Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muhammad Rizky Ramadhani Noor

NIM : 2010118210038

Mata Kuliah : Pengantar Lingkungan Lahan Basah

Tugas :2

1. Jelaskan yang dimaksud dengan lahan rawa!

2. Jelaskan yang dimaksud dengan lahan rawa pasang surut!

3. Jelaskan penggunaan dari lahan rawa pasang surut!

Jawaban

1. Lahan rawa
Berdasarkan Pasal 1, Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 2013 tentang Rawa, rawa
diartikan sebagai wadah air beserta air dan daya air yang terkandung di dalamnya,
tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami di lahan yang relatif
datar atau cekung dengan endapan mineral atau gambut, dan ditumbuhi vegetasi, yang
merupakan satu ekosistem.
Beberapa pakar menyebutkan bahwa yang dimaksud lahan rawa sebagai
agroekosistem, yaitu lahan rawa (rawa pasang surut dan rawa lebak) yang karena
topografinya rendah datar (jIat) atau cekung, sehingga secara alamiah terjadi genangan air
terus-menerus atau berkala akibat drainase yang terhambat, serta mempunyai ciri-ciri
khusus secara fisik, kimia dan biologi (Nugroho, dkk, 1991).
Berdasarkan pengaruh air pasang surut, lahan rawa dibedakan menjadi: (1) rawa
pasang surut, yaitu lahan yang berada pada zona I dan II, dan (2) rawa lebak, yaitu lahan
yang berada pada zona III.

Rawa pasang surut yang berada pada zona I, dipengaruhi oleh pasang harian berupa
luapan air payau atau salin. Oleh karena itu, dikenal sebagai rawa pasang surut air payau
atau salin. Lahan ini terdiri dari fisiografi utama gambut dan marin. Adapun rawa pasang
surut yang berada pada zona-II, dipengaruhi oleh pasang harian air tawar. Oleh karena itu,
lahan ini dikenal sebagai lahan rawa pasang surut air tawar. Fisiografi utama pada lahan
ini adalah aluvial/pluviatil, gambut dan marin. Sedangkan lahan rawa, lebak berada pada
zona-III, dan tidak dipengaruhi oleh pasang surut dengan fisiografi utama yaitu alluviall
fluviatil, dan gambut.

2. Lahan rawa pasang surut


Rawa pasang surut merupakan lahan rawa yang genangannya dipengaruhi oleh pasang
surutnya air laut. Tingginya air pasang dibedakan menjadi dua, yaitu pasang besar dan
pasang kecil. Pasang kecil, terjadi secara harian (1-2 kali sehari).
Berdasarkan pola genangannya (jangkauan air pasangnya), lahan pasang surut dibagi
menjadi empat tipe:
1. Tipe A, tergenang pada waktu pasang besar dan pasang kecil;
2. Tipe B, tergenang hanya pada pasang besar;
3. Tipe C, tidak tergenang tetapi kedalaman air tanah pada waktu pasang kurang dari 50
cm; 4. Tipe D, tidak tergenang pada waktu pasang air tanah lebih dari 50 cm tetapi pasang
surutnya air masih terasa atau tampak pada saluran tersier.

3. Penggunaan dari lahan rawa pasang surut


Pemanfaatan lahan pasang surut untuk usaha pertanian terletak pada pengelolaan
lahan dan air, yang dimaksudkan untuk menyediakan air bersih bagi tanaman dan mampu
membuang bahan beracun. Secara umum, teknik pengelolaan lahan dan air di lahan
pasang surut dikenal sebagai jaringan tata air makro dan tata air mikro. Jika dilihat dari
tipologi luapan, lahan pasang surut dibedakan atas tipe luapan A, B, C dan D. Untuk lahan
dengan tipe luapan A dan B, tata air perlu diatur dalam sistem satu arah mengingat volume
air yang banyak. Sedangkan  untuk lahan dengan tipe luapan C dan D, perlu dibuatkan
sekat atau tabat yang berfungsi untuk menahan atau menampung air hingga ketinggian
tertentu untuk kebutuhan tanaman.

Pemanfaatan lahan pasang surut juga menentukan pola penataan lahan, selain
memperhatikan tipe luapannya. Beberapa contoh penataan lahan berdasarkan tipe luapan
dan penggunaan lahan untuk usaha tani, diantaranya untuk lahan dengan tipe luapan A
disarankan penggunaan untuk sawah, tipe luapan B dibuat surjan dengan variasi tanaman
padi, palawija dan hortikultura. Tipe luapan C, dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis
tanaman pangan, hortikultura, serta integrasi dengan ternak.

Contoh pemanfaatan lahan rawa pasang surut di Kalimantan Selatan yaitu di


Kabupaten Barito Kuala. Lahan dimanfaatkan untuk tanaman padi dan jeruk siam serta
sebagian untuk sayuran, yang ditata dengan sistem surjan.  Dengan penataan lahan
tersebut, petani menikmati hasil dari multi komoditas. Kabupaten Barito Kuala sendiri
merupakan daerah sentra produksi padi dan jeruk siam di Kalimantan Selatan.

Anda mungkin juga menyukai