Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KEBIJAKAN KESEHATAN NASIONAL

Tugas ini dibuat untuk memenuhi nilai Ujian Tengah Semester mata kuliah
Kebijakan Kesehatan Nasional

DOSEN PENGAMPU : Kurniati Puji Lestari, S.Kp., Ns., M.Kes

NAMA KELOMPOK :

Fariz Akbar Prasetyo (P1337420619106)

KELAS ALIH JENJANG

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


DAN PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2019
A. PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI
1. Berdasarkan Provinsi JATENG
SDGs merupakan hasil akhir dari perundingan Open Working Group
on Sustainable Development Goals (OWG) yang berlangsung selama satu
setengah tahun. OWG beranggotakan 193 negara dengan sistem troika
untuk pengambilan suara yakni 1 suara untuk 3 negara, Indonesia berbagi
suara dengan Republik Tiongkok dan Kazakhstan. Karena telah
melibatkan seluruh negara anggota PBB, SDGs dianggap sebagai
dokumen yang komprehensif dan inklusif. Dokumen SDGs disahkan pada
Sidang Umum PBB ke-69 tanggal 23 September 2014. Dokumen berisi 17
tujuan SDGs dan 169 indikator yang harus dipenuhi. Dalam SDGs, target
penurunan AKI secara global pada tahun 2030 adalah 70 per 100.000
kelahiran hidup.1
Masalah AKI sebagai bagian dari masalah kesehatan reproduksi
perempuan telah menjadi salah satu fokus perhatian Pemerintah Provinsi
Jateng. AKI menjadi salah satu aspek kesejahteraan masyarakat Penyebab
tertinggi AKI di provinsi ini antara lain hipertensi, pendarahan, masih
rendahnya deteksi dini kehamilan risiko tinggi oleh masyarakat dan masih
kurangnya kesiapsiagaan keluarga dalam rujukan persalinan pada
kehamilan risiko tinggi. Kondisi ini menggambarkan derajat kesehatan
masyarakat khususnya status kesehatan ibu masih perlu ditingkatkan,
terutama di wilayah-wilayah dengan kasus kematian ibu tinggi, antara lain
di Kabupaten Brebes, Tegal, Pemalang, Cilacap, Grobogan, Banyumas,
Pekalongan, dan Batang.
Upaya penurunan AKI berkaitan erat dengan pelayanan kesehatan
reproduksi. Pelayanan kesehatan yang dimaksud termasuk pelayanan
kesehatan reproduksi sedini mungkin, yaitu sejak remaja. Pelayanan itu
diberikan melalui layanan kesehatan reproduksi remaja, kesehatan masa
pra-kehamilan, selama kehamilan, persalinan, pasca-melahirkan, layanan
kontrasepsi, kesehatan seksual, dan kesehatan sistem reproduksi.
Pelayanan kesehatan reproduksi yang berkaitan dengan pemeriksaan
selama masa kehamilan, persalinan, dan penggunaan alat kontrasepsi ini
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap AKI.
Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah Program Rumah Singgah
untuk menurunkan AKI, yaitu bagi ibu hamil yang terlambat ditangani
yang diluncurkan pada tanggal 10 Juni 2015. Acara dibuka oleh Direktorat
Jenderal Pembinaan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan.
Rumah Singgah bertujuan agar ibu hamil tidak terlambat ditangani.
Rumah Singgah ini akan diinisiasi di 5 kabupaten, yaitu: Cilacap,
Temanggung, Wonosobo, Banjarnegara, dan Jepara. SKPD di kabupaten
yang akan terlibat dan berperan dalam program ini adalah Dinkes,
Bappeda, Biro Kesra, dan Biro Keuangan. Selain itu, juga telah terdapat
Program Rumah Tinggal Kelahiran, yang sudah dilaksanakan di beberapa
kabupaten/kota, antara lain Banjarnegara, Cilacap (persalinan di
Puskesmas) dan Tegal (wilayah di mana AKI masih tinggi). Rendahnya
kualitas pelayanan kesehatan reproduksi dengan demikian menjadi salah
satu faktor yang dapat menghambat upaya penurunan AKI yang menjadi
salah satu target MDGs. Saat ini masih terdapat 64 kabupaten/kota di 9
provinsi yang memiliki tingkat kematian ibu yang tinggi (Media
Indonesia, 9 Januari 2015). Bagi ibu hamil ada Program Kelas Ibu, yaitu
pendidikan untuk ibu hamil yang dipersiapkan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan ibu sebelum melahirkan. Program ini sudah
ada di setiap desa, tetapi belum di setiap Posyandu. Kelas Ibu merupakan
program dari pusat (Kementerian Kesehatan).
Upaya untuk menurunkan AKI dilaksanakan melalui peningkatan
pelayanan kesehatan ibu dan anak di Puskemas PONED (Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) dan Rumah Sakit PONEK (Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif). Kebijakan untuk
menurunkan AKI yang terdapat dalam RPJMD tersebut selanjutnya
dijabarkan lebih rinci dalam Renstra Dinas Kesehatan (Dinkes).
Pendidikan kesehatan reproduksi perlu disampaikan di sekolah, tetapi
harus dikemas sesuai dengan usia siswa. Untuk itu peran guru sangat
penting, sehingga diperlukan pelatihan guru mengenai kesehatan
reproduksi. Diusulkan agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
serta Kementerian Kesehatan bekerja sama untuk melaksanakan program
tersebut. Saat ini telah ada Program Buku Kesehatanku untuk siswa
sekolah SMP dan SMA dari Kementerian Kesehatan. Program ini terbukti
efektif untuk mengenalkan siswa kepada hak kesehatan reproduksi.
Di Provinsi Jateng, tingginya AKI telah menjadi salah satu fokus
dalam RPJMD Tahun 2013–2018. Salah satu upaya yang dilakukan untuk
menekan AKI adalah dengan melaksanakan Program Desa Siaga Aktif,
sebuah pelayanan dasar bagi masyarakat desa yang meliputi upaya
promotif, preventif, dan kuratif yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
(bidan) dan melibatkan kader atau tenaga sukarela lainnya. Program
lainnya untuk menurunkan AKI antara lain Program Rumah Tinggal
Kelahiran, yang sudah dilaksanakan di beberapa kabupaten/kota, antara
lain Banjarnegara, Cilacap, dan Tegal serta Rumah Singgah untuk ibu
hamil yang telah diinisiasi di 5 kabupaten, yaitu: Cilacap, Temanggung,
Wonosobo, Banjarnegara, dan Jepara.2
2. Berdasarkan pengalaman penulis di institusi poltekkes kemenkes
semarang
Menurut pengalaman penulis selama menjalani proses perkuliahan di
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG, penulis sudah sering
merasakan bahwa POLTEKKES KEMENKES SEMARANG sudah
melakukan beberapa upaya untuk mencegah penurunan AKI dan AKB di
masyarakat. Bentuk upaya meliputi pengabdian masyarakat yang
dilakukan oleh dosen Poltekkes Kemenkes Semarang sekaligus hal
tersebut merupakan sebagai penelitian dosen. Bentuk pengabdian
masyrakat dapat berupa salah satu nya sosialisasi pendidikan kesehatan di
masyarakat mengenai penurunan AKI dan AKB..
B. PENURUNAN ANGKA HIV DAN AIDS
1. Berdasarkan Provinsi JATENG
a. Pencegahan Penularan HIV dan dari Ibu ke Anak
Upaya PPIA dilaksanakan melalui kegiatan pencegahan dan
penanganan HIV secara komprehensif dan berkesinambungan dalam
empat komponen (prong) sebagai berikut.
1) pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi.
2) pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan
dengan HIV.
3) pencegahan penularan HIV dari ibu hamil (dengan HIV) kepada
janin/bayi yang dikandungnya.
4) dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV
beserta anak dan keluarganya.
b. Pencegahan Penularan HIV pada Perempuan Usia Reproduksi
Langkah dini yang paling efektif untuk mencegah terjadinya
penularan HIV pada bayi adalah dengan mencegah perempuan usia
reproduksi tertular HIV.Komponen ini dapat juga dinamakan
pencegahan primer. Pendekatan pencegahan primer bertujuan untuk
mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi secara dini, bahkan sebelum
terjadinya hubungan seksual. Hal ini berarti mencegah perempuan
muda pada usia reproduksi, ibu hamil dan pasangannya untuk tidak
terinfeksi HIV. Dengan demikian,penularan HIV dari ibu ke bayi
dijamin bisa dicegah. Untuk menghindari penularan HIV, dikenal
konsep “ABCDE” sebagai berikut.
1) A (Abstinence): artinya Absen seks atau tidak melakukan
hubungan seks bagi yang belum menikah.
2) B (Be faithful): artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan
seks (tidak berganti-ganti pasangan).
3) C (Condom): artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan
seksual dengan menggunakan kondom.
4) D (Drug No): artinya Dilarang menggunakan narkoba.
5) E (Education): artinya pemberian Edukasi dan informasi yang
benar mengenai HIV, cara penularan, pencegahan dan
pengobatannya.3
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk pencegahan primer antara lain
sebagai berikut.
1) KIE tentang HIV-AIDS dan kesehatan reproduksi, baik secara
individu atau kelompok dengan sasaran khusus perempuan usia
reproduksi dan pasangannya.
2) Dukungan psikologis kepada perempuan usia reproduksi yang
mempunyai perilaku atau pekerjaan berisiko dan rentan untuk tertular
HIV (misalnya penerima donor darah, pasangan dengan
perilaku/pekerjaan berisiko) agar bersedia melakukan tes HIV.
3) Dukungan sosial dan perawatan bila hasil tes positif.
c. Mencegah Kehamilan Tidak Direncanakan pada Perempuan dengan
HIV
Perempuan dengan HIV dan pasangannya perlu merencanakan dengan
seksama sebelum memutuskan untuk ingin punya anak. Perempuan
dengan HIV memerlukan kondisi khusus yang aman untuk hamil,
bersalin, nifas dan menyusui, yaitu aman untuk ibu terhadap komplikasi
kehamilan akibat keadaan daya tahan tubuh yang rendah; dan aman untuk
bayi terhadap penularan HIV selama kehamilan, proses persalinan dan
masa laktasi. Perempuan dengan HIV masih dapat melanjutkan
kehidupannya, bersosialisasi dan bekerja seperti biasa bila mendapatkan
pengobatan dan perawatan yang teratur. Mereka juga bisa memiliki anak
yang bebas dari HIV bila kehamilannya direncanakan dengan baik. Untuk
itu, perempuan dengan HIV dan pasangannya perlu memanfaatkan layanan
yang menyediakan informasi dan sarana kontrasepsi guna mencegah
kehamilan yang tidak direncanakan.4
2. Berdasarkan pengalaman penulis di institusi poltekkes kemenkes
semarang
Pada fase komunitas dan keluarga mahasiswa sering turun sering
bertemu dengan pasien ODHA di puskesmas dan melakukan penyuluhan
pelajar SMA karena pelajar SMA memiliki tingkat risiko yang tinggi
karena sedang dalam masa pubertas dan memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi.

C. CAKUPAN SANITASI DAN AIR MINUM

1. Berdasarkan Provinsi JATENG


Program air minum dan sanitasi memiliki peranan yang cukup tinggi
dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap permasalahan air bersih
dan jamban keluarga terutama bagi masyarakat pedesaan dan peri urban
(Kundu, 2012). Berdasarkan program pemerintah yang berupa program
Pamsimas telah membawa banyak manfaat, misalnya di Desa Tajungsari
Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati.
Guna memenuhi ketersediaan air bersih dan kesehatan sanitasi bagi
masyarakat, serta untuk mencapai target pembangunan milenium sektor air
minum dan sanitasi, Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis
Masyarakat (PAMSIMAS) merupakan salah satu program yang
dilaksanakan pemerintah untuk membantu menumbuhkan kesadaran
masyarakat dalam penyediaan air minum serta mengatasi masalah sanitasi
(Bappenas, 2006).
Program Pamsimas kembali dilaksanakan pada tahun 2016-2019 yang
merupakan kelanjutan program Pamsimas pada tahun 2008-2015, sebagai
instrumen agenda nasional untuk meningkatkan cakupan penduduk
terhadap pelayanan air minum yang layak dan berkelanjutan, yaitu 100%
akses air minum dan sanitasi. Program Pamsimas merupakan sebuah
program yang merupakan hasil dari kerjasama lintas sektor. Pemerintah
Pusat mendanai sebesar 80% dan 20% berasal dari Pemerintah Kabupaten.
Pamsimas merupakan salah satu upaya dalam penyetaraan gender dimana
perempuan wajib terlibat dalam pelaksanaannya. Desa Tajungsari menjadi
desa penerima manfaat dari program Pamsimas sejak tahun 2011.
Perkembangan program Pamsimas hingga tahun 2018 yaitu berjumlah 5,
tetapi yang dapat dimanfaatkan hanyalah berjumlah satu. Penilaian
tersebut didasarkan pada 5 aspek yaitu kelembagaan, sosial, teknis,
lingkungan dan pemberdayaan.5

2. Berdasarkan pengalaman penulis di institusi poltekkes kemenkes


semarang

Berdasarkan pada stase Keperawatan Komunitas sebagai


mahasiswa keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang selain
melakukan praktika pada lingkungan individu, kelompok dan
masyarakat, mahasiswa selama menjalani praktika juga terlibat dalam
pemeliharaan lingkungan khususnya sanitasi air yang bekerjasama
dengan masyarakat yang berguna untuk ketersediaan air selalu bersih
sehingga dengan adanya air bersih tersebut kemungkinan resiko
terjadinya penyakit menjadi minimal. Salah satu upaya dalam
pembinaan Air Bersih dan Sanitasi seperti melakukan pembersihan
pada selokan dan membersihkan bak mandi dengan 3M secara rutin
serta memberikan filtrasi pada saluran air atau pipa air.
DAFTAR PUSTAKA

1. Saputra, W., Fanggidae, V. & Mafthuchan, A. Efektivitas Kebijakan


Daerah dalam Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi. Kesmas Natl.
Public Heal. J. 7, 531 (2013).
2. Di, S. et al. DALAM PENYELENGGARAAN KESEHATAN
REPRODUKSI The Role of Local Government in the Implementation of
Reproductive Health Sali Susiana. 1–16 (2018).
3. Tengah, D. K. P. J. Profil Kesehatan Jateng 2016. DINKES jateng 3511351,
(2016).
4. Windows, M., Corporation, M., Hori, K. & Sakajiri, A. No Title 阪大生の
ためのアカデミック・ライティング入門.
5. Vitriyana, I., Budiono, I. & Artikel, I. HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC
HEALTH Manajemen Pelaksanaan Program Penyediaan Air Minum dan
Sanitasi Berbasis. 2, 374–385 (2018).

Anda mungkin juga menyukai