ASMA BRONKIAL
Oleh :
Noy Parida Yanti S,S.Ked
G1A219055
Pembimbing:
dr. Wahyu Indah Dewi Aurora, M.K.M
LAPORAN KASUS
ASMA BRONKIAL
Oleh :
Noy Parida Yanti S,S.Ked
G1A219055
ii
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Asma Bronkial” sebagai kelengkapan persyaratan
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Rotasi 2 di Puskesmas Paal X.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Wahyu Indah Dewi Aurora,
M.K.M yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk
membimbing penulis selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Paal X.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan guna kesempurnaan laporan kasus ini, sehingga nantinya dapat
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................................iii
DAFTARISI................................................................................................................iv
BAB II TINJAUANPUSTAKA.................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................29
LAMPIRAN...............................................................................................................30
iv
BAB I
LAPORAN KASUS
5
berobat dan persediaan obat asma di rumah juga sudah habis. Pasien mengaku
jika timbul sesak baru pasien berobat ke Puskesmas.
1.8 Riwayat Makan, Alergi, Obat Obatan, Perilaku Kesehatan Dll Yang
Relevan
Pasien mengaku sering mengkonsumsi sayur, namun jarang
mengkonsumsi buah. Pasien juga tidak pernah berolahraga.
Pasien memiliki alergi terhadap udara dingin (+), alergi makanan dan
obat (-)
Riwayat merokok sejak usia 17 tahun, dan 2 anaknya juga perokok.
6
Tinggi Badan : 165 cm
IMT : 23,33 kg/m2 (normoweight)
Pemeriksaan Generalisata
1. Kepala Bentuk : Normocephal
Simetri : Simetris
2. Mata Exopthalmus/enophatlmus : (-)
Kelopak : Normal
Conjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterik (-)
Kornea : Normal
Pupil lensa : Bulat, isokor,
reflexcahaya +/+
Lensa : Normal, keruh (-)
Gerakan bola mata : Baik
3. Hidung : Deviasi septum(-), sekret (-)
4. Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-/-), sekret (-/-)
5. Mulut : Bibir : lembab
Bau pernafasan : berbau (-)
Gusi : warna merah muda, perdarahan (-)
Selapu lendir : normal
Lidah : putih kotor (-), ulkus (-)
Tonsil : T1-T1, hiperemis (-)
6. Leher : Pembesaran KGB (-)
7. Thorax
Bentuk : Simetris,normochest, peleberan sela iga(-), otot
bantu nafas(-)
7
Cor (Jantung)
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi Batas jantung atas: ICS II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kanan: ICS IV line parasternalis dextra
Batas jantung kiri: ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultas BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
i
Pulmo (Paru)
Pemeriksaa
Kanan Kiri
n
Inspeksi Gerakan dinding dada Gerakan dinding dada
simetris, retraksi (-) simetris, retraksi (-)
Palpasi Masa (-), krepitasi (-) Masa (-), krepitasi (-)
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler(+), Wheezing (+), Vesikuler(+), Wheezing (+),
ronkhi (-) rhonki (-)
8. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk datar, caput medusa (-), venektasi (-).
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+),hepar lien ginjal tidak
teraba.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
9. Ekstremitas:
Superior : Edema (-/-), akral hangat, CRT <2 detik
Inferior : Edema (-/-), akral hangat, CRT <2 detik,
sianosis (-), krepitasi genu (-/-)
Pemeriksaan Penunjang
- Tidak dilakukan pemeriksaan
8
1.10 Pemeriksaan Penunjang Anjuran
Darah rutin
Spirometri
1.13 Manajemen
Promotif :
a. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan yang bergizi
b. Meningkatkan kebersihan rumah
c. Segera membawa ke tempat pelayanan kesehatan jika sakit berulang
d. Menjelaskan bahwa penyakit sering berulang
e. Memberi tahu faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit pasien
Preventif :
a. Menghindari alergen seperti asap, debu, bulu binatang, wol dll
b. Menghindari pemakain karpet
c. Jangan memelihara hewan berbulu seperti anjing dan kucing
d. Tidur tidak menggunakan kipas angin yang terlalu kencang
e. Hindari mandi pada malam hari, kalau perlu gunakan air hangat
f. Hindari kerja yang berat dan stress
Kuratif :
Non Farmakologi
Menghindari alergen seperti asap, debu, bulu binatang, wol dll
9
Istirahat yang cukup
Posisikan badan setengah duduk atau posisi nyaman untuk
mengurangi sesak.
Minum air hangat
Farmakologi
Salbutamol tab 4mg 3x1
Retaphyl tab 300mg 1x1
Berotec Inhaler
Rehabilitatif
Memantau penyakit pasien secara rutin. Hal ini dilakukan dengan
kerja sama dari pasien tersebut dengan mengikuti saran dokter
untuk datang berobat secara berkala.
Jika keluhan dirasakan kembali segera berobat ke pelayanan
medis terdekat
Menyediakan persediaan obat di rumah
10
Resep Puskesmas Resep Ilmiah 1
Pro : Tn M Pro : Tn M
Alamat: RT 11 KAB Alamat: RT 11 KAB
Resep tidak boleh ditukar tanpa Resep tidak boleh ditukar tanpa
sepengetahuan dokter sepengetahuan dokter
11
12
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Epidemiologi
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia.
Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktiviti, akan tetapi dapat
bersifat menetap dan mengganggu aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti
menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan dapat menimbulkan disability
(kecacatan), sehingga menambah penurunan produktiviti serta menurunkan kualiti
hidup.2
Patofisiologi Asma
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain
alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma
dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur
imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I
(tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada
orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal
dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi.
Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast
pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE
orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang
melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan
berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin,
leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan
efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam
lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan
inflamasi saluran napas.
Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu
10-15 menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan
respons terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada
otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan
alergen dan bertahan selama 16- 24 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa
15
minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting
Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma. Pada jalur saraf
otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag
alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal
menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan
oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan
memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi
yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada
beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya
pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan
tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa
yang terangsa menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P,
neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah
yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma,
hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.
Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor
lingkungan.3,5,6
1. Faktor Genetik
a. Atopi/alergi
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan
faktor pencetus.
b. Hipereaktivitas bronkus
c. Jenis kelamin
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun,
prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan.
Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa
menopause perempuan lebih banyak.
d. Ras/etnik
e. Obesitas
2. Faktor lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit
binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
3. Faktor lain
a. Alergen makanan
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk,
bahan penyedap pengawet, dan pewarna makanan.
g. Exercise-induced asthma
h. Perubahan cuaca
Klasifikasi Asma2,4
Sebenarnya derajat berat asma adalah suatu kontinum, yang berarti bahwa
derajat berat asma persisten dapat berkurang atau bertambah. Derajat gejala
eksaserbasi atau serangan asma dapat bervariasi yang tidak tergantung dari derajat
sebelumnya.
Asma dapat diklasifikasikan pada saat tanpa serangan dan pada saat
serangan. Tidak ada satu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-
ringannya suatu penyakit, pemeriksaan gejala-gejala dan uji faal paru berguna
untuk mengklasifikasi penyakit menurut berat ringannya. Klasifikasi itu sangat
penting untuk penatalaksanaan asma. Berat ringan asma ditentukan oleh berbagai
19
Diagnosis1,3,6,7
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa
batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan
cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti
kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
Faal Paru
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi
mengenai asmanya , demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai
dispnea dan mengi; sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru
antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter
objektif menilai berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:
obstruksi jalan napas
reversibiliti kelainan faal paru
variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan
napas
21
Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah
diterima secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan
spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE).
1. Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti
vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui
prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan
penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi
penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-
3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
1. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau
VEP1 < 80% nilai prediksi.
2. Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma
3. Menilai derajat berat asma
Pencegahan 2,5,7
Eksaserbasi asma adalah episode akut atau subakut dengan sesak yang
memburuk secara progresif disertasi batuk, mengi, dan dada sakit, atau beberapa
kombinasi gejalagejala tersebut. Eksaserbasi ditandai dengan menurunnya arus
napas yang dapat diukur secara obyektif (spirometri atau PFM) dan merupakan
indikator yang lebih dapat dipercaya dibanding gejala. Penderita asma terkontrol
dengan steroid inhaler, memiliki risiko yang lebih kecil untuk eksaserbasi.
(10 hari) juga mungkin tidak perlu tapering off bila penderita juga mendapat
kortikosteroid inhaler.
Tatalaksana1,2,4,5,6
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Tujuan penatalaksanaan asma:
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
6. Tanpa eksaserbasi
Eksaserbasi asma adalah episode akut atau subakut dengan sesak yang
memburuk secara progresif disertasi batuk, mengi, dan dada sakit, atau beberapa
kombinasi gejalagejala tersebut. Eksaserbasi ditandai dengan menurunnya arus
napas yang dapat diukur secara obyektif (spirometri atau PFM) dan merupakan
indikator yang lebih dapat dipercaya dibanding gejala. Penderita asma terkontrol
dengan steroid inhaler, memiliki risiko yang lebih kecil untuk eksaserbasi.
Namun, penderita tersebut masih dapat mengalami eksaserbasi, misalnya bila
menderita infeksi virus saluran napas. Penanganan eksaserbasi yang efektif juga
melibatkan keempat komponen penanganan asma jangka panjang, yaitu
pemantaan, penyuluhan, kontrol lingkungan dan pemberian obat. Tidak ada
keuntungan dari dosis steroid lebih tinggi pada eksaserbasi asma, atau juga
keuntungan pemberian intravena dibanding oral. Jumlah pemberian steroid
sistemik untuk eksaserbasi asma yang memerlukan kunjungan gawat darurat dapat
berlangsung 3-10 hari. Untuk kortikosteroid, tidak perlu tapering off, bila
diberikan dalam waktu kurang dari satu minggu. Untuk waktu sedikit lebih lama
(10 hari) juga mungkin tidak perlu tapering off bila penderita juga mendapat
kortikosteroid inhaler.
Medikasi Asma
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi
jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
27
Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang
termasuk obat pengontrol :
1. Kortikosteroid inhalasi
2. Kortikosteroid sistemik
3. Sodium kromoglikat
4. Nedokromil sodium
5. Metilsantin
6. Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
7. Agonis beta-2 kerja lama, oral
8. Leukotrien modifiers
9. Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)
Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala
akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi
jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.
BAB III
ANALISIS KASUS
Pasien dan 2 anaknya sering merokok di dalam rumah. Asap dari rokok
dapat membuat pasien sesak sehingga terdapat hubungan antara penyakit yang
diderita pasien dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan sekitar.
3.3 Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada
pasien ini:
Resiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor penjamu
(host factor) dan faktor lingkungan. Faktor penjamu disini termasuk predisposisi
genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma yaitu genetik asma,
alergik (atopi), hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Adapun yang
merupakan faktor penjamu pada pasien di kasus ini yaitu genetik, dimana ayah
pasien memiliki riwayat sakit asma.
30
LAMPIRAN
Kondisi rumah dan lingkungan pasien
31