Anda di halaman 1dari 65

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker serviks adalah salah satu kanker penyebab utama kematian

wanita di seluruh dunia. Kanker serviks menduduki urutan pertama di negara

berkembang dan berada pada urutan ke 10 di negara maju atau urutan ke 5

secara global. Menurut World Health Organization (WHO), Indonesia

merupakan negara dengan jumlah penderita kanker serviks terbanyak di dunia

(Kemenkes, 2015). Menurut data Globocan International Agency for

Research on Cancer (IARC), tahun 2012, diperkirakan jumlah kanker serviks

yaitu 528.000 kasus baru kanker serviks. Sebagian besar (sekitar 85%) dari

beban global terjadi di daerah yang kurang berkembang, sehingga

menyumbang hampir 12% dari semua kanker wanita. Daerah yang berisiko

tinggi, berdasarkan Age Standardized Rate (ASRs) lebih dari 30 per 100.000

populasi, adalah Afrika Timur dengan jumlah (42,7), Melansia (33,3), Afrika

Selatan (31,5) dan Afrika Tengah (30,6). Jumlah terendah terdapat di wilayah

Australia/Selandia Baru (5,5) dan di Asia Barat (4,4). Kanker serviks

merupakan kanker yang paling sering terjadi pada wanita di Afrika Timur dan

Tengah (Globocan, 2012; Ferlay dkk., 2014).

Setiap 2 menit ada satu wanita yang meninggal karena kanker serviks

di dunia, sedangkan di Indonesia, setiap 1 jam ada satu wanita yang

STIKes Muhammadiyah Gombong


2

meninggal karena kanker ganas ini. Riset Kesehaan Dasar Indonesia

menyatakan bahwa, pada tahun 2013 jumlah kasus kanker serviks di

Indonesia meningkat menjadi 98.692 penderita kanker serviks dan kasus di

Jawa Tengah terdapat 19.734 penderita kanker serviks (Depkes, 2015).

Diperkirakan kematian yang diakibatkan oleh kanker serviks ini akan terus

meningkat menjadi 25% dalam kurun waktu 10 tahun mendatang jika tidak

dilakukan tindakan pencegahan dan penatalaksanaan yang tepat (Kemenkes,

2015). Data yang didapatkan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Tengah dr. Yulianto Prabowo M.Kes pada saat seminar di Semarang yaitu

pada bulan Maret 2015 yang lalu mengatakan bahwa angka kejadian kanker

serviks di Jawa Tengah sendiri masih cukup tinggi yaitu sekitar 21.000

penderita kanker serviks (Humas Jateng, 2015). Sedangkan di Kebumen

sudah ada 185 penderita kanker serviks (Dinas Kesehatan Kabupaten

Kebumen, 2015). Untuk cakupan deteksi dini kanker serviks sendiri di

Kebumen yaitu 2,45% (Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen, 2015).

Salah satu upaya yang harus dilakukan untuk merubah perilaku,

yaitu seperti mencegah kanker serviks dengan memberikan informasi melalui

pendidikan kesehatan yang dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat

tentang perilaku hidup sehat. Penelitian yang dilakukan (Khademolhosseini et

al.,) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan dengan menerapkan Health

Belief Model efektif dalam meningkatkan keikutsertaan wanita melakukan

pemeriksaan pap smear test. Hal ini juga didukung oleh penelitian

Shojaeizaddeh, et al., dan teori yang disampaikan oleh (Glanz et al.,)

STIKes Muhammadiyah Gombong


3

mengatakan bahwa pendidikan kesehatan dengan penerapan Health Belief

Model, lebih efektif untuk meningkatkan pengetahuan peserta secara

signifikan, mengubah keyakinan kesehatan dan meningkatkan perilaku

mereka mengenai program skrining. Pendidikan dapat diberikan dengan cara

menggunakan media, seperti audiovisual. Pendidikan kesehatan

menggunakan media audiovisual, dapat meningkatkan pengetahuan dan

partisipasi wanita dalam program deteksi dini kanker serviks yaitu IVA.

Seperti dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2015 tentang

Penanggulangan Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim (Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 706).

Pengetahuan mengenai skrining kanker serviks sangat diperlukan

untuk dapat mengubah sikap dan perilaku wanita dalam menjaga kesehatan

organ reproduksinya. Melalui pencegahan dan deteksi kanker serviks sedini

mungkin, maka akan semakin besar kesempatan disembuhkannya penyakit ini

dan semakin besar pada kemungkinan untuk menurunkan angka kejadian

kasus kanker serviks pada wanita. Upaya yang dilakukan dalam pencegahan

kanker serviks adalah dengan melakukan vaksinasi (pencegahan primer) dan

screening berupa pap smear (pencegahan sekunder) untuk menjangkau infeksi

virus Human Papiloma Virus (HPV), karena jangkauan perlindungan

vaksinasi tidak mencapai 100%, yaitu hanya sekitar 89%. Vaksinasi tidak

bertujuan untuk terapi akan tetapi bertujan untuk mencegah infeksi yang

bekerja dengan cara meningkatkan antibodi dalam tubuh. Screening pap

smear mampu mendeteksi perubahan pada serviks secara dini sebelum

STIKes Muhammadiyah Gombong


4

berkembang menjadi kanker sehingga dapat disembuhkan dengan segera

(Sari, L.2010).

Seperti dalam firman Allah SWT QS An Nisa : 19 “Tidak halal

bagimu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu

menyusahkan mereka”. Rasulullah  bersabda, “Tidaklah seorang muslim

yang tertimpa gangguan berupa penyakit atau semacamnya, kecuali Allah

akan menggugurkan bersama dengannya dosa-dosanya, sebagaimana

pohon yang menggugurkan dedaunannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah SAW bersabda : Perhatikanlah lima perkara sebelum datangnya

lima perkara, yaitu masa hidupmu sebelum datang masa ajalmu, masa

sehatmu sebelum datangnya masa sakit, masa lapangmu sebelum datangnya

sempitmu, masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa kayamu

sebelum datangnya masa miskin (HR Ahmad & Al-Baihaqi).

Hal ini sesuai yang dinyatakan Putri (2009) bahwa semua peserta

yang diberikan pendidikan kesehatan dengan metode film dapat belajar dari

film baik yang pandai maupun yang kurang pandai. Hal dikarenakan karena

isi pesan pada film dapat berpengaruh secara signifikan terhadap perasaan,

emosi, tingkat penerimaan atau penolakan terhadap informasi yang diberikan

(Nurseto, 2011).

Setelah membaca beberapa penelitian yang sudah ada, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan cara melakukan pembentukan

kelas yang akan diberikan penyuluhan kanker serviks menggunakan media

STIKes Muhammadiyah Gombong


5

audio visual sehingga mampu meningkatkan pengetahuan wanita usia subur

tentang kanker serviks.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui penerapan pendidikan kesehatan menggunakan media audio

visual terhadap pegetahuan wanita usia subur mengenai kanker serviks.

2. Tujuan Khusus

Mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap wanita usia subur tentang

kesehatan reproduksi sehat tentang kanker serviks.

C. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Penerapan “Penerapan Audio Visual Dalam Penyuluhan kesehatan

Reproduksi Sehat Pada Wanita Usia Subur Tentang Kanker Serviks” ini

diharapkan dapat memberikan informasi dan motivasi agar wanita usia

subur dapat melakukan pemeriksaan IVA untuk mendeteksi kanker

serviks sehingga menekan angka kejadian kanker serviks.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Penerapan “Penerapan Audio Visual Dalam Penyuluhan kesehatan

Reproduksi Sehat Pada Wanita Usia Subur Tentang Kanker Serviks” ini

diharapkan dapat memberikan gambaran tentang penget

ahuan wanita usia subur tentang pemeriksaan IVA, sehigga pelayanan

kesehatan dapat merencanakan suatu strategi pelayanan kesehatan untuk

menindaklanjutinya.

STIKes Muhammadiyah Gombong


6

3. Bagi Institusi

Penerapan “Penerapan Audio Visual Dalam Penyuluhan kesehatan

Reproduksi Sehat Pada Wanita Usia Subur Tentang Kanker Serviks” ini

diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pengetahuan wanita

usia subur terhadap pemeriksaan IVA sehingga dapat diharapkan sebagai

bahan pengajaran dalam pendidikan.

4. Bagi Mahasiswa
Penerapan “Penerapan Audio Visual Dalam Penyuluhan kesehatan

Reproduksi Sehat Pada Wanita Usia Subur Tentang Kanker Serviks” ini

diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pengetahuan terhadap

mahasiswa.

STIKes Muhammadiyah Gombong


7

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Kanker Serviks

1. Pengertian Kanker Serviks

Kanker serviks merupakan penyakit kanker yang terjadi pada

daerah leher rahim, yaitu daerah pada organ reproduksi wanita yang

merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya berada diantara rahim

(uterus) dengan liang senggama wanita (vagina) (Wijaya, 2010). Kanker

serviks merupakan suatu proses keganasan yang terjadi pada serviks,

dimana dalam keadaan ini terdapat sekelompok sel yang tidak normal

sehingga jaringan tubuh tidak dapat melaksanakan fungsi sebagaimana

mestinya (Gupta, 2016). HPV adalah virus penyebab kutil genetalis

(kondiloma akuminata) yang disebarkan melalui hubungan seksual. Varian

yang sangat berbahaya yaitu HPV tipe 16, 18, 45, dan 56 (Nugroho &

Utama, 2014). Faktor risiko dari kanker serviks dibedakan menjadi dua

faktor yaitu faktor risiko yang dibuktikan dan faktor risiko yang

diperkirakan. Yang termasuk faktor risiko yang dibuktikan seperi

hubungan seksual (wanita dengan pasangan seksual yang banyak dan

wanita yang melakukan hubungan seksual pada usia muda akan

meningkatkan risiko terkena kanker serviks), karakteristik pasangan

seksual (pria dengan kanker penis atau pria yang istrinya meninggal

STIKes Muhammadiyah Gombong


8

terkena kanker serviks akan meningkatkan risiko kanker serviks), riwayat

ginekologis (hamil di usia muda dan jumlah kehamilan atau manajemen

persalinan yang tidak tepat dapat pula meningkatkan risiko kanker

serviks), obat dietilstilbesterol, merokok, agen infeksius, Human

Papillomavirus (HPV), virus herpes simpleks, infeksi trikomonas, sifilis,

dan gonokokus. Sedangkan contoh dari faktor risiko yang diperkirakan

adalah kontrasepsi oral, diet yang rendah karotenoid dan defisiensi asam

folat, etnis dan faktor sosial, serta pekerjaan (Rasjidi, 2009).

Klasifikasi stadium dari kanker serviks yang biasanya digunakan

adalah sistem International Federation of Gynecology and Obstetrics

(FIGO). Sistem ini menggunakan angka romawi 0 sampai IV untuk dapat

menggambarkan stadium kanker (Rahayu, 2015). Stadium 0 disebut juga

karsinoma in situ yang berarti kanker belum menyerang bagian yang lain.

Stadium I berarti kanker sudah tumbuh dalam serviks, namun belum

menyebar kemanapun. Pada stadium II, kanker sudah menyebar diluar

serviks tetapi tidak ke dinding panggul atau sepertiga bagian bawah

vagina. Kanker serviks yang telah menyebar ke jaringan lunak sekitar

vagina dan serviks sepanjang dinding panggul, dikatakan sudah memasuki

stadium III. Kanker serviks yang paling parah adalah stadium IV,

dikarenakan sudah menyebar ke organ tubuh diluar serviks dan rahim

(Kementerian Kesehatan RI, 2012).

2. Penyebab
Human Papilloma Virus (HPV) adalah virus penyebab utama dari

kanker serviks, terutama virus HPV tipe 16 dan 18 . Virus ini sangat rentan

STIKes Muhammadiyah Gombong


9

berpindah dan menyebar, tidak hanya melalui cairan, tetapi juga dapat

berpindah melalui sentuhan kulit. Selain itu, penggunaan toilet umum yang

sudah terkena virus HPV dapat menjangkit seseorang yang

menggunakannya jika tidak membersihkannya dengan baik. (Bidanku,

2015).

Virus sebagai partikel obligat intraseluler dapat menginfeksi sel

dan berperan sebagai imunogen yang dapat memberikan efek sitopatik dan

nonsitopatik pada sel. Reaksi tubuh melawan imunogen virus melalui

respon imun seluler dan humoral yang dapat menghasilkan

mediatormediator inflamasi. Inflamasi merupakan strategi imunitas dalam

melawan agen infeksi dan molekul yang berbahaya yang diaktifkan segera

setelah adanya suatu stimulus dan melibatkan pelepasan sitokin dan

kemokin. Mediator ini bertindak bersama meningkatkan aliran darah dan

permeabilitas vaskular, memfasilitasi perekrutan sel efektor ke lokasi

cedera. Setelah resolusi cedera dan penghapusan rangsangan, peradangan

dinonaktifkan. Namun jika stimulus tetap berlanjut, peradangan menjadi

kronis dan sangat terkait dengan kanker. Hal ini kemungkinan bahwa

peradangan menyebabkan luka yang tidak sembuh, sehingga

membutuhkan pembaharuan sel yang konstan yang meningkatkan risiko

transformasi neoplastik (Fernandes JV et al, 2015).

Menurut Samadi (2011) mengatakan bahwa HPV dibagi menurut

resiko dalam menimbulkan kanker serviks, yaitu sebagai berikut:

a. Resiko Rendah: tipe 6, 11, 42, 43, 44 disebut tipe nononkogenik.

STIKes Muhammadiyah Gombong


10

Jika terinfeksi, akan menimbulkan lesi jinak, misalnya kutil dan jengger

ayam.

b. Resiko Tinggi: tipe 16, 18, 31, 35, 39, 45, 51, 56, 58, 59, 68

disebut tipe onkogernik, jika terinfeksi dan tidak diketahui ataupun

tidak diobati, bisa menyebabkan kanker. HPV resiko tinggi ditemukan

pada hampir semua kasus kanker serviks (99%).

3. Gejala Kanker serviks

Gejala awal kondisi pra-kanker umumnya ditandai dengan adanya

sel-sel abnormal. Sering kali pula kanker serviks tidak menimbulkan

gejala. Namun bila sel-sel abnormal ini berkembang menjadi kanker

serviks barulah muncul gejala-gejala kanker serviks sebagai berikut :

a. Adanya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan seksual (contact

bleeding).

b. Terdapat perdarahan pervaginan yang tidak normal, seperti perdarahan

di luar silkus menstruasi, perdarahan di antara periode menstruasi yang

regular, periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari

biasanya, dan perdarahan setelah menopause.

c. Keputihan yang berlebihan dan abnormal.

d. Penurunan berat badan yang signifikan

e. Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan

menderita keluhan nyeri panggul, hambatan dalam berkemih, serta

pembesaran ginjal (Wijaya, 2010).

STIKes Muhammadiyah Gombong


11

Menurut Purwoastuti dan Walyani (2015) secara umum tanda dan

gejalanya adalah terjadinya perdarahan vaginan setelah melakukan

hubungan seksual atau diantara masa menstruasi. Sementara itu, tanda lain

yang mungkin timbul antara lain:

a. Hilangnya nafsu makan dan berat badan.

b. Terdapat nyeri tulang panggul dan tulang belakang.

c. Terdapat nyeri pada anggota gerak (kaki).

d. Terjadi pembengkakan pada area kaki.

e. Keluarnya feaces menyertai urin melalui vagina.

f. Hingga terjadi patah tulang panggul.

Apabila kanker sudah berada pada stadium lebih lanjut, bias terjadi

perdarahan spontan dan nyeri pada rongga panggul.

4. Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko terjadinya kanker serviks yaitu:

a. Usia
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko

terjadinya kanker leher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim

pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan

bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen 11 serta

makin melemahnya system imun pada tubuh akibat usia (Bittoni MA,

2015).

b. Usia pertama kali menikah

Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda

merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan

STIKes Muhammadiyah Gombong


12

melakukan hubungan seksual, maka semakin besar risiko terkena

kanker serviks. Wanita menikah di bawah usia 20 tahun biasanya 10-12

kali lebih besar kemungkinan terjadi kanker serviks dibandingkan

dengan mereka yang menikah di atas usia 20 tahun. Pada perkawinan di

usia dini, peningkatan risiko HPV berkaitan dengan predisposisi

biologis serviks immatur yang dapat menyebabkan lebih rentannya

terkena infeksi HPV persisten sehingga sangat berisiko berkembang

menjadi kanker. Serviks juga rentan terhadap stimulus karsinogenik

karena terdapat proses metaplasia yang aktif, yang terjadi dalam zona

transformasi selama periode perkembangan. Metaplasia epitel

skuamosa biasanya merupakan proses fisiologis. Tetapi di bawah

pengaruh karsinogen, perubahan sel dapat terjadi sehingga

mengakibatkan suatu zona transformasi yang patologik. Perubahan

yang tidak khas ini menginisiasi suatu proses yang disebut neoplasma

intraepitil serviks (Cervical intraepithelial Neoplasia (CIN) yang

merupakan fase prainvasif dari kanker serviks (El-Moselhy EA, 2016).

c. Riwayat ginekologis/paritas
Hamil di usia muda dan jumlah kehamilan atau manajemen

persalinan yang tidak tepat (trauma kronis pada serviks), banyak anak

(lebih dari 3 kali melahirkan, adanya infeksi, atau iritasi menahun dapat

pula meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks. Kanker serviks

jarang dijumpai pada perawan, insiden lebih tinggi pada mereka yang

berhubungan seksual dari pada yang tidak berhubungan seksual.

Kejadian ini akan meningkat dengan tingginya paritas, jarak persalinan

STIKes Muhammadiyah Gombong


13

yang terlampau dekat. Diperkirakan risiko 3-5 kali lebih besar pada

wanita yang sering partus untuk terjadi kanker. Robekan pada bagian

leher rahim yang tipis kemungkinan dapat menyebabkan suatu

peradangan dan selanjutnya berubah menjadi kanker. Paritas adalah

keadaan dimana seorang wanita pernah melahirkan. Paritas yang

berbahaya adalah dengan memiliki jumlah anak lebih dari 2 orang atau

jarak persalinan terlampau dekat. Sebab dapat menimbulkan perubahan

sel-sel abnormal pada mulut rahim dan dapat berkembang menjadi

keganasan (Nesrin REIS, 2011).

d. Perilaku seksual

Risiko kanker serviks akan meningkat lebih dari 10 kali bila

berhubungan dengan enam atau lebih mitra seks. Risiko juga meningkat

bila berhubungan seks dengan laki-laki berisiko tinggi (laki-laki yang

berhubungan seks dengan banyak wanita), atau laki-laki yang mengidap

penyakit kondiloma akuminata di zakarnya (penis). Wanita dengan

banyak pasangan seksual memiliki risiko lebih tinggi menderita kanker

serviks dari pada wanita dengan satu pasangan tetap. Seperti halnya

dengan wanita yang melakukan hubungan seksual dengan pria yang

memiliki banyak pasangan seksual karena memiliki risiko tinggi

terinfeksi Human Papiloma Virus (HPV) (Shin-je Ghim, 2010).

e. Merokok

Faktor risiko terjadinya kanker serviks meningkat dengan

seringnya wanita merokok dalam sehari maupun setahun. Pada wanita

STIKes Muhammadiyah Gombong


14

yang merokok risiko terjadinya dysplasia meningkat 3-4 kali lipat

dibandingkan wanita yang tidak merokok. Sedangkan risiko terjadinya

kanker serviks pada wanita merokok adalah dua kali lebih tinggi dari

pada bukan perokok (Spencer, 2012).

f. Sosial ekonomi

Kanker serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi

rendah, mungkin ada kaitannya dengan gizi dan imunitas. Pada

golongan ekonomi sosial rendah umumnya kualitas dan kuantitas

makanan kurang sehingga mempengaruhi imunitas tubuh. Hal ini juga

ada hubungannya keterbatasan akses ke sistem pelayanan kesehatan.

Mereka dari golongan sosial ekonomi rendah, mempunyai risiko lebih

tinggi untuk menderita kanker serviks dari pada tingkat sosial ekonomi

menengah atau tinggi (Steven E Waggoner, 2009).

g. Pendidikan

Tingkat pendidikan dengan NIS terdapat korelasi yang kuat. NIS

cenderung lebih banyak timbul pada wanita yang tidak berpendidikan

dibandingkan dengan wanita yang berpendidikan (88,9% dibandingkan

55,9%). Biasanya rendahnya pendidikan berkaitan dengan tingkat sosial

ekonomi, kehidupan seksual, dan kebersihan. (Bittoni MA, 2015).

h. Pekerjaan

Sekarang ini ketertarikan difokuskan pada keterpaparan bahan

tertentu dari suatu pekerjaan seperti: debu, logam, bahan kimia, tar, atau

STIKes Muhammadiyah Gombong


15

oli mesin dapat menjadikan faktorpemicu terjadinya kanker serviks

(Ashlesha Deverakonda, 2016).

i. Penggunaan kontrasepsi oral

Kontrasepsi oral dapat menjadikan faktor resiko timbulnya

kanker serviks. Kontrasepsi oral berperan dalam perkembangan

dysplasia dan karsinogenesis pada serviks. Estrogen diperkirakan

mempengaruhi transkripsi dan ekspresi dari onkogen HPV (Paramita et

al., 2010). Semakin lama penggunaan kontrasepsi hormonal maka akan

semakin meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks. Pada

penggunaan pil kontrasepsi merupakan bentuk kontrasepsi yang dapat

digunakan oleh sebagian besar wanita. Namun, pil ini dapat

menurunkan kekebalan alami tubuh terhadap infeksi dan juga

mempengaruhi tubuh dalam menyerap asam folat (Paramita et al.,

2010).

Kombinasi hormonal pada alat kontrasepsi dapat bertindak

sebagai faktor dalam proses infeksi kanker leher rahim. Estrogen yang

berperan untuk meningkatkan laju pembelahan sel dalam epitel duktus

sehingga meningkatkan probabilitas mutasi yang terjadi, sedangkan

progesteron dan progestagens dapat meningkatkan efek ini. Selain itu,

kombinasi hormonal akan mengubah konfigurasi epitel saluran genital,

yang dikaitkan dengan perubahan flora vagina. Perubahan yang terjadi

diakibatkan oleh penggunaan kontrasepsi hormonal yang dapat

mengganggu flora vagina normal, dan akan memperlama keberadaan

STIKes Muhammadiyah Gombong


16

suatu agen karsinogenik di leher rahim, yang terbawa melalui hubungan

seksual, termasuk adanya virus HPV (D.Cibula, 2010).

B. Skrining/Deteksi Dini Kanker Serviks

1. Pengertian Deteksi Dini

Deteksi dini merupakan pencegahan pertama dan upaya untuk

mendeteksi adanya suatu kelainan pada suatu objek atau penyakit.

Deteksi dini dilakukan untuk menemukan adanya penyimpangan.

Dengan ditemukan secara dini adanya penyimpangan atau masalah maka

akan lebih mudah dalam membuat intervensi, tenaga kesehatan juga

memunyai waktu dalam membuat rencana atau intervensi yang tepat,

terutama ketika harus melibatkan keluarga. Bila penyimpangan terlambat

diketahui, maka intervensinya akan lebih sulit (Suneela Vegunta MD,

2017). Adapun macam skrining adalah:

a. Papsmear

Pap smear merupakan suatu metode pemeriksaan sel yang

diambil dari serviks dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop

untuk melihat perubahan yang terjadi dari sel tersebut. Perubahan sel

serviks yang terdeteksi secara dini akan memungkinkan beberapa

tindakan pengobatan diambil sebelum sel tersebut dapat berkembang

menjadi sel kanker. Pemeriksaan ini hanya memerlukan waktu

beberapa menit saja. Dalam keadaan berbaring terlentang, sebuah alat

yang dinamakan speculum akan dimasukan kedalam liang senggama.

Alat ini berguna untuk membuka dan menahan dinding vagina supaya

STIKes Muhammadiyah Gombong


17

tetap terbuka, sehingga memungkinkan pandangan yang bebas dan

serviks terlihat dengan jelas. Sel serviks kemudian diambil dengan

cara mengusap serviks dengan sebuah alat yang dinamakan spatula,

suatu alat yang menyerupai tangkai pada es krim, dan usapan tersebut

dioleskan pada obyek gelas kemudian dikirim ke laboratorium

patologi. Prosedur pemeriksaan pap smear mungkin sangat tidak

nyaman akan tetapi tidak menimbulkan rasa sakit. Pemeriksaan

papsmear disarankan untuk dilakukan oleh para wanita secara teratur

sekali setahun berterusan dalam waktu tiga tahun bila sudah aktif

berhubungan seksual dan berusia minimal 21 tahun. Bila hasil

pemeriksaan tiga tahun berterusan normal, pemeriksaan selanjutnya

dapat dilakukan setiap tahun (Ewert Bengtsson, 2014).

b. Pemeriksaan Koloskopi

Koloskopi akan direkomundasikan jika terdapat salah satu

atau beberapa abnormalitas pada hasil papsmear. Pemeriksaan ini

memerlukan sekitar waktu 5-10 menit dan mirip pemeriksaan

papsmear, kecuali menggunakan suatu yang lebih tertutup untuk

melihat serviks melalui koloskopi yang mempunyai lensa mikroskop.

Koloskopi merupakan pemeriksaan pada serviks dan vagina yang

diperbesar, yang digunakan untuk mengidentifikasi atau

mengesampingkan adanya sel yang bersifat pra kanker atau awal

kanker pada serviks setelah didapati hasil CIN yang abnormal. Cara

untuk melakukan tes koloskopi ini adalah yang pertama pasien

STIKes Muhammadiyah Gombong


18

diminta untuk meletakan kedua kaki pada tempat kaki, sementara

dokter tersebut menggunakan speculum untuk meregangkan dinding

vagina untuk pemeriksaan. Cahaya kemudian disinarkan tepat pada

serviks. Setelah dilakukan papsmear, dokter tersebut akan mengoles

serviks dengan cairan berbeda sehingga akan terlihat gambaran

selnya. Tidak ada rasa sakit dengan tindakan ini merasa sedikit tidak

nyaman dan agak perih. Petugas (koloskopis) kemudian akan

mengambil beberapa contoh dari permukaan jaringan untuk dibawa

dan diperiksa ke laboratorium patologi sebagai suatu pemeriksaan

lebih lanjut. Foto dapat diambil sebagai rekaman dan pemeriksaan

dilakukan dalam sepuluh menit. Dokter atau ahli koloskopi tersebut

biasanya akan memberitahukan hasil pemmeriksaan kepada pasien

pada saat itu juga jika memang tidak terdapat kanker. Jika pasti itu

adalah sel abnormal, dipastikan dokter tersebut dapat menggunakan

suatu diagram untuk memperlihatkan kepada pasien dimana mereka

dan merekomendasikan terapinya (Suneela Vegunta MD, 2017).

c. Tes HAD

Skrining prosedur HAD (Hydrolyzed DNA Assay)

menggunakan zat warna khusus utuk material genetik abnormal pada

sel yag bersifat kanker dan bukan kanker. Kedalaman warna yang

diukur komputer, mengidentifikasi keparahan dari abnormalitas yang

berhubungan dengan kanker, tetapi belum tersedia informasi yang

berkaitan dengan jenis kanker yang ada, sehingga pendekatan

STIKes Muhammadiyah Gombong


19

sekunder dibutuhkan untuk menganalisis fluoresensi dari pada warna

yang dihasilkan dari perwanaan khusus. Tes didiagnosis mengunakan

mikroskop laser canggih untuk menganalisis sinyal fluoresensi. Dari

sini terbentuk suatu gambaran aktivitas genetic, dan hasil

menunjukkan suatu gambaran dari aktivitas abnormal yang

berhubungan dengan kanker jelas terlihat pada saat dianalisis oleh

komputer. Dari sini terdapat kemungkinan untuk memberikan

informasi yang rinci mengenai jenis kanker yang ada seperti gambaran

yang dikenal jenis dari flouresensi yang telah diidentifikasi pada

kanker yang lain (Suneela Vegunta MD, 2017).

d. Tes IVA

IVA merupakan metode baru deteksi dini kanker leher rahim

dengan mengoleskan asam acetat 3-5% kedalam portio, bila terdapat

lesi kanker, maka akan terjadi perubahan warna menjadi agak

keputihan pada leher rahim yang diperiksa. IVA adalah pemeriksaan

leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata

telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan asam

asetat 3-5% (Suneela Vegunta MD, 2017).

Menurut Marmi (2013) tujuan dari IVA test adalah untuk

mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan

pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan. Untuk

mengetahui kelainan yang terjadi pada leher rahim.

STIKes Muhammadiyah Gombong


20

1) Syarat IVA

Menurut Arum (2015) dan Marmi (2013) ada beberapa syarat

melakukan test IVA yaitu:

a) Sudah melakukan hubungan seksual.

b) Tidak sedang datang bulan.

c) Tidak sedang hamil.

d) Dalam 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual

2) Kontra Indikasi

Menurut Rasjidi (2009) mengatakan tidak dianjurkan untuk wanita

pascamenopause, karena daerah zona transisional seringkali

terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan

inspikulo.

3) Jadwal IVA

Menurut Marmi (2013) dan Kementerian Kesehatan RI (2013)

mengatakan ada beberapa jadwal untuk melakukan deteksi dini

kanker serviks yaitu:

a) Skrining pada setiap wanita minimal satu kali pada usia 30-50

tahun.

b) Seorang perempuan yang mendapat hasil tes IVA negatif,

harus melakukan penapisan minimal 5 tahun sekali. Mereka

yang mempunyai hasil tes IVA positif dan mendapatkan

pengobatan, diharuskan untuk menjalani tes IVA pada enam

bulan kemudian.

STIKes Muhammadiyah Gombong


21

c) Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada

wanita usia 25-60 tahun.

4) Keuntungan IVA

Menurut Marmi (2013), Tilong (2012) dan Rasjidi (2009) ada

beberapa keuntungan metode IVA yaitu:

a) Mudah dan praktis dilaksanakan.

b) Dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan, bukan dokter

ginekologi, bahkan dapat dilakukan oleh bidan praktik swasta di

tempat-tempat terpencil.

c) Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana hanya untuk

pemeriksaan ginekologi dasar.

d) Biaya murah, sesuai untuk pusat pelayanan sederhana. Hasilnya

boisa langsung diketahui sehingga dapat diambil keputusan

mengenai penatalaksanaannya, dan tidak memakan waktu

berminggu-minggu.

e) Tidak memerlukan alat test laboratorium yang canggih (alat

pengambil sampel jaringan, preparat, regen, mikroskop dan lain

sebagainya).

f) Tidak memerlukan teknisi lab khusus untuk pembacaan hasil

test.

g) Sensitivitas IVA dalam mendeteksi kelainan leher rahim lebih

tinggi dari pada papsmear test (sekitar 75%), meskipun dari segi

kepastian lebih rendah (sekitar 85%).

STIKes Muhammadiyah Gombong


22

5) Langkah Pemeriksaan IVA

Menurut Arum (2015) dan Depkes RI (2009) ada 3 langkah

pemeriksaan IVA yaitu:

a) Langkah 1, pemeriksa melakukan informant consent atau lembar

persetujuan.

b) Langkah 2, sebelum melakukan test IVA, diskusikan tindakan

dengan ibu/klien. Jelaskan mengapa test tersebut dianjurkan dan

apa yang akan dilakukan saat pemeriksaan. Jelaskan juga

mengenai sifat temuan yang mungkin dan tindak lanjut atau

pengobatan yang mungkin diperlukan.

c) Langkah 3, pastikan peralatan dan bahan yang diperlukan

tersedia semua. Bawa ibu/klien keruang pemeriksaan, minta

klien untuk BAK terlebih dahulu. Minta ibu/klien untuk melepas

pakaian (termasuk pakaian dalam) sehingga dapat dilakukan

pemeriksaan panggul dan test IVA.

d) Langkah 4, bantu ibu/klien memposisikan dirinya di atas meja

ginekologi, tutup badan ibu dengan selimut, nyalakan

lampu/senter dan arahkan ke vagina ibu.

C. Audio Visual
1. Pengertian Audio Visual

Media audio visual adalah salah satu jenis media pembelajaran

yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Asyhar (2011: 45)

mendefinisikan bahwa media audio visual merupakan jenis media yang

biasanya digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan melibatkan

STIKes Muhammadiyah Gombong


23

pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan.

Pesan dan informasi yang dapat disalurkan melalui media ini dapat berupa

pesan verbal dan nonverbal yang mengandalkan baik penglihatan maupun

pendengaran. Beberapa contoh media audio visual adalah film, video,

program TV dan lain-lain. Sedangkan Rusman (2012: 63) menjelaskan

bahwa media audio visual adalah media yang menyatukan antara audio

dan visual atau bisa disebut media pandang-dengar. Contoh dari media

audio-visual adalah program video/televisi pendidikan, video/televisi

instruksional, dan program slide suara (sound slide). Berdasarkan

penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa media audio visual merupakan

media yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan

melibatkan pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau

kegiatan. Contoh media audio visual adalah film, video, program TV, slide

suara (sound slide) dan lain-lain.

2. Karakteristik Media Audio Visual

Pembelajaran menggunakan teknologi audio visual merupakan

salah satu cara menyampaikan materi dengan cara menggunakan mesin-

mesin mekanis dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio visual.

Arsyad (2011:31) mengemukakan bahwa media audio visual memiliki

karakteristik sebagai berikut.

1) Audio visual bersifat linear.

2) Audio visual biasanya menyajikan visual yang dinamis.

STIKes Muhammadiyah Gombong


24

3) Audio visual digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya

oleh perancang/pembuatnya.

4) Audio visual merupakan gambaran fisik dari gagasan real atau abstrak.

5) Audio visual dikembangkan menurut prinsip psikologis behaviorisme

dan kognitif.

6) Umumnya Audio visual berorientasi pada guru dengan tingkat pelibatan

interaktif murid yang rendah.

3. Kelebihan dan Kelemahan Media Audio Visual

Setiap jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran

pasti memiliki kelebihan dan kelemahan begitu pula dengan media audio

visual. Arsyad (2011: 49−50) mengungkapkan beberapa kelebihan dan

kelemahan media audio visual dalam pembelajaran sebagai berikut.

a. Kelebihan media audio visual:

1) Film dan vidio dapat melengkapi pengalaman dasar siswa.

2) Film dan vidio dapat menggambarkan suatu proses secara tepat

yang dapat disaksikan secara berulang-ulang jika perlu.

3) Di samping mendorong dan meningkatkan motivasi film dan video

menanamkan sikap-sikap dan segi afektif lainnya.

4) Film dan video yang mengandung nilai-nilai positif dapat

mengundang pemikiran dan pembahasan dalam kelompok siswa.

5) Film dan video dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya jika

dilihat secara langsung.

STIKes Muhammadiyah Gombong


25

6) Film dan video dapat ditunjukkan kepada kelompok besar atau

kelompok kecil, kelompok yang heterogen maupun homogen

maupun perorangan.

7) Film yang dalam kecepatan normal memakan waktu satu minggu

dapat ditampilkan dalam satu atau dua menit.

b. Kelemahan media audio visual:

1) Pengadaan film dan video umumnya memerlukan biaya mahal dan

waktu yang banyak.

2) Tidak semua siswa mampu mengikuti informasi yang ingin

disampaikan melalui film tersebut.

3) Film dan vidio yang tersedia tidak selalu sesuai dengan kebutuhan

dan tujuan belajar yang diinginkan, kecuali dirancang dan

diproduksi khusus untuk kebutuhan sendiri.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan dan kelemahan

media audio visual yang berupa film dan video bukan merupakan suatu

kendala dalam proses pembelajaran.

D. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan ini terjadi melalui panca indra manusia. Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya

tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

STIKes Muhammadiyah Gombong


26

langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

(Nursalam, 2012).

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan menurut (Notoatmodjo,


2012) :
a. Tingkat pendidikan, kemampuan belajar yang dimiliki manusia

merupakan bekal yang sangat pokok. Tingkat pendidikan dapat

menghasilkan suatu perubahan dalam pengetahuan

b. Informasi, dengan kurangnya informasi tentang cara mencapai hidup

sehat, cara pemelihara kesehatan, cara menghindari penyakit akan

menurunkan tingkat pengetahuan seseorang tentang hal tersebut

c. Budaya, budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan

seseorang, karena informasi baru akan disaring kira-kira sesuai tidak

dengan budaya yang ada dan agama yang dianut

d. Pengalaman, pengalaman disini berkaitan dengan umur dan tingkat

pendidikan seseorang, maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman

akan lebih luas sedangkan umur semakin bertambah.

3. Kategori Pengetahuan

Menurut Arikunto dalam Wawan dan Dewi (2010), tingkat pengetahuan

seseorang dikategorikan dalam skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

a. Baik (jawaban terhadap kuesioner 76 – 100% benar)

b. Cukup (jawaban terhadap kuesioner 56 – 75% benar)

c. Kurang (jawaban terhadap kuesioner < 56% benar)

STIKes Muhammadiyah Gombong


27

4. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden (Notoadmodjo, 2012). Disini peneliti

melakukan pengukuran pengetahuan menggunakan kuesioner dengan

skala Guttman. Skala pengukuran dengan tipe ini, akan di dapat jawaban

yang tegas, yaitu ya atau tidak, benar atau salah, pernah atau tidak, positif

atau negatif, dan lain-lain. Bila pertanyaan dalam bentuk positif maka

jawaban benar diberi nilai 1 dan salah diberi nilai 0, sedangkan bila

pertanyaan dalam bentuk negatif maka jawaban benar diberi nilai 0 dan

salah diberi nilai 1. Hasil pengukuran skor dikoversikan dalam persentase

maka dapat dijabarkan untuk jawaban benar skor 1 = 1 x 100% = 100%,

dan salah diberi skor 0 = 0 x 100% = 0%, dalam pengukuran digunakan

rentang skala persentase antara 0% sampai 50%, 50%, dan 50% sampai

100%, dikatakan baik jika skor pada rentang 50% sampai 100%, cukup

jika skor 50%, dan kurang jika skor pada rentang 0% sampai 50% (Iskani,

2013).

E. Sikap

1. Pengertian Sikap

Sikap adalah predisposisi untuk memberikan tanggapan terhadap

rangsang lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku

orang tersebut. Secara definitif sikap berarti suatu keadaan jiwa dan

keadaan berfikir yang disiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap

STIKes Muhammadiyah Gombong


28

suatu objek yang di organisasikan melalui pengalaman serta

mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada praktik atau

tindakan (Notoatmodjo, 2012). Sikap sebagai suatu bentuk evaluasi atau

reaksi perasaan.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Azwar S (2011, p.30) faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

yaitu:

a. Pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap apabila

pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih

mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam

situasi yang melibatkan faktor emosional.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Individu pada umumnya cenderung untuk memiliki sikap yang

konformis atau searah dengan sikap seseorang yang dianggap penting.

Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk

berafiliasi dan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap

penting tersebut.

c. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dapat memberi corak pengalaman individu-individu

masyarakat asuhannya. Sebagai akibatnya, tanpa disadari kebudayaan

telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai

masalah.

STIKes Muhammadiyah Gombong


29

d. Media massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi

lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif

berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama

sangat menentukan sistem kepercayaan. Tidaklah mengherankan

apabila pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

f. Faktor emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari

emosi yang berfungsi sebagai sebagai semacam penyaluran frustasi atau

pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

3. Sifat Sikap

Sifat sikap ada 2 jenis (Wawan dan Dewi, 2010):

a. Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati,

menyenangi, mengharapkan objek tertentu;

b. Sikap negatif, kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,

membenci, tidak menyukai objek tertentu.

4. Ciri-Ciri Sikap

Ciri-ciri sikap menurut Sunaryo (2013):

a. Sikap tidak dibawa sejak lahir, namun dipelajari (learnability) dan

dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang

perkembangan individu dalam hubungan dengan objek

STIKes Muhammadiyah Gombong


30

b. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat

untuk itu sehingga dapat dipelajari

c. Sikap tidak berdiri sendiri, namun selalu berhubungan dengan objek

sikap

d. Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada

sekumpulan atau banyak objek

e. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar

f. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga berbeda

dengan pengetahuan.

5. Pengukuran Sikap

Sikap dalam penerapannya dapat diukur dalam beberapa cara.

Secara garis besar pengukuran sikap dibedakan menjadi 2 cara menurut

Sunaryo (2013), yaitu:

a. Pengukuran secara langsung

Pengukuran secara langsung dilakukan dengan cara subjek langsung

diamati tentang bagaimana sikapnya terhadap sesuatu masalah atau

hal yang dihadapkan padanya. Jenis-jenis pengukuran sikap secara

langsung meliputi:

1) Cara pengukuran langsung berstruktur

Cara pengukuran langsung berstruktur dilakukan dengan

mengukur sikap melalui pertanyaan yang telah disusun

sedemikian rupa dalam suatu instrumen yang telah ditentukan,

dan langsung diberikan kepada subjek yang diteliti. Instrumen

STIKes Muhammadiyah Gombong


31

pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menggunakan skala

Bogardus, Thurston, dan Likert. Disini peneliti melakukan

pengukuran sikap menggunakan skala Likert dikenal dengan

teknik “Summated ratings”. Responden diberikan pernyataan

dengan kategori jawaban yang telah dituliskan dan umumnya

terdiri dari 1 hingga 4 kategori jawaban. Jawaban yang disediakan

adalah sangat setuju (4), setuju (3), kurang setuju (2), tidak setuju

(1). Nilai 4 adalah hal yang favorable (menyenangkan) dan nilai 1

adalah unfavorable (tidak menyenangkan). Hasil pengukuran

dapat diketahui dengan mengetahui interval (jarak) dan

interpretasi persen agar mengetahui penilaian dengan metode

mencari interval (I) skor persen dengan menggunakan rumus:

100 100
I= maka I= = 25
Jumla h kategori 4

Maka kategori interpretasi skornya berdasarkan interval:

a. Nilai 0%-25% = Sangat setuju

b. Nilai 26%-50% = Setuju

c. Nilai 51%-75% = Kurang setuju

d. Nilai 76%-100% = Tidak setuju

Untuk hasil pengukuran skor dikoversikan dalam persentase maka

dapat dijabarkan untuk skor <50% hasil pengukuran negatif dan

apabila skor ≥50% maka hasil pengukuran positif.

STIKes Muhammadiyah Gombong


32

2) Cara pengukuran langsung tidak berstruktur

Cara pengukuran langsung tidak berstruktur merupakan

pengukuran sikap yang sederhana dan tidak memerlukan

persiapan yang cukup mendalam, seperti mengukur sikap dengan

wawancara bebas atau free interview dan pengamatan langsung

atau survey.

b. Pengukuran secara tidak langsung

Pengukuran secara tidak langsung adalah pengukuran sikap dengan

menggunakan tes. Cara pengukuran sikap yang banyak digunakan

adalah skala yang dikembangkan oleh Charles E. Osgood.

F. Pendidikan Kesehatan

1. Pengertian

Pendidikan kesehatan dalam arti pendidikan. Secara umum yaitu

semua upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik

individual, kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa

yang diharapkan oleh pelaku pendidik atau promosi kesehatan. Dan

batasan ini tersirat unsur-unsur input (sasaran dan pendidik dari

pendidikan), proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang

lain) dan output (melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang diharapkan

dari promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan, atau

perilaku memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif sasaran

dari promosi kesehatan Notoatpmojo (2012).

STIKes Muhammadiyah Gombong


33

G. Kerangka Teori

1. Pengertian Kanker
Serviks
2. Penyebab Kanker Pengetahuan dan
Serviks Penkes
sikap penanaganan
3. Gejala Kanker Ca Serviks
Serviks Ca Serviks
4. Faktor Risiko
Kanker Serviks

Audio Visual

Gambar .1 Kerangka Teori

Sumber: (Wijaya, 2010), (Bidanku, 2015), (Purwoastuti dan Walyani, 2015),


(Bittoni MA, 2015), (El-Moselhy EA, 2016), (Nesrin REIS, 2011),
(Notoatmojo, 2012), (Asyhar, 2011: 45), (Nursalam, 2012),
(Notoatmodjo, 2012).

STIKes Muhammadiyah Gombong


34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian Kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada

filsafat post positivisme, digunakan untuk meneliti obyek yang alamiah

(sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti merupakan sebagai intrumen

kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara puposive dan

snowbal, teknik pengumpulan menggunakan trianggulasi (gabungan) analisis

data yang bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatiflebih

menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiono 2011:15)

Metode kualitatif dengan pendekatan studi deskriptif analitik yang

dipakai dalam penelitian ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sugiyono,

(2012) adalah metode kualitatif untuk mendapatkan data yang mendalam,

suatu data yang mengandung makna. Metode kualitatif secara signifikan

dapat mempengaruhi substansai penelitian. Artinya bahwa metode kualitatif

menyajikan secara langsung hakikat hubungan antar peneliti dan informan,

objek dan subjek penelitian.

Penelititan ini menggunakan pendekatan studi kasus yang bermaksud

mendeskripsikan hasil penelitian dan berusaha menemukan gambaran

menyeluruh mengenai keadaan. Pemilihan dalam metodologi ini adalah

karena fenomena yang akan diteliti merupakansebuah kasus yang

STIKes Muhammadiyah Gombong


35

membutuhkan pengkajian deskriptif yang mendalam, yaitu untuk

mengethuigambaran implementasi proses perencanaan tenaga kerja. Definisi

studi kasus menurut Yin (2013:18) adalah suatu inkuiri empiris yang

menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-

batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dimana

multisumber bukti dimanfaatkan.

Metode ini dapat memberikan gambaran berbagai informasi tentang

responden yang didapat melalui wawancara. Dalam hal ini penulis ingin

melakukan penerapan audio visual dalam penyuluhan reproduksi sehat pada

wanita usia subur tentang kanker serviks.

B. Partisipan

1. Populasi

Populasi adalah subyek penelitian. Menurut Sugiyono (2010:117)

populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi

yang diambil dalam penelitian ini yaitu wanita usia subur yang sudah

terkena kanker serviks.

2. Teknik Sampling

Menurut Sugiyono (2010:118) sampel adalah bagian dari jumlah

dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan purposive sampling yaitu teknik

penetapan sampel yang berdasarkan atas suatu pertimbangan tertentu

STIKes Muhammadiyah Gombong


36

seperti sifat-sifat populasi atau ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya

( Notoatmojo, 2012).

Dalam kriteria kebidanan, kriteria sampel terdiri dari kriteria

inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek

penelitian dapat mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat

sebagai sampel. Pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman dalam

menentukan kriteria inklusi. Kriteria ekslusi merupakan kriteria dimana

subjek penelitian tidak mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat

sebagai sampel penelitian.

a. Kriteria Inklusi

1) Sehat jasmani dan rohani

2) Bisa membaca dan menulis

3) wanita usia subur usia 20-45 dan sudah menikah

4) Belum pernah menjalani tes IVA/PAP SMEAR

b. Kriteria Ekslusi

1) Wanita usia subur yang sudah terkena kanker serviks

2) Sudah pernah menjalani histerektomi

3) Wanita dengan gangguan reproduksi

Penelitian mengambil 5 responden sesuai kriteria inklusi dan ekslusi

karena peneliti hanya menerapkan Audio Visual Untuk dalam

penyuluhan reproduksi sehat pada wanita usia subur tentang kanker

serviks.

STIKes Muhammadiyah Gombong


37

C. Tempat Dan Waktu Penelitian

Lokasi merupakan tempat atau lokasi pengambilan penelitian yang

berguna untuk membatasi ruang lingkup penelitian. Waktu adalah jangka

waktu yang dibutuhkan penulis untuk memperoleh data studi kasus yang

dilakukan ( Notoattmodjo, 2012).

Penelitian ini dilakukan di BPM Djumi Widarti,Amd.Keb dari tanggal 18

Februari 2019–30 Maret 2019

D. Pengambilan Data

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer. Peneliti

melakukan studi pendahuluan dengan melakukan wawancara terlebih dahulu

kepada responden. Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan

data yang dilakukan melalui tatap muka langsung dengan narasumber dengan

cara tanya jawab langsung (Notoatmodjo, 2012). Lalu peneliti melakukan

observasi untuk melihat efektivitas Audio Visual dalam penyuluhan

kesehatan reproduksi sehat pada wanita usia subur tentang kanker serviks.

E. Instrumen

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan

data (Notoatmodjo, 2012). Dalam studi kasus ini peneliti menggunakan

kuesioner sebagai alat ukur mengenai pengetahuan dan sikap responden.

F. Metode Penerapan Inovasi

Tahapan jalannya penelitian yaitu :

a. Melaksanakan informed consent dan informed choice kepada partisipan

STIKes Muhammadiyah Gombong


38

b. Melakukan kontrak waktu kepada responden bahwa akan dilakukan

penyuluhan mengenai kanker serviks kepada wanita usia subur yang akan

dilakukan selama 2 minggu pada minggu pertama dilakukan dua kali

pertemuan dengan jarak kurang lebih 3 hari dan minggu kedua dilakukan

dua kali pertemuan dengan jarak kurang lebih 3 hari.

1) Pertemuan 1 : Video mengenai pengertian kanker serviks,

penyebab kanker serviks, faktor resiko kanker serviks (Sumber: PKK

Pekojang). Yang akan dilakukan pada pukul 13:00 WIB.

2) Pertemuan 2 : Video mengenai penanganan kanker serviks, gejala

kanker serviks (Sumber: Himpunan Onkologi Dan Ginekologi

Cabang Surabaya)

3) Pertemuan 3 : Video mengenai deteksi dini kanker serviks meliputi

pemeriksaan IVA dan pap smear (Sumber: Himpunan Mahasiswa

Pendidikan Dokter SEMAKU). Yang akan dilakukan jam 13:00

WIB

4) Pertemuan 4 : Evaluasi

c. Selanjutnya dilakukan pengisian kuesioner sebelum dan sesudah

diberikannya edukasi mengenai kanker serviks dengan media audio

visual.

d. Peneliti memutarkan film/video mengenai kanker serviks selama kurang

lebih 5- 15 menit.

STIKes Muhammadiyah Gombong


39

e. Setelah dilakukan pemutaran film/video mengenai kanker serviks lalu

dilakukan evaluasi dengan memberikan kuesioner dan informed choice

kembali ke responden.

f. Setelah itu peneliti akan menilai menggunakan skala pengetahuan

G. Etika Penelitian
a. Informed Consent

Lembar persetujuan yangdiberikan kepada responden sebelum penelitian,

jika subjek bersedia diteliti maka responden harus menandatangani lembar

persetujuan tersebut, tetapi jika tidak bersedia maka peneliti harus

menghormati hak responden (Notoatmojo, 2010).

b. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika kebidanan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil yang akan

disajikan (Notoatmodjo, 2012).

c. Kerahasiaan (Confidentiality)

Peneliti senantiasa akan menjaga kerahasiaan dari data yang diperoleh, dan

hanya akan disajikan kepada pihak tertentu yang berhubungan dengan

penelitian, sehingga rahasia sebjek benar-benar terjamin

(Notoatmojo,2010).

STIKes Muhammadiyah Gombong


40

BAB 1V
MANAJEMEN KASUS, HASIL DAN PEMBAHASAN

A. MANAJEMEN KASUS

Berdasarakan asuhan yang dilakukan penulis tentang penerapan audio

Visual dalam penyuluhan kesehatan reproduksi sehat pada wanita usia subur

tentang kanker serviks telah dilakukan di PMB Djumi Widarti Amd. Keb,

Desa Sampang 1/7, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen. BPM ini

melayani periksa kehamilan, persalinan, KB, MTBM, DAN MTBS,

konsultasi. PMB yang letaknya di Desa Sampang 1/7 ini mempunyai

geografis dataran tinggi, dan mayoritas pekerjaan masyarakat di Desa

Sampang adalah ibu rumah tangga.

Oleh karena itu penulis menguraikan hasil penerapan yang telah

dilakukan pada 5 responden yaitu yang bersedia dilakukan intervensi tentang

penerapan audio visual dalam penyuluhan kesehatan reproduksi sehat pada

wanita usia subur tentang kanker serviks. Kriteria klien dilihat dari data yang

ada di PMB yaitu wanita usia subur umur 20-45 tahun dan sudah menikah,

bisa membaca dan menulis,belum pernah mengikuti pemeriksaan IVA/PAP

SMEAR, sehat jamsani dan rohani. Selanjutnya penulis melakukan inform

consent pada responden dengan terlebih dahulu menjelaskan maksud dan

tujuan dilakukan penerapan audio visual dalam penyuluhan kesehatan

reproduksi sehat pada wanita usia subur tentang kanker serviks. Berdasarkan

hasil penyuluhana didapatkan hasil sebagai berikut:

STIKes Muhammadiyah Gombong


41

1. Pertemuan Pertama

Hasil penyuluhan yang dilakukan oleh penulis pada hari Rabu 13

Maret 2019 pukul 13.00 WIB. Didapat pertemuan pertama yang dihadiri

oleh Ny. D, Ny. M, Ny R, Ny A, Ny.E pada pertemuan pertama dilakukan

penyuluhan mengenai pengertian kanker serviks, penyebab kanker serviks,

faktor resiko kanker serviks (Sumber: PKK Pekojang).

a. Partisipan Pertama

1) Data Subjektif

Didapat partisipan pertama bernama Ny. D umur 27 tahun, agama

islam, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan ibu rumah tangga (IRT),

beralamat di Desa Sampang 1/7, Kecamatan Sempor, Kabupaten

Kebumen. Ny. D mengatakan mempunyai 1 orang anak dan belum

pernah keguguran. Ny. D mengatakan belum mengetahui mengenai

kanker serviks.

2) Data Objektif

Keadaan umum Ny. D baik, kesadaran compos mentis, status

emosiaonal stabil.

3) Analisa

Ny. D umur 27 tahun P1A0AH1 dengan penyuluhan kanker

serviks.

4) Penatalaksanaan

Berdasarkan hasil pengkajian pada hari Rabu 13 Maret 2019 jam

13.00 WIB Ny. D termasuk kedalam kriteria inklusi asuhan dan

STIKes Muhammadiyah Gombong


42

bersedia untuk dilakukan intervensi setelah mendapatkan

penjelasan tentang maksud, tujuan serta jalannya asuhan. Sebelum

dilakukan penyuluhan kepada Ny. D, penulis memberikan lembar

inform consent atau lembar persetujuan bahwa ibu bersedia

menjadi responden, mengenai penerapan audio visual dalam

penyuluhan kesehatan reproduksi sehat pada wanita usia subur

tentang kanker serviks. Setelah diberi penjelasan Ny. D bersedia

menjadi responden dan menandatangani lembar inform consent,

selanjutnya penulis melakukan pengkajian. Setelah Ny. D bersedia

menjadi responden penulis memberikan penyuluhan mengenai

kanker serviks yang sebelumnya dilakukan pretest pada Ny. D

untuk mengetahui pengetahuan dan sikap responden sebelum

dilakukan penyuluhan tentang kanker serviks. Selanjutnya penulis

memberikan penyuluhan tentang pengertian kanker serviks,

penyebab kanker serviks dan faktor resiko kanker serviks

menggunakan media audio visual pada pertemuan pertama.

b. Partisipan Kedua

1) Data Subjektif

Didapat partisipan kedua bernama Ny. M umur 36 tahun, agama

islam, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan ibu rumah tangga (IRT),

beralamat di Desa Sampang 1/7, Kecamatan Sempor, Kabupaten

Kebumen. Ny. M mengatakan mempunyai 2 orang anak dan belum

STIKes Muhammadiyah Gombong


43

pernah keguguran. Ny. M mengatakan belum mengetahui

mengenai kanker serviks.

2) Data Objektif

Keadaan umum Ny. M baik, kesadaran compos mentis, status

emosiaonal stabil.

3) Analisa

Ny. M umur 36 tahun P2A0AH2 dengan penyuluhan kanker

serviks.

4) Penatalaksanaan

Berdasarkan hasil pengkajian pada hari Rabu 13 Maret 2019 jam

13.00 WIB Ny. M termasuk kedalam kriteria inklusi asuhan dan

bersedia untuk dilakukan intervensi setelah mendapatkan

penjelasan tentang maksud, tujuan serta jalannya asuhan. Sebelum

dilakukan penyuluhan kepada Ny. M, penulis memberikan lembar

inform consent atau lembar persetujuan bahwa ibu bersedia

menjadi responden, mengenai penerapan audio visual dalam

penyuluhan kesehatan reproduksi sehat pada wanita usia subur

tentang kanker serviks. Setelah diberi penjelasan Ny. M bersedia

menjadi responden dan menandatangani lembar inform consent,

selanjutnya penulis melakukan pengkajian. Setelah Ny. M bersedia

menjadi responden penulis memberikan penyuluhan mengenai

kanker serviks yang sebelumnya dilakukan pretest pada Ny. M

untuk mengetahui pengetahuan dan sikap responden sebelum

STIKes Muhammadiyah Gombong


44

dilakukan penyuluhan tentang kanker serviks. Selanjutnya penulis

memberikan penyuluhan tentang pengertian kanker serviks,

penyebab kanker serviks dan faktor resiko kanker serviks

menggunakan media audio visual pada pertemuan pertama.

c. Partisipan Ketiga

1) Data Subjektif

Didapat partisipan ketiga bernama Ny. R umur 42 tahun, agama

islam, pendidikan terakhir SD, pekerjaan ibu rumah tangga (IRT),

beralamat di Desa Sampang 1/7, Kecamatan Sempor, Kabupaten

Kebumen. Ny. R mengatakan mempunyai 2 orang anak dan belum

pernah keguguran. Ny. R mengatakan belum mengetahui mengenai

kanker serviks.

2) Data Objektif

Keadaan umum Ny. R baik, kesadaran compos mentis, status

emosiaonal stabil.

3) Analisa

Ny. R umur 42 tahun P2A0AH2 dengan penyuluhan kanker

serviks.

4) Penatalaksanaan

Berdasarkan hasil pengkajian pada hari Rabu 13 Maret 2019 jam

13.00 WIB Ny. R termasuk kedalam kriteria inklusi asuhan dan

bersedia untuk dilakukan intervensi setelah mendapatkan

penjelasan tentang maksud, tujuan serta jalannya asuhan. Sebelum

STIKes Muhammadiyah Gombong


45

dilakukan penyuluhan kepada Ny. R, penulis memberikan lembar

inform consent atau lembar persetujuan bahwa ibu bersedia

menjadi responden, mengenai penerapan audio visual dalam

penyuluhan kesehatan reproduksi sehat pada wanita usia subur

tentang kanker serviks. Setelah diberi penjelasan Ny. R bersedia

menjadi responden dan menandatangani lembar inform consent,

selanjutnya penulis melakukan pengkajian. Setelah Ny. R bersedia

menjadi responden penulis memberikan penyuluhan mengenai

kanker serviks yang sebelumnya dilakukan pretest pada Ny. R

untuk mengetahui pengetahuan dan sikap responden sebelum

dilakukan penyuluhan tentang kanker serviks. Selanjutnya penulis

memberikan penyuluhan tentang pengertian kanker serviks,

penyebab kanker serviks dan faktor resiko kanker serviks

menggunakan media audio visual pada pertemuan pertama.

d. Partisipan Keempat

1) Data Objektif

Didapat partisipan keempat bernama Ny. A umur 35 tahun,

agama islam, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan ibu rumah

tangga (IRT), beralamat di Desa Sampang 1/7, Kecamatan Sempor,

Kabupaten Kebumen. Ny. A mengatakan mempunyai 2 orang anak

dan belum pernah keguguran. Ny. A mengatakan belum

mengetahui mengenai pengertian kanker serviks, penyebab kanker

serviks, faktor resiko kanker serviks.

STIKes Muhammadiyah Gombong


46

2) Data Objektif

Keadaan umum Ny. A baik, kesadaran compos mentis, status

emosiaonal stabil.

3) Analisa

Ny. A umur 35 tahun P2A0AH2 dengan penyuluhan kanker

serviks.

4) Penatalaksanaan

Berdasarkan hasil pengkajian pada hari Rabu 13 Maret 2019 jam

13.00 WIB Ny. A termasuk kedalam kriteria inklusi asuhan dan

bersedia untuk dilakukan intervensi setelah mendapatkan

penjelasan tentang maksud, tujuan serta jalannya asuhan. Sebelum

dilakukan penyuluhan kepada Ny. A, penulis memberikan lembar

inform consent atau lembar persetujuan bahwa ibu bersedia

menjadi responden, mengenai penerapan audio visual dalam

penyuluhan kesehatan reproduksi sehat pada wanita usia subur

tentang kanker serviks. Setelah diberi penjelasan Ny. A bersedia

menjadi responden dan menandatangani lembar inform consent,

selanjutnya penulis melakukan pengkajian. Setelah Ny. A bersedia

menjadi responden penulis memberikan penyuluhan mengenai

kanker serviks yang sebelumnya dilakukan pretest pada Ny. A

untuk mengetahui pengetahuan dan sikap responden sebelum

dilakukan penyuluhan tentang kanker serviks. Selanjutnya penulis

memberikan penyuluhan tentang pengertian kanker serviks,

STIKes Muhammadiyah Gombong


47

penyebab kanker serviks dan faktor resiko kanker serviks

menggunakan media audio visual pada pertemuan pertama.

e. Partisipan Kelima

1) Data Subjektif

Didapat partisipan keempat bernama Ny. E umur 24

tahun, agama islam, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan ibu

rumah tangga (IRT), beralamat di Desa Sampang 1/7, Kecamatan

Sempor, Kabupaten Kebumen. Ny. E mengatakan mempunyai 2

orang anak dan belum pernah keguguran. Ny. E mengatakan belum

mengetahui mengenai pengertian kanker serviks, penyebab kanker

serviks, faktor resiko kanker serviks.

2) Data Objektif

Keadaan umum Ny. E baik, kesadaran compos mentis, status

stabil.

3) Analisa

Analisa dari data tersebut adalah Ny. E umur 24 tahun P2A0AH2

dengan penyuluhan kanker serviks.

4) Penatalaksanaan

Berdasarkan hasil pengkajian pada hari Rabu 13 Maret 2019 jam

13.00 WIB Ny. E termasuk kedalam kriteria inklusi asuhan dan

bersedia untuk dilakukan intervensi setelah mendapatkan

penjelasan tentang maksud, tujuan serta jalannya asuhan. Sebelum

dilakukan penyuluhan kepada Ny. E, penulis memberikan lembar

STIKes Muhammadiyah Gombong


48

inform consent atau lembar persetujuan bahwa ibu bersedia

menjadi responden, mengenai penerapan audio visual dalam

penyuluhan kesehatan reproduksi sehat pada wanita usia subur

tentang kanker serviks. Setelah diberi penjelasan Ny. E bersedia

menjadi responden dan menandatangani lembar inform consent,

selanjutnya penulis melakukan pengkajian. Setelah Ny. E bersedia

menjadi responden penulis memberikan penyuluhan mengenai

kanker serviks yang sebelumnya dilakukan pretest pada Ny. E

untuk mengetahui pengetahuan dan sikap responden sebelum

dilakukan penyuluhan tentang kanker serviks. Selanjutnya penulis

memberikan penyuluhan tentang pengertian kanker serviks,

penyebab kanker serviks dan faktor resiko kanker serviks

menggunakan media audio visual pada pertemuan pertama.

STIKes Muhammadiyah Gombong


49

B. HASIL

1. Penerapan Audio Visual Dalam Penyuluhan Kesehatan Reproduksi

Sehat Pada Wanita Usia Subur Tentang Kanker Serviks

Pemberian asuhan sudah dilakukan kepada partisipan dengan

memberikan penyuluhan tentang kanker serviks. Penyuluhan telah

diberikan kepada semua partisipan yang sesuai dengan kriteria yang

bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap wanita usia subur

tentang kanker serviks.

Media yang digunakan adalah Audio Visual yang telah dirancang

sedemikian rupa dengan didalamnya terdapat video serta penjelasan yang

sesuai dengan materi dan poin-poin penting yang praktis juga menarik

yang membuat responden tertarik, mengamati dan tidak bosan dengan

materi yang disampaikan selain itu responden bisa langsung melihat

contoh video mengenai kanker serviks yang sudah positif sehingga tidak

hanya dibayangkan saja. Hal ini sangat berpengaruh karena dengan media

yang menarik responden akan mendapatkan pengetahuan tidak hanya dari

indra penglihatan saja tetapi juga dari indra pendengaran sehingga materi

yang disampaikan menjadi lebih maksimal.

Saat proses penyuluhan terlihat semua responden antusias

mengikuti dan mengamati dengan materi yang disampaikan, responden

juga tidak terlihat bosan dengan sarana media yang digunakan karena

responden dapat melihat langsung video-video animasi yang sesuai dengan

tema yang diberikan juga menarik karena penjelasan yang tidak bertele-

STIKes Muhammadiyah Gombong


50

tele melainkan hanya poin-poin penting saja sehingga responden menjadi

mudah mengingat materi yang telah disampaikan dan menjadi lebih

memahaminya.

2. Pengetahuan dan Sikap Partisipan Sebelum Penerapan Audio Visual

Dalam Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Sehat Pada Wanita Usia

Subur Tentang Kanker Serviks

Sebelum diberikan penyuluhan dilakukan pengukuran

pengetahuan yaitu dengan membagikan kuesioner yang berjumlah 10 soal

mengenai pengetahuan responden dan 10 pertanyaan mengenai sikap

responden. Lalu penulis menjelaskan kepada responden cara pengisiannya

yaitu dengan cara menyilang salah satu jawaban yang dianggap benar atau

salah, setelah responden selesai mengisi kuesioner dan untuk pengisian

pertanyaan sikap responden diminta untuk mencentang salah satu dari

beberapa kolom (setuju, sangat setuju, kurang setuju, tidak setuju)

kemudian menganjurkan responden untuk menyerahkan kembali lembar

kuesioner kepada penulis.

Pengetahuan responden sebelum diberikan penyuluhan tercantum

dalam tabel berikut ini :

Tabel 4. Pengetahuan Responden


Partisipan Umur Jumlah Kategori

1. 27 Tahun 70% Cukup


2. 36 Tahun 60% Cukup
3. 42 Tahun 80% Baik
4. 35 Tahun 70% Cukup
5. 24 Tahun 80% Baik
Sumber : Data Primer (2019)

STIKes Muhammadiyah Gombong


51

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pengetahuan

responden sebelum diberikan penyuluhan yaitu rata-rata skor 72% yang

dikategorikan berpengetahuan cukup.

Sikap responden sebelum diberikan penyuluhan tercantum dalam

tabel berikut ini :

Tabel. 5 Sikap Responden


No Partisipan Umur Interpretasi Sikap Kategori
1. Ny. D 27 Tahun 77,5% Tidak setuju
2. Ny. M 36 Tahun 80% Tidak setuju
3. Ny. R 42 Tahun 80% Tidak setuju
4. Ny. A 35 Tahun 57,5% Kurang setuju
5. Ny. E 24 Tahun 57,5% Kurang setuju
Sumber : Data Primer (2019)

Berdasarkan tabel diatas iterpretasi sikap 3 responden rata-rata yaitu 80%

(Tidak setuju) dan Interpretasi sikap 2 responden yaitu 57,5% (Kurang

setuju).

Pengetahuan Dan Sikap Partisipan Sesudah Penerapan Audio Visual

Dalam Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Sehat Pada Wanita Usia

Subur Tentang Kanker Serviks

Setelah dilakukan pretest kemudian dilakukan proses penyuluhan

yang berlangsung ± 15 menit, penyuluhan diberikan di PMB Djumi

Widarti. Saat proses penyuluhan berjalan lancar dan semua responde5n

tampak memperhatikan dan antusias dalam mengikuti penjelasan materi

yang diberikan tentang kanker serviks menggunakan media audio visual.

Setelah selesai proses penyuluhan kemudian diberikan kesempatan untuk

responden bertanya jika ada yang belum paham dan responden

mengatakan sudah paham tentang kanker serviks.

STIKes Muhammadiyah Gombong


52

Selanjutnya yaitu dilakukan pengukuran pengetahuan kembali

postest dengan cara membagikan kuesioner yang berisi 10 pertanyaan

sama seperti pretest dan 10 pertanyaan mengenai sikap responden. Lalu

penulis menjelaskan kepada responden cara pengisiannya yaitu dengan

cara menyilang salah satu jawaban yang dianggap benar atau salah, setelah

responden selesai mengisi kuesioner dan untuk pengisian pertanyaan sikap

responden diminta untuk mencentang salah satu dari beberapa kolom

(setuju, sangat setuju, kurang setuju, tidak setuju) kemudian

menganjurkan responden untuk menyerahkan kembali lembar kuesioner

kepada penulis.

Pengetahuan responden sesudah diberikan penyuluhan tercantum

pada tabel berikut :

Tabel 6. Pengetahuan Responden


Partisipan Umur Jumlah Kategori

1 27 Tahun 90% Baik


2 36 Tahun 100% Baik
3 42 Tahun 90% Baik
4 35 Tahun 80% Baik
5 24 Tahun 90% Baik
Sumber : Data Primer (2019)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pengetahuan semua

responden setelah diberikan penyuluhan mengenai kanker serviks

menggunakan media audio visual mengalami peningkatan yaitu dengan

rata-rata skor 90% dan ini dikategorikan berpegetahuan baik.

Berdasarkan hasil pengukuran sikap yang telah dilakukan melalui

penyuluhan diketahui interpretasi sikap 4 responden mengalami kenaikan

STIKes Muhammadiyah Gombong


53

rata-rata yaitu 44,2% (Setuju) dan interpretasi sikap 1 responden yaitu

70% ( Tidak setuju).

C. PEMBAHASAN

1. Penggunaan Penerapan Audio Visual Dalam Penyuluhan Kesehatan

Reproduksi Sehat Pada Wanita Usia Subur Tentang Kanker Serviks

Rusman (2012: 63) menjelaskan bahwa media audio visual yaitu

media yang merupakan kombinasi audio dan visual atau bisa disebut

media pandang-dengar. Contoh dari media audio-visual adalah program

video/televisi pendidikan, video/televisi instruksional, dan program slide

suara (sound slide). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan

bahwa media audio visual merupakan media yang dapat digunakan dalam

kegiatan pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan penglihatan

sekaligus dalam satu proses atau kegiatan. Contoh media audio visual

adalah film, video, program TV, slide suara (sound slide) dan lain-lain.

Media yang digunakan dalam penerapan asuhan ini adalah media audio

visual kelebihannya yaitu tersedia di mana-mana dan mudah digunakan,

tidak mahal, menyediakan pesan lisan untuk meningkatkan pembelajaran,

Menyediakan informasi terbaru, Media audio bisa menyediakan alternatif

yang mampu merangsang membaca dan mendengar bagi responden.

Audio bisa menyajikan pesan lisan yang lebih dramatis, dengan sedikit

imajinasi menurut (Sharon E. Smaldino, Deborah L. Lowther, Jamess D.

Russel, 2011: 376). Kelemahan audio visual yaitu pengadaan film dan

video umumnya memerlukan biaya mahal dan waktu yang banyak, tidak

STIKes Muhammadiyah Gombong


54

semua responden mampu mengikuti informasi yang ingin disampaikan

melalui film tersebut, Film dan video yang tersedia tidak selalu sesuai

dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang diinginkan, kecuali dirancang

dan diproduksi khusus untuk kebutuhan sendiri, dari uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa kelebihan dan kelemahan media audio visual yang

berupa film dan video bukan merupakan suatu kendala dalam proses

pembelajaran menurut Arsyad (2011: 49−50).

Berdasarkan hasil penelitian Saraswati (2011) Tentang pegaruh

promosi kesehatan terhadap pengetahuan tentang kanker serviks dan

partisipasi wanita dalam deteksi dini kanker serviks, diketahui bahwa ada

perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan dengan media

film. Dengan kata lain penyuluhan dengan media film menyebabkan

peningkatan pengetahua partisipan.

Penelitian yang sama telah dilakukan oleh Sugiarsi S, (2011)

tentang pendidikan kesehatan pada kelompok ibu PKK dalam

meningkatkan pemahaman masyarakat untuk mencegah penyakit kanker

serviks, dengan hasil penelitian yaitu terdapat perbedaan pengetahuan

tentang kanker serviks sebelum dan sesudah diberikan pendidikan

kesehatan, dengan nilai p =0,001.

Berdasarkan penelitian Ambarwati (2014), yang menyatakan

bahwa unsur kemasan video yang menampilkan banyak gambar dan warna

dapat memperjelas informasi dan mempermudah penghayatan seseorang

terhadap informasi tersebut.

STIKes Muhammadiyah Gombong


55

Penelitian yang dilakukan Dewi, dkk (2013), di Puskesmas

Buleleng, Surabaya 21 wanita (30%) dari 70 wanita yang mau melakukan

deteksi dini kanker serviks, disebabkan kurangnya kesadaran wanita yang

sudah menikah atau sudah pernah melakukan hubungan seksual untuk

melakukan deteksi dini (Pap Smear atau Test IVA). Ada hal lain yang

mempengaruhi wanita untuk mendeteksi dini kanker serviks yaitu

kurangnya informasi mengenai pentingnya pemeriksaan Pap Smear atau

IVA.

Berdasarkan penelitian Anayawa Nyambe dkk (2018) tentang

Using Film to Disseminate Information on Cervical Cancer Prevention in

Lusaka: Results from a Small Intervention Study menyatakan bahwa

menonton film pendek tentang serviks kanker dapat meningkatkan

pengetahuan tentang faktor risiko dan faktor pelindung

Berdasarkan asuhan yang diberikan bahwa media audio visual

merupakan salah satu media yang efektf digunakan untuk meningkatkan

pengetahuan responden dengan melalui indra pendengaran dan

penglihatan sehingga responden dapat dengan baik dalam menerima

penyuluhan yang disampaikan penulis.

2. Pengetahuan dan Sikap Partisipan Sebelum Penerapan Audio Visual

Dalam Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Sehat Pada Wanita Usia

Subur Tentang Kanker Serviks

Sebelum diberikan penyuluhan, pengetahuan responden diukur

menggunakan kuesioner yang berisi 10 soal dan10 pertanyaan mengenai

STIKes Muhammadiyah Gombong


56

sikap, kemudian diberikan skoring dengan hasil 3 responden masuk

kedalam kategori pengetahuan cukup, dan 2 responden masuk kedalam

kategori pengetahuan baik tetapi setelah diberikan penyuluhan semua

responden menjadi berpengetahuan baik dan untuk sikap responden

sebelum diberikan penyuluhan rata-rata bersikap tidak setuju tetapi setelah

diberikan penyuluhan semua responden menjadi bersikap setuju. Hal ini

menunjukan adanya peningkatan pengetahuan dan sikap sebelum dan

sesudah diberikan peyuluhan menggunakan media audio visual. Dapat

disimpulkan bahwa sebelum dan setelah diberikan penyuluhan

menunjukan adanya peningkatan pengetahuan serta sikap yang baik

tentang kanker serviks serta media audio visual sangat efektif untuk

digunakan sebagai media penyuluhan.

Menurut Arikunto (2010) standar skoring pengetahuan dibedakan

menjadi 3 kategori, yaitu sebagai berikut : pengetahuan baik jika

responden dapat menjawab 76-100% dengan benar dari total jawaban

pertanyaan, pengetahuan cukup jika responden dapat menjawab 56-75%

dengan benar dari total jawaban pertanyaan, pengetahuan kurang jika

respoden dapat menjawab <56% dari total jawaban pertanyaan. Menurut

(Notoatmodjo 2010) pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

Berdasarkan teori sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga, pada asuhan ini semua responden sudah mendapatkan

pengetahuan melalu indera penglihatan dan indera pendengaran karena

STIKes Muhammadiyah Gombong


57

sudah diberikan penyuluhan oleh penulis menggunakan alat bantu berupa

media audio visual mengenai kesehatan reproduksi sehat pada wanita usia

subur tentang kanker serviks. Media audio visual yang digunakan memuat

video-video yang menarik, poin-poin yang penting sehingga responden

tertarik dan mempermudah responden dalam memperoleh informasi yang

diberikan oleh penulis.

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan ini terjadi melalui panca indra manusia. Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya

tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

(Nursalam, 2012).

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-

hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas

hidup. Mubarak (2012), menjelaskan pendidikan merupakan bimbingan

yang diberikan seseorang kepada orang lain agar dapat dipahami suatu hal.

Tidak dipungkiri semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah

pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya pengetahuan yang

dimilikinya semakin banyak. Berdasarkan hasil pengkajian yang

dilakukan, hasil yang didapatkan adalah pendidikan semua responden ada

yang SD, SLTP dan SLTA yang diketegorikan pendidikan rendah dan

STIKes Muhammadiyah Gombong


58

pendidikan menengah, Berdasarkan teori yang ada, kelima responden

mempunyai resiko pengetahuan rendah jika dilihat dari segi pendidikan.

Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Bekerja umumnya

merupakan kegiatan yang menyita waktu serta dapat memberikan

pengalaman maupun pengetahuan baik secara langsung maupun tidak

langsung. Lingkungan pekerjaan dapat membentuk suatu pengetahuan

karena adanya saling menukar informasi antara teman-teman di lingkung

an kerja (Wawan dan Dewi 2010). Berdasarkan pengkajian yang

sudah dilakukan mayoritas pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga.

Umur semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Menurut

Widyastuti, Y ., dkk (2009) yaitu penyampaian informasi yang baik yaitu

pada masa kedewasaan karena masa kedewasaan merupakan masa dimana

terjadi perkembangan intelegensia, kematangan mental, kepribadian, pola

pikir dan perilaku sosial. Sehingga dari informasi yang didapat akan

membentuk sebuah pengetahuan dan sikap dilihat dari respons setelah

informasi diterima. Berdasarkan hasil pengkajian tingkat pengetahuan

responden sangat baik.

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun

non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate

impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan

(Riyanto, 2013). Menurut Wawan dan Dewi (2010) suatu informasi dapat

STIKes Muhammadiyah Gombong


59

membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan baru

dan semakin banyak mendapatkan informasi maka pengetahuan akan

semakin luas. Berdasarkan penyuluhan yang telah diberikan semua

pengetahuan responden menjadi meningkat.

3. Pengetahuan dan Sikap Partisipan Sesudah Penerapan Audio Visual

Dalam Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Sehat Pada Wanita Usia

Subur Tentang Kanker Serviks

Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah

berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah

perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan

(Azhar Arsyad, 2011:3). Menurut Gerlach dan Ely yang dikutip oleh

Azhar Arsyad (2011), media apabila dipahami secara garis besar adalah

manusia, materi dan kejadian yang membangun kondisi yang membuat

siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau sikap.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media

adalah segala sesuatu benda atau komponen yang dapat digunakan untuk

menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang

pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa dalam proses belajar.

Menurut Heinich yang dikutip oleh Azhar Arsyad (2011:4), media

pembelajaran adalah perantara yang membawa pesan atau informasi

bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran

antara sumber dan penerima.

STIKes Muhammadiyah Gombong


60

Penulis menggunakan alat bantu media audio visual dalam proses

penyuluhan yang didalamnya terdapat video-video animasi dan poin-poin

penting sehingga responden mendapatkan pengetahuan melalui indra

penglihatan dan pendengaran. Setelah proses penyuluhan kemudian lima

responden kembali dilakukan pengukuran pengetahuan dan sikap dengan

menggunakan kuesioner yang sama dan dilakukan skoring dengan hasil

semua responden mengalami peningkatan pengetahuan yaitu rata-rata

pegetahuan responden menjadi berpengetahuan baik sedangkan untuk

pengukuran sikap responden mengalami peningkatan menjadi bersikap

sangat setuju. Jadi dapat disimpulkan bahwa responden dapat menerima

pengetahuan dan sikap yang ditangkap dengan baik melalui berbagai

panca indra sehingga mampu meningkatkan pengetahuan dan sikap

responden.

Sikap merupaka kesiapan merespon yang sifatnya positif atau

negatif terhadap suatu objek atau situasi secara konsisten (Ahmadi, 1999)

dalam (Sunaryo, 2013). Sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan untuk

bereaksi secara positif ataupun negatif terhadap suatu obyek tertentu, yang

dibentuk dari interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif.

Menurut Sunaryo (2013) terdapat dua hal yang dapat mempengaruhi

perilaku manusia yaitu sikap dan kepercayaan. Sikap seseorang sangat

mempengaruhi perilaku baik perilaku yang positif ataupun negatif.

Sikap positif kecenderungan tindakan yang dilakukan adalah

mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Sedangkan sikap

STIKes Muhammadiyah Gombong


61

negatif memiliki kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci,

tidak menyukai obyek tertentu (Heri Purwanto, 1998) dalam (Wawan &

M., 2010).

4. Keterbatasan Penerapan Audio Visual Dalam Penyuluhan Kesehatan

Reproduksi Sehat Pada Wanita Usia Subur Tentang Kanker Serviks

Menurut Arsyad (2011: 49−50) kelemahan media audio visual

yaitu pengadaan film dan video umumnya memerlukan biaya mahal dan

waktu yang banyak, tidak semua responden mampu mengikuti informasi

yang ingin disampaikan melalui film tersebut, film dan video yang tersedia

tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang diinginkan,

kecuali dirancang dan diproduksi khusus untuk kebutuhan sendiri. Dari

uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan dan kelemahan media

audio visual yang berupa film dan video bukan merupakan suatu kendala

dalam proses pembelajaran.

Penulis mengalami beberapa kesulitan atau keterbatasan selama

proses penelitian yaitu video gambarnya kurang menarik, video terlalu

lama durasinya sehingga responden bosan dan pada saat menentukan hari

untuk melakukan penerapan ada beberapa responden yang terkadang

sibuk dengan pekerjaan rumah/ada acara lain, jadi penulis harus benar-

benar mencari hari yang dimana responden bisa hadir semua untuk

mengikuti penyuluhan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam proses penerapan audio

visual dalam kesehatan reproduksi sehat pada WUS tentang kanker

STIKes Muhammadiyah Gombong


62

serviks terdapat beberapa keterbatasan tetapi penulis berusaha semaksimal

mungkin untuk mengatasi keterbatasan tersebut sehingga keterbatasan

mampu teratasi.

STIKes Muhammadiyah Gombong


63

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penyuluhan yang telah diberikan kepada 5 responden

dengan menggunakan media audio visual tentang penerapan audio visual

dalam penyuluhan kesehatan reproduksi sehat pada wanita usia subur tentang

kanker serviks yang dilakukan di PMB Djumi Widarti Amd. Keb, Kecamatan

Sempor, Kabupaten Kebumen, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penerapan Audio Visual Dalam Penyukuhan Kesehatan Reproduksi

Sehat Pada Wanita Usia Subur Tentang Kanker Serviks sudah

dilaksanakan mulai taggal 18 Februari 2019

2. Sebelum dilakukan penerapan Audio Visual Dalam Penyukuhan

Kesehatan Reproduksi Sehat Pada Wanita Usia Subur Tentang Kanker

Serviks pada semua responden, ada 3 responden yang berpengetahuan

cukup dan 2 berpengetahuan baik dan untuk rata-rata sikap responden

masih negatif.

3. Setelah dilakukan penerapan Audio Visual Dalam Penyukuhan

Kesehatan Reproduksi Sehat Pada Wanita Usia Subur Tentang Kanker

Serviks semua responden menjadi berpengetahuan baik dan perubahan

sikap menjadi positif.

B. SARAN

Berdasarkan hasil asuhan yang telah dilakukan pada 5 responden

tentang Audio Visual Dalam Penyukuhan Kesehatan Reproduksi Sehat Pada

STIKes Muhammadiyah Gombong


64

Wanita Usia Subur Tentang Kanker Serviks untuk meningkatkan

pengetahuan dan sikap wanita usia subur tentag kanker serviks. Penulis

memberikan saran kepada:

1. Bagi partisipan

Partisipan yang mengikuti penyuluhan kesehatan reproduksi sehat

pada wanita usia subur tentang kanker serviks dapat menerapkan

pengetahuan yang sudah diberikan dan berbagai ilmu dengan teman

lainnya khususnya yang belum terlalu memahami tentang kanker serviks

2. Bagi Bidan

Sebaiknya bidan dapat mengembangkan inovasi dan

mempraktekkan pendidikan kesehatan menggunakan audio visual dalam

menggunakan penyuluhan terhadap klien.

3. Bagi STIkes Muhammadiyah Gombong

Institusi mempertahankan penerapan penyusunan KTI yang

dilakukan mahasiswa tingkat akhir D III kebidanan dengan inovasi-inovasi

terbaru, agar inovasi tersebut dapat diterapkan dalam memberikan

pelayanan di lahan dan pembuatan KTI ini diharapkan dapat menjadi salah

satu bahan modul pembelajaran bagi mahasiswa D III Kebidanan.

4. Bagi Penulis Selanjutnya

Penulis diharapkan dapat mengembangkan inovasi yang terbaru

dan menarik untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap wanita usia subur

mengenai kanker serviks. Untuk penulis diharapkan bisa menggunakan

STIKes Muhammadiyah Gombong


65

media LCD dan sound/pengeras suara agar dalam menyampaikan

informasi lebih formal.

STIKes Muhammadiyah Gombong

Anda mungkin juga menyukai