi Keluhan : Evaluasi Keluhan :


Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan

2. Implikasi Keperawatan
Implikasi keperawatan yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu data
dari penelitian ini dapat menjadi dasar begi keperawatan yang didukung
berdasarkan jurnal jurnal terkait dimana akupresure memiliki pengaruh
dalam meningkatan kekuatan otot pasien stroke walaupun dalam tindakan
akupresure yang telah kami lakukan masih belum memiliki perubahan
terhadap kekuatan otot pasien diruang stroke center RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda.
3. Kesulitan dalam intervensi
Kesulitan yang dihadapi saat melakukan intervensi antara lain:
a) Pasien tidak dapat berkomunikasi secara efektif karena terkait kondisi
pasien yang mengalami penurunan verbal.
b) Komunikasi yang diberikan berupa pertanyaan tertutup.

78
c) Waktu untuk dilakukan terapi akupresure kurang maksimal
dikarenakan pasien yang telah keluar rumah sakit.
4. Saran dalam melanjutkan penelitian
Berdasarkan jurnal yang kami ambil, maka saran yang diberikan oleh
kelompok adalah :
a) Sebagai referensi untuk dijadikan acuan pembuatan penelitian KIAN
dan KTI keperawatan.
b) Dapat diberikan tidak hanya untuk pasien yang mengalami penurunan
kekuatan otot, tetapi juga pada pasien yang mengalami gangguan tidur
serta gelisah dan cemas.
c) Dapat membuat SOP yang valid.

BAB V
PEMBAHASAN

A. Terapi akupresur untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke

79
Stroke Non
Hemoragrik

Thrombus / emboli
di cerebral

Suplai darah ke jaringan


tidak adekuat

Perfusi jaringan cerebral


tidak adekuat

Hemisfer kanan
atau kiri

Hemiparase/plegi
kanan atau kiri

Vasospasme arteri
cerebral / saraf cerebral

Iskemik/ infark

Defisit neurologi

Terapi akupresur pada titik


Kelemahan kekuatan otot
akupresur yang berada di regio
skapula dapat meningkatkan
Gangguan mobilitas kekuatan otot ekstremitas
secara bermakna melalui
perbaikan sirkulasi darah
NIC/SIKI : Teknik sehingga merangsang
latihan penguatan perbaikan alamiah skeletal dan
otot meningkatkan kekuatan otot

B. Hubungan akupresur dengan kekkuatan otot pada pasien strole


1. Manifestasi pasien stroke terkait kasus
a) Kolesterol, lipoprotein, trigliserida, dan lemak lainnya diperlukan untuk
menjaga struktur serta fungsi sel-sel tubuh. Namun, kelebihan

80
kolesterol dan lemak yang beredar dalam pembuluh darah dapat
meningkatkan kecenderungan penggumpalan darah. Gumpalan darah
yang terjadi di dalam otak dapat berakibat stroke. Trigliserida dan LDL
akan mengalami penumpukan pada lapisan pembuluh darah dan
melukai lapisan di dalamnya. Ketika lapisan dalam pembuluh darah
terluka, maka terjadilah penyempitan yang membuat trombosit serta sel
darah lainnya terperangkap. Kelebihan lemak yang beredar dalam
pembuluh darah juga membuat suatu komposisi yang sifatnya ‘lengket’
dan dengan demikian akan membuat gumpalan sel darah menjadi
semakin menempel
b) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanta hemiparesis yang
timbul mendadak).
Pada stroke terdapat gangguan aliran darah pada otak. Bagian otak
yang aliran darahnya terganggu akan kekurangan oksigen dan nutrisi
yang diperlukan untuk bekerja, sehingga terjadi kerusakan sel-sel di
area tersebut, yang kemudian menyebabkan kelumpuhan.
Pada kasus yang diangkat, diperoleh hasil CT scan dalam batas
normal, namun pada pasien ditemukan tanda hemiparesis, kondisi
hemiparesis selain diakibatkan karena aliran darah otak yang terganggu
juga bisa disebabkan oleh penyebab-penyebab lain diantaranya
kerusakan korda spinnalis (serabut saraf yanng berada di dalam tulang
belakang) yang dapat menimbulkan hemiparesisis walupun hasil CT
scan dalam batas normal, selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan
otak yang lebih spesisfik untuk mempertegas hasil adanya perdarahan
yang menghambat aliran otak,
c) Gangguan sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
hemiparesik)
Sistem sensorik menempatkan manusia berhubungan dnegan
sekitarnya. Sensasi (sensibilitas) dapat dibagi empat jenis, yaitu:
eksteroseptif, proprioseptif, interoseptif, dan khusus.1 Impuls
somatosensotik dari perifer dihantarkan di sepanjang serabut saraf
afferen ke badan sel neuron, yang terletak di gangglion radiks dorsalis.

81
Impuls kemudian dihantarkan menuju sistem saraf pusat, tanpa
melewati sinaps perantara, di sepanjang penonjolan sentral pada neuron
yang sama. Akson ini membuat kontak sinaptik dengan nueron kedua di
medula spinalis atau batang otak, yang aksonnya kemudian menjalar ke
arah sentral, dan menyebrangi garis tengah menuju sisi yang
berlawanan pada level tertentu di sepanjang perjalanannya. Neuron
ketiga terdapat di thalamus. Neuron ini berproyeksi ke berbagai area
kortikal, yang terpenting adalah korteks somatosensorik yang terletak di
girus post-sentralis di lobus parietalis
d) Afasia
Afasia adalah penurunan kemampuan berkomunikasi. Afasia bisa
melibatkan beberapa atau seluruh aspek dari komunikasi termasuk
berbicara, membaca, menulis dan memahami pembicaraan. Pusat
primer bahasa biasanya terletak dibagian kiri belahan otak dan
dipengaruhi oleh stroke di bagian kiri tengah arteri serebreal. Tipe yang
paling sering terjadi, yaitu :
1) Afasia Wernick (sensori atau penerima) memengaruhi pemahaman
berbicara sebagai hasil dari infark pada lobus temporal pada otak.
Afasia Wernicke dinamai dari nama penemu bagian otak yang
bertanggung jawab terhadap komprehensi bahasa. Penderita afasia
Wernicke tidak bisa memahami orang lain, atau bahkan diri mereka
sendiri, ketika berbicara. Ujaran mereka tidak dapat dipahami karena
mereka membuat kalimat dengan susunan kata acak.
2) Afasia Broca
Bentuk afasia ini dinamai dari nama penemu bagian otak yang
bertanggung jawab dalam memproduksi ujaran. Afasia Broca sering
disebut “afasia motorik” untuk menekankan produksi bahasa yang
terganggu (seperti berbicara) sementara aspek berbahasa lainnya
tidak mengalami masalah. Pada stroke, kerusakan di bagian broca
merupakan dampak dari terganggunya aliran darah melalui
pembuluh darah yang mensuplai bagian ini dengan oksigen dan
nutrisi.

82
Umumnya, afasia broca mencegah seseorang dari membentuk
kata atau kalimat yang jelas, namun mereka masih memahami apa
yang orang lain bicarakan. Seringnya, penderita afasia merasa
frustrasi karena mereka tidak bisa menyampaikan pikiran mereka ke
dalam kata-kata.
3) Afasia global mempengaruhi baik komprehensif berbicara dan
produksi bicara. Jenis afasia ini adalah dampak dari kerusakan pada
otak yang cukup lama melibatkan kedua bagian Broca dan
Wernicke. Penderita afasia global tidak dapat memahami ujaran,
atau berbicara. Pada beberapa kasus, penderita afasia global masih
bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tulisan.
e) Disartria
Disartria adalah kondisi artikulasi yang diucapkan tidak sempurna
yag menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Ini adalah hal penting
untuk membedakan antara disartria paham dengan bahasa yang
diucapkan seseorang tetapi mengalami kesulitan dalam melafalkan kata
dan tidak jelas dalam pengucapannya. Disartria disebabkan oleh
disfungsi saraf kranial karena stroke pada artei vertebrobasilar atau
cabangnya. Hal ini bisa mengakibatkan kelemahan atau kelumpuhan
pada otot bibir, lidah, dan laring, atau karena kehilangan sensasi. Selain
gangguan berbicara, klien dengan disartria sering juga mengalami
gangguan dalam mengunyah dan menelan karena kontrol otot yang
menurun.
f) Motor
Gangguan motorik adalah yang paling prevalen dari semua kelainan
yang disebabkan oleh stroke dan pada umumnya meliputi muka, lengan,
dan kaki maupun dalam bentuk gabungan atau seluruh tubuh. Biasanya
manifestasi stroke seperti hemiplegia, hemiparesis (kelemahan salah
satu sisi tubuh), hilang atau menurunnya refleks tendon. Hemiparesis
adalah kekuatan otot yang berkurang pada sebagian tubuh dimana
lengan dan tungkai sisi lumpuh sama beratnya ataupun dimana lengan

83
sisi lebih lumpuh dari tungkai atau sebaliknya sedangkan hemiplegia
adalah kekuatan otot yang hilang.

2. Akupresur pada pasien stroke

Image : staff.ui.ac.id/.../adam_akupresur_rom_stroke.pdf

Ada beberapa terapi yang dapat dimanfaatkan oleh pasien pasca stroke
seperti latihan lengan dan pemberian posisi. Terapi akupresur terutama meridian
acupressure terbukti merupakan intervensi yang efektif untuk memperbaiki
pergerakan ektremitas atas, meningkatkan aktivitas sehari-hari, dan mengurangi
depresi pada pasien stroke hemiplegia stroke di Korea Kang, Sok, & Kang dalam
[ CITATION Muh14 \l 1057 ] Akupresur merupakan metode non-invasif berupa
penekanan pada titik akupunktur tanpa menggunakan jarum, biasanya hanya
menggunakan jari atau benda tertentu yang dapat memberikan efek penekanan
sehingga lebih bisa diterima dan ditoleransi oleh pasien dibandingkan akupunktur
yang menggunakan jarum Alkaissi, Stalnert,& Kalman, 2002; Black & Hawk,
2009; Lemone & Burke, 2008; & Ming et al., 2002 dalam jurnal [CITATION
Muh14 \l 1057 ].
Akupresur bermanfaat dalam memperbaiki fungsi ektremitas atas
melalui efeknya untuk melancarkan pergerakan aliran qi (energi vital) di
dalam tubuh Sebastian, 2009 dalam [ CITATION Muh14 \l 1057 ], Akupresur
merupakan penekanan dengan kontrol baik waktu maupun tekanannya
yang di lakukan oleh ibu jari, jari, atau siku. Pada klien Pasca stroke
penyempitan aliran darah dan oksigen menjadi penyebab nyeri dan
kekejangan otot, sehingga akupresur membuka penyempitan knot sehingga
mencair dan membebaskan aliran darah dan oksigen.[CITATION Mus \l
1057 ]

84
Akupresur dilakukan dengan penekanan terkontrol dengan ibu jari,
atau siku, pada titik tertentu dari otot untuk membebaskan aliran darah
sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi pada sell di jaringan terpenuhi
(The Online School of Chi Energy, 2012). Tindakan ini merupakan
alternatif terapi yang dikembangkan di Cina, menggunakan tehnik
menggosok, menekan, memijat dengan tujuan reorganisasi organ yang
mengalami kerusakan yang dapat dilakukan pada fase subakut antara 2
minggu s.d. 6 bulan pasca stroke, tindakan ini bertujuan merangsang
keseimbangan energi dari tubuh dengan menyingkirkan sumbatan energy,
memulihkan fungsi otot dari gangguan spasm, menambah kekuatan otot,
dengan membuka semua jalur energi agar aliran energi tidak lagi terhalang
oleh ketegangan otot. Energi tubuh menjadi seimbang, kekuatan otot
bertambah, dan fungsi otot menjadi pulih Handoko dalam [ CITATION Mus \l
1057 ]

3. Kekuatan otot pasien stroke


Kekuatan otot adalah adalah kemampuan otot menahan beban baik
berupa beban eksternal maupun beban internal. Kekuatan dari sebuah otot
umumnya diperlukan dalam melakukan aktifitas. Se-mua gerakan
merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon
motorik. Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot
menahan beban berupa beban eksternal (external force) maupan beban
internal (internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem
neuromuskuler yaitu sebera-pa besar kemampuan sistem saraf meng-
aktifasi otot untuk melakukan kontraksi, sehingga semakin banyak serat
otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan
otot tersebut [ CITATION Sya18 \l 1057 ]
Seringkali pasien mendatangi klinik untuk mendapatkan pertolongan
karena merasa lemah dan kenyataannya memang lemas dan merasa tak
bertenaga untuk itu tenaga medis lainnya melakukan pengukuran kekuatan
otot secara tradisional artinya  mengukur kekuatan otot pasien dengan
memakai skala klasik 0,1,2,3,4,5. antara lain;

85
g) Skala 0
Artinya otot tak  mampu bergerak, misalnya jika tapak tangan dan jari
mempunyai skala 0 berarti tapak tangan dan jari tetap aja ditempat
walau sudah diperintahkan untuk bergerak.
h) Skala 1
Jika otot ditekan masih terasa ada kontraksi atau kekenyalan ini berarti
otot masih belum atrofi atau belum layu.
i) Skala 2
Dapat mengerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai perintah
misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau lurus bengkok tapi jika
ditahan sedikit saja sudah tak mampu bergerak
j) Skala 3
Dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal misalnya dapat
menggerakkan tapak tangan dan jari
k) Skala 4
Dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan.
l) Skala 5,
Bebeas bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal
Skala diatas pada umumnya dipakai  untuk memeriksa  penderita yang
mengalami kelumpuhan selain mendiagnosa status kelumpuhan juga
dipakai untuk melihat apakah ada kemajuan yang diperoleh selama
menjalani perawatan atau sebaliknya apakah terjadi perburukan pada
seseorang penderita.

4. Pengaruh antara akupresur dengan kekuatan otot pada pasien stroke


Akupresur pada titik akupresur yang berada di atas regio skapula dapat
meningkatkan kekuatan otot ekstremitas atas secara bermakna pada pasien
pasca stroke. Sebagaimana dikemukakan Shin dan Lee dalam Adam,
Nurachmah, & Waluyo, 2014 bahwa titik akupresur yang berada pada
regio skapula memiliki hubungan yang sangat erat dengan titik trigger
untuk memperbaiki fungsi ekstremitas atas. Titik trigger merupakan titik
sensitif yang bila ditekan akan menimbulkan nyeri pada tempat yang jauh

86
dari titik tersebut, dimana titik ini merupakan degenerasi lokal di dalam
jaringan otot yang diakibatkan oleh spasme otot, trauma,
ketidakseimbangan endokrin dan ketidakseimbangan otot. Titik trigger
dapat ditemukan pada otot rangka dan tendon, ligamen, kapsul sendi,
periosteum dan kulit.
Menurut Handoko dalam Mustofa, Hermayanti & Yeni (2017)
tindakan akupresur bertujuan merangsang keseimbangan energi dari tubuh
dengan menyingkirkan sumbatan energy, memulihkan fungsi otot dari
gangguan spasm, menambah kekuatan otot, dengan membuka semua jalur
energi agar aliran energi tidak lagi terhalang oleh ketegangan otot. Energi
tubuh menjadi seimbang, kekuatan otot bertambah, dan fungsi otot
menjadi pulih.
Disekitar titik-titik akupresur banyak terdapat ujung saraf sensorik dan
pembuluh darah yang ikut terstimulasi melepaskan histamin yang akan
membantu pelepasan nitric oxide (NO) dari endotel vaskuler agar
berdilatasi yang akan secara langsung dapat membantu meningkatkan
aliran darah menuju ke sel. Pada tahap ini terjadi juga terjadi pelepaskan
platelet activating factor (PAF), pelepasan serotonin dan bradikinin yang
berfungsi sebagai vasodilator sekaligus neurotransmiter yang membawa
signal ke batang otak untuk mengaktifkan kelenjar pineal memproduksi
hormon melatonin yang dapat membantu mencegah kerusakan sel baik di
otak maupun di pembuluh darah lainnya Saputra & Sudirman dalam
[ CITATION Mus \l 1057 ]
Menurut Sukanta dalam Mustopa, Hermayanti, & Yani, 2017
akupresur dapat menurunkan tekanan darah, serta dapat mengurangi
ketegangan, meningkatkan sirkulasi. Setelah sirkulasi darah meningkat
akan memperbaiki abnormalitas skeletal setelah skeletal mengalami
perbaikan maka gerak motorik dan fungsinya akan mengalami
peningkatan.
Analsis jurnal dan kasus ini dapat menjadi dasar bagi keperawatan
untuk menjadikan akupresur sebagai intervensi keperawatan yang
didukung berdasarkan jurnal jurnal terkait dimana akupresure memiliki

87
pengaruh dalam meningkatan kekuatan otot pasien stroke walaupun dalam
tindakan akupresure yang telah kami lakukan masih belum memiliki
perubahan terhadap kekuatan otot pasien diruang Stroke Center RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, dalam tindak lanjut kedepanya
diharapkan akupresur dapat diterapkan lebih lama pada pasien stroke
sehingga memperoleh hasil yang lebih baik.

BAB VI
PENUTUP

88
A. Kesimpulan
Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau stroke merupakan
gangguan sirkulasi serebral. Merupakan suatu gangguan neurologik fokal yang
dapat timbul sekunder dari suatu proses patologis pada pembuluh darah
serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau
penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme
dan kelainan perkembangan.
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak
sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
Secara garis besar, stroke dibagi menjadi 2 yaitu Stroke karena pendarahan
(Haemorragic) dan Stroke bukan karena pendarahan (Non Haemorragic/
Iskemik). Penyebab utama dari stroke adalah aterosklerosis (trombosis),
embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur
aneurisme sakular.
Analsis jurnal dan kasus ini dapat menjadi dasar bagi keperawatan untuk
menjadikan akupresur sebagai intervensi keperawatan yang didukung
berdasarkan jurnal-jurnal terkait dimana akupresure memiliki pengaruh dalam
meningkatan kekuatan otot pasien stroke walaupun dalam tindakan akupresure
yang telah kami lakukan masih belum memiliki perubahan terhadap kekuatan
otot pasien diruang Stroke Center RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda,
dalam tindak lanjut kedepanya diharapkan akupresur dapat diterapkan lebih
lama pada pasien stroke sehingga memperoleh hasil yang lebih baik.
B. Saran
Berdasarkan kasus yang kami susun, maka kami menyarankan kepada :
1. Instalasi pelayanan kesehatan diharapkan mampu menerapkan program
terapi komplementer akupresur kepada pasien yang mengalami kelemahan
otot
2. Tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan dapat melakukan
tindakan terapi komplementer akupresur kepada pasien yang mengalami
kelemahan otot untuk memperbaiki kekuatan otot pasien stroke

89
3. Pasien dan keluarga diharapkan mampu melakukan terapi komplementer
akupresur secara mandiri dirumah sebagai discharge planning pada pasien
stroke pasca pemulangan dari rumah sakit

DAFTAR PUSTAKA

90
Adam, M., Nurachmah, E., & Waluyo, A. (2014). Akupresur Untuk
Meningkatkan Kekuatan Otot dan Rentang Gerak Ekstremitas Atas Pada
Pasien Stroke. Jurnal Keperawatan Indonesia, 81-87.

Batticaca, Fransisca. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan.Jakarta. Salemba Medika
Brunner & Suddarth.2014.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta.EGC

Https://www.medkes.com/2014/07/dampak-stroke-dan-siapa-saja-yang
berisiko.htm diakses tanggal 19 desember 2019
https://www.kompasiana.com/asrim/55002e128133111918fa7246/mengukur-
kekuatan-otot diakses tanggal 19 desember 2019
Mardiah, Asma.2014.Tanda Awal Stroke Iskemik Pada CT-Scan Tanpa Kontras.
Universitas Gadjah Mada https://xa.yimg.com diakses November 2019
M. Black, J., & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah; manajemen
Klinis Untuk Hasil yang Diharapkan (8 ed., Vol. 3). Singapore:
ELSEVIER.

Mardiylu, D. M. (2017). Pengaruh Terapi Akupresur Terhadap Mual Muntah


Akibat Kemoterapi Pada Pasien Kanker Payudara Berdasarkan Jenis
Sitostatik. Tesis, 50 - 63.

Mustopa, Hermayanti, Y., & Yani, D. I. (2017). Peningkatan Fungsi Motorik


Melalui Akupressur Pada Pasien Pasca Stroke. Jurnal Keperawatan BSI,
103-109.

Nurarif Huda Amin, Kusuma Hardhi, Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


berdasarkan diagnosa medis dan Nanda NIC-NOC Jilid 3 Cetakan 1,
MediaAction Jogjakarta: 2015.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
Edisi 1 cetakan III. Jakarta:2017.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019, Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi
1 cetakan II, Jakarta:2019.

91
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
Edisi 1 cetakan II, Jakarta:2019.

Syahrim, W. E., Azhar, M. U., & Risnah. (2018). Efektifitas Latihan ROM
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke. Media
Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia, 186-191.

92

Anda mungkin juga menyukai