Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke Non Haemoragik


1. Definisi
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) mengatakan,
“Stroke non haemoragik atau stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah
yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti “ (2015,
p. 151). Menurut muttaqin (2008, h.130) stroke non haemoragik merupakan suatu
keadaan yang terjadi daat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi
hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemik yang menimbulkan hipoksia
dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder, kesadaran umumnya baik.

2. Etiologi
Menurut Muttaqin (2008), penyebab dari stroke iskemik ada lima, yaitu :
a. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti
di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan
gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
1) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah
b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis
c) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus)
d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek
dan terjadi perdarahan.
2) Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
3) Arteritis ( radang pada arteri )
a) Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik.

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam


ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini
dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam
parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak,
oedema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab perdarahan otak yang
paling lazim terjadi :

a) Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.

b) Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.

c) Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.


26

d) Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan

persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah

arteri langsung masuk vena.

e) Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang

menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh

darah.

4. Hypoksia Umum

a) Hipertensi yang parah.

b) Cardiac Pulmonary Arrest

c) Cardiac output turun akibat aritmia

5. Hipoksia setempat

a) Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan


subarachnoid.
b) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
3. Patofisiologi

Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan


aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacammacam manifestasi klinis dengan cara:
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan
perdarahan aterm.
c. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
d. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah
atau menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.

1
4. Pathway

5. Klasifikasi
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik
dan proses patologik (kausal):
a. Berdasarkan manifestasi klinis

2
1) Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
2) Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
3) Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic
Neurological Deficit (RIND)
4) Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu
lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
5) Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
6) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b. Berdasarkan kausal
1) Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh
darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada
pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis
yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat.
Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar
kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein(LDL). Sedangkan
pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah
ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan
hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
2) Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau
lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan
pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri
oksigen dan nutrisi ke otak.

6. Tanda Dan Gejala

3
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai
deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak
berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain :
a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
b. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
c. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal
tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah
paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam.
d. Dysphagia
e. Kehilangan komunikasi
f. Gangguan persepsi
g. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
h. Disfungsi Kandung Kemih

7. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,
deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang
mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat
meninggal.

4
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
ialah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan
untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid
atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak.

d.   MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan
gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler

5
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.

9. Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tandatanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan
penghisapan lendir yang sering, oksigenasi,
b. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
c. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan
secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan
dilakukan latihanlatihan gerak pasif.
e. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK, dengan
meninggikan kepala 1530 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,

Pengobatan Konservatif

a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara


percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intra arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.

6
Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler
B. Gangguan Mobilitas Fisik pada Stroke Non Haemoragik
Mobilisasi menurut Mubarak & Chayatin (2007, p. 220) adalah
kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Seseorang yang
kehilangan kemampuan bergerak dan tidak mampu melakukan pergerakan
secara mandiri akan menimbulkan masalah mobilisasi yang membutuhkan
tindakan keperawatan. Masalah mobilisasi atau gangguan mobilitas ini terjadi
karena adanya trombus dan emboli serebral sehingga aliran darah dan oksigen
ke otak tersumbat berakibat infark serebral dan berdampak kelumpuhan otot
(hemiplegia) atau kelemahan (hemiparase) , kaku, dan menurunnya fungsi
sensori.
Jenis mobilitas fisik menurut Hidayat (2006, p. 173-174) dapat dibagi
menjadi dua yaitu mobilitas penuh dan mobilitas sebagian. Mobilitas
sebagian dibagi menjadi dua jenis yaitu mobilitas sebagian temporer dan
mobilitas sebagian permanen. Pada stroke terjadi mobilitas sebagian
permanen yaitu kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang
bersifat menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang
reversibel.
Tanda dan gejala terjadinya gangguan mobilitas fisik antara lain :
kehilangan kekuatan tulang dan otot, adanya hemiplegia atau hemiparase,
keterbatasan rentang gerak. Manfaat mobilitas fisik antara lain :
meningkatkan toleransi pasien untuk melakukan aktifitas fisik,
mengembalikan atau memulihkan kemampuannya untuk bergerak, serta
mencegah terjadinya komplikasi akibat imobilitas. (Mubarak dan Chayatin,
2007)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mobilitas fisik yaitu : gaya
hidup, ketidakmampuan baik primer (disebabkan penyakit atau trauma)
maupun sekunder (akibat dari ketidakmampuan primer seperti kelemahan otot

7
dan tirah baring), tingkat energi, dan usia. (Mubarak dan Chayatin, 2007, p.
220-221)

C. Pengelolaan Gangguan Mobilitas Fisik pada Stroke Non Haemoragik


Pengelolaan pasien dengan masalah gangguan mobilitas fisik pada
stroke non haemoragik yaitu dengan terapifarmakologi maupun non
farmakologi.
1. Terapi farmakologi menurut Tarwoto, Wartonah dan Suryati (2007)
antara lain :
a. Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant
tissueplasminogen)
b. Pemberian obat-obatan jantung seperti digoksin pada aritmia
jantung, kaptropil, antagonis kalsium pada pasien hipertensi.
2. Terapi non farmakologi antara lain :
a. Range of Motion (ROM)
Menurut Mubarak & Chayatin (2007, p. 229) kemampuan sendi
untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama
saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi, serta
keterjangkauan lingkup gerakan sendi untuk memenuhi kebutuhan
gerak yang memungkinkan untuk seimbang. Latihan rentang gerak
atau Range of Motion (ROM) dilakukan secara pasif maupun aktif,
tujuannya yaitu mencegah terjadinya kontraktur, atropi otot,
meningkatkan peredaran darah ke esktremitas, mengurangi
kelumpuhan vaskuler, dan memberikan kanyamanan pada pasien.
Irdawati (2012) mengatakan bahwa “Latihan gerak mempercepat
penyembuhan pasien stroke, karena akan mempengaruhi sensasi
gerak di otak.”
b. Posisi
Pengaturan posisi dengan cara mempertahankan posisi dalam postur
tubuh yang benar. Cara ini dapat dilakukan dengan membuat sebuah
jadwal tentang perubahan posisi selama kurang lebih setengah jam.

8
Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap agar kemampuan
kekuatan otot dan ketahanan dapat meningkat secara berangsur-
angsur. (Hidayat, 2006, p. 181)
c. Ambulasi
Perawat dapat membantu pasien melakukan ambulasi dengan
menyiapkan ambulasi untuk memandirikan pasien saat tirah baring.
Perawat mendorong pasien dalam pelaksanaan ADL (Activity Daily
Living), mempertahankan kesejajaran tubuh yang baik, dan
melaksanakan ROM aktif. (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010, p.
262)

D. Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik pada Pasien Stroke Non


Haemoragik
1. Pengkajian
Anamnesa pemeriksaan stroke menurut Jonathan (2007) meliputi :
a. Identitas : Pasien dan penanggungjawab
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama : kelemahan anggota gerak baik sebagian
maupun total, tubuh tiba-tiba lemas tanpa diketahui pnyebabnya.
2) Riwayat penyakit dahulu : adanya riwayat hipertensi, diabetes
militus, sering merokok.
3) Riwayat kesehatan keluarga : adanya riwayat stroke dalam
keluarga.
c. Pemeriksaan Fisik
Menurut Hidayat (2006, p. 179) pada klien gangguan mobilitas fisik
dilakukan pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan
dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan dan kekuatan.

Tabel 2.1
Tingkat Aktivitas/Mobilitas

9
Tingkat Kategori
Aktivitas/Mobilitas
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri
secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan orang lain
dan alat
Sangat tergantung dan tidak
Tingkat 4 dapat berpartisipasi dalam
perawatan

Tabel 2.2
Penilaian kekuatan otot

Skala Presentase
Kekuatan Karakteristik
Normal
0 0 Paralisis sempurna
Tidak ada gerakan, kontraksi
1 10 otot dapat di palpasi atau
dilihat
Gerakan otot penuh melawan
2 25
gravitasi dengan topangan
Gerakan yang normal melawan
3 50
gravitasi
Gerakan penuh yang normal
4 75 melawan gravitasi dan
melawan tahanan minimal
Kekeuatan normal, gerakan
5 100 penuh yang normal melawan
gravitasi dan tahanan penuh
H

Hidayat, 2006, p. 179-180)

d. Data Fokus

10
Data fokus dalam pengkajian keperawatan menurut Tarwoto,
Wartonah dan Suryati (2007, p. 97) dibagi menjadi dua antara lain :
1) Data Subyektif
a) Pasien mengatakan tidak mampu menggerakan tangan dan
kaki sebelah
b) Pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan ADL
c) Kebutuhan ADL dibantu.
2) Data Obyektif
a) Adanya hemiplegia/hemiparase,
b) Pergerakan, ambulasi
c) Tonus otot, kekuatan otot kurang, atropi dan kontraktur.

2. Diagnosis
Gangguan mobilitas fisik pada stroke diagnosa yang muncul
adalah gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, kelemahan, parestesia, paralisi. (Tarwoto, Wartonah dan
Suryati, 2007, p. 97)

3. Perencanaan
Menurut Tarwoto, Wartonah dan Suryati (2007, p. 98)
perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah
sesuai dengan diagnosa keperawatan, dengan tujuan pasien mampu
melaksanakan aktivitas fisik sesuai kemampuannya dengan kriteria hasil
bertambahnya kekuatan otot, pasien menunjukkan peningkatan kekuatan
mobilitas fisik pada hari pertama menggerakkan bahu, siku, pergelangan
tangan, jari tangan, lutut dan kaki, merubah posisi miring kanan ke kiri,
pada hari kedua pasien dapat merubah posisi miring kanan ke kiri dan
latihan duduk, pada hari ketiga pasien dapat bangun dari tempat tidur,
tidak terjadi kontraktur sendi.
a. Intervensi

11
Rencana tindakan keperawatan gangguan mobilitas pada stroke non
haemoragik menurut Tarwoto, Wartonah dan Suryati, 2007, p. 98)
adalah dengan :
1) Observasi keadaan umum pasien
2) Ukur tanda-tanda vital
3) Kaji kemampuan motorik
4) Kaji tingkat aktivitas
5) Ajarkan pasien untuk merubah posisi miring kanan-kiri setiap 2 jam
sekali
6) Ajarkan pasien untuk melakukan ROM minimal 4 kali sehari
7) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi, dokter spesialis saraf dalam
pemberian terapi
8) Kolaborasi dengan ahli gizi

4. Implementasi
Implementasi dalam mengatasi gangguan mobilitas pada pasien
stroke non haemoragik sesuai dengan rencana tindakan keperawatan
yang telah ditentukan.

5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan
pada gangguan mobilitas fisik menurut Hidayah dan Uliyah (2006, p.
179) diharapkan pada hari pertama pasien mampu merubah posisi miring,
hari kedua pasien mampu duduk, hari ketiga pasien bisa berdiri, dan hari
keempat pasien bisa bangun dan berpindah serta mencegah komplikasi
seperti kontraktur otot

12
DAFTAR PUSTAKA

Gleadle, Jonathan. 2007. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit


Erlangga

Hidayat, A. A. A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba


Medika

Irdawati. (2012). Latihan gerak terhadap keseimbanganp pasien stroke non


haemoragik. Jurnal Kesehatan Masyarakat, (online), Vol. 7 No. 2,
(http://journal.unnes.ac.id, ddiakses tanggal 18 November 2018).

Junaidi, Iskandar. (2006). Stroke A-Z pengenalan, pencegahan, pengobatan,


rehabilitasi stroke, serta tanya jawab seputar stroke. Jakarta : PT. Buana
Ilmu Populer

Kozier, B., Erb, G., Berman, A.and Shirlee J. Snyde, alih bahasa Pamilih Eko
Karyuni, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses
dan Praktik edisi VII Volume 1. Jakarta : EGC

Mubarak, W. I., & Chayatin, N. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia
Teori & Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta : EGC

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Nanda, Nic-Noc. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis, Jilid 3. Yogyakarta : Media Action.

Nanda, Nic-Noc. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis, Jilid 2. Yogyakarta : Media Action.

13
Nisa, Yuliana, & Natalya. (2011). Statistik Stroke. (Online) (http://obat-
stroke.net/stroke/statistik-stroke.html diakses pada tanggal 18 November
2018)

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan : Pedoman skripsi, tesis, dan instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Potter, P. A., & Perry, A, G. (2010). Fundamental Keperawatan edisi VII.


Jakarta : Salemba Medika

Profil Kesehatan Jawa Tengah. (2012). Data Stroke Jawa Tengah (online),
(www.profilkesehatanprovinsijawatengah.com, diakses tanggal tanggal 18
November 2018).

Pudiastuti, R, D. (2011). Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta : Nuha Medika

Rendy, M, C. & Margareth, TH. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah


Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Sikawin, C. A., Mulyadi, & Palandeng, P. (2013). Pengaruh latihan range of


motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada pasien stroke. Jurnal
Keperawatan, (Online), Vol. 1 No. 1, (http://ejournal.unsrat.ac.id/, diakses
tanggal 18 November 2018)

Sofwan, Rudianto. (2010). stroke dan rehabilitasi pasca-stroke. Jakarta : PT.


Buana Ilmu Populer

Tarwoto., Wartonah., & Suryati, E. S. (2007). Keperawatan Medikal Bedah


Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Sagung Seto

Yastroki, (2012) (http://www.yastroki.or.id/read.php?id=340 diakses tanggal


tanggal 18 November 2018)

Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

14

Anda mungkin juga menyukai