Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN DAN AMAN PASIEN


A.    Pendahuluan
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia
dalam mempertahankan keseimbangan fisiologi maupun psikologis. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi kebutuhan dasar manusia antara lain:
1). Penyakit yaitu keadaan sakit maka beberapa fungsi organ tubuh memerlukan pemenuhan
kebutuhan lebih besar dari biasanya.
2). Hubungan keluarga; Hubungan keluarga yang baik dapat meningkatkan pemenuhan
kebutuhan dasar karena adanya saling percaya.
3). Konsep diri, terutama konsep diri yang positif memberikan makna dan keutuhan bagi
seseorang. Konsep diri yang sehat memberikan perasaan yang positif terhadap diri.
Orang yang merasa positif tentang dirinya akan mudah berubah, mudah mengenali
kebutuhan dan mengembangkan cara hidup yang sehat sehingga lebih mudah memenuhi
kebutuhan dasarnya.
4). Tahap Perkembangan; Setiap tahap perkembangan, manusia mempunyai kebutuhan
yang berbeda, baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual.
Ada beberapa ahli yang menyebutkan tentang kebutuhan dasar diantaranya menuru A.
Maslow dan Virginia Henderson. Menurut Maslow kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki
tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang
paling tinggi (aktualisasi diri). Hierarchy of needs (hirarki kebutuhan) dari Maslow
menyatakan bahwa manusia memiliki 5 macam kebutuhan yaitu physiological needs
(kebutuhan fisiologis), safety and security needs (kebutuhan akan rasa aman), love and
belonging needs (kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki), esteem needs
(kebutuhan akan harga diri), dan self-actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri).
Virginia Henderson mengungkapkan bahwa kesehatan berkaitan demgan kemampuan pasien
untuk memenuhi 14 komponen kebutuhan dasar hidup untuk memandirikan pasien. Adapun
14 komponen kebutuhan dasar hidup tersebut meliputi :
1.      Bernafas dengan normal
2.      Makan dan minum cukup.
3.      Pembuangan eliminassi tubuh.
4.      Bergerak dan mempertahankan posisi yang nyaman.
5.      Tidur dan istirahat.
6.      Memilih pakaian pantas, berpakaian dan menanggalkan pakaian.
7.      Mempertahankan suhu tubuh dalam kondisi normal dengan memodifikasi Lingkungan.
8.      Menjaga kebersihan tubuh dan memelihara kesehatan dan melindungi kulit
9.      Menghindari bahaya dilingkungannya dan menghindari cedera yang lain.
10.  Komunikasi dengan orang lain dalam pernyataan emosi, kebutuhan, ketakutan dan pendapat.
11.  Beribadah menurut kepercayaan seseorang.
12.  Bekerja sedemikian rupa sehingga ada rasa pemenuhan akan kebutuhan.
13.  Kebutuhan bermain dan rekreasi
14.  Belajar, menemukan atau mencukupi keingintahuan akan pertumbuhan dan kesehatan yang
normal dan dapat menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia.
B.     Kebutuhan Rasa Nyaman
1.      Definisi
Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2006) megungkapkan kenyamanan/rasa nyaman
adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan
ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan
(kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah
dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:
a.       Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
b.      Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
c.       Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi
harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
d.      Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti
cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan kekuatan,
harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan
hipo/hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/hipertermia merupakan
kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan
timbulnya gejala dan tanda pada pasien.
2.      Gangguan Rasa Nyaman akibat Nyeri
a.      Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari

kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smatzler & Bare, 2002). Nyeri adalah suatu

sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian

dimana terjadi kerusakan IASP (dalam Potter & Perry, 2006). Nyeri adalah segala sesuatu

yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan

bahwa ia merasa nyeri (Mc Caffery dalam Potter & Perry, 2006).

b.        Klasifikasi Nyeri

Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut adalah

nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi bedah dan memiliki awitan

yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi ( ringan sampai berat) dan berlangsung singkat

( kurang dari enam bulan dan menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan

pulih pada area yang rusak. Nyeri kronis adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap

sepanjang suatu periode waktu. Nyeri yangdisebabkan oleh adanya kausa keganasan seperti

kanker yang tidak terkontrol atau non keganasan. Nyeri kronik berlangsung lama (lebih dari

enam bulan ) dan akan berlanjut walaupun pasien diberi pengobatan atau penyakit tampak

sembuh. Karakteristik nyeri kronis adalah area nyeri tidak mudah diidentifikasi, intensitas

nyeri sukar untuk diturunkan, rasa nyeri biasanya meningkat, sifat nyeri kurang jelas, dan

kemungkinan kecil untuk sembuh atau hilang. Nyeri kronis non maligna biasanya dikaitkan

dengan nyeri akibat kerusakan jaringan yang non progresif atau telah mengalami

penyembuhan.

c.       Fisiologi Nyeri

Menurut Potter & Perry (2006), terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri yaitu

resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut

saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa

rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat

pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri

sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral, maka otak
menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan

pengetahuan yang dimiliki serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri.

a.         Resepsi

Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi dan zat-zat kimia menyebabkan

pelepasan substansi, seperti histamin, bradikinin dan kalium, yang bergabung dengan lokasi

reseptor di nosiseptor (reseptor yang berespon terhadap stimulus yang membahayakan) untuk

memulai transmisi neural, yang dikaitkan dengan nyeri. Beberapa reseptor hanya berespon

pada satu jenis nyeri, sedangkan reseptor yang lain juga sensitif terhadap temperatur dan

tekanan. Apabila kombinasi dengan reseptor nyeri mencapai ambang nyeri (tingkat intensitas

stimulus minimum yang dibutuhkan untuk membangkitkan suatu impuls saraf), kemudian

terjadilah aktivasi neuron nyeri. Karena terdapat variasi dalam bentuk dan ukuran tubuh,

maka distribusi reseptor nyeri disetiap bagian tubuh bervariasi.

Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar disepanjang serabut saraf

perifer aferen. Dua tipe serabut saraf perifer mengkonduksi stimulus nyeri: Serabut A-Delta

yang bermielinasi dengan cepat dan serabut C yang tidak bermielinasi dan berukuran sangat

kecil serta lambat. Serabut A mengirim sensasi tajam, terlokalisasi, dan jelas yang

melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C menghantarkan impuls

yang terlokalisasi buruk, viseral, dan terus menerus.

Ketika serabut C dan A-delta mentransmisikan impuls dari serabut saraf perifer, maka

akan melepaskan mediator biokimia yang mengaktifkan dan membuat peka respons nyeri.

Misalnya, kalium, prostaglandin dilepaskan ketika sel-sel lokal mengalami kerusakan.

Transmisi stimulus nyeri berlanjut sampai transmisi tersebut berakhir dibagian kornu dorsalis

medula spinalis. Di dalam kornu dorsalis, neurotransmiter, seperti substansi P dilepaskan,

sehingga menyebabkan suatu transmisi spinalis dari saraf perifer ke saraf traktus
spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls nyeri ditransmisikan lebih jauh ke dalam sisitem

saraf pusat.

b.         Neuroregulator

Neuroregulator memegang peranan yang penting dalam suatu pengalaman nyeri.

Sustansi ini ditemukan di lokasi nosiseptor. Neuroregulator dibagi menjadi dua kelompok,

yakni neurotransmiter dan neuromodulator. Neurotransmiter seperti substansi P mengirim

impuls listrik melewati celah sinap diantara dua serabut saraf  (eksitator dan inhibitor).

Neuromodulator memodifikasi aktivitas neuron dan menyesuaikan atau memvariasikan

transmisi stimulus nyeri tanpa secara langsung menstransfer tanda saraf melalui sebuah sinap.

Endorfin merupakan salah satu contoh neuromodulator.

d.      Teori Pengontrolan Nyeri (Gate Kontrol)

Teori Gate Kontrol dari Melzack dan Wall (1965), mengusulkan bahwa impuls nyeri

dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf

pusat. Mekanisme pertahanan dapat ditemukan di sel-sel gelatinosa substansia di dalam kornu

dorsalis pada medula spinalis, talamus, dan sistem limbik. Suatu keseimbangan aktivitas dari

neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron

delta-A dan C melepaskan substansi P untuk menstransmisikan impuls melalui mekanisme

petahanan. Neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan

neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A,

maka akan menutup mekanisme pertahanan. Apabila masukan yang dominan berasal dari

serabut delta-A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien akan

mempersepsikan nyeri.

Saat impuls diantarkan keotak, terdapat pusat korteks yang lebih tinggi di otak yang

memodifikasi persepsi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin
dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromodulator ini

menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P.

e.       Respon Terhadap Nyeri

1)      Respon fisiologis

Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang otak dan talamus,

sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stres. Nyeri dengan

intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi “flight-atau-

fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem

saraf otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus-menerus

secara tipikal akan melibatkan organ-organ viseral, sistem saraf parasimpatis menghasilkan

suatu aksi. Respon fisiologis terhadap nyeri sangat membahayakan individu. Kecuali pada

kasus-kasus nyeri berat yang menyebabkan individu mengalami syok, kebanyakan individu

mencapai tingkat adaptasi, yaitu tanda-tanda fisik kembali normal. Dengan demikian klien

yang mengalami nyeri tidak akan selalu memperlihatkan tanda-tanda fisik.

2)      Respon Perilaku

Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Gerakan tubuh yang khas  dan ekspresi

wajah yang mengindikasikan nyeri dapat ditunjukkan oleh pasien sebagai respon perilaku

terhadap nyeri. Respon tersebut seperti mengkerutkan dahi, gelisah, memalingkan wajah

ketika diajak bicara.

f.       Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

1)      Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak

dan lansia. Anak kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan

perawat yang menyebabkan nyeri. Anak-anak juga mengalami kesulitan secara verbal dalam

mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri. Sedangkan pasien yang berusia lanjut, memiliki
resiko tinggi mengalami situasi yang membuat mereka merasakan nyeri akibat adanya

komplikasi penyakit dan degeneratif.

2)      Jenis kelamin

Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya menganggap bahwa

seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan

boleh menangis dalam situasi yang sama. Namun secara umum, pria dan wanita tidak

berbeda secara bermakna dalam berespon terhadap nyeri.

3)      Kebudayaan

Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang alamiah.

Kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup (introvert). Sosialisasi

budaya menentukan perilaku psikologis seseorang. Dengan demikian hal ini dapat

mempengaruhi pengeluaran fisiologis opial endogen sehingga terjadilah persepsi nyeri.

4)      Makna nyeri

Individu akan mempersepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyeri tersebut memberi

kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan. Makna nyeri mempengaruhi

pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.

5)       Perhatian

Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi

persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat

sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.

6)      Ansietas

Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat menimbulkan

suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat perhatian dapat menimbulkan

suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang serius.

7)      Keletihan
Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan

kemampuan koping sehingga meningkatkan persepsi nyeri.

8)      Pengalaman sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun tidak selalu berarti

bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah di masa datang.

9)        Gaya koping

Individu yang memiiiki lokus kendali internal mempersepsikan diri mereka sebagai

individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir suatu peristiwa seperti

nyeri. Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali eksternal mempersepsikan faktor

lain di dalam lingkungan mereka seperti perawat sebagai individu yang bertanggung jawab

terhadap hasil akhir suatu peristiwa.

10)    Dukungan keluarga dan sosial

Kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka terhadap pasien

mempengaruhi respon nyeri. Pasien dengan nyeri memerlukan dukungan, bantuan dan

perlindungan walaupun nyeri tetap dirasakan namun kehadiran orang yang dicintai akan

meminimalkan kesepian dan ketakutan.

g.      Efek Yang Ditimbulkan Oleh Nyeri

1)      Tanda dan gejala fisik

Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk tidak

mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk mengkaji tanda-tanda vital

dan pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi keterlibatan saraf otonom. Saat awitan nyeri

akut, denyut jantung, tekanan darah, dan ftekuensi pernapasan meningkat.

2)      Efek perilaku

Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang

khas dan berespon secara vokal serta mengalami kerusakan dalam interaksi sosial. Pasien
seringkali meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir, gelisah,imobilisasi, mengalami

ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi bagian tubuh sampai dengan menghinndari

percakapan, menghindari kontak sosial dan hanya fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri.

3)      Pengaruh Pada Aktivitas Sehari – hari

Pasien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas

rutin, seperti mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan higiene normal dan dapat

menganggu aktivitas sosial dan hubungan seksual.

h.      Penanganan Nyeri

1)      Farmakologi

a)      Analgesik Narkotik

Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti morfin dan kodein.

Narkotik dapat memberikan efek penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini

mengadakan ikatan dengan reseptor opiat dan mengaktifkan penekan nyeri endogen pada

susunan saraf pusat (Tamsuri, 2007). Namun, penggunaan obat ini menimbulkan efek

menekan pusat pernafasan di medulla batang otak sehingga perlu pengkajian secara teratur

terhadap perubahan dalam status pernafasan jika menggunakan analgesik jenis ini (Smeltzer

& Bare, 2001).

b)       Analgesik Non Narkotik

Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen selain memiliki

efek anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan anti piretik. Obat golongan ini

menyebabkan penurunan nyeri dengan menghambat produksi prostalglandin dari jaringan

yang mengalami trauma atau inflamasi (Smeltzer & Bare, 2001). Efek samping yang paling

umum terjadi adalah gangguan pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster.

c.       Non Farmakologi

a)      Relaksasi progresif


Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan stres. Teknik

relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stres

fisik, dan emosi pada nyeri (Potter & Perry, 2006).

b)      Stimulasi Kutaneus Plasebo

Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang dikenal oleh

klien sebagai obat seperti kapsul, cairan injeksi, dan sebagainya. Placebo umumnya terdiri

dari larutan gula, larutan salin normal, atau air biasa (Tamsuri, 2007).

c)      Teknik Distraksi

Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan

perhatian pasien pada hal-hal yang lain sehingga pasien akan lupa terhadap nyeri yang

dialami ( Priharjo, 1996 ).

i.        Pengukuran Nyeri

a.       Skala Deskriptif

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis

yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama

di sepanjang garis. Pendeskripsi ini dirangking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang

tidak tertahankan”.

b.      Skala penilaian numerik

Numerical Rating Scale (NRS) menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala

ini sangat efektif untuk digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah

intervensi terapeutik.

c.       Skala Analog Visual

Visual Analog Scale (VAS) merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri

yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini

memberikan kebebasan penuh pada pasien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.


Gambar 1
Skala pengukuran Nyeri (Tamsuri, 2007)
Skala Nyeri Deskriptif/Verbal Descriptor Scale (VDS)
Tidak Ada Nyeri
Nyeri Sedang
Nyeri Sangat Hebat
Nyeri Paling Hebat
Nyeri Hebat
Nyeri Ringan

Untuk mengukur skala nyeri pada pasien pra operasi apendisitis, peneliti

menggunakan skala nyeri numerik. Karena skala nyeri numerik paling efektif digunakan saat

mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi progresif. Selain itu

selisih antara penurunan dan peningkatan nyeri lebih mudah diketahui dibanding skala yang

lain.

3.      Pengkajian Rasa Nyaman


Data perawatan yang dikaji dan mesti didapatkan pada pasien mencakup:
a.       Alasan MRS, yaitu keluhan utama pasien saat MRS dan saat dikaji. Pasien mengeluh nyeri,
dilanjutkan dengan riwayat kesehatan sekarang, dan kesehatan sebelum
b.      Kebutuhan Rasa Nyaman (Nyeri)
Data didapatkan dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Anamnesa untuk mengkaji
karakteristik nyeri yang diungkapkan oleh pasien dengan pendekatan PQRS
(provokatif/paliatif, quality, radiation, severity). Pemeriksaan fisik dilakukan untuk
mendapatkan perubahan klinis yang diakibatkan oleh nyeri yang dirasakan oleh pasien.
Data yang didapatkan mencerminkan respons pasien terhadap nyeri yang meliputi respon
fisiologis, respon perilaku, dan respon psikologis.
1)      Respons Fisiologis
Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk tidak

mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk mengkaji tanda-tanda vital

dan pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi keterlibatan saraf otonom. Saat awitan nyeri

akut, denyut jantung, tekanan darah, dan ftekuensi pernapasan meningkat.

2)      Respons Perilaku


Pasien seringkali meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir, gelisah,imobilisasi,
mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi bagian tubuh sampai dengan
menghinndari percakapan, menghindari kontak sosial dan hanya fokus pada aktivitas
menghilangkan nyeri.
3)      Respons Psikologis
Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang
terjadi atau arti nyeri bagi klien.Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain :
Bahaya atau merusak, Komplikasi seperti infeksi, Penyakit yang berulang, Penyakit baru,
Penyakit yang fatal, Peningkatan ketidakmampuan, dan Kehilangan mobilitas.
4.      Masalah Keperawatan
a.       Nyeri akut/kronis
b.      Kecemasan
c.       Ketakutan 
d.      Kelemahan
e.       Perubahan Penampilan Peran.
f.       Perubahan Pola Sexualitas.
g.      Kerusakan Mobilitas Fisik. 
h.      Intoleran aktivitas.
i.        Gangguan Pola Tidur,
j.        Kurang Perawatan Diri (total atau sebagian).
k.      Perubahan Pemeliharaan Kesehatan.
( Mohon dirumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan masalah keperawatan diatas).
5.      Perencanaan
Tujuan dari rencana tindakan untuk mengatasi nyeri antara lain :
a.       Meningkatkan perasaan nyaman dan aman individu.
b.      Meningkatkan kemampuan individu untuk dapat melakukan aktifitas fisik yang diperlukan
untuk penyembuhan (misal; batuk dan nafas dalam, ambulasi).
c.       Mencegah timbulnya gangguan tidur
Secara umum rencana tindakan yang dapat diberikan adalah delegatif farmakologi sesuai
program dokter, dan non farmakologi. Tindakan non farmakologi yang secara mandiri bisa
dilakukan oleh perawat adalah Distraksi, Relaksasi, Stimulasi Kutaneus.
a.       Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai sedang.
Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi audio (mendengar musik),
distraksi sentuhan (massase, memegang mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle,
main catur). Distraksi mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada
nyeri, dapat menjadi stategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang
bertanggung jawab pada teknik kognitif efektif lainnya (Arntz dkk., 1991; Devine dkk.,
1990).
Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem
control desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke
otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan
membangkitkan input sensori selain nyeri.
b.      Relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan
ketegangan otot yang menunjang nyeri. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa relaksasi
efektif dalam meredakan nyeri punggung (Tunner dan Jensen, 1993; Altmaier dkk. 1992).
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri
pasca operasi (Lorenti, 1991; Miller & Perry, 1990).
Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat,
berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman.
Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama
setiap inhalasi (” hirup, dua, tiga ”) dan ekhalasi ( hembuskan, dua, tiga ). Pada saat perawat
mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien
pada awalnya. Napas yang lambat, berirama juga dapat digunakan sebagai teknik distraksi.
Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegagan otot
yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri.
c.       Stimulasi kutaneus
Terori gate control nyeri seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bertujuan
menstimulasi serabut-serabut yamg menstransmisikan sensasi tidak nyeri memblok  atau
menurunkan transmisi, impuls nyeri. Beberapa strategi penghilang nyeri nonfarmakologis,
termasuk menggosok kulit dan menggunakan panas dan dingin, adalah berdasarkan
mekanisme ini.
Masase adalah stimulasi kuteneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada
punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor yang sama seperti
reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem control desenden.
Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.
6.      Evaluasi
Evaluasi dapat dibedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dievaluasi
setiap selesai melakukan perasat dan evaluasi hasil berdasarkan rumusan tujuan terutama
kriteria hasil. Hasil evaluasi memberikan acauan tentang perencanaan lanjutan terhadap
masalah nyeri yang dialami oleh pasien.
C.    Gangguan Rasa Aman
1.      Definisi Rasa Aman
Keamanan adalah kondisi bebas dari cedera fisik dan psikologis (Potter & Perry, 2006).
Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman
bahaya/kecelakaan. Pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan dilakukan untuk
menjaga tubuh bebas dari kecelakaan baik pada pasien, perawat, atau petugas lainnya yang
bekerja untuk pemenuhan kebutuhan tersebut.
2.      Faktor –faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan dan keselamatan.
a.       Usia
b.      Tingkat kesadaran
c.       Emosi
d.      Status mobilisasi
e.       Gangguan persepsi sensori
f.       Informasi/komunikasi
g.      Penggunaan antibiotik yang tidak rasional
h.      Keadaan imunitas.
i.        Status nutrisi
j.        Tingkat pengetahuan
3.      Macam-macam kecelakaan yang dapat terjadi. (mohon dikaji yang ada di rumah, di
komunitas, dan di rumah sakit).
4.      Pengkajian Keperawatan
Kaji faktor -faktor yang berhubungan dengan sistem sensori komunikasi (halusinasi,
gangguan proses pikir, kelesuan, ilusi, kurang konsentrasi, kurang koordinasi dan
keseimbangan). Kaji juga faktor risiko yang berhubungan dengan keadaan klien (kesadaran
menurun, kelemahan fisik, imobilisasi, penggunaan alat bantu).
5.      Diagnosa keperawatan
a.       Risiko injuri
Suatu kondisi pasien berisiko mengalami injuri akibat hubungan dengan kondisi
lingkungan, adaptasi, dan sumber-sumber yang mengancam. Faktor yang berhubungan
seperti kurang informasi tentang keamanan, kelemahan, gangguan kesadaran, kurangnya
koordinasi otot, epilepsi, vertigo.
b.      Perubahan proteksi
Suatu kondisi pasien mengalami penurunan kemampuan untuk melindungi dirinya dari
penyakit, baik dari luar maupun dari dalam. Faktor yang berhubungan seperti: defisi
imunologi, malnutrisi, efek pengobatan
c.       Risti infeksi
Kondisi mempunyai risiko yang tinggi terhadap masuknya kuman patogen dalam tubuh.
Faktor yang berhubungan seperti: tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan jaringan,
prosedur invasif, malnutrisi, penyakit kronis.
6.      Perencanaan keperawatan
a.       Observasi keadaan pasien secara rutin.
b.      Observasi vital sign
c.       Dampingi pasien dalam mobilisasi
d.      Berikan KIE tentang faktor keamanan yang mengancam
e.       Delegatif/Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
(Mohon identifikasi tindakan keperawatan  lainnya yang dapat dilakukan untuk masalah
tersebut diatas).
Daftar Pustaka
Hidayat, AAA., Musifatul Uliyah. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia,
Jakarta: EGC.
Potter, Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, Proses, dan Praktik, Edisi
4, Jakarta: EGC.
Tarwoto, Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Jakarta:
Salemba Medika.
Smeltzer, S.C., Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
suddarth, Edisi 8, Jakarta: EGC
semaraputraadjoezt.blogspot.com
Anak Menanga
I Putu Juniartha Semara Putra

Anda mungkin juga menyukai