Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“HADIS SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA”


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah:
“ULUMUL HADITS”
Dosen Pengampu: Munasir, M.Pd

KELOMPOK 3
Disusun Oleh:
- MIA ROSMIATIN
- TIARA ROSA DEWI
- MUHAMAD SALMAN PADIL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
MIFTAHUL HUDA
SUBANG
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, karunia,
serta kasih sayang-NYA. Shalawat serta salam, semoga selalu tercurah limpahkan kepada
junjungan kita, yakni Habibana wanabiyyana wamaulana Muhammad SAW, sebagai pembawa
syariat yang diimani, dipelajari, dan dihayati serta diamalkan oleh manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis makalah Ulumul Hadits ini mampu
membuat makalah Hadits sebagai sumber ajaran agama.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, baik dalam
isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan masih sedikitnya pengetahuan dan wawasan
kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun, guna untuk menyempurnakan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan
datang. Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat, khususnya
bagi kami dan umumnya bagi pembaca.

Subang, 19 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 1
C. Tujuan dan Manfaat Pembahasan.............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 2
A. Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam .............................................................. 2
1. Dalil Al-Qur’an ..................................................................................................................... 3
2. Dalil Hadits ........................................................................................................................... 4
3. Ijma’ ...................................................................................................................................... 5
B. Fungsi Hadits sebagai Sumber Ajaran Islam ....................................................................... 5
1. Bayan At-Tafsir .................................................................................................................... 6
2. Bayan At-Taqrir .................................................................................................................... 6
3. Bayan An-Nasakh ................................................................................................................. 7
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................. 8
A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 8
B. Saran ......................................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................... 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits Menurut bahasa (lughat), berarti yang baru (jadid) lawan dari yang lama (qadim),
dekat (qarib) dan kabar atau berita (khabar). Sedangkan menurut istilah ulama hadits adalah
“Segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa sabda, perbuatan,
pernyataan (taqrir), sifat-sifat maupun kepribadian Nabi SAW”. Adapun hadits secara luas,
sebagaimana dikatakan Muhammad Mahfudz At-Tirmidzi adalah ”Sesungguhnya hadits bukan
hanya dimarfukan kepada Nabi Muhamaad SAW, melainkan dapat pula disebutkan pada yang
mauquf (dinisbatkan pada perkataan dan sebagainya dari sahabat) dan maqthu’ (dinisbatkan
pada perkataan dan sebagainya dari tabi’in)”.
Beranjak dari pengertian-pengertian di atas, menarik dibicarakan tentang kedudukan Hadits
dalam Islam. Seperti yang kita ketahui, bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum utama
dalam Islam. Akan tetapi dalam realitasnya, ada beberapa hal atau perkara yang sedikit sekali
Al-Qur’an membicarakanya, atau Al-Qur’an membicarakan secara global saja atau bahkan
tidak dibicarakan sama sekali dalam Al-Qur’an. Nah jalan keluar untuk memperjelas dan
merinci keuniversalan Al-Qur’an tersebut, maka diperlukan Hadits atau Sunnah. Disinilah
peran dan kedudukan Hadits sebagai mubayyin (penjelas) dari Al-Qur’an atau bahkan menjadi
sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dapat kita ungkapkan dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kedudukan hadits sebagai sumber ajaran Islam?
2. Bagaimana fungsi-fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an?

C. Tujuan dan Manfaat Pembahasan


Dengan pembahasan ini diharapkan :
1. Mengetahui kedudukan hadits sebagai sumber ajaran Islam.
2. Memahami fungsi hadits terhadap Al-Qur’an.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam

Hadits dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat urgen. Dimana hadits merupakan
salah satu sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Al-Qur’an akan sulit dipahami tanpa
intervensi hadits. Memakai Al-Qur’an tanpa mengambil hadits sebagai landasan hukum dan
pedoman hidup adalah hal yang tidak mungkin, karena Al- Qur’an akan sulit dipahami tanpa
menggunakan hadits. Kaitannya dengan kedudukan hadits di samping Al-Qur’an sebagai
sumber ajaran Islam, maka Al-Qur’an merupakan sumber pertama, sedangkan hadits
merupakan sumber kedua. Bahkan sulit dipisahkan antara Al-Qur’an dan hadits karena
keduanya adalah wahyu, hanya saja Al-Qur’an merupakan wahyu matlu (wahyu yang
dibacakan oleh Allah SWT, baik redaksi maupun maknanya, kepada Nabi Muhammad SAW
dengan menggunakan bahasa arab) dan hadits wahyu ghoiru matlu (wahyu yang tidak
dibacakan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW secara langsung, melainkan maknanya
dari Allah dan lafalnya dari Nabi Muhammad SAW.
Ditinjau dari segi kekuatan di dalam penentuan hukum, otoritas Al-Qur’an lebih tinggi satu
tingkat daripada otoritas Hadits, karena Al-Qur’an mempunyai kualitas qath’i baik secara
global maupun terperinci. Sedangkan Hadits berkualitas qath’i secara global dan tidak secara
terperinci. Disisi lain karena Nabi Muhammad SAW, sebagai manusia yang tunduk di bawah
perintah dan hukum-hukum Al-Qur’an, Nabi Muhammad SAW tidak lebih hanya penyampai
Al-Qur’an kepada manusia.
Rasulullah SAW adalah orang yang setiap perkataan dan perbuatannya menjadi pedoman
bagi manusia. Karena itu beliau ma’shum (senantiasa mendapat petunjuk Allah SWT). Dengan
demikian pada hakekatnya Sunnah Rasul adalah petunjuk yang juga berasal dari Allah. Kalau
Al Qur’an merupakan petunjuk yang berupa kalimat-kalimat jadi, yang isi maupun redaksinya
langsung diwahyukan Allah, maka Sunnah Rasul adalah petunjuk dari Allah yang di ilhamkan
kepada beliau, kemudian beliau menyampaikannya kepada umat dengan cara beliau sendiri.
ِ ‫ع ْنهُ فَا ْنت َ ُه ْوا ۚ َوا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ ا َِّن اللّٰهَ َش ِد ْيد ُ ْال ِعقَا‬
‫ب‬ َ ‫س ْو ُل فَ ُخذ ُ ْوهُ َو َما نَهٰ ٮ ُك ْم‬ َّ ‫ َو َم ۤا ٰا ٰتٮ ُك ُم‬........
ُ ‫الر‬
Artinya: "....... Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah
sangat keras hukuman-Nya." (QS. Al-Hasyr 59: Ayat 7).

2
ِ ‫لزب ُِر ۗ َوا َ ْنزَ ْلن َۤا اِلَي َْك‬
َ‫الذ ْك َر ِلت ُ َب ِينَ ِللنَّا ِس َما نُ ِز َل اِلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّ ُه ْم َيتَفَ َّك ُر ْون‬ ِ ‫ِبا ْل َب ِي ٰن‬
ُّ ‫ت َوا‬
Artinya: "(mereka Kami utus) dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-
kitab. Dan Kami turunkan Ad-Zikr (Al-Qur’an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan." (QS. An-
Nahl 16: 44).
Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa sunnah atau hadits merupakan penjelasan Al-Qur’an.
Sunnah itu diperintahkan oleh Allah untuk dijadikan sumber hukum dalam Islam. Dengan
demikian, sunnah adalah menjelaskan Al-Qur’an, membatasi kemutlakannya dan
mentakwilkan kesamarannya. Allah menetapkan bahwa seorang mukmin itu belum dapat
dikategorikan beriman kepada Allah sebelum mereka mengikuti segala yang diputuskan oleh
Rasulullah SAW dan dengan putusannya itu mereka merasa senang. Seluruh umat islam telah
sepakat bahwa hadis merupakan salah satu ajaran agama islam.
Kewajiban mengikuti hadits bagi umat islam sama wajibnya dengan mengikuti al-Qur’an,
karena hadis merupakan mubayyin (penjelas) terhadap Al-Qur’an. Tanpa memahami dan
menguasai hadis, siapa pun tidak akan bisa memahami Al-Qur’an dan sebaliknya, siapa pun
tidak akan bisa memahami hadis tanpa memahami Al-Qur’an, karena Al-Qur’an merupakan
dasar hukum pertama, yang di dalamnya berisi garis besar syariat, dan hadis merupakan dasar
hukum kedua, yang di dalamnya berisi penjabaran dan penjelasan Al-Qur’an.

1. Dalil Al-Qur’an

Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan menerima
segala yang datang dari Rasulullah Saw untuk dijadikan pedoman hidup. Seperti firman Allah
berikut ini:
َ‫س ْو َل ۚۚ فَ ِا ْن ت ََولَّ ْوا فَ ِا َّن اللّٰ َه ََل ي ُِحبُّ ْال ٰك ِف ِريْن‬ َّ ‫قُ ْل ا َ ِط ْيعُوا اللّٰ َه َوا‬
ُ ‫لر‬
Artinya: "Katakanlah (Muhammad), Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling,
ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir." (QS. Ali 'Imran 3: 32).

Dalam QS. An-Nur 24: ayat 54, Allah berfirman:


‫س ْو َل ۚۚ فَ ِا ْن ت ََولَّ ْوا فَ ِا نَّ َما َعلَ ْي ِه َما ُح ِم َل َو َعلَ ْي ُك ْم َّما ُح ِم ْلت ُ ْم ۗۚ َواِ ْن ت ُ ِطيْعُ ْوهُ ت َ ْهتَد ُْوا ۗۚ َو َما َعلَى‬ َّ ‫قُ ْل ا َ ِط ْيعُوا اللّٰهَ َوا َ ِط ْيعُوا‬
ُ ‫الر‬
‫س ْو ِل ا ََِّل ْالبَ ٰل ُغ ْال ُم ِب ْي ُن‬
ُ ‫الر‬
َّ
Artinya: "Katakanlah, Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul; jika kamu berpaling,
maka sesungguhnya kewajiban rasul (Muhammad) itu hanyalah apa yang dibebankan
kepadanya, dan kewajiban kamu hanyalah apa yang dibebankan kepadamu. Jika kamu taat

3
kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Kewajiban rasul hanyalah menyampaikan
(amanat Allah) dengan jelas." (QS. An-Nur 24: 54).

Dalam QS. An-Nisa' 4: Ayat 80, Allah berfirman:


ً ‫ع اللّٰ َه ۚۚ َو َم ْن ت ََولّٰى فَ َم ۤا ا َ ْر َس ْل ٰن َك َعلَ ْي ِه ْم َح ِف ْي‬
ۚۗ ‫ظا‬ َ َ ‫س ْو َل فَقَدْ ا‬
َ ‫طا‬ َّ ‫َم ْن ي ُِّط ِع‬
ُ ‫الر‬
Artinya: "Barang siapa menaati Rasul (Muhammad) maka sesungguhnya dia telah menaati
Allah. Dan barang siapa berpaling (dari ketaatan itu) maka (ketahuilah) Kami tidak
mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka." (QS. An-Nisa' 4: 80).

Masih banyak lagi ayat-ayat yang menjelaskan tentang permasalahan ini. Dari beberapa
ayat di atas telah jelas bahwa perintah mentaati Allah selalu dibarengi dengan perintah taat
terhadap Rasul-Nya. Begitu juga sebaliknya dilarang kita durhaka kepada Allah dan juga
kepada Rasul-Nya. Dari sinilah jelas bahwa ungkapan kewajiban taat kepada Rasulullah SAW
dan larangan mendurhakainya, merupakan suatu kesepakatan yang tidak dipersilihkan umat
Islam.

2. Dalil Hadits
Dalam salah satu pesan yang disampaikan baginda Rasul berkenaan dengan kewajiban
menjadikan hadits sebagai pedoman hidup, disamping Al-Qur’an sebagai pedoman utamanya,
sabda Rasulullah SAW
ُ ‫َاب اللّٰ ِه َو‬
ُ ‫سنَّةَ َر‬
‫س ْو ِل ِه‬ َ ‫ ِكت‬: ‫َضلُّ ْوا َما ِإ ْن ت َ َم َّس ْكت ُ ْم بِ ِه َما‬
ِ ‫ت ََر ْكتُ فِ ْي ُك ْم أ َ ْم َري ِْن لَ ْن ت‬
Artinya :
“Aku tinggalkan dua pusaka pada kalian. Jika kalian berpegang kepada keduanya, niscaya tidak
akan tersesat selama-lamanya, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasul-Nya.”
(HR. Al-Hakim dari Abu Hurairah).
Hadits diatas telah jelas menyebutkan bahwa hadits merupakan pegangan hidup setelah
Al-Qur’an dalam menyelesaikan permasalahan dan segala hal yang berkaitan dengan
kehidupan khususnya dalam menentukan hukum. Masih banyak hadits lainnya yang
menegaskan tentang kewajiban mengikuti perintah dan tuntutan Nabi Muhammad SAW.

4
3. Ijma’ (Kesepakatan Ulama)
Umat Islam telah sepakat menjadikan hadits sebagai sumber hukum kedua setelah Al-
Qur’an, dan diantara dasar hukum agama islam adalah ijma’. Ijma’ adalah kesepakatan seluruh
ulama mujtahid dalam menetapkan suatu hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur’an dan
hadist dalam suatu perkara yang terjadi. Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai,
menerima, dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam hadits telah
dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW, sepeninggal beliau, masa khulafaurrosyidin hingga
masa-masa selanjutnya dan tidak ada yang mengingkarinya.
Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan Hadits sebagai sumber
hukum Islam, antara lain adalah peristiwa dibawah ini :
a. Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, ia pernah berkata, “saya tidak meninggalkan
sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila
meninggalkan perintahnya”.
b. Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata, “saya tahu bahwa engkau adalah batu.
Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu.”
c. Pernah ditanyakan kepada Abdullah bin Umar tentang ketentuan sholat safar dalam Al-
Quran. Ibnu Umar menjawab, “Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW
kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu, maka sesugguhnya kami berbuat
sebagaimana kami melihat Rasulullah berbuat.”
Masih banyak lagi contoh-contoh yang menunjukkan bahwa yang diperintahkan,
dilakukan, dan diserukan oleh Rasulullah SAW, selalu diikuti oleh umatnya, dan apa yang
dilarang selalu ditinggalkan oleh umatnya.

B. Fungsi Hadits sebagai Sumber Ajaran Islam


Al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam islam,
antara satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan.
Al-qur’an sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat
umum dan global. Oleh karena itu, kehadiran hadits sebagai sumber ajaran kedua tampil
menjadi penjelas (mubayyin) isi al-Quran.
Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, hadis berfungsi sebagai penafsir, pensyarah dan
penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an. Apabila disimpulkan tentang fungsi hadis dalam hubungan
dengan Al-Qur’an adalah sebagai berikut:

5
1. Bayan At-Tafsir
Bayan At-Tafsir adalah menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal, dan
musytarak. Fungsi hadits dalam hal ini adalah memberikan perincian (tafshil) dan penafsiran
terhadap ayat-ayat Al-Qur’an (bayan al mujmal), membatasi ayat yang mutlak (taqyid al
muthlaq), mengkhususkan ayat yang umum (takhshish al’am) dan menjelaskan ayat yang
dirasa rumit (taudhih al musykil).
Diantara contoh bayan at-tafsir mujmal adalah seperti hadits yang menerangkan
kemujmalan ayat-ayat tentang perintah Allah SWT. untuk mengerjakan shalat, puasa, zakat,
dan haji. Ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang beribadah tersebut masih bersifat
global atau secara garis besarnya saja. Contohnya, kita diperintahkan shalat, namun Al-Qur’an
tidak menjelaskan bagaimana tata cara shalat, tidak menerangkan rukun-rukunnya dan kapan
waktu pelaksanaannya. Semua ayat tentang kewajiban shalat tersebut dijelaskan oleh Nabi
Muhammad SAW dengan sabdanya :
ُ
)‫ص ِل ْي (رواه البخارى‬ ُ ُ َ َ ُّ
َ ‫صل ْوا ك َما َرا ْيت ُم ْونِي أ‬ َ
“Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
Hadits ini menjelaskan bagaimana Rasul memberikan contoh tata cara shalat yang
sempurna. Sebab dalam Al-Qur’an tidak menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang
memerintahkan shalat adalah :
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” (QS.
Al-Baqoroh [2]: 43).

2. Bayan At-Taqrir
Bayan At-Taqrir atau sering juga disebut bayan ta’kid (penegas hukum) dan bayan al-itsbat
adalah hadits yang berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an.
Dalam hal ini, hadits hanya berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an.
Contohnya
ُ َ‫فَ َم ْن َش ِهدَ ِم ْن ُك ُم ال َّش ْه َر فَ ْلي‬....
(٥٨١ :‫)البقرة‬....ُ ‫ص ْمه‬
Artinya : “......Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia
berpuasa...” (QS. Al-Baqoroh [2]: 185)
Ditaqrir oleh sebuah hadits yang berbunyi:
ُ َ‫فَإِذَا َرأَيْـت ُ ُم ْال ِهالَ َل ف‬
)‫ص ْو ُم ْوا َوإِذَا َرأَيْـت ُ ُم ْوهُ فَأ َ ْف ِط ُر ْوا (رواه مسلم‬
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu
maka berbukalah.” (HR. Muslim)

6
3. Bayan An-Nasakh
Secara bahasa, an-naskh bisa berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah (menghilangkan),
at-tahwil (memindahkan) atau at-tagyir (mengubah). Menurut ulama mutaqaddimin, yang
dimaksud dengan bayan an-nasakh adalah adanya dalil syara’ yang datang kemudian. Dan
pengertian tersebut menurut ulama yang setuju adanya fungsi bayan an-nasakh, dapat dipahami
bahwa hadis sebagai ketentuan yang datang berikutnya dapat menghapus ketentuan-ketentuan
atau isi Al-Qur’an yang datang kemudian. Imam Hanafi membatasi fungsi bayan ini hanya
terhadap hadits-hadits mutawatir dan masyhur saja. Sedangkan terhadap hadits ahad ia
menolaknya.
Salah satu contoh hadits yang biasa diajukan oleh para ulama adalah hadits :
‫َل وصية لوارث‬
Artinya :
“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”.
Hadits ini menurut mereka me-nasakh isi Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 180 yang artinya :
“Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu, jika dia
meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yangbaik,
(sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS:Al-Baqarah 2: 180)

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

 Hadits merupakan sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua
setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber
hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya bahwa Hadits juga merupakan
sumber hukum Islam. Bagi mereka yang menolak kebenaran Hadits sebagai sumber
hukum Islam, bukan saja memperoleh dosa, tetapai juga murtad hukumnya.
 Kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat dalam beberapa dalil,
baik dalam bentuk naqli ataupun aqli, yaitu: Dalil Al-Qur’an, Dalil Hadits, Ijma’.
Fungsi hadits terhadap Al-Qur’an yaitu: Bayan At-tafsir, bayan taqrir, dan bayan an-
nasakh.

B. Saran

Demikianlah tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan. Harapan kami untuk
mengembangkan potensi yang ada dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa difahami oleh
para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari Bapak
Dosen yang telah membimbing kami dan para Mahasiswa demi kesempurnaan makalah ini.
Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

8
DAFTAR PUSTAKA

As-Suyuthi. Al-Jami’ Ash-Shagir. Beirut: Dar Al-Fikr t.t. hlm 130


Utang Ranu Wijaya. Ilmu Hadits. Jakarta : Gaya Media Pertama. 1996. hlm 26.
Musthafa As-Siba’i. As-sunnah wa Makanatuha fi At-Tasyri’ Al-islami. Kairo: Dar Al-
Qaumiyah. 1949. hlm 360.
Drs. M. Agus Solahudin, M.Ag. dan Agus Suyadi, Lc. M.Ag. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka
Setia. Mei 2009. 252 hlm.
Al-Qur'an Indonesia http://quran-id.com

Anda mungkin juga menyukai