Anda di halaman 1dari 5

Peluru Emas dan Nyi Pethak

Cerpen Panji Sukma

Dipan jati yang beberapa saat lalu mengaduh-gaduh, kini sunyi dan dingin. Dua tubuh
tergolek tanpa daya dengan kelamin yang membusuk.

“Bahkan ketika telah di neraka sekalipun, kau masih bisa mengalahkanku,” ucap salah
satu darinya dengan terbata-bata.

***
Perkara kemahsyuran, tidak ada yang melebihi nama Demang Sukayana, setidaknya
di sepanjang timur Kali Bengawan Semanggi. Seorang pemimpin rakyat yang tidak hanya bijak
namun juga dipercaya memiliki kesaktian yang diwariskan sang ayah, Demang Branjangan.
Banyak cerita yang tersebar perihal kesaktian Demang Sukayana, dari ia yang bisa
menyeberangi Bengawan Semanggi dengan satu lompatan, hingga mampu merobohkan
seekor kuda yang mengamuk di pasar dengan sebuah sapuan. Namun yang paling mahsyur
sekaligus pernah disaksikan banyak orang adalah kekebalan Demang Sukayana saat diterjang
peluru Tumenggung Tjipto, abdi dalem keraton yang sejak lama iri dengan kemahsyuran
Demang Sukayana. Senapan yang di larasnya terukir nama Defras milik Temenggung Tjipto
berhasil direbut Demang Sukayana. Kini senapan itu terpajang di tengah joglo Demang
Sukayana, menjadi hiasan yang selalu menarik perhatian setiap tamu yang berkunjung.

Sebenarnya, tak lama kemudian Tumenggung Tjipto tahu dari sang ayah, pengapesan1
Demang Sukayana adalah dengan peluru emas, hal yang juga menjadi alasan kematian
Demang Branjangan. Namun Tumenggung Tjipto tak mau gegabah, sebab apabila
pengapesan itu tak benar, berarti ia hanya akan dipermalukan untuk kedua kali. Hingga
akhirnya suatu hari ayah Tumenggung Tjipto yang tak sanggup melihat kemurungan anaknya,
menceritakan sebuah rahasia bahwa senapan yang diwariskan pada sang anak dan kini
berada di tangan Demang Sukayana itu adalah milik seorang menir. Sahabat ayah
Tumenggung Tjipto yang tak lain ayah dari istri Demang Sukayana. Ia juga memberi banyak
wejangan hingga malam memasuki setengahnya, tak terkecuali tentang kisah kematian

1
Hal yang dapat mencelakai seseorang dengan kemampuan tertentu.
Demang Branjangan dan alasan senapan itu bisa ia miliki. Usai merasa cukup mendapat bekal
dari sang ayah, Tumenggung Tjipto menyusun siasat. Ia tak hanya ingin membunuh Demang
Sukayana. Ia berambisi menghancurkannya.

Memang duel antara Demang Sukayana dan Tumenggung Tjipto telah lama berlalu,
namun ingatan tentang kehebatan Demang Sukayana yang membuat Tumenggung Tjipto
kehilangan muka itu melekat dalam benak penduduk. Meski Demang Sukayana telah
memaafkan dan menganggap kejadian itu hanyalah kesalah-pahaman, akan tetapi semua
tahu bahwa masih terjadi perang dingin di antara keduanya. Tumenggung Tjipto kerap tiba-
tiba datang bersama pengawalnya dan sengaja membuat kegaduhan di pasar yang
dimaksudkan agar penduduk mengerti bahwa ia memiliki kuasa, tentu saja karena di bawah
naungan keraton.

Demang Sukayana memiliki istri yang amat cantik, Nyi Murni Kinasih. Meski begitu, ia
lebih dikenal sebagai Nyi Pethak karena kulitnya yang putih. Usia mereka terpaut cukup jauh,
tiga puluh tahun. Nyi Pethak bertubuh tinggi semampai, berambut cokelat, dan bermata biru.
Demang Sukayana sengaja merahasiakan perihal istrinya yang lahir dari rahim seorang
pribumi yang diperkosa oleh menir belanda sebelum akhirnya menir itu mati di tangan ayah
Demang Sukayana. Nyi Pethak hanya tahu bahwa ia diasuh oleh ayah Demang Sukayana
karena orangtuanya tewas dalam perang. Pada usia yang dirasa cukup, ia dijodohkan dengan
Demang Sukayana. Demang Sukayana amat menyayangi dan memanjakan istrinya,
mengelokkan Nyi Pethak yang pada dasarnya sudah elok dengan memberikan sandangan dan
perhiasan terbaik. Meski begitu, tak banyak yang tahu sebenarnya Nyi Pethak tidak merasa
bahagia. Kehidupan ranjang mereka tak berjalan sebagaimana mestinya, Demang Sukayana
tak lagi memiliki keperkasaan karena usia yang lanjut. Terlebih Demang Sukayana kerap
mengamalkan puasa laku2 empat puluh hari penuh, yang berarti selama itu ia akan
menghindari tidur seranjang. Mungkin itu pula salah satu alasan keduanya belum dikaruniai
anak. Meski begitu, Nyi Pethak cukup baik menyembunyikan keadaan itu sehingga orang-
orang menganggap hubungan mereka baik-baik saja. Tak sedikit pula orang yang
mendambakan untuk memiliki hubungan seperti mereka, lelaki berwibawa dan mahsyur yang
beristri perempuan cantik jelita.

2
Amalan yang dijalankan guna mencapai tujuan tertentu.
Suatu kali, ketika matahari masih tampak menggantung di puncak Gunung Lawu, Nyi
Pethak yang tengah berbelanja di pasar didatangi oleh orang suruhan Tumenggung Tjipto.
Diserahkan pada Nyi Pethak sebuah bumbung yang ketika dibuka ternyata berisi surat.
Sesampainya di rumah, Nyi Pethak dengan saksama membacanya. Tumenggung Tjipto
menjelaskan melalui surat itu perihal siapa pembunuh ayah Nyi Pethak, hal yang selama ini
dirahasiakan darinya. Tak terkecuali tentang nama yang terukir di laras senapan, Defras, yang
tak lain ayah Nyi Pethak. Namun, Tumenggung Tjipto sengaja tak menceritakan tentang
perkosaan dan alasan kenapa ayahnya dibunuh.

Semenjak hari itu, hari-hari Nyi Pethak berjalan tak seperti biasanya. Ia tampak
murung dan lebih kerap mengurung diri di kamar. Demang Sukayana merasakan perubahan
sikap istrinya, namun tiap kali ia bertanya, Nyi Pethak hanya bilang bahwa ia sedang kurang
sehat. Nyi Pethak juga kerap pulang terlambat tiap kali berbelanja di pasar. Tak ada yang tahu
alasannya, ia melarang embannya ikut dan memilih berangkat sendiri. Karena kuatir, pernah
satu kali Demang Sukayana menyuruh emban untuk menyusul Nyi Pethak di pasar, namun
istrinya itu tak ditemukan.

Pada purnama ke tujuh di tahun dengan musim panen terbaik, datang orang suruhan
Tumenggung Tjipto menemui Demang Sukayana. Ia menyampaikan bahwa tuannya
menantang duel Demang Sukayana di Tanah Tritis, wilayah di sisi tenggara yang terkenal
tandus hingga membuatnya terbengkalai karena ditinggalkan penduduk. Demang Sukayana
abai dengan tantangan itu, ia merasa tak harus meladeni, hatinya sedang semerbak karena
bayi yang sedang dikandung sang istri. Namun Nyi Pethak terus membujuk agar suaminya itu
berangkat ke Tanah Tritis, demi harga diri dan tanggung jawab, ucapnya. Bahkan ia berujar
bahwa itu permintaan nyidamnya.

“Selesaikanlah, agar anak kita kelak bisa hidup dengan tenang.”

Demang Sukayana menggurat senyum. Ia mengangguk lalu mengecup pelupuk mata


istrinya. Kuda gagah berjambul lebat dengan pelana kulit macan kumbang melesat ke arah
tenggara membawa Demang Sukayana. Disibaknnya kegelapan, derap langkah kuda
membelah hening malam saat Demang Sukayana melintasi perbatasan kademangan.

Mata Demang Sukayana terbelalak ketika menyadari ada yang menyasar


punggungnya hingga tembus ke dada. Ia terjatuh dari kuda, tersungkur di tanah merah.
Dengan sisa tenaga yang ada ia menoleh ke belakang. Beberapa kali darah segar menyembur
dari mulutnya. Tampak Tumenggung Tjipto menodongkan senapan yang tak asing bagi
Demang Sukayana. Menyadari ajalnya akan segera tiba, Demang Sukayana meminta agar
Tumenggung Tjipto tak mengganggu istrinya, terlebih sang istri saat ini tengah mengandung.
Atas permintaan itu, Demang Sukayana akan memberikan Mani Gendruwo yang selama ini
menjadi azimat kekebalannya pada Tumenggung Tjipto. Tumenggung Tjipto tertawa bahak
mendengar itu.

“Istrimu? Hahaha! Asal kau tahu, kau ditembus peluru emas yang terbuat dari anting
istrimu yang dilebur. Bahkan perempuan itu sendiri yang menyerahkan, sekaligus
menawarkan tubuh mulusnya. Hahaha!”

“Biadab. Pandai sekali kau mengarang cerita,” rintih Demang Sukayana.

“Aku tidak mengarang cerita. Kau butuh bukti? Aku tahu di dada kiri istrimu ada dua
tahi lalat. Dan kau pikir dari mana aku mendapat ini,” ucap Tumenggung Tjipto sembari
memainkan senapan di tangannya.

Demang Sukayana tampak terkaget. Namun sesaat kemudian ia menggurat senyum


lalu terbahak hingga memecah keheningan.

“Baiklah. Aku mengaku kalah.” Demang Sukayana menggerakkan tangannya.


“Terimalah ini,” lanjutnya. Ia melemparkan Mani Gendruwo pada Tumenggung Tjipto.
Dengan mata berapi-api, Tumenggung Tjipto bergegas menyimpannya di balik stagen.

Merasa telah menang, Tumenggung Tjipto menuju ke arah barat untuk segera
menyeberang Bengawan Sore, ia bermaksud sesegerakan mungkin menyampaikan
kemenangannya pada sang ayah. Ia tak hanya berhasil membunuh orang yang selama ini
sangat ia benci, namun juga berhasil merebut kesaktian dan istrinya. Namun sayangnya ada
yang tak diketahui Tumenggung Tjipto, perihal siapa pun yang memiliki Mani Gendruwo, akan
mendapat pengapesan apabila berhubungan badan dengan perempuan yang sedang hamil.
Tentang Penulis
Nama : Panji Sukma
IG : @buruhseni
Alamat : Sukoharjo, Jawa Tengah

Anda mungkin juga menyukai