Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Luka tekan (pressure ulcer) merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien
yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri tulang belakang atau
penyakit degenerative. Tidak hanya berkembang pada pasien berbaring, tapi juga dapat
terjadi pada pasien yang mengunakan kursi roda atau prostesi (Hidayat, 2009)

Laporan dari beberapa pakar di beberapa negara seperti Amerika, Italia, Jerman, Inggris,
Perancis dan Belanda bahwa luka tekan umumnya terjadi difasilitas rumah sakit, rumah
perawatan dan pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit di wilayah Eropa dan Amerika
Serikat. NPUAP National Presure Ulcer Advisory Panel (2012) menyatakan dalam pressure
ulcer awareness day (hari kesadaran tentang ulkus tekan), lebih dari 2,5 juta penduduk
Amerika Serikat mengalami luka tekan setiap tahunya. Lebih banyak pasien yang menerita
luka tekan daripada luka kanker. Sekitar 60.000 orang meninggal dunia setiap tahunya akibat
luka tekan.Di Indonesia, insiden terjadinya luka tekan cukup tinggi yaitu sekitar 33,3%,
menurut Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) angka ini termasuk tinggi jika
dibandingkan dengan Negara-negara yang lainnya (Suriadi, 2006; Yusuf 2010).

Dengan adanya luka tekan, akan mengganggu proses pemulihan pasien.Selain itu,
dapat diikuti komplikasi seperti nyeri dan infeksi yang dapat menambah panjang lamanya
perawatan. Luka tekan menimbulkan sebuah ancaman dalam pelayanan kesehatan karena
insidennya semakin hari semakin meningkat. Masalah luka tekan bukan hanya tingginya
angka insidens dan prevalensi, tetapi juga cost yang dikeluarkan dalam pelaksanaannya.
NPUAP National Presure Ulcer Advisory Panel (2012) telah mencatat biaya perawatan untuk
luka tekan mengalami kenaikan setiap tahunya. Amerika Serikat mengeluarkan $9,1 trilyun
sampai $11,6 trilyun setiap tahun dengan biaya asuhan untuk asuhan keperawatan setiap
ulkus tekan sekitar $20.900 sampai $151.700.

Terdapat dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan yaitu
faktor tekanan dan faktor toleransi. Tekanan merupakan penyebab utama luka tekan karena
tekanan dapat menyebabkan iskemia jaringan lunak dengan tekanan yang berkepanjangan.
Shear (geseran), friction (gesekan), kelembaban yang berlebihan dan mungkin juga infeksi
menjadi factor ekstrinsik yang berperan terhadap timbulnya luka tekan. Luka tekan terjadi
pada awal pasien dirawat di rumah sakit, biasanya dalam 2 minggu pertama dan 34% terjadi
pada minggu pertama (Yusuf S, 2010)

Pencegahan luka tekan dengan standar NPUAP National Presure Ulcer Advisory
Panel (2014) terutama pada perawatan luka tekan meliputi: pengkajian faktor risiko,
pengkajian kulit dan jaringan, perawatan kulit dan pemakaian alat medis. Pengkajian faktor
resiko dilakukan maksimal 8 jam setelah masuk perawatan menggunakan alat ukur yang
sesuai. Pengkajian kulit dan jaringan, dilakukan secara head-to-toe dan fokus khusus pada
kulit yang di atasnya ada tonjolan tulang. Selama perawatan, diperlukan intake nutrisi yang
adekuat meliputi intake energi, protein, hidarsi, vitamin, dan mineral. Reposisi dan mobilisasi
dini, setiap 1-2 jam. Mobilisasi progresif level 1 terbukti dapat mencegah terjadinya
dekubitus. Selain itu, adanya dukungan permukaan berupa penggunaan matras udara/khusus
dapat menurunkan kejadian luka tekan dibandingkan dengan tempat tidur standar. Pemakaian
alat medis, melakukan pemilihan dalam pemakaian dressing profilakasis.

Pada langkah pertama perawatan kulit, menjaga kulit agar tetap bersih dan kering,
dengan pH yang seimbang terhadap kulit. Melindungi kulit dari paparan kelembaban yang
berlebihan dengan memberikan topikal untuk mengurangi risiko kerusakan tekanan.
Penggunaan pelembab kulit untuk melembabkan kulit kering untuk mengurangi risiko
kerusakan kulit. Salah satu intervensi dalam menjaga integritas kulit adalah dengan cara atau
mengunakan barier pelindung kulit seperti liquid barrier films, transparent films dan
hydrocolloids.

Minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil (VCO) adalah minyak kelapa yang dihasilkan dari
pengolahan daging buah kelapa tanpa melakukan pemanasan atau dengan pemanasan suhu
rendah sehingga menghasilkan minyak dengan warna yang jernih, tidak tengik dan terbebas
dari radikal bebas akibat pemanasan. VCO diyakini baik untuk kesehatan kulit karena mudah
diserap kulit dan mengandung vitamin E. VCO juga mengandung komposisi asam lemak
jenuh salah satunya Asam Laurat. Asam laurat dalam tubuh akan diubah menjadi monolaurin
yang bersifat antivirus, antibakteri dan antijamur. Kandungan asam lemak terutama asam
laurat dan oleat dalam VCO bersifat melembutkan kulit. Penggunaan VCO juga merangsang
percepatan pada epitelisasi pada luka. VCO meningkatkan pertumbuhan jaringan granulasi,
bundel kolagen dengan perbaikan sel epitel dan makrofag pada luka.Perawatan kulit lainya,
seperti White Petroleum Jelly atau sering disebut Vaselin White yang berasal dari Petroleum
Jelly, adalah campuran dari minyak mineral, parafin dan lilin mikrokristalin, ketika ketiga zat
ini berbaur bersama-sama menciptakan sesuatu yang luar biasa, yakni jelly halus yang
memiliki titik leleh sedikit di atas suhu tubuh. Krim akan meleleh kedalam kulit, masuk
kedalam ruang antar sel-sel dan celah dalam lipid. Sesampainya disana krim akan kembali
membeku dan mengunci diri ditempatnya. Manfaat White Petroleum Jelly tidak hanya
menyembuhkan luka gores dan luka bakar,tetapi dapat mempertahankan luka tetap higienis
selama proses penyembuhan,dan dianjurkan pula untuk dipakai pada kondisi emergensi,
tetapi tidak dipakai pada luka bakar akut. Bahan ini dapat juga menangkap agen-agen infeksi
dibawah kulit. Sebagai alat proteksi kulit, petroleum jelly sangat penting digunakan yang
menyebabkan kulit terasa berminyak.Penggunaan topikal VCO maupun white petroleum jelly
dipilih karena manfaaatnya yang ada, harganya yang murah dan mudah di dapatkan. Dengan
adanya intervensi ini, diharapkan akan dilakukan selama pasien dirawat sampai dengan
discharge. Dengan adanya intervensi ini, diharapkan dapat diadopsi dan dipakai sebagai
langkah pencegahan luka tekan. Dengan demikian, melakukan penelitian terhadap aspek
perawatan kulit untuk mencegah luka tekan adalah peran perawat dalam upaya mencari
evidencebased terbaik dalam perawatan pasien dan bentuk pelaksanaan patient safety.

B. Rumusan masalah

Bagaimana pencegahan dan pengelolaan luka tekan ?

C Tujuan

Mengetahui bagaimana pencegahan dan pengelolaan luka tekan.

D. Manfaat penelitian

1. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang pencegahan dan pengelolaan luka tekan

2. Mengetahui tingkat efektifitas pada perawatan luka tekan stage1 dengan menggunakan
White petroleum jelly dan Virgin Coconut Oil (VCO) pada pasien tirah baring.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Luka Tekan

1. Definisi

Sabandar (2008), menyatakan dekubitus atau luka tekan berasal dari bahasa
latin, yaitu decumbre yang artinya merebahkan diri, yang diartikan sebagai luka yang
timbul karena posisi atau kedudukan pasien yang menetap dalam waktu yang lama
(lebih dari 6 jam). Potter & Perry (2006), menyatakan luka tekan terjadi pada pasien
immobilisasi atau bedrest dalam waktu yang lama. Tempat yang paling sering terjadi
luka tekan adalah sakrum, tumit, siku, maleous lateral, tronkater besar dan tuberositis
iskial. Harnawatiaj (2008), menyatakan luka tekan juga disebut sebagai ulkus dermal/
ulkus dekubitus yang terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian yang
mengganggu sirkulasi. Luka tekan (Luka akibat penekanan, Ulkus kulit, Bedsores)
adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi pada
kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan
tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya
dalam jangka panjang (Anonim, 2009). Definisi terbaik luka tekan adalah kerusakan
struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang
berhubungan 7 dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu
biasa. Selanjutnya, gangguan ini terjadi pada individu yang berada di atas kursi atau
di atas tempat tidur, sering kali pada inkontinensia dan malnutrisi ataupun individu
yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat
kesadaran. Luka tekan juga diartikan sebagai kerusakan lokal dari kulit dan jaringan
dibawah kulit yang disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna
Kalijana, 2008). Jadi pengertian luka tekan adalah kerusakan kulit karena penurunan
aliran darah yang terjadi akibat posisi atau kedudukan yang menetap dan tekanan
dalam waktu lama.

2. Klasifikasi

National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP), telah menyatakan sistem


klasifikasi empat tahap. Tahap pada luka tekan mendeskripsikan dalamnya luka tekan
pada saat pengkajian. Oleh karena itu, saat mengklasifikasikan tahapan luka tekan,
tahap ini akan bertahan meskipun luka tekan mengalami penyembuhan. Luka tekan
tidak boleh diubah dari tahap 3 ke tahap 1, tetapi luka tahap 3 yang menunjukkan
penyembuhan dinyatakan sebagai luka tekan tahap 3 yang mengalami penyembuhan
(Nix, 2007).

a.Tahap 1 : Muncul kemerahan pada kulit, yang memucat ketika kulit diregangkan.
Kulit dengan pigmentasi yang gelap mungkin tidak 8 memiliki pucat yang dapat
dilihat, warnanya dapat berbeda dari area disekitarnya.

b. Tahap 2 : Kehilangan kulit sebagian, meliputi epidermis, dermis atau keduanya.


Luka ini superfisial dan tampak secara klinis sebagai abrasi, melepuh atau
membentuk kawah yang dalam.

c. Tahap 3 : Kehilangan jaringan kulit seluruhnya. Lemak subkutan tampak, tetapi


tulang, tendon dan otot tidak tampak. Cekungan (sloug) dapat tampak, tetapi tidak
jelas dalamnya jarigan yang hilang. Dapat meliputi lubang dan lorong.

d. Tahap 4 : Kehilangan seluruh jaringan dengan tulang, tendon dan otot tampak.
Cekungan atau bekas luka tampak pada beberapa bagian luka. Dapat meliputi
lubang dan lorong. Untuk luka pada kulit yang tidak diperbaiki, perlu mengkaji
jenis jaringan yang berada pada dasar luka, karena informasi ini digunakan untuk
merencanakan intervensi yang tepat. Pengkajian jenis jaringan meliputi jumlah
(presentase) dan penampilan (warna) jaringan yang dapat sembuh atau tidak.
Jaringan granulasi adalah jaringan yang merah lembab yang terdiri atas pembuluh
darah merah, yang jika terdapat pada kulit menunjukkan adanya perkembangan
dalam penyembuhan. Jaringan yang kuning atau putih lembut adalah ciri-ciri dari
cekungan (slough), yaitu substansi yang berserabut yang melekat pada dasar luka,
dan perlu dibersihkan sebelum luka dapat sembuh. Jaringan nekrotik yang hitam
atau 9 coklat adalah jaringan parut, yang perlu dibersihkan sebelum penyembuhan
terjadi.

Mengukur ukuran luka, membersihkan perubahan ukuran luka secara


keseluruhan, yang merupakan indikator kemajuan penyembuhan luka (Nix, 2007).
Eksudat luka mendeskripsikan jumlah, warna, konsistensi dan bau drainase luka,
serta bagian dari pengkajian luka. Eksudat yang berlebihan mengindikasikan
adanya infeksi dan yang terakhir, evaluasi keadaan kulit seperti kemerahan,
kehangatan, maserasi dan edema (bengkak) disekitar luka. Jika keadaan ini
ditemukan di kulit sekitar luka, berarti mengindikasikan keadaan luka yang
memburuk.

Tabel 2.1 Klasifikasi Luka

Deskripsi Penyebab Implikasi


( Awitan dan durasi ) Penyembuhan
Akut Trauma, insisi Luka biasanya mudah
Luka yang muncul pembedahan dibersihkan dan
melalui proses perbaikan diperbaiki. Ujung luka
yang berurutan dan tepat bersih dan utuh
waktu yang
menghasilkan integritas
anatomis dan fungsional
Kronis Gangguan vaskular, Paparan kontinu yang
Luka yang gagal inflamasi kronis dan memperlambat proses
melakukan proses cedera berulang pada peyembuhan luka.
perbaikan yang jaringan ( Doughty dan
berurutan dan tepat Sparks- Defriese, 2007 )
waktu untuk
menghasilkan integritas
anatomis dan fungsional

Proses penyembuhan luka

Penyembuhan primer Insisi pembedahan, luka Proses penyembuhan


Luka yang tertutup yang dijahit atau distaples terjadi dengan proses
epitelisasi, sembuh
dengan cepat dan bekas
luka minimal.
Penyembuhan sekunder Ulkus tekan, luka Proses penyembuhan
Ujung luka tidak menyatu pembedahan yang terjadi dengan
jaringannya hilang pembentukkan granulasi
jaringan, kontraksi luka
dan epitelisasi.
Penyembuhan tersier Luka yang terkontaminasi Penutupan luka tertunda
Luka dibiarkan terbuka dan membutuhkan hingga risiko infeksi
selama beberapa hari, observasi tanda-tanda diatasi ( Doughty dan
kemudian ujung luka inflamasi Sparks- Defriese, 2007 )
menyatu
Sumber (Perry & Potter, 2005

Dalam proses penyembuhan luka, ada 3 fase yang terlibat, yaitu : inflamasi,
proliferasi dan remodeling

a) Fase inflamasi : tahap inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap luka sendiri dan
terjadi dalam beberapa menit setelah cedera dan berakhir kira-kira 3 hari. Selama
homeostatis, sel pembuluh darah yang cedera berkontriksi dan platelet berkumpul
untuk menghentikan perdarahan. Pembekuan ini membentuk matriks fibrin yang
kemudian menjadi kerangka perbaikan sel. Respons inflamasi ini sangat penting
dan jangan memberikan kompres dingin di area luka untuk mengurangi
pembengkakan, jika pembengkakan terjadi dalam kompartemen yang tertutup
(misalnya pergelangan kaki atau leher).

b) Fase proliferatif : fase ini dimulai dan berakhir dalam waktu 3-24 jam. Aktivitas
utama fase ini adalah mengisi luka dan membentuk kembali permukaan luka
melalui proses epitelialisasi. Fibroblas tampak pada fase matriks untuk granulasi.
Kolagen memberikan kekuatan dan integritas struktural pada luka. Selama
periode ini, luka berkontraksi untuk mengurangi area yang mengalami
penyembuhan.

c) Remodeling : maturasi, tahap akhir proses penyembuhan luka, kadang terjadi


lebih dari satu tahun, bergantung pada kedalaman dan besarnya luka. Jaringan
parut kolagen terus diatur dan meningkatkan kekuatanya selama beberapa bulan.
Namun luka yang telah sembuh biasanya tidak memiliki daya regang terhadap
jaringan yang digantikan. Serat kolagen mengalami remodeling atau pengaturan
kembali sebelum menunjukkan penampilan yang normal. Biasanya jaringan parit,
terdiri atas sedikit sel yang berpigmen (melanosit) dan memiliki warna yang lebih
terang dari kulit normal.

3. Etiologi
Gangguan integritas kulit yang terjadi pada luka tekan merupakan akibat dari
tekanan. Namun, ada faktor-faktor tambahan yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya luka tekan. Berbagai faktor dapat mempengaruhi pembentukan luka
tekan, diantaranya gaya gesek, friksi, kelembaban, nutrisi buruk, anemia, infeksi,
demam, gangguansirkulasi perifer, obesitas dan usia (Potter & Perry, 2005).
Dekubitus atau luka tekan merupakan kerusakan jaringan yang terlokalisir,
disebabkan karna adanya kompresi jaringan lunak diatas tulang yang menonjol
dan adanya tekanan dari luar, dalam jangka waktu yang lama. Kompresi jaringan
dapat membuat gangguan pada suplai darah didaerah yang tertekan. Apabila terus
berlangsung akan menyebabkan insufiens aliran darah, anoreksia atau iskemia
jaringan dan akhirnya dapat menimbulkan kematian sel. Luka tekan, nyeri tekan,
ulkus dekubitus, dan luka baring adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tekanan lama
dan tidak teratasi. Terminologi yang paling sering digunakan adalah luka tekan,
yang sesuai dengan rekomendasi petunjuk luka tekan yang ditulis Wound,
Ostomy, And Continence Nurse Society (WOCN, 2003), luka tekan adalah
cedera pada kulit dan jaringan lainnya yang berada dibawahnya, biasanya diatas
penonjolan tulang, akibat tekanan atau akibat gaya gesek.

Banyak faktor yang menyebabkan pembentukan luka tekan pada pasien.


Faktor ini sering dihubungkan dengan penyakit, misalnya menurunnya tingkat
kesadaran yang berhubungan dengan efek setelah trauma terjadi, tekanan pada
gips, atau akibat penyakit seperti menurunya sensasi yang berhubungan dengan
cedera serebrovaskuler. Braden dan Bergstrom (2000), mengembangkan sebuah
skema untuk menggambarkan faktorfaktor resiko untuk terjadinya luka tekan.
Gambar 2.1 Skema konseptual tentang etiologi luka tekan (Braden &
Bengstrom, 2000)

a. Gangguan persepsi sensorik


Pasien dengan gangguan persepsi sensorik terhadap nyeri dan tekanan
lebih berisiko mengalami gangguan integritas kulit daripada klien dengan
sensasi normal. Pasien dengan gangguan persepsi sensorik terhadap nyeri dan
tekanan adalah pasien yang Aktivitas Mobilitas Persepsi Sensori Faktor
Ekstrisik Kelembapan Gesekan Tenaga yang merobek Faktor Intrinsik
Nutrsisi Umur Tekanan arteriolar Faktor hipotesis yang lain : Stres emosional,
merokok, temperatur kulit. Tekanan Toleransi Jaringan Perkembangan luka
tekan 14 tidak mampu merasakan kapan sensasi pada bagian tubuh mereka
meningkat, adanya tekanan yang lama, atau nyeri. Oleh karena itu, pasien
tanpa kemampuan untuk merasakan bahwa terdapat nyeri atau tekanan akan
menyebabkan resiko berkembangnya ulkus tekan.
b. Gangguan mobilisasi

Pasien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri memiliki


risiko mengalami ulkus tekan. Misalnya pasien dengan cedera tulang belakang
mengalami penurunsn atau tidak memiliki sensasi motorik dan sensorik, serta
tidak mampu mereposisi posisi pada penonjolan tulang.

c. Gaya Gesek Tekanan pada dua permukaan bergerak melintasi satu dan yang
lainnya seperti tekanan mekanik yang digunakan saat kulit ditarik melintasi
permukaan kasar seperti linen tempat tidur, disebut dengan friksi. Cedera
akibat gaya gesek terjadi pada pasien yang gelisah, yang memiliki pergerakan
yang tidak terkontrol, seperti keadaan spasme dan pada mereka yang kulitnya
ditarik, bukan diangkat dari permukaan tempat tidur selama perubagan posisi.
Gaya gesek merupakan tekanan yang diberikan pada kulit dengan arah pararel
terhadap permukaan tubuh (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry 2005).

d. Kelembapan.

Adanya kelembapan dan durasi kelembapan pada kulit meningkatkan


pembentukan ulkus. Kelembapan mengurangi tahanan kulit pada faktor fisik
seperti tekanan dan atau gaya geser. Kondisi lembap yang terjadi dalam waktu
lama akan melembutkan kulit, membuat kulit lebih rentan terhadap bahaya.
Pasien dengan immobilisasi serta yang tidak mampu melakukan kebutuhan
higiene sendiri, bergabtung sepenuhnya pada perawat untuk tetap menjaga
kulit tetap kering dan utuh. Kelembapan kulit berasal dari drainase luka,
perspirasi yang berlebihan serta inkontinensia fekal dan urine.

e. Gangguan Nutrisi Status nutrisi merupakan faktor risiko kritis terhadap


berkembangnya ulkus tekan. Keutuhan kulit dan penyembuhan luka akan lebih
baik jika pasien berada pada kondisi keseimbangan nitrogen yang positif dan
kadar serum protein yang adekuat. Keseimbangan nitrogen adalah
keseimbangan antara nitrogen yang masuk dan nitrogen yang dikeluarkan
tubuh, baik untuk proses pembentukan sel-sel tubuh atau serat otot maupun
yang digunakan untuk energi. Pasien yang dirawat di rumah sakit diperkirakan
mengalami malnutrisi. Penurunan intake nutrisi disebabkan oleh ketidak
mampuanuntuk makan sendiri, kehilangan berat badan, hipoalbuminemia, dan
malnutrisi pada umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk
terjadinya luka tekan. Hipoalbuminemia mengakibatkan jaringanlunak mudah
sekali rusak. Kekurangan protein juga dapat mengakibatkan edema. Penelitian
tentang Guenter hipoalbuminemia, kelhilangan berat badan, dan malnutisi
umumya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan,
terlebih lagi pada luka tekan stadium tiga dan empat.

f. Gangguan Aktivitas Mengetahui tentang kemampuan dasar pasien untuk


ambulasi yang dapat dikaji atau ditanyakan melalui pengasuh pribadi.
Kegiatan ini dinilai dari perspektif perkembangan anak, misalnya, banyak
balita mengambil langkah-langkah pertama mereka antara usia 9 sampai 12
bulan usia, dengan bergerak pada dua kaki sambil memegang ke objek,
kemudian berjalan secara mandiri oleh setelah memasuki usia 15 bulan.

g. Perfusi jaringan dan oksigenasi Menilai pulse oximetry pasien (SpO2),


membaca studi darah, pengisian ulang kapiler, dan fisiologis pasien.

4. Patofisiologi

National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP), 1989 dalam Potter


& perry (2005), menyatakan bahwa luka tekan adalah nekrosis jaringan lokal
yang terjadi saat jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan
permukaan eksternal dalam waktu yang lama. Pasien yang mobilisasinya
berkurang, persepsi sensoriknya berkurang, inkontinensia feses atau urine, dan
atau nutrisi yang buruk memiliki risiko mengalami ulkus tekan. Tekanan yang
terus menerus dan lama akan mempengaruhi metabolisme sel dengan
menurunkan atau menghambat aliran darah, sehingga iskemia jaringan dan
selanjutnya kematian jaringan.

Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya luka tekan yaitu:

a. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler

b. Durasi dan besarnya tekanan

c. Toleransi jaringan

Semakin besar tekanan dan durasinya, maka semakin besar pula insidensinya
terbentuknya luka (Potter & Perry, 2005). Kulit dan jaringan subkutan dapat
mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar dari pada
tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke
dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehingga terjadi
cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak
dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah
kolaps dan trombosis (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry, 2005). Jika
tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan akan
pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit
mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari otot,
maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan
dengan tekanan yang 18 akhirnya melebar ke epidermis (Maklebust, 1995
dalam Potter & Perry, 2005). Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh
distribusi berat badan yang tidak merata. Seseorang mendapatkan tekanan
konstan pada tubuh dari permukaan tempatnya berada karena adanya gravitasi
(Berecek, 1975 dalam Potter & Perry, 2005). Jika tekanan tidak terdistribusi
secara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan
tekanan akan meningkat dan metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami
gangguan. Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya
gaya gesek yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area
sakral dan tumit merupakan area yang paling rentan (Maklebust, 1987 dalam
Potter & Perry, 2005).

Manifestasi Klinis Menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel


(NPUAP) , luka tekan dibagi menjadi empat stadium ,yaitu :

a. Stadium 1: Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema


pada kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium
ini biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari. Tanda dan
gejala: Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila
dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda
sebagai berikut: perubahan temperatur 19 kulit (lebih dingin atau lebih
hangat), Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak), Perubahan
sensasi (gatal atau nyeri).

b. Stadium 2: Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan


adiposa terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit partial (epidermis
dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya lecet dan lepuh . Stadium ini
dapat sembuh dalam 10-15 hari. Tanda dan gejala: Hilangnya sebagian
lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah
lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang
dangkal.

c. Stadium 3: Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot


sudah mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan
hilang struktur fibril. Tanda dan gejala: Hilangnya lapisan kulit secara
lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih
dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang
dalam.

d. Stadium 4: Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi.


Dapat sembuh dalam 3-6 bulan. Tanda dan gejala : Hilangnya lapisan kulit
secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan
pada otot, tulang atau tendon. 20 6. Pathways Keperawatan Imobilitas
( National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP), 1989 dalam Potter &
Perry, 2005) Tekanan pada kulit yang terus menerus dan dalam waktu yang
lama Penurunan metabolisme sel untuk mengedarkan O2 dan nutrisi serta
mengeliminasi sampah metabolisme melalui darah Penurunan aliran darah
yang membawa O2 dan nutrisi ke jaringan Jaringan kekurangan O2
(hipoksia) Iskemia jaringan Nyeri akut Risiko kerusakan integritas kulit
Risiko infeksi Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah
Menurunnya kemampuan sel keratin yang berada di permukaan kulit untuk
melindungi kulit dari mikroba, panas, abrasi(gesekan) dan zat kimia.
Perubahan struktur dermis dan epidermis
7. Komplikasi

Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV,
walaupun dapat terjadi pada luka yang superfisial.

Menurut Sabandar (2008), komplikasi yang dapat terjadi antara lain:

a. Infeksi
Umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun anaerobik.

b. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteotitis,


osteomielitis, dan arthritis septik.

c. Septikimia

Septikemia adalah adanya bakteri dalam darah. Hal ini


umumnya dikenal sebagai keracunan darah atau bakteremia. Istilah
lain untuk septikemia adalah Blood poisoning. Septikemia ini adalah
merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme
tertentu dan produk beracun dalam aliran darah. Septikemia
merupakan suatu kondisi infeksi serius yang mengancam jiwa, dan
cepat memburuk.

d. Anemia Pasien anemia beresiko terjadi dekubitus. Penurunan level


hemoglobin mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan oksigen
serta mengurangi jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia
juga mengganggu metabolisme sel dan mengganggu penyembuhan
luka (Potter & Perry, 2005).

e. Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia adalah albumin yang rendah, keadaan
dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL. Hipoalbuminemia
mencerminkan pasokan asam amino yang tidak memadai dari protein,
sehingga mengganggu sintesis albumin serta protein lain oleh hati. 8.
Pemeriksaan Penunjang

Anda mungkin juga menyukai