Anda di halaman 1dari 27

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas pasien


Nama : Tn. D
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 26 tahun
Tanggal Lahir : 28/06/1993
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Sawo Cipedak Jagakarsa RT 13 RW 001
Pekerjaan : Swasta (arsip)
No. RM : 424364
Status Pembayaran : BPJS
Tanggal datang ke IGD : 10/03/2020 pukul 15.37 WIB
Tanggal Pemeriksaan : 10/03/2020
Tanggal Pulang : 13/03/2020

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis kepada pasien di bangsal
bougenville Ruma h Sakit Marinir Cilandak (RSMC) pada tanggal 10 Maret 2020.

Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS.
Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk dan muncul secara tiba-tiba. Nyeri dirasakan
hilang timbul dan semakin lama semakin nyeri. Pasien merasa membaik ketika
duduk sedangkan nyeri memburuk jika berbaring. VAS nyeri 4/10.

1
Pasien mengatakan tidak ada demam, namun terdapat mual dan muntah 3 kali
dengan isi sisa makanan dan cairan, tidak ada lendir atau darah. Karena merasa
mual dan muntah, napsu makan pasien mengalami penurunan dari biasanya.
Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan pada BAK dan BAB. Pasien juga
tidak mengeluhkan adanya BAK atau BAB berdarah.

Riwayat Penggunaan Obat


Pasien belum mengkonsumsi obat apapun untuk mengatasi keluhan. Tidak ada
obat-obatan rutin yang dikonsumsi oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit hipertensi, diabetes, kolesterol, asam urat, asma dan jantung.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit yang diturunkan keluarga seperti hipertensi, diabetes,
kolesterol, asam urat, asma dan jantung disangkal oleh pasien.

Riwayat Kebiasaan, Ekonomi, dan Kondisi Lingkungan


Pasien mengaku merokok setiap harinya 1 bungkus rokok (isi 20 batang).
Pasien tidak mengkonsumsi alkohol ataupun obat-obatan terlarang. Pasien setiap
pagi suka minum kopi hitam 1 gelas, dan suka makan makanan pedas setiap
harinya. Pasien mengaku rutin berolahraga badminton 1x per minggu.

1.3 Pemeriksaan Fisik (10/03/2020)


- Kesadaran : Compos Mentis
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- GCS : E (4) M (6) V (5)
- Berat Badan : 55 kg
- Tinggi Badan : 166 cm
- Indeks Massa Tubuh : 20 (berdasarkan WHO asia pacific – normal)

Tanda-Tanda Vital
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg

2
- Nadi : 84x/menit, reguler
- Laju Nafas : 18x/menit
- Suhu : 36.5°C
- SpO2 : 98%

Kulit  Hiperemis (-)


Keseluruhan  Sianosis/kebiruan (-)
 Jaundice/ikterik/kekukingan (-)
 Edema (-)
 Turgor normal
Kepala & Rambut  Rambut tersebar secara merata
Wajah  Rambut hitam, kuat, tidak mudah rontok
Kulit Kepala  Luka/bekas luka (-)
 Sianosis/kebiruan (-)
 Ikterik (-)
 Kemerahan (-)
 Edema (-)
 Massa (-)
 Deformitas (-)
 Hematom (-)
 Tanda fraktur basis cranii (-)
Fungsi  Pergerakan normal tanpa adanya
keterbatasan range of motion.
Mata  Konjungtiva anemis (-/-)
 Sklera ikterik (-/-)
 Pupil bulat isokor 3mm/3mm
 RCL (+/+) RCTL (+/+)
 Pergerakan bola mata normal
 Tidak ada keterbatasan lapang pandang
Hidung  Septum nasal normal, berada di tengah, deviasi (-)
 Deformitas (-)

3
 Bekas luka (-)
 Perdarahan (-/-)
 Sekret (-/-)
 Polip/massa (-/-)
 Pernapasan cuping hidung (-/-)
Telinga  Bentuk, ukuran normal dan simetris
 Deformitas (-/-)
 Sekret/otore (-/-)
 Perdarahan (-/-)
 Nyeri tekan tragus (-/-)
 Nyeri tekan mastoid (-/-)
Tenggorok  Tonsil T1/T1
 Deviasi uvula (-)
 Faring hiperemis (-)
Mulut  Bibir sianosis (-), luka (-), pecah-pecah (-)
 Mukosa lembab
 Oral hygine tampak baik
 Lidah normal kemerahan bersih dan gerakan normal
 Luka (-)
Leher  Deviasi trakea (-)
 Pembesaran KGB leher dan supraklavikular (-)
 Deformitas (-)
 Nyeri tekan (-)
 Keterbatasan ROM (-)
Thorax
Jantung Inspeksi  Iktus kordis tidak terlihat
 Luka (-)
Palpasi  Iktus kordis tidak teraba
Perkusi  Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi  S1 S2 reguler
 Murmur (-)

4
 Gallop (-)
Paru-paru Inspeksi  Perkembangan dada simetris tanpa ada
bagian yang tertinggal
 Bentuk dada normal
 Barrel chest (-)
 Pectus excavatum (-), pectus carinatum (-)
 Massa (-)
 Lesi (-)
 Kemerahan (-)
 Luka (-)
 Spider naevi (-)
 Retraksi (-)
Palpasi  Tactile vocal fremitus (+/+), simetris di
kedua lapangan paru
Perkusi  Sonor di semua lapang paru
Auskultasi  Vesikuler (+/+)
 Wheezing (-/-)
 Ronchi (-/-)
Abdomen Inspeksi  Abdomen supel, distensi (-)
 Luka (-)
 Perubahan warna (-)
 Bekas luka/operasi (-)
 Caput medusae (-)
 Spider navy (-)
Auskultasi  Bising usus (+)
 Bruit (-)
 Metallic sound (-)
Perkusi  Timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi  Nyeri tekan (+) pada bagian iliac kanan
 McBurney (+)
 Rovsing’s sign (+)

5
 Obturator sign (+)
 Muscular defense (+)
 Rebound tenderness (-)
 Pembesaran hepar/hepatomegali (-)
 Pemberasan limpa/splenomegali (-)
 Pembesaran ginjal/ballotement test (-)
Ekstremitas Inspeksi  Simetris
 genu vagus/genu varum (-)
 Deformitas jari-jari (-)
 Perubahan warna kulit (-)
 Pucat (-)
 Sianosis/kebiruan (-)
 Ikteris/jaundice/kekuningan (-)
 Tremor (-)
 Kuku normal, tidak ada clubbing finger
Palpasi  Ekstremitas dingin
 Capillary Refill Time normal ( 2 detik)
Neurologic  Sensori simetris kiri dan kanan
test  Kekuatan otot baik

1.4 Pemeriksaan Penunjang


- Laboratorium (25/01/2020)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Hemoglobin/Hb 14 gr/dL 14 – 18
Hematokrit/Ht 43 % 42 – 52
Leukosit 15.3 ribu/µL 5 – 10
Trombosit 258 ribu/µL 130 – 400
Masa Pembekuan/CT 5 menit 2–6
Masa Pendarahan/BT 3 menit 1–3
KIMIA
Glukosa Darah Sewaktu 136 mg/dL < 200

6
- Skor Alvarado
Skor Skor pada
Tanda dan Gejala
Alvarado Pasien
Migration 1 0
Anorexia 1 1
Nausea-vomiting 1 1
Tenderness in right lower quadrant 2 2
Rebound pain 1 0
Elevation of temperature 1 0
Leukocytosis 2 2
Shift to the left 1 -
Skor total 10 6
Interpretasi Skor
1 – 4 : mungkin bukan apendisitis akut
5 – 6 : mungkin apendisitis akut
7 – 10 : sangat mungkin apendisitis

1.5 Resume
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS.
Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk dan muncul secara tiba-tiba. Nyeri dirasakan
hilang timbul dan semakin lama semakin nyeri. Faktor yang memperburuk adalah
ketika pasien tiduran, sedangkan nyeri dirasakan berkurang ketika duduk.
Pasien merasa mual dan muntah 3 kali isi sisa makanan dan cairan, tanpa
lendir ataupun darah. Karena merasa mual dan muntah, napsu makan pasien
mengalami penurunan dari biasanya. Pasien tidak mengeluhkan demam, gangguan
pada BAK dan BAB.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien dalam keadaan compos mentis
dengan keadaan umum tampak sakit sedang. Tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg,
HR 84x/menit, RR 18x/menit, suhu 36.5oC, dan SpO2 98%. Nyeri tekan pada
abdomen regio iliac kanan (+). Selain itu, nyeri tekan pada McBurney (+),
Rovsing’s sign (+), dan Obturator sign (+). Ekstremitas teraba dingin dengan CRT
 2 detik.
Hasil pemeriksaan laboratorium hematologi menunjukkan adanya peningkatan
leukosit (leukositosis). Hasil skoring Alvarado pasien sebesar 6 yang berarti
pasien mungkin menderita apendisitis.

7
1.6 Diagnosis Kerja
Suspek apendisitis akut

1.7 Tatalaksana
IGD:
- IVFD RL 20 tpm
- Inj ceftriaxone 2 x 1 gr
- Inj metronidazole 3 x 100 mg
- Inj ketorolac 3 x 1 amp
- Informed consent
- Konsul dr. Sujoko, Sp.B
- Rawat inap

Operatif:
- Pro apendektomi (11/03/2020 pukul 07.00 WIB)

Persiapan operasi (Pre-operatif):


Tanda-tanda Vital
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Laju Nafas : 20x/menit
- Nadi : 78x/menit
- Suhu : 36.5°C

Instruksi
- Puasa : 6 jam pre-OP (mulai pukul 12.00)
- Premedikasi : Inj ceftriaxone 1 x 1 gr (1 jam preop)

1.8 Prognosis
- Quo ad vitam: Dubia ad bonam
- Quo ad functionam: Dubia ad bonam
- Quo ad sanationam: Dubia ad bonam

8
9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apendiks
2.1.1. Embriologi
Apendiks vermiformis pertama kali tampak saat perkembangan
embriologi minggu ke-8 yaitu bagian dari protuberans sekum. Pada saat
antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan
menjadi apendiks, yang berpindah dari medial menuju katup ileosekal.
Awalnya apendiks berada pada apeks sekum, kemudian berotasi dan
terletak lebih medial dekat plika ileosekalis. Dalam proses
perkembangannya, usus mengalami rotasi. Sekum berakhir pada kuadran
kanan bawah perut.
Apendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar
pada bagian distal. Terdapat tiga taenia coli yang menyatu
dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi apendiks.
Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada
panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya,
apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang
kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens.

10
2.1.2. Anatomi
Apendiks berbentuk seperti jari yang terletak secara anatomis di
sekum, persimpangan antara usus kecil dan usus besar (colon). Ukuran
apendiks bervariasi dengan panjang rata-rata 6-10 cm dan diameter
antara 0.5-0.8 cm. Struktur dindingnya mirip dengan usus kecil
(walaupun tanpa vili) atau plika sirkularis. Apendiks memiliki jaringan
limfatik yang lebih banyak di awal kehidupan. Fungsi kekebalannya
terkait dengan banyak nodul limfa yang mengelilingi lumen yang
memanjang dari mukosa ke submukosa. Pada janin, agregat limfosit
pertama kali muncul pada bagian apendiks selama trimester kedua,
minggu 15 (usia kehamilan minggu 17).
Vaskularisasi dari apendiks berjalan sepanjang mesoapendiks kecuali
di ujung apendiks dimana tidak terdapat mesoapendiks. Arteri
apendikular, derivat cabang inferior dari arteri iliocoli yang merupakan
cabang trunkus mesenterik superior. Selain arteri apendikular yang
memperdarahi hampir seluruh apendiks, apendiks juga diperdarahi oleh
arteri asesorius. Aliran balik oleh vena apendiseal yang merupakan
cabang dari vena ileocolic berjalan ke vena mesenterik superior dan
kemudian masuk ke sirkulasi portal. Apendiks dipersarafi oleh cabang
nervus vagus dan pleksus mesenterik superior (T10-L1).

2.1.3. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 mL per hari yang secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan dalam
patogenesis apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated
Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat di sepanjang saluran cerna
termasuk apendiks adalah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun, pengangkatan apendiks
tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe
yang terdapat pada apendiks relatif sangat kecil dibandingkan dengan
jumlah jaringan limfe yang terdapat pada saluran cerna dan seluruh
tubuh.

11
2.2 Apendisitis
2.2.1. Definisi
Radang usus buntu atau yang disebut juga sebagai peradangan pada
apendiks vermiformis (umbai cacing/usus buntu) dan merupakan salah
satu penyebab paling umum dari nyeri perut akut. Infeksi dan
pembengkakan dapat menurunkan suplai darah ke dinding apendiks. Hal
ini menyebabkan kematian jaringan, apendiks dapat pecah dan
menyebabkan bakteri serta kotoran keluar ke abdomen. Ini yang disebut
dengan ruptur apendiks. Ruptur apendiks dapat menyebabkan peritonitis,
yaitu infeksi pada seluruh abdomen.

2.2.2. Etiologi
Apendisitis akut terjadi disebabkan oleh obstruksi pada lumen
apendiks. Obstruksi dari lumen apendiks dapat disebabkan oleh banyak
hal, seperti fekalit, hiperplasia folikel limfoid, benda asing ataupun
disebakan oleh inflamasi dari jaringan apendiks sebagai respon terhadap
infeksi mikroorganisme.
Apendisitis akut juga dapat disebabkan oleh tumor apendiks
(appendiceal carcinoid) atau tumor caecum yang lebih jarang terjadi.
Infeksi pada apendisitis dapat disebabkan oleh berbagai patogen, seperti
virus (measles, adenovirus, Cytomegalovirus, Eipsten-Barr virus),
bakteri (E.coli, Bacteriodes, Salmonella, Shigella, Campylobacter) atau
parasit (Entamoeba, Strongyloides). Patogen yang paling sering
menyebabkan infeksi adalah E.coli dan Bacteriodes.

2.2.3. Epidemiologi
Apendisitis paling sering terjadi pada usia 10 sampai 30 tahun dengan
persentase 8.6% pada pria dan 6.7% pada wanita.

2.2.4. Klasifikasi
2.2.3.1. Apendisitis akut
 Apendisitis akut sederhana atau cataral appendicitis

12
Peradangan terjadi di mukosa dan submukosa. Hal ini
biasanya disebabkan adanya obstruksi pada apendiks.
Terdapat sekresi yang menumpuk didalam apendiks sehingga
terjadi peningkatan tekanan dalam lumen, yang pada
akhirnya akan mengganggu aliran limfe, mukosa apendiks
menebal, edema dan kemerahan. Gejala umumnya nyeri
daerah umbilikus, malaise, mual, muntah, anoreksia dan
demam.
 Apendisitis akut purulenta atau suppurative appendicitis
Tekanan didalam lumen bertambah, hingga menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan
menimbulkan trombosis. Hal ini menyebabkan
memburuknya keadaan iskemia dan edema pada apendiks.
Gejala umum pada apendisitis akut purulenta diantaranya,
nyeri tekan pada abdomen, nyeri lepas titik McBurney,
defans muskuler dan nyeri saat gerak aktif dan pasif. Nyeri
dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh bagian perut,
dan menandakan adanya tanda-tanda peritonitis.
 Apendisitis akut gangrenosa
Ketika tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran arteri
akan terganggu. Bila hal ini terjadi, infark dan gangren akan
terjadi pada apendiks, kejadian ini dapat terlihat dari dinding
apendiks yang berwarna keunguan, hijau keabuan atau merah
kehitaman. Pada fase ini, terdapat pula mikroperforasi dan
kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
 Apendisitis perforasi
Fase ini sudah menunjukkan adanya perforasi dari
apendiks yang disebabkan oleh keadaan iskemik yang
berlangsung lama. Iskemik kemudian menyebabkan infark
jaringan apensiks, sehingga mudah pecah.
 Abses apendisitis atau phlegmonous appendicitis
Apendiks yang radang atau perforasi kemudian akan
menjadi abses.

13
 Apendisitis sembuh spontan
Keadaan ini dapat terjadi jika obstruksi pada lumen
apendiks hilang, sehingga peradangan mereda.
 Apendisitis rekurens
Apendisitis berulang terjadi pada pasien yang terus
memiliki keluhan yang sama pada waktu yang berbeda.
Dapat terlihat adanya peradangan apendiks pada
pemeriksaan histopatologi.

2.2.3.2. Apendisitis kronik


Apendisitis akut, jika tidak ditangani akan berlanjut menjadi
apendisitis kronik. Proses radang apendiks bersifat persisten
dikarenakan infeksi oleh mikroorganisme dengan virulensi
rendah. Apendisitis kronik dapat ditegakkan sebagai diagnosis
jika ditemukan gejala pada pasien (nyeri perut kanan bawah)
lebih dari 4 minggu dan pemeriksaan histopatologis yang
menunjukkan adanya scarring atau fibrosis pada apendiks
sebagau tanda peradangan kronis. Apendisitis kronik dapat
menjadi akut lagi, disebut sebagai apendisitis kronik eksaserbasi
akut.

2.2.5. Patofisiologi
Apendisitis akut umumnya terjadi karena terdapat obstuksi pada
lumen apendiks. Obstuksi pada lumen menyebabkan gangguan sekresi
dari sel goblet pada apendiks, sehingga membuat terjadinya distensi pada
lumen apendiks dan menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal
apendiks. Jika tekanan intraluminal meningkat sampai 85 mmHg, akan
terjadi trombosis pada vena apendiks yang meningkatkan tekanan vena.
Tekanan vena yang meningkat akan menggangu vaskularisasi arteriolar,
menyebabkan hambatan vaskular pada apendiks yang menyebabkan
iskemia. Iskemia yang terjadi karena adanya hipoksia lama-kelamaan
akan membuat mukosa mengalami nekrosis. Iskemia yang terus
berlanjut akan menyebabkan infark, dan pada akhirnya dapat

14
menimbulkan gangrene atau perforasi yang terjadi sekitar 24-36 jam
setelah proses inflamasi awal. Mukosa yang sudah nekrosis tersebut akan
menyebabkan ulserasi, dan juga bakteri yang ada di dalam lumen
apendiks akan berkembang dan menambah kerusakan mukosa. Bakteri
tersebut umumnya adalah bakteri gram negatif, yaitu Eschericia coli,
Entercoccus, Bacteriodes, dan Pseudomonas. Bakteri-bakteri ini akan
merangsang terjadinya proses inflamasi. Interleukin dan kemokin lokal
akan meningkat karena proses inflamasi oleh bakteri dan akan terjadi
perekrutan dan migrasi sel T, monosit, neutrofil, dan natural killer cells
(NKT) yang menjadi pertahanan tubuh akut terhadap apendisitis.
Inflamasi dari apendiks pada awalnya akan menyebabkan nyeri yang
menyebar di sekitar daerah ulu hati atau di daerah umbilikal. Hal ini
terjadi karena adanya stimulasi saraf viseral yang diatur di T8-T10 yang
menimbulkan nyeri sesuai daerah dermatom yaitu sekitar ulu hati dan
umbilikal. Selanjutnya nyeri akan spesifik bermigrasi ke bagian bawah
kanan perut dikarenakan inflamasi yang lanjut mengenai saraf pariteal,
yang biasanya menimbulkan nyeri somatik, dimana nyeri bersifat
spesifik, tajam, dan terlokalisir di bagian perut kanan bawah.

2.2.6. Diagnosis
2.2.7.1. Anamnesis (Tanda & Gejala)
Nyeri perut merupakan gejala yang paling sering muncul saat
pasien datang ke rumah sakit, baik pada kasus apendisitis anak
maupun dewasa. Nyeri perut yang dialami biasa bermula dari
daerah epigastrik atau umbilikal dengan karakteristik nyeri yang
menyebar, tidak jelas tempatnya selama 24 jam pertama.
Setelah itu, nyeri perut berpindah ke bagian perut kanan bawah
dengan nyeri yang tajam dan terlokalisir pada tempat apendiks
berada dan biasa disertai muntah. Nyeri perut yang terlokalisir
pada bagian perut kanan bawah dan yang biasanya disertai nyeri
tekan angkat lebih spesifik pada pasien apendisitis akut
dibandingkan dengan penyakit akut abdomen lain. Pada
penyakit akut abdomen yang bukan merupakan apendisitis,
nyeri jarang sekali yang bermigrasi ke bagian kanan bawah.

15
Nyeri perut pada pasien apendisits terjadi secara bertahap,
biasanya nyeri berlangsung secara berkelanjutan dan lama
kelamaan menjadi semakin parah hingga anak sampai di titik
dimana tidak mau makan atau menggerakan bagian perutnya
karena nyeri yang diakibatkan dari apendisitis tersebut.
Gejala-gejala lain dapat muncul pada apendisitis seperti
menurunnya napsu makan, mual, muntah dan konstipasi.
Gejala-gejala ini lebih sering terjadi pada pasien dengan
apendisitis dibandingkan dengan pasien yang mengalami akut
abdomen lain. Konstipasi dan mual yang berlebih biasanya
berkaitan dengan terjadinya peritonitis yang diakibatkan oleh
perforasi apendisitis. Pasien dengan apendisitis akut biasanya
mengalami low-grade fever. Suhu pada pasien apendisitis akut
yang melebihi 38,30C biasanya mengarah kepada apendisitis
perforasi. Nyeri pada pasien yang semakin parah ketika
bergerak atau batuk dan sedikit membaik ketika tidak bergerak
biasanya menandakan perforasi apendisitis yang menyebabkan
peritonitis.
Skor Alvarado dapat menjadi salah satu sarana dalam
menilai apendisitis dengan interpretasi hasil mungkin bukan
apendisitis akut (1 – 4), mungkin apendisitis akut (5 – 6), dan
sangat mungkin apendisitis akut ( 7).

2.2.7.2. Pemeriksaan Fisik

16
Pada apendisitis akut, terjadi pembengkakan rongga perut
dimana dinding perut tampak mengencang (distensi). Selain itu,
dapat juga dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
 McBurney sign
Nyeri tekan pada sepertiga jarak dari spina iliaca anterior
superior (SIAS) kanan ke umbilikus.

 Psoas sign
Nyeri pada kuadran kanan bawah saat ekstensi pasif pada
paha kanan. Pasien berbaring pada sisi kiri, lalu pemeriksa
melakukan ekstensi tungkai selagi memberikan fiksasi pada
pinggul kanan.

 Obturator sign
Nyeri kuadran kanan bawah saat fleksi dan rotasi internal
kaki kanan secara pasif.

17
 Rovsing’s sign
Nyeri pada kuadran kanan bawah saat palpasi dalam pada
kuadran kiri bawah.

Kecurigaan adanya apendisitis semakin bertambah bila


didapatkan nyeri tekan pada pemeriksaan dubur dan/atau
vagina.

2.2.7.3. Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratium yang dilakukan pada apendisitis
akut adalah pemeriksaan nilai WBC count (leukosit, neutrofil,
limfosit, dll), C- reactive protein, dan urinalisis. Pemeriksaan
Leukosit biasanya menunjukan leukositosis pada pasien
apendisitis. Leukositosis diatas angka 20.000/mm3
mengindikasikan terjadinya apendisitis perforasi. Pada

18
pemeriksaan Neutrofil, terdapat peningkatan pada nilai
neutrofil. C-reactive protein di sintesis pada sel-sel hati dan
meningkat saat fase akut dari sebuah proses inflamasi ataupun
infeksi. Nilai CRP pada apendisitis akut mengalami
peningkatan setelah 24 jam pertama dan nilai diatas 50 mg/dl
memiliki kaitannya dengan apendisitis perforasi.

2.2.7.4. Pemeriksaan Pencitraan


Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan
diagnosis apendisitis (71 – 97%) terutama pada wanita hamil
dan anak-anak. Pada USG dapat ditemukan apendiks yang
membesar (> 0.8 cm), target sign yaitu suatu proses patologis
dimana dinding apendiks tampak sebagai lapisan hyperechoic
dan hypoechoic yang terlalu menonjol dalam tampilan aksial
akibat peradangan dan edema yang terjadi, penebalan dinding
apendiks, dan gambaran free fluid intra-abdominal pada kasus
perforasi.

Gambaran apendisitis akut

19
Gambaran apendisitis dengan target sign

Tingkat keakuratan tertinggi adalah pemeriksaan CT-scan


(93 – 98%). Pada CT-scan dapat ditemukan goresan dan
pembesaran periapendiks. Hasil ini dapat menjadi pertimbangan
ketika temuan klinis tidak jelas atau pada pemeriksaan yang
sulit dinilai (misalnya pada kasus obesitas). Keuntungan lain
pada CT-scan yaitu dapat mengidentifikasi abses dan
memperkirakan tingkat keterlibatan apendiks.

2.2.7. Tatalaksana
2.2.8.1. Farmakologi
 Analgesik parenteral
Analgesik parenteral diberikan pada pasien yang
menjalani operasi.

Obat Dosis
Opioid
Morfin sulfat 0.1 – 0.2 mg/kg IV setiap 4 jam sesuai
kebutuhan
atau
10 mg IM setiap 4 jam sesuai kebutuhan
Meperidine 50 – 150 mg IM atau SQ setiap 3 – 4 jam
sesuai kebutuhan
Hidromorfon 0.2 – 1 mg IV setiap 2 – 3 jam sesuai
hidroklorida kebutuhan
atau
1 – 2 mg IM atau SQ setiap 2 – 3 jam sesuai

20
kebutuhan
Tramadol 50 – 100 mg IV atau IM setiap 4 – 6 jam
sesuai kebutuhan
NSAIDs
Ketorolac 15 – 30 mg IV atau IM setiap 6 – 8 jam
sesuai kebutuhan
Natrium 37.5 mg IV setiap 6 jam sesuai kebutuhan
diclofenac dengan maksimal dosis 150 mg/hari

 Antiemetik parenteral

Obat Dosis
Ondansetron 4 – 8 mg IV setiap 8 jam sesuai kebutuhan
Promethazine 12.5 – 25 mg IV atau IM setiap 4 – 6 jam
sesuai kebutuhan

 Antibiotik empirik IV
Antibiotik yang diberikan adalah anaerobik dan gram-
negatif, seperti ampisilin (25 – 50 mg/kg IV atau IM 4x
sehari), gentamisin (7.5 mg/kg IV atau IM 1x sehari),
metronidazole (7.5 mg/kg 3x sehari), dan cefazolin. Berikan
cefazolin 1 – 2 gr IV setiap 6 – 8 jam dari 60 menit sebelum
operasi sampai operasi dimulai sebagai tindakan pencegahan
infeksi luka pasca-operasi dan pembentukan abses. Selain
itu, antibiotik dapat digunakan sebagai tindakan non operasi.

2.2.8.2. Tindakan Operasi


Apendisitis akut merupakan keadaan mendesak yang
memerlukan konsultasi bedah. Sebelum dilakukan operasi,
pasien diberikan resusitasi cairan dan analgesik. Selanjutnya,
saat operasi akan dilakukan, diberikan antibiotik IV sebagai
pencegahan infeksi akibat luka.

 Laparoscopic appendectomy
Teknik ini merupakan prosedur paling umum yang
dilakukan pada kasus apendisitis sederhana. Dokter bedah

21
akan membuat 1 sampai 3 insisi kecil pada abdomen. Lalu,
port (nozzle) akan dimasukkan ke dalam salah satu celah dan
karbon dioksida menggembungkan abdomen. Proses ini
memungkinkan dokter bedah untuk melihat apendiks dengan
lebih mudah. Laparoskop dimasukkan melalui port lain.
Instrumen bedah ditempatkan di celah lainnya dan digunakan
untuk melepas apendiks. Area tersebut dicuci dengan cairan
steril untuk mengurangi risiko infeksi lebih lanjut. Karbon
dioksida keluar melalui celah, kemudian celah ditutup
dengan jahitan atau perban seperti lem.
Di era sekarang, laparoscopy appendectomy lebih sering
dilakukan dimana lebih cepat dalam penyembuhan, rasa sakit
setelah operasi lebih sedikit, dan mengurangi resiko infeksi.
Prosedur ini juga aman untuk anak dan orang dewasa.

 Open appendectomy
Dokter bedah membuat insisi sekitar 2 sampai 4 inch di
kuadran kanan bawah abdomen. Apendiks dilepas dari usus.
Daerah tersebut dicuci dengan cairan steril untuk
mengurangi risiko infeksi lebih lanjut. Luka ditutup dengan
jahitan yang dapat diserap dan dilapisi perban seperti lem.

22
2.2.8. Komplikasi
 Perforasi gangren (10% dari kasus)
Gambaran klinis
- Tanda-tanda sepsis persisten yang berlangsung lebih dari 24 jam.
- Tanda-tanda peritonitis (nyeri tekan, guarding, kekakuan),
diperburuk oleh gerakan.

Tatalaksana
- Apendektomi dengan penutupan primer yang tertunda.
- Antibiotik (sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole) harus
diberikan sebelum operasi dan dilanjutkan setelah operasi.
- Terapi antibiotik dapat dihentikan setelah pasien afebris dengan
leukosit normal.

 Abses periapendiks
Merupakan abses yang melibatkan area di sekitar apendiks akibat
perforasi tersembunyi.

Gambaran klinis
- Pasien biasanya datang setelah 5 hari dengan demam tinggi, nyeri
perut, dan edema pada perut.

Diagnosis
- Penilaian ruang abdomen dengan pemeriksaan rektum, psoas sign,
dan obturator sign.
- CT-scan

Tatalaksana

23
- Abses kecil
Istirahatkan usus, terapi antibiotik IV diikuti dengan apendektomi
interval setelah 6 – 8 minggu.
- Abses yang lebih besar
Drainase perkutan dengan kateter dan istirahat usus, terapi
antibiotik IV. Ketika fistula dari kateter menutup, lakukan
apendektomi interval.
- Abses multi-kompartemen
Drainase bedah segera (cito).

2.2.9. Prognosis
Apendisitis tanpa komplikasi dengan penatalaksanaan yang adekuat
(intervensi pembedahan) memiliki prognosis yang sangat baik. Sebanyak
20% pasien ditemukan memiliki apendiks normal setelah operasi. Pasien
lanjut usia (> 60 tahun) memiliki prognosis yang lebih buruk. Pada kasus
perforasi dan peritonitis, mortalitas sebesar sekitar 1%.

24
BAB III

ANALISA KASUS

Untuk menegakkan diagnosis pasien, dapat dilihat dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang mendukung. Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluhkan
adanya nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS. Nyeri terasa ditusuk-tusuk dan muncul
secara tiba-tiba. Nyeri dirasakan hilang timbul dan semakin lama semakin nyeri. Pasien
merasa nyeri membaik jika duduk, dan semakin nyeri jika pasien tiduran. Pasien juga
mengeluhkan adanya mual dan muntah sebanyak 3 kali yang berisi sisa makanan dan cairan.
Tidak ada lendir ataupun darah pada muntah. Karena merasa mual dan muntah, napsu makan
pasien mengalami penurunan dari biasanya. Dapat dilihat berdasarkan keluhan yang
dirasakan pasien, bahwa dapat diperkirakan adanya gangguan pada sistem pencernaan yang
mengarah kepada kondisi akut abdomen.
Saat pemeriksaan fisik, pasien dalam keadaan compos mentis dengan keadaan umum
tampak sakit sedang. Tanda-tanda vital dalam batas normal. Nyeri tekan pada abdomen regio
iliac kanan (+). Selain itu, nyeri tekan pada McBurney (+), Rovsing’s sign (+), Obturator sign
(+), dan Muscular defense (+). Ekstremitas teraba dingin dengan CRT  2 detik.
Hasil pemeriksaan laboratorium hematologi menunjukkan adanya peningkatan leukosit
(leukositosis). Ini menandakan adanya infeksi yang terjadi pada tubuh pasien. Pada pasien ini
nilai leukosit setinggi 15.3 ribu/µL, dimana angka ini masih dibawah 20 ribu/µL, sehingga
kemungkinan belum terdapat adanya perforasi. Dapat disarankan untuk dilakukan
pemeriksaan hitung jenis (diff count) untuk dapat menilai adanya shift to the left yang juga
merupakan salah satu karakteristik dari apendisitis akut. Pemeriksaan laboratorium lainnya
yang juga dapat dilakukan adalah CRP dimana pada apendisitis akut nilainya akan naik
setelah 24 jam pertama, dan jika ditemukan nilai diatas 50 maka kemungkinan terjadi
apensitis perforasi.
Skoring Alvarado merupakan salah satu sarana untuk menentukan kemungkinan pasien
mengalami apendisitis berdasarkan gejala klinis, tanda klinis, dan hasil laboratorium. Berikut
adalah hasil skoring Alvarado pada pasien.

25
Skor Skor pada
Tanda dan Gejala
Alvarado Pasien
Migration 1 0
Anorexia 1 1
Nausea-vomiting 1 1
Tenderness in right lower quadrant 2 2
Rebound pain 1 0
Elevation of temperature 1 0
Leukocytosis 2 2
Shift to the left 1 -
Skor total 10 6
Interpretasi Skor
1 – 4 : mungkin bukan apendisitis akut
5 – 6 : mungkin apendisitis akut
7 – 10 : sangat mungkin apendisitis

Hasil skoring Alvarado pasien sebesar 6 yang berarti pasien mungkin menderita
apendisitis. Jika skoring Alvarado lebih atau sama dengan 7, maka operasi eksplorasi
merupakan tatalaksana yang harus dilakukan. Jika skor dibawah 7, pemeriksaan pencitraan
seperti USG dan CT-scan dapat dilakukan untuk membantu penegakkan diagnosis sebelum
melakukan tindakan operatif.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Musa A. Perbedaan Lama Rawat Inap dan Biaya Perawatan antara Terapi Teknik
Konvensional dan Laparaskopi pada Pasien Apendisitis di RSUD Dr Moweardi. 2011.
2. Schwartz, SI. Principles of Surgery, 10th ed, McGraw-Hill, Health Professions
Division, 2015.
3. Hill M.A. (2020, March 2) Embryology Gastrointestinal Tract - Intestine
Development. Retrieved
from https://embryology.med.unsw.edu.au/embryology/index.php/Gastrointestinal_Tr
act_-_Intestine_Development
4. Appendectomy: Surgical removal of the appendix. American College of Surgeons.
https://www.facs.org/~/media/files/education/patient%20ed/app.ashx. Accessed
March 5, 2020.
5. Fitz RH. Perforating Inflammation of The Vermiform Appendix with Special
Reference to Its Early Diagnosis and Treatment. Am J Med Sci. 1886;92:321-346.
6. Snyder MJ, Guthrie M, Cagle S. Acute Appendicitis: Efficient Diagnosis and
Management. Am Fam Physician. 2018 Jul 1;98(1):25-33.
7. AMBOSS. Acute Appendicitis. Available from:
https://www.amboss.com/us/knowledge/Acute_appendicitis
8. Eko A. Radang Usus Buntu. Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. 2018;
Available from: http://www.yankes.kemkes.go.id/read-radang-usus-buntu-5018.html

27

Anda mungkin juga menyukai