Anda di halaman 1dari 31

BAB I

1.1 Identitas pasien


Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 47 tahun
Tempat/Tgl Lahir : Jakarta/25/09/1972
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Alamat : Pondok pinang III RT 003 RW 002 DKI Jakarta
Pekerjaan : IRT
No. RM : 424148
Status pembayaran : BPJS
MRS : 03/03/2020
Tanggal Pemeriksaan : 04/03/2020 pukul 06.00 WIB

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 4 Febuari 2020
pukul 06.00 WIB di bangsal bugenville Rumah Sakit Marinir Cilandak (RSMC).

Keluhan Utama
Nyeri punggung kanan sejak 3 bulan SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Nyeri punggung kanan yang menjalar hingga ke perut kanan bagian bawah
sejak 3 bulan SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul dengan karakteristik seperti
ditusuk-tusuk. Pasien mengaku nyeri diperingan dengan istirahat. Nyeri VAS
6/10.
Keluhan tambahan berupa nyeri setelah selesai BAK, warna urin seperti teh,
namun rasa berpasir atau batu keluar saat berkemih dan bau menyengat disangkal.
Pasien mengaku adanya peningkatan frekuensi, tidak dapat menahan untuk BAK,
terbangun saat malam hari untuk berkemih dan sekali berkemih volume sedikit

1
(kurang dari biasanya). Pasien juga mengeluhkan aliran urin yang melemah,
adanya urin yang menetes setelah selesai berkemih dan rasa tidak tuntas setelah
berkemih. Keluhan seperti harus mengedan untuk berkemih dan waktu berkemih
menjadi lebih lama disangkal.
Pasien mengeluhkan adanya mual, muntah hanya saat sedang nyeri punggung,
dan rasa menggigil saat sedang serangan nyeri. Pasien tidak mengeluhkan adanya
gangguan BAB.

Riwayat Penggunaan Obat


Terdapat beberapa obat-obatan rutin yang dikonsumsi pasien. Diantaranya
gliquidone 30 mg (3 x 1), metformin 500 mg, acarbose 100 mg, procolic 10 mg,
lapiflox 500 mg, dextafen, insulin (novorapid).

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. terdapat riwayat batu
ureter ± 5 tahun SMRS. Riwayat trauma disangkal, namun riwayat infeksi saluran
kemih positif dan dikatakan sering berulang. Pasien memiliki riwayat kolesterol
dan asam urat yang tidak terkontrol, riwayat diabetes dengan pengobatan
gliquidone 30 mg (3 x 1). Riwayat hipertensi, asma dan jantung disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Paman pasien pernah mengalami keluhan serupa sekitar 3 tahun yang lalu.
Pasien mengaku ayahnya memiliki riwayat asam urat dan diabetes. Riwayat
hipertensi, asma, jantung disangkal.

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan atau makanan
tertentu.

Riwayat Sosial, Ekonomi & Pribadi


Konsumsi alkohol, rokok dan penggunaan obat-obatan terlarang disangkal
oleh pasien. Setiap harinya pasien mengaku minum kurang dari 1 liter, sehingga
pasien juga jarang berkemih. Pasien tinggal bersama suami dengan kondisi
lingkungan yang cukup bersih.

2
1.3 Pemeriksaan Fisik (Bangsal Bugenville, 04/02/2020 pukul 06.00 WIB)
- Kesadaran : Compos Mentis
- Keadaan umum : Tampak sakit ringan
- GCS : E (4) M (6) V (5)
- Berat Badan : 56 kg
- Tinggi Badan : 156 cm
- Indeks Massa Tubuh : 25.0 (overweight – menurut WHO asia pacific)

Tanda-Tanda Vital
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Laju Nafas : 20x/menit
- Nadi : 70x/menit
- Suhu : 36.5 °C

Pemeriksaan General

Kulit  Hiperemis (-)


Keseluruhan  Sianosis/kebiruan (-)
 Jaundice/ikterik/kekukingan (-)
 Edema (-)
 Turgor normal
Kepala & Rambut  Rambut tersebar secara merata
Wajah  Rambut hitam, kuat, tidak mudah rontok
Kulit Kepala  Luka/bekas luka (-)
 Sianosis/kebiruan (-)
 Ikterik (-)
 Kemerahan (-)
 Edema (-)
 Massa (-)
 Deformitas (-)
Fungsi  Pergerakan normal tanpa adanya
keterbatasan range of motion.

3
Mata  Konjungtiva pucat (-/-)
 Sklera ikterik (-/-)
 Pupil bulat, isokor, dan diameter 2mm/2mm
 Refleks pupil langsung dan tidak langsung normal (+/+)
 Jarak antar mata simetris
 Pergerakan bola mata normal
 Tidak ada keterbatasan lapang pandang
Hidung  Simetris
 Septum nasal normal, berada di tengah, deviasi (-)
 Deformitas (-)
 Bekas luka (-)
 Perdarahan (-)
 Discharge (-)
 Polip/massa (-)
 Pernapasan cuping hidung (-)
Telinga  Bentuk dan ukuran normal dan simetris
 Deformitas (-/-)
 Sekret (-/-)
 Perdarahan (-/-)
 Nyeri tekan tragus (-/-)
 Nyeri tekan mastoid (-/-)
Mulut  Bibir sianosis (-), luka (-), pecah (-)
 Mukosa lembab
 Oral hygine tampak baik
 Lidah normal kemerahan bersih dan gerakan normal
 Luka (-)
Leher  Leher tampak normal simetris
 Trakea intak ditengah
 Pembesaran tiroid (-)
 Pembesaran KGB leher dan supraklavikular (-)
 Nyeri tekan (-)

4
 Keterbatasan ROM (-)
Thorax
Jantung Inspeksi  Iktus kordis tidak terlihat
 Luka (-)
Palpasi  Ictus cordis tidak teraba ICS V linea
midclavicular sinistra
Perkusi  Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi  S1 S2 regular
 Murmur (-)
 Gallop (-)
Paru-paru Inspeksi  Perkembangan dada simetris tanpa adanya
bagian yang tertinggal
 Bentuk dada normal
 Barrel chest (-)
 Pectus excavatum (-), pectus carinatum (-)
 Massa (-)
 Lesi (-)
 Kemerahan (-)
 Luka (-)
 Spider naevi (-)
 Retraksi (-)
Palpasi  Tactile vocal fremitus (+), simetris di
kedua lapangan paru
Perkusi  Sonor di semua lapang paru
Auskultasi  Vesikuler
 Wheezing (-)
 Ronchi (-)
Abdomen Inspeksi  Abdomen supel, distensi (-)
 Luka (-)
 Perubahan warna (-)
 Bekas luka/operasi (-)

5
 Caput medusae (-)
 Spider navy (-)
Auskultasi  Bising usus normal (8-12x/menit)
 Bruit tidak terdengar
 Metallic sound tidak terdengar
Perkusi  Timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi  Pembesaran hepar/hepatomegali (-)
 Pemberasan limpa/splenomegali (-)
 Pembesaran ginjal/ballotement test (-)
 Nyeri tekan (+) di regio lumbar dan iliac
dextra
 Nyeri ketok CVA dextra (+)
Ekstremitas Inspeksi  Simetris
 genu vagus/genu varum (-)
 Deformitas jari-jari (-)
 Perubahan warna kulit (-)
 Pucat (-)
 Sianosis/kebiruan (-)
 Ikteris/jaundice/kekuningan (-)
 Tremor (-)
 Kuku normal, tidak ada clubbing finger
Palpasi  Ekstremitas hangat
 Capillary Refill Time normal (<2detik)
Neurologic  Tidak dilakukan
test

Status Urologis
- Pinggang
o Massa (-)
o Nyeri ketok CVA dextra (+)
- Suprapubic
o Massa (-)

6
o Nyeri tekan (-)
o Terasa penuh (-)
- Genitalia externa
o Luka (-)
o Massa/batu (-)
- RT: tidak dilakukan

1.4 Diagnosis Sementara


- Diagnosis: Suspek Urolithiasis dextra
- Diagnosis banding: Nefrolithiasis, Kehamilan ektopik

1.5 Pemeriksaan Penunjang


- Lab (03/02/2020)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hematologi
Hematologi Lengkap
Hemoglobin 11.6 g/dL 12 – 16
Hematokrit 37 % 35 – 47
Leukosit 13.0 103/µL 3.6 – 11.0
Trombosit 305 103/µL 150 – 440
Laju Endap Darah (LED) 63 mm/jam < 20
Basofil 0 % 0–1
Eosinofil 2 % 2–4
Neutrofil Batang 2 % 3–5
Neutrofil Segmen 66 % 50 – 70
Limfosit 27 % 25 – 40
Monosit 5 % 2–6
Coagulation Time (CT) 5 menit 5 – 11
Bleeding Time (BT) 3 menit 1 – 3 (Duke), 1 –
7 (Ivy)
Kimia
Diabetes
Glukosa cito 121 mg/dL < 200
Fungsi Ginjal
Ureum 27 mg/dL 5 – 50
Creatinin 0.8 mg/dL 0.6 – 1.1
Fungsi Hati
SGOT 13 U/L 8 – 35
SGPT 12 U/L 4 – 35

7
- BNO-IVP (16/12/2019)

Gambar 1.1 Hasil BNO-IVP

BNO:
Tampak multipel opasitas kecil iregular, bentuk oval, orientasi
craniocaudal pada kavum pelvis sisi kanan setinggi V.S 5 (uk sepanjang ± 1.8
x 0.47 cm)

IVP:
- Ginjal kanan: Fase nefogram baik, bentuk, letak dan axis normal, tampak
pelebaran PCS, kaliks minor bentuk rounding, tak tampak filling defect.
- Ginjal kiri: Fase nefogram baik, bentuk, letak dan axis normal, tak tampak
pelebaran PCS, kaliks minor bentuk cupping, tak tampak filling defect.
- Ureter kanan: tampak melebar dari proksimal hingga setinggi V.S 5. Multipel
opasitas kecil irregular, bentuk oval, orientasi craniocaudal pada kavum pelvis
sisi kanan setinggi V.S 5 (uk sepanjang ± 1.8 x 0.47 cm). Masih tampak aliran
kontras di distalnya.
- Ureter kiri: tak tampak melebar, tak tampak tanda bendungan.
- Vesika urinaria: tak tampak indentasi, filling defect maupun additional
shadow.

8
- Post miksi: masih tampak sisa kontras pada PCS kanan kiri, ureter kanan,
ureter distal kiri dan vesika urinaria.

* PCS: Pelvicalyceal system

Kesan:
o Hidronefrosis kanan grade III disertai hidroureter kanan dari proksimal
hingga setinggi V.S 5 e.c obstruksi parsial, ureterolithiasis (uk
sepanjang ± 1.8 x 0.47 cm) setinggi level tersebut.
o Tak tampak batu opak dan tanda bendungan pada ginjal kiri
o Fungsi sekresi dan ekskresi ginjal kanan dan kiri baik.

1.6 Resume
Pasien perempuan berusia 47 tahun datang ke Rumah Sakit Marinir Cilandak
(RSMC) dengan keluhan nyeri punggung bagian kanan sejak 3 bulan SMRS.
Nyeri punggung kanan menjalar hingga kedaerah perut kanan bagian bawah.
Nyeri hilang timbul dengan karakteristik seperti ditusuk-tusuk. Pasien mengaku
nyeri diperingan istirahat. Skala nyeri pada 6/10. Selain itu, pasien juga
mengeluhkan adanya nyeri setelah selesai BAK dan terlihat warna urin seperti teh.
Pasien mengaku adanya peningkatan frekuensi berkemih, tidak dapat menahan,
terbangun saat malam hari untuk berkemih dan menurunnya volume urin (lebih
sedikit dari volume urin biasanya). Selain itu terdapat keluhan aliran urin
melemah, urin menetes setelah selesai BAK. Pasien mengaku ada rasa tidak puas
atau tidak tuntas setelah BAK. Keluhan tambahan lainnya berupa adanya mual,
muntah dan rasa menggigil yang terjadi hanya pada saat serangan nyeri punggung.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, pasien memiliki tingkat kesadaran
kuantitatif GCS E4, M6, V5 dan kualitatif kompos mentis. Pada pemeriksaan
abdomen, saat di palpasi terdapat nyeri tekan pada regio lumbar dan iliac dextra.
Nyeri ketok CVA dextra positif. Pemeriksaan penunjang BNO-IVP menunjukkan
hasil adanya ureterolithiasis (uk ± 1.8 x 0.47 cm) disertai dengan hidronefrosis
kanan grade III disertai hidroureter kanan dari proksimal hingga setinggi V.S 5 e.c
obstruksi parsial.

9
1.7 Diagnosis Kerja
Urolithiasis dextra

1.8 Tatalaksana
Bangsal:
- Pro Ureterorenoscopy/URS (04/03/2020 pukul 13.30)
- IVFD RL 20 tpm

Instruksi
- Puasa : 8 jam pre-op
- Pre-medikasi : Cefotaxime 1 gr

1.9 Follow Up
(05/03/2020)
S: Nyeri ringan post-op pada bagian perut dan punggung kanan dengan VAS 4/10.
Sakit kepala (-), mual/muntah (-). Pasien sudah buang angin. Urine output (UO) ±
16 jam sebanyak 1500 ml, warna urin merah.

O: Masih adanya nyeri tekan (+) pada regio lumbar dan iliac dextra dan nyeri
ketok CVA dextra (+).

Tanda-tanda Vital
- Tekanan Darah : 110/80 mmHg
- Laju Nafas : 20x/menit
- Nadi : 78x/menit
- Suhu : 36.0 °C

A: Urolithiasis dextra – Post URS Day 0

P:
- IVFD RL 30 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
- Inj. Novorapid 2 x 20
- Oral. Lasix 1 x 1

10
- Oral. Acarbose 2 x 1
- Oral. Metformin 2 x 1

1.10 Prognosis
- Quo ad vitam: Dubia ad bonam
- Quo ad functionam: Dubia ad bonam
- Quo ad sanationam: Dubia ad bonam

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Urolithiasis adalah keadaan dimana terdapat pembentukan batu pada sistem
saluran kemih. Pembentukan batu dapat terjadi di berbagai lokasi sistem saluran
kemih, contohnya di ginjal, ureter, kandung kemih ataupun uretra.

2.2 Anatomi Sistem Urinaria


1. Ginjal
Ginjal memiliki bentuk seperti biji buah kacang merah (bean-shaped).
Terdapat 2 buah ginjal, kiri dan kanan. Ukuran ginjal orang dewasa umumnya
sekitar 12-13 cm untuk panjangnya, dengan lebar 6 cm, tebal 2.5 cm dan berat
± 140 gram (pria: 150-170 gram, wanita: 115-155 gram), sekiranya sebesar
kepalan tangan. Kedua ginjal ini dibungkus dengan dua lapisan lemak (lemak
perirenal dan lemak pararenal) untuk membantu melindungi ginjal dari
goncangan.
Lokasi ginjal terletak pada bagian belakang kavum abdominalis,
dibelakang peritonium, setinggi T12 hingga L3. Dibawah liver dan limfe, pada
bagian superior ginjal terdapat adrenal gland atau disebut juga sebagai
kelenjar suprarenal. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit kebawah
dibandingkan dengan ginjal kiri guna memberikan tempat untuk hati/liver.
Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi iga 12, sedangkan ginjal kiri terletak
setinggi iga 11.
Setiap menitnya terdapat 1300 mL darah yang masuk kedalam ginjal,
dan 1299 mL darah keluar dari ginjal, dan 1 mL keluar dalam urin. Ginjal
memiliki berbagai fungsi dalam tubuh. Fungsi utamanya adalah
mempertahankan homeostasis dan tekanan darah normal tubuh. Tekanan darah
dipengaruhi oleh enzim renin yang diproduksi oleh kelenjar suprarenal. Enzim
inilah yang juga mengatur retensi natrium dan air dalam tubuh. Elektrolit,
kadar asam-basa dan cairan dalam tubuh dikontrol dan dipertahankan dalam
batas normal. Zat-zat yang tidak lagi dibutuhkan tubuh seperti kreatinin, urea

12
dan amonia dibuang melalui ginjal, sedangkan zat yang berguna untuk tubuh
dipertahankan. Ginjal juga memiliki peran dalam produksi sel darah merah
dan enzim. Kontribusi ginjal dalam fungsi tersebut merupakan memproduksi
hormon eritropoetin.
Terdapat 3 bagian utama ginjal, yaitu korteks, medula dan pelvis
renalis. Pada bagian korteks dan medula terdapat nefron yang berfungsi untuk
melakukan penyaringan darah, reabsorbsi zat-zat yang berguna untuk tubuh
dan pembuangan zat-zat sisa yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Nefron terdiri
dari kapsul bowman, glomerulus, proximal convoluted tubule, lekung henle
(loop of henle), distal convoluted tubule dan collecting duct. Darah pertama-
tama akan melewati glomerulus dan difiltrasi melewati kapsul bowman. Pada
proximal convoluted tubule, glukosa, asam amino dan elektrolit akan di
reabsorbsi kembali kedalam pembuluh darah. Saat melewati lekung henle,
filtrat akan semakin terkonsentrasi karena lebih banyak air yang akan diserap.
Ekskresi kalium (potassium) akan terjadi ketika filtrat melewati distal
convoluted tubule. Terakhir, filtrat akan melewati collecting tubule dan keluar
sebagai urin, yang kemudian keluar melalui pelvis renalis. Pelvis renalis
merupakan ujung ureter yang berpangkal di ginjal, dimana terdapat cabang
dua atau tiga yang disebut juga sebagai calyx mayor, yang masing-masing
bercabang juga membentuk calyx minor yang langsung menutupi papila renis
dan piramid. Urin akan keluar melewati calyx minor, calyx mayor, pelvis
renalis, ureter hingga ditampung dalam kandung kemih (vesica urinaria).

Gambar 2.1 Anatomi ginjal

13
Gambar 2.2 Struktur anatomi korteks & medula ginjal

2. Ureter
Ureter terdiri dari dua saluran pipa yang masing-masing
menyambungkan ginjal (bagian proksimal) dengan vesica urinaria (bagian
distal). Ureter memiliki panjang ± 25-30 cm dengan diameter ± 0.5 cm.
Sebagian terletak di rongga abdomen (abdominal ureter) dan sebagiannya lagi
di rongga pelvis (pelvic ureter). Fungsi ureter tidak lain adalah menyalurkan
urin dari ginjal ke vesica urinaria.
Penyempitan ureter terdapat di 3 lokasi, yaitu ureteropelvic junction
(UPJ), penyebrangan dengan pembuluh iliaca, dan ureterovesical junction
(UVJ). Penyempitan ini sangatlah penting dalam keadaan urolithiasis. Hal ini
karena batu dapat terperangkap dalam lokasi-lokasi penyempitan, sehingga
menyebabkan gejala seperti misalnya retensi urin.

14
Gambar 2.3 Lokasi penyempitan normal ureter
3. Vesica urinaria
Kandung kemih atau disebut juga vesica urinaria merupakan tempat
penampungan urin sebelum keluar dari tubuh. Vesica urinaria merupakan
organ elastis berongga dan memiliki bentuk seperti buah pir, dan berada di
dasar panggul (pelvic floor). Fundus merupakan bagian dasar dari kandung
kemih, disusun oleh posterior wall dan terdapat trigone. Trigone adalah
struktur yang dibatasi dengan lubang masuknya kedua ureter dan urethra.
Pada umumnya, volume urin rata-rata yang dapat ditampung dalam
vesica urinaria sekitar 300 mL hingga 600 mL. Sistem saraf pusat biasanya
akan terangsang ketika vesica urinaria meregang karena volume urin sudah
mencapai 400 mL. Hal ini lah yang kemudian memberikan signal pada otak
untuk berkemih. Namun, hal ini dapat ditahan dengan adanya kontraksi
voluntari dari external urethral sphincter.

Gambar 2.4 Anatomi vesica urinaria & urethra

15
4. Urethra
Urethra wanita memiliki panjang sekitar 4 cm, yang dimulai dari
bladder neck hingga ke vaginal vestibule (letaknya diantara klitoris dan
vagina). Pada bagian urethra, terdapat dua sfingter, yaitu internal urethral
sphincter dan external urethral sphincter. Kedua sfingter ini memiliki fungsi
sebagai pengontrol otot untuk mengatur keluarnya urin dari vesica urinaria.
Internal urethral sphincter merupakan sfingter yang bekerja secara
involuntary. Lokasinya terdapat di ujung vesica urinaria menuju ke
pembukaan urethra. Sfingter ini akan mengendur atau membuka dengan
sendirinya dan membiarkan urin keluar dari vesica urinaria. External urethral
sphincter bekerja secara voluntary. Sfingter ini melingkar mengelilingi saluran
urethra. Urin dapat keluar dengan sfingter ini yang harus dikendurkan secara
manual.

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko


Terbentuknya batu dalam saluran kemih dapat disebabkan oleh berbagai
macam hal, diantaranya yaitu urin mengalami supersaturasi dan kurangnya agen
yang berperan untuk menghambat pembentukan batu. Supersaturasi urin memiliki
predisposisi sebagai dasar penyebab terbentuknya batu asam urat dan batu sistin,
namun bukan batu dengan bahan dasar kalsium. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat beberapa macam batu yang dapat menyebabkan urolithiasis dengan
mineral pembentuknya yang berbeda. Urin normal memiliki agen seperti sitrat
yang berperan dalam menghalangi terjadinya agregasi kalsium yang mengandung
kristal. Beberapa inhibitor endogenus lainnya diantaranya seperti calgranulin,
Tamm-Horsfall protein, glikosaminoglikan, uropontin, nefrokalnin, protrombin F1
peptide dan bikunin. Ketika inhibitor-inhibitor tersebut jatuh melewati batas
normal, dan bahan atau mineral pembentuknya bertambah, maka batu dapat
terbentuk akibat agregasi kristal.
Urolithiasis terjadi tidak hanya karena dua hal yang telah disebutkan
sebelumnya. Terbentuknya batu pada saluran kemih disebabkan oleh kombinasi
dari berbagai faktor instrinsik maupun ekstrinsik.
Faktor ekstrinsik yang berperan diantaranya diet atau pola makan, fluid intake
atau jumlah air yang diminum dan kebiasaan atau jenis pekerjaan. Diet atau

16
makanan sehari-hari sangat mempengaruhi terbentuknya batu. Diet yang tinggi
protein hewani, kurangnya konsumsi air dan kalsium juga menambah resiko. Hal
ini karena kadar protein hewani yang tinggi dapat menurunkan kadar sitrat
(inhibitor), akibatnya kadar asam urat dapat naik. Hal ini juga berhubungan
dengan obesitas atau tidaknya pasien. Individu yang obesitas memiliki resiko yang
lebih tinggi untuk terbentuknya batu. Dengan rendahnya jumlah air yang
diminum, meningkatkan konsentrasi urin dan pembentukan batu. Kebiasaan
menahan berkemih dapat menimbulkan statis air kemih yang dapat berakibat
timbulnya infeksi saluran kemih (ISK). ISK yang disebabkan oleh kuman
pemecah urea dapat menyebabkan pembentukan jenis batu struvit. Obat-obatan
seperti antasida, carbonic anhydrase inhibitor dan obat yang mengandung sodium
dan kalsium juga merupakan salah satu faktor resiko terbentuknya batu.
Faktor intrinsik yang berperan diantaranya, umur, jenis kelamin dan riwayat
keluarga. Berdasarkan epidemiologi, rata-rata terjadinya urolithiasis berada pada
golongan umur 30-60 tahun. Laki-laki lebih sering mengalami kejadian
urolithiasis. Hal ini mungkin disebabkan karena didalam urin laki-laki memiliki
kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan serta hormon
testosteron yang dapat meningkatkan produksi oksalat endogen di hati. Sedangkan
pada urin perempuan terdapat kadar sitrat (inhibitor) lebih tinggi dibandingkan
laki-laki, serta adanya hormon estrogen yang mampu mencegah agregasi garam
kalsium. Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi merupakan riwayat keluarga
yang pernah memiliki keluhan serupa sebelumnya. Adanya riwayat batu pada
saluran kemih sebelumnya juga meningkatkan resiko terbentuknya batu berulang
(rekurensi). Namun hal ini tidak menutup kemungkinan terjadinya urolithiasis
pada umur yang lebih muda, perempuan dan pada individu yang tidak memiliki
riwayat keluarga dengan keluhan serupa sebelumnya.

2.4 Klasifikasi
Identifikasi batu dapat dilihat berdasarkan ukuran, bentuk dan komposisi
mineralnya. Ukuran batu bervariasi dari yang paling kecil seperti pasir hingga
sebesar bola golf. Batu dengan ukuran kecil seperti pasir dapat dikeluarkan
bersamaan dengan keluarnya urin. Bentuk-bentuk batu ada yang dengan
permukaan halus, ujung-ujungnya tajam (jagged-edged) dan yang bentuknya
mengikuti kaliks ginjal (staghorn). Berdasarkan komposisi mineralnya, batu yang

17
biasa ditemukan pada pasien adalah batu kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam
urat, struvit dan sistin.

Gambar 2.5 Klasifikasi batu

Gambar 2.6 Klasifikasi batu

2.5 Diagnosis
Penegakkan diagnosis dapat dilakukan berdasarkan gambaran klinis pasien,
yang dapat ditemukaan saat anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
1. Anamnesis

18
Terdapat gejala umum yang dirasakan pasien. Keluhan umum pasien
dengan batu salurah kemih berupa:
o Nyeri perut (sinistra/dextra/bilateral) bagian bawah (renal colic)  hal
ini disebabkan karena obstruksi dari batu dan proses inflamasi
o Nyeri punggung (flank pain)
o Mual dan muntah
o Demam
o Retensi urin
o Disuria (nyeri saat buang air kecil)
o Frequency/urgency
o Hematuria  akibat trauma pada mukosa saluran kencing (hematuria
mikroskopik)
o Kristaluria (air kemih yang berpasir)

Keluhan pasien sesuai dengan lokasi batu:


o Batu pelvis ginjal
 Nyeri pada daerah pinggang yang dapat dalam bentuk pegal
hingga kolik, atau nyeri yang terus menerus dan hebat karena
adanya pielonefrosis. Nyeri tersebut terasa mulai dari pinggang
menjalar ke depan dan kearah genitalia.
o Batu ureter
 Nyeri kolik yang disebabkan karena sumbatan pada ureter.
Nyeri disertai mual dengan atau tanpa muntah. Tidak jarang
terjadi hematuria yang didahului serangan kolik.
o Batu kandung kemih
 Aliran urin melemah atau menetes di akhir selesai berkemih,
disertai dengan rasa nyeri. Hal ini disebabkan oleh batu
menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kandung
kemih.
o Batu urethra
 Batu urethra berasal dari ureter dan kandung kemih yang oleh
aliran urin sewaktu miksi terbawa ke urethra. Gejala yang

19
ditimbulkan berupa miksi tiba-tiba berhenti, menjadi menetes
dan nyeri.

Keluhan atau informasi tambahan yang dapat ditanyakan untuk


membantu menegakkan diagnosis:
o Riwayat keluhan serupa atau urolithiasis sebelumnya
o Riwayat infeksi saluran kemih  meningkatkan kemungkinan
pembentukan batu struvit
o Riwayat urolithiasis pada keluarga
o Riwayat penyakit dahulu seperti hipertensi, diabetes, kolesterol dan
asam urat
o Riwayat pengobatan rutin (yang mungkin dapat mempengaruhi fungsi
ginjal)
o Riwayat kebiasaan (suka menahan BAK, water intake per harinya)

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik umum dapat ditemukan pasien dengan atau
tanpa febris (demam), anemia ataupun syok. Pada palpasi bagian abdomen,
pasien dapat merasa adanya nyeri tekan (+) pada bagian perut bawah,
dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
Pemeriksaan khusus urologi:
o Sudut kosto vertebra (CVA): nyeri tekan/ketok (+)
o Supra simfisis: nyeri tekan (+), buli-buli penuh
o Genitalia eksterna: teraba batu di urethra
o Colok dubur: teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)

3. Pemeriksaan penunjang
o Laboratorium
 Sedimen urin: leukosituria (peningkatan leukosit dalam urin),
hematuria dan kristal-kristal pembentuk batu.
 Kultur urin

20
 Fungsi ginjal: dilakukan hanya untuk mencari kemungkinan
terjadinya penurunan fungsi ginjal, serta untuk mempersiapkan
pasien dalam menjalani pemeriksaan foto IVP.
 Elektrolit: kadar kalsium, oksalat, fosfat, maupun asam urat
didalam darah ataupun urin.
o Radiologi/Imaging
 Foto polos abdomen: dapat melihat adanya batu jenis kalsium
oksalat dan kalsium fosfat (bersifat radioopak). Batu jenis
tersebut paling sering dijumpai dibandingkan dengan jenis batu
lainnya. Batu asam urat bersifat non-opak (radiolusen).
 Intra Vena Pielografi (IVP): memiliki tujuan untuk melihat
keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu juga dapat
mendeteksi batu semi-opak dan non-opak yang tidak dapat
terlihat pada foto polos abdomen.
 Ultrasonografi (USG): dapat menunjukan ukuran, bentuk, dan
posisi batu. Pemeriksaan ini diperlukan pada wanita hamil dan
pasien yang alergi terhadap kontras radiologi. Keterbatasan
pemeriksaan ini adalah kesulitan untuk menunjukkan batu
ureter dan tidak dapat membedakan klasifikasi batu.
 Computed Tomographic (CT-scan): CT-scan merupakan gold
standard dari pemeriksaan terhadap urolithiasis. Pemindaian
CT akan menghasilkan gambaran yang lebih jelas mengenai
ukuran dan lokasi batu.

2.6 Penatalaksanaan
Tatalaksana awal untuk pasien urolithiasis merupakan:
1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu dengan ukuran < 5mm,
karena diharapkan batu dapat keluar dengan spontan tanpa intervensi. Adapun
terapi yang diberikan dapat berupa NSAID untuk mengurangi rasa nyeri,
memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretik, dan edukasi pasien
untuk meningkatkan volume fluid intake agar batu dapat terdorong keluar dari
saluran kemih.

21
2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
ESWL adalah tindakan pemecahan batu yang tidak meliputi suatu
proses invasif. Prosedur ini bahkan tidak memerlukan pembiusan pada pasien.
Terapi ini menggunakan gelombang kejut (shockwave) untuk menghancurkan
batu menjadi pecahan atau fragmen-fragmen kecil sehingga dapat keluar
bersama urin. Fragmen yang akan dikeluarkan masih dapat menyebabkan
nyeri kolik dan hematuria. Jenis batu dengan komposisi kalsium oksalat
dihidrat, asam urat dan amonium magnesium fosfat merupakan batu yang
lebih lunak sehingga mudah untuk dihancurkan ESWL. Sedangkan batu
dengan koposisi kalsium oksalat monohidrat dan sistin lebih susah untuk
dihancurkan ESWL.

Gambar 2.6 ESWL

3. Endourologi
Tindakan endourologi merupakan tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih. Tindakan memecah batu dan
mengeluarkannya dari saluran kemih dicapai dengan memasukkan alat secara
langsung kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukkan melalui urethra
atau melalui insisi kulit (perkutan). Berikut beberapa tindakan endourologi:
a. Percutaneous Nephro Litholapaxy (PCNL)
PCNL merupakan prosedur dimana instrument endoskopi dimasukkan
ke dalam kalises (calyx) melalui insisi pada kulit. Batu berukuran kecil
diekstrasi seluruhnya, dan batu berukuran besar akan di pecah dengan
ultrasound atau laser menjadi fragmen-fragmen kecil, kemudian
dikeluarkan. Sebuah drainase nefrostomi ditinggalkan didalam sistem saat
prosedur selesai. PCNL kadang dilakukan bersamaan degna ESWL untuk
batu staghorn.

22
Gambar 2.7 PCNL
b. Litotripsi
Tindakan memasukan litotriptor kedalam urethra atau vesica urinaria
dan dilakukan pemecahan batu. Pecahan batu kemudian dikeluarkan
dengan evakuator ellik.
c. Ureteroscopy atau uretero-renoscopy (URS)
URS merupakan salah satu tindakan yang dipilih dalam penanganan
batu ureter. Berdasarkan meta analisis manajemen batu ureter, terdapat
hasil bahwa URS memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tindakan lainnya (kecuali batu ureter atas <10 mm).
Walaupun pada imaging tidak ada batu ureter yang terlihat, URS masih
dipilih dalam penanganan, karena URS dapat melihat abnormalitas pada
anatomi ureter.

Gambar 2.8 URS

4. Operatif/Pembedahan
a. Bedah laparoskopi
b. Bedah terbuka
Pada daerah yang belum memiliki fasilitas memadai untuk tindakan
endourologi, laparoskopi, ataupun ESWL, pengambilan batu masih

23
dilakukan dengan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka diantaranya
adalah:
o Pielolithitomi atau Nefrolithotomi
o Ureterolithotomi
o Vesicolithotomi
o Urethrolithotomi
o Nefrektomi

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien urolithiasis adalah infeksi saluran
kemih. Komplikasi ini dapat terjadi terutama pada batu struvite. Batu struvite
memiliki urease yang menghasilkan organisme penyebab terjadinya infeksi pada
saluran kemih. Bakteri penyebab komplikasi ini didominasi oleh bakteri E.coli
dan Enterococcus. Infeksi saluran kemih bagian atas sering terjadi karena adanya
kolonisasi pada kandung kemih yang naik ke saluran kemih bagian atas.
Enzim urease yang diproduksi batu struvite tersebut juga dapat menaikan pH
local, karbonat, dan konsentrasi ammonia. Kondisi ini dapat memfasilitasi batu
struvite, batu kalsium karbonat, dan batu kalsium fosfat untuk terbentuk. Dalam
kondisi lain lyase sitrat juga dapat menurunkan level penghambat kristal untuk
mendukung terbentuknya kristal kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Neurogenic
bladder merupakan salah satu faktor predisposisi terbentuknya batu struvite dan
terjadinya infeksi sekunder akibat batu.
Komplikasi kedua yang akan dialami pasien adalah terjadinya ekstravasasi
urin. Ruptur spontan dari sistem saluran kemih merupakan hal yang jarang. Hal ini
dapat terjadi karena ada beberapa faktor yang dapat menjadi faktor predisposisi,
seperti infeksi, keganasan, urolithiasis, atau prosedur intervensi yang
menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih pada orang dewasa.
Mekanisme ekstravasasi ini disebabkan oleh adanya peningkatan secara
berlebihan dari tekanan intraluminal dalam saluran kemih yang disebabkan oleh
rupturnya forniks. Forniks adalah bagian terlemah dalam sistem saluran kemih.
Ruptur forniks dapat menyebabkan urin berkumpul dalam perinefrik. Perubahan
tekanan renal pelvis secara akut atau intermiten dapat terjadi saat seseorang

24
melakukan hal, seperti batuk, bersin, dan muntah. Hal ini memicu terjadinya
ruptur renal pelvis dan ekstruksi batu ginjal.
Pengobtan yang dapat dilakukan pada ekstravasasi urin harus sesuai dengan
penyebabnya. Namun, tata laksana awal yang dapat dilakukan adalah dengan
memasang stent uretera pada daerah yang ruptur. Stent uretera ini tidak akan
efektif untuk drainase urinoma perirenal.
Komplikasi ketiga yang dapat terjadi pada pasien urolithiasis adalah gagal
ginjal. Gagal ginjal terjadi berdasarkan karakteristik dan seberapa berat efek yang
diberikan oleh batu, obstruksi ureter dengan hidronefrosis, dan peningkatan
kreatinin. Jika pyelonefritis menjadi penyulit episode batu, maka cedera ginjal
akut dapat terjadi.
Unilateral obstruksi ureter dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal karena
terjadi vasokonstriksi renal yang intens dengan seiring adanya penurunan GFR
(glomerular filtration rate) dan aliran darah renal sebagian. Hal ini kemudian
dapat menyebabkan naiknya tekanan intratubular. Ketika proses ini berlangsung
lama, maka akan terjadi hipoperfusi renal dan glomerulosklerosis.
Selain itu, pyelonefritis kronik yang terjadi akibat batu dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya inflamasi tubulointerstitial dan terbentuknya jaringan parut
pada ginjal. Batu ginjal yang sering berulang, dan memiliki episode yang lama
yang disertai infeksi atau obstruksi akan menyebabkan kerusakan ginjal dan gagal
ginjal kronik.

2.8 Prognosis
Urolithiasis adalah penyakit seumur hidup. Persentase terbentuknya kembali
batu pada pasien yang pertama kali didiagnosis mengalami urolithiasis adalah
50% dalam 5 tahun dan 80% dalam 10 tahun. Pasien yang dikategorikan dalam
risiko tinggi untuk terjadinya kembali urolithiasis adalah setiap orang yang
memiliki penyakit metabolik.
Hal lain yang menyebabkan tingginya risiko pasien mengalami urolithiasis
adalah ketidakpatuhan pasien terhadap pengobatan, perbaikan diet dan gaya
hidup. Dalam hal ini pasien dituntut untuk patuh terhadap pengobatan dan
perbaikan diet serta gaya hidup yang telah direncanakan karena hal ini sangat
mempengaruhi prognosis dari penyakit yang dialami pasien. Sisa fragmen dari

25
batu setelah pasien melakukan operasi biasanya akan secara spontan keluar selama
ukuran batu <5mm.

2.9 Pencegahan
Rekurensi terjadinya pembentukan batu sangat umum untuk terjadi. Cara
pencegahan yang paling efektif bagi pasien adalah dengan memperbaiki diet dan
gaya hidup karena kedua hal inilah merupakan faktor yang dapat dimodifikasi.
Cara pencegahan yang dapat dilakukan oleh pasien diantaranya:
- Rehidrasi yang cukup
Berdasarkan European & American health organizations, dikatakan
bahwa masing-masing individu, berdasarkan umur dan jenis kelamin,
diberikan anjuran water intake yang berbeda. Untuk laki-laki dewasa,
dianjurkan untuk minum ± 2500 – 3700 mL, perempuan dewasa ± 2000 –
2700 mL, wanita hamil dan menyusui ± 2300 – 3800 mL. Umumnya,
dianjurkan untuk memiliki asupan cairan sekitar 2-3 L per hari, untuk
mengimbangi urine output 2 L per hari. Water intake perlu diimbangi juga
dengan tingkat aktivitas. Aktivitas yang lebih berat seperti misalnya pada atlit,
memerlukan water intake yang lebih banyak.
Cukupnya asupan air akan menurunkan tingkat saturasi urin dan dilusi
promoter dari kristalisasi batu kalsium oksalat.
- Diet yang dianjurkan untuk mengurangi rekurensi
Pasien perlu memperhatikan diet nya sehingga dapat mengurangi
resiko terbentuknya batu.
Pertama, pada pasien dengan batu kalsium, tidak perlu dibatasi pada
asupan yang mengandung kalsium kecuali terdapat pemakaian kalsium yang
berlebih. Hal ini karena, suplementasi kalsium membantu proses pengikatan
oksalat sehingga meningkatkan resiko terbentuknya batu. Asupan sodium juga
perlu dibatasi karena dengan tinggi nya sodium dapat meningkatkan kalsium
pada urin.
Pada pasien dengan batu kalsium oksalat dan asam urat berulang perlu
membatasi konsumsi protein hewani dan menjauhi makanan yang
mengandung tinggi purin. Protein hewani dapat mengakibatkan pH urin
menjadi asam dan meningkatkan keluarnya kalsium pada urin, maka itu jika
terdapat urin dengan tingkat pH asidik, dianjurkan untuk mengurangi makanan

26
seperti daging, ikan, unggas dan makanan yang mengandung vitamin D. Buah-
buahan dan sayuran yang tinggi kalium sangat direkomendasi. Pada pasien
dengan batu asam urat, perlu dikontrol dengan medikasi untuk penyakit asam
uratnya.

27
BAB III

ANALISA KASUS

Pasien perempuan, 47 tahun, datang dengan keluhan nyeri punggung kanan menjalar
hingga ke perut kanan bawah sejak 3 bulan SMRS. Pasien merasa nyeri hilang timbul dengan
karakteristik seperti ditusuk-tusuk.Pasien mengaku nyeri diperingan dengan istirahat. Skala
nyeri pada 6/10. Keluhan penyerta lainnya berupa adanya nyeri setelah selesai BAK, warna
urin seperti teh, pasien jadi lebih sering BAK (peningkatan frekuensi), tidak dapat menahan
untuk berkemih (urgency) dan terbangun saat malam hari untuk BAK (nocturia). Berdasarkan
keluhan pasien, dapat dilihat bahwa diagnosis lebih mengarah pada urolithiasis. Hal ini
disebabkan adanya nyeri punggung atau disebut juga flank pain, nyeri perut bagian kanan
yang menandakan adanya renal kolik. Diagnosis diperkuat dengan keluhan disuria, hematuria
dan adanya frequency, urgency dan nocturia. Hal ini mengarahkan diagnosis terhadap
gangguan pada sistem saluran kemih.

Terdapat beberapa faktor resiko pada pasien ini yang mendukung terjadinya
urolithiasis. Pasien merupakan perempuan dengan usia 47 tahun. Sesuai dengan teori, faktor
resiko terjadinya pembentukan batu ada di golongan usia 30-60 tahun. Index massa tubuh
pasien adalah 25.0, sehingga menunjukkan bahwa pasien overweight. Pasien juga memiliki
riwayat keluhan serupa, yaitu 5 tahun SMRS dengan diagnosis batu ureter. Selain itu, pasien
mengaku sering mengalami infeksi saluran kemih sebelumnya. Riwayat kolesterol dan asam
urat positif dan tidak terkontrol. Kemudian pasien juga mengaku water intake pasien per hari
kurang dari 1 L, dimana tentunya dibawah dari volume air yang dianjurkan per hari nya.
Adapun keluarga yang mengalami keluhan serupa merupakan paman pasien sendiri sekitar 3
tahun yang lalu. Faktor resiko intrinsik & ekstrinsik yang pasien ini miliki menambah
kecurigaan terhadap diagnosis urolithiasis.

Pada pemeriksaan fisik, pasien merasakan adanya nyeri tekan pada bagian perut
kanan saat dipalpasi. Nyeri ketok CVA positif pada bagian dextra. Kedua hal ini merupakan
penemuan yang cukup signifikan terhadap adanya batu pada sistem saluran kemih. Namun,
untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan penunjang berupa laboratorium dan
BNO-IVP. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan adanya peningkatan leukosit yaitu
13.0 dalam darah, LED yang juga meningkat yaitu 63 (<20), hal ini kemungkinan terjadi

28
karena adanya infeksi. Sedangkan pada pemeriksaan BNO-IVP, menunjukkan hasil
ureterolithiasis (uk sepanjang ± 1.8 x 0.47 cm), dengan hidronefrosis dan hidroureter kanan.

Tatalaksana urolithiasis yang dilakukan pada pasien ini adalah ureterorenoscopy


(URS). Penanganan yang diberikan sudah sesuai, karena URS dapat melihat keseluruhan
anatomi, abnormalitas ataupun adanya presensi batu dalam saluran kemih. Tindakan URS
juga sering dipilih dalam penanganan batu ureter, terbukti berdasarkan meta-analisis akan
tingkat keberhasilan yang lebih tinggi daripada tindakan lainnya.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Alelign T, Petros B. Kidney Stone Disease: An Update on Current Concepts. Adv


Urol. 2018;2018.
2. University R. Gross Anatomy of The Kidney. Anat Physiol [Internet]. 2000;chapter
25.3. Available from: https://opentextbc.ca/anatomyandphysiology/chapter/25-3-
gross-anatomy-of-the-kidney/
3. Kapoor D. Nephrolithiasis - An updated Review in Relation to Diagnosis, Prevention
and Treatment. Open Access J Transl Med Res [Internet]. 2017;1(2):37–42. Available
from: http://medcraveonline.com/OAJTMR/OAJTMR-01-00009.php
4. Armstrong LE, Johnson EC. Water intake, water balance, and the elusive daily water
requirement. Nutrients. 2018;10(12):1–25.
5. Galal-Gorchev H, Ozolins G, Bonnefoy X. Revision of the WHO guidelines for
drinking water quality. Ann Ist Super Sanita. 1993;29(2):335–45.
6. Vijaya T, Sathish Kumar M, Ramarao N V, Naredra Babu A, Ramarao N. Urolithiasis
and Its Causes-Short Review. J Phytopharm [Internet]. 2013;2(3):1–6. Available
from: www.phytopharmajournal.com
7. Lallas CD, Liu XS, Chiura AN, Das AK, Bagley DH. Urolithiasis Location and Size
and the Association with Microhematuria and Stone-Related Symptoms. J Endourol
[Internet].2011;25(12):1909–13.Availablefrom:
http://www.liebertonline.com/doi/abs/10.1089/end.2011.0265
8. Grasso M. Extracorporeal Shockwave Lithotripsy. Medscape; 2018
9. Stoller, M.L. Smith’s General Urology 18th Edition: Urinary Stone Disease. Amerika
Serikat: McGraw Hill; 2008.
10. Williams N, Bulstrode C, O’Connell P. Bailey & Love’s Short Practice of Surgery
26th Edition. London: CRC Taylor & Francis Group; 2013.
11. Taşkınlar H, Yiğit D, Avlan D, Naycı A. Unusual complication of a urinary stone in a
child: Spontaneous rupture of the renal pelvis with the migration of calculus into the
retroperitoneum. Turk Urol Derg. 2016;42(1):48–50.
12. Wang RC. Managing Urolithiasis. Ann Emerg Med [Internet].
2016;67(4):449–54. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.annemergmed.2015.10.021

30
31

Anda mungkin juga menyukai