Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI DI RUMAH BERDAYA

PADA TANGGAL 15 s/d 21 FEBRUARI 2021

OLEH :

NI PUTU KARISMA DEVI

C1118012/VA.Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES BINA USADA BALI

2021
1. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri
disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal
dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah.
Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk
beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat
terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan
yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2006).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008). Menciderai diri
adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan.
Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. (Budi Anna Kelihat, 2000).
Bunuh diri menurut Gail W. Stuart dalam buku “Keperawatan Jiwa”
dinyatakan sebagai suatu aktivitas yang jika tidak dicegah, dimana aktivitas ini
dapat mengarah pada kematian (2007).
Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang harapan putus harapan
merupakan rentang adaptif maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum
berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu
dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain:
1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan
masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang
bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping
yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan
merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
Kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan
merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya dapat berakhir dengan
bunuh diri.
a) Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan
kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu
ke luar dari keadaan depresi berat.
b) Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia, 2005).
B. Etiologi
a. Faktor risiko
Faktor risiko dari risiko bunuh diri menurut Townsend (2009) meliputi
beberapa hal, yaitu:
1) Status pernikahan
Tingkat bunuh diri untuk orang yang tidak menikah adalah dua kali lipat
dari orang yang menikah. Sementara itu, orang dengan status nercerai,
berpisah, atau janda memiliki tingkat empat sampai lima kali lebih besar
daripada orang menikah (Jacobs, dkk.dalam Townsend,2009).
2) Jenis kelamin
Kecenderungan untuk bunuh diri lebih banyak dilakukan oleh wanita,
tetapi tindakan bunuh diri lebih sering sukses dilakukan pria adalah
sekitar 70%, sedangkan wanita 30%(townsend, 2009). Hal ini berkaitan
dengan semematikan apa sarana yang digunakan untuk bunuh diri
tersebut. Wanita cenderung overdosis, sedangkan pria menggunakan
sarana yang lebih mematikan, seperti senjata api. Perbedaan antara pria
dan wanita ini mungkin juga mencerminkan kecenderungan perempuan
untuk mencari dan menerima bantuan dari teman atau profesional,
sedangkan pria sering melihat bahwa mencari bantuan merupakan tanda
kelemahan.
3) Agama
Dalam sebuah studi yang diterbitkan oleh american journal of pychiatry,
pria dan wanita depresi yang menganggap dirinya berafiliasi dengan
agama cenderung memcoba bunuh diri daripada rekan-rekan
nonreligius mereka (Dervic,dkk. Via Townsend, 2009).
4) Status sosial ekonomi
Individu di kelas sosial tertinggi dan terendah memiliki tingkat bunuh
diri lebih tinggi daripada di kelas menengah (Sadock &Sadock, 2007).
Sehubungan dengan pekerjaan, tingkat bunuh diri di kalangan dokter,
seniman, dokter gigi, hukum, petugas penegak hukum, pengacara, dan
agen asuransi, lebih tinggi.
5) Etnis
Berkenaan dengan etnisitas, statistik menunjukkan bahwa orang kulit
putih berada di risiko tertinggi untuk bunuh diri, diikuti oleh penduduk
asli Amerika, orang Amerika Afrika, Hispanik Amerika dan Asia
Amerika ( Pusat nasional sattistik kesehatan dalam Toensend,2009).
b. Faktor Risiko Lainnya
Townsend (2009) menyatakan beberapa faktor risiko lainnya dalam
risiko bunuh diri. Individu dengan gangguan perasaan (depresi berat dan
gangguan bipolar) jauh lebih mungkin untuk melakukan bunuh diri.
Gangguan kejiwaan lain yang mungkin menyebabkan prilaku bunuh diri,
meliputi gangguan penyalahgunaan zat psikoaktif, skizofrenia, gangguan
kepribadian, dan gangguan ansietas (Jacobs,dkk dalam Townsend, 2009).
Insomnia berat dikaitkan dengan peningkatan risiko bunuh diri, meskipun
dengan tidak adanya depresi.
Penggunaan alkohol, teruttama kombinasi alkohol dan barbiturat,
meningkatkan risiko bunuh diri. Psikosis, terutama dengan halusinasi
perintah (command hallucination), menimbulkan risiko lebih tinggi dari
biasanya. Selain itu, faktor yang turut meningkatkan risiko bunuh diri
adalah penderitaan dengan penyakit kronis yang menykitkan atau
melumpuhkan.
Remafedi, dkk. Via Townsend (2009) menemukan faktor bahwa
tingkat bunuh diri pada remaja homoseksual lebih tinggi daripada rekan
remaja heteroseksual mereka. Risiko yang lebih tinggi juga dikaitkan
dengan riwayat bunuh diri keluarga, terutama pada orang tua dengan jenis
kelamin yang sama. Orang-orang yang telah melakukan usaha bunuh diri
sebelumnya berisiko lebih tinggi untuk bunuh diri. Sekitar setengah dari
individu yang bunuh diri sebelumnya telah mencoba bunuh diri. Di sisi
lain, kehilangan orang yang dicintai karena kematian atau perpisahan dan
kurangnya pekerjaan atau peningkatan beban keuangan juga meningkatkan
risiko.
c. Faktor Predisposisi
Townsend (2009) menyatakan bahwa faktor predisposisi dari
risiko bunuh diri diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu faktor biologis, faktor
psikologis, dan faktor sosial budaya.
1. Faktor biologis
Faktor-faktor biologis meliputi faktor genetik dan faktor neurokimia
(Townsend, 2009). Perilaku bunuh diri sangat bersifat familial
(keturunan). Riwayat keluarga tentang perilaku bunuh diri berkaitan
dengan usaha bunuh diri dan bunuh diri sepanjang siklus hidup dan
diagnosis psikiatri. Transmisi ini terlepas dari transmisi gangguan
kejiwaan. Sebaliknya, perilaku-perilaku bunuh diri tampaknya
dimediasi oleh transmisi kecenderungan agresi implusif, sifat yang
mengarahkan klien ke kecenderungan yang lebih tinggi untuk bertindak
atas pemikiran bunuh diri. Sementara itu, berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan berkaitan dengan faktor neurokimia, klien depresi yang
mencoba bunuh diri mengalami kekurangan serotonin dan perubahan
dalam system noradrenergik.
2. Faktor psikologis
Klien risiko bunuh diri mempunyai riwayat agresi dan kekerasan,
kemarahan, keputusasaan dan rasa bersalah, rasa malu dan terhina, dan
stressor.
1) Kemarahan
Freud dalam Townsend (2009) percaya bahwa bunuh diri
merupakan respons terhadap kebencian diri yang intens yang
dimiliki seorang individu. Dia menafsirkan bahwa bunuh diri
merupakan tindakan agresif terhadap diri sendiri yang seringkali
sebenarnya diarahkan pada orang lain.
2) Keputusasaan dan rasa bersalah
Seorang individu yang putus asa merasa tak berdaya untuk berubah,
tapi dia juga merasa bahwa hidup itu tidak mungkin tanpa
perubahan semacam itu. Rasa bersalah dan pembenaran diri adalah
aspek lain dari keputusasaan. Komponen afektif ini ditemukan pada
veteran Vietnam dengan gangguan stress pascatrauma yang
menunjukkan perilaku bunuh diri (Carroll-Ghosh, dkk, dalam
Townsend, 2009).
3) Riwayat agresi dan kekerasan
Penelitian menunjukkan bahwa perilaku kekerasan sering berjalan
beriringan dengan perilaku bunuh diri (Carroll-Ghosh, dkk, dalam
Townsend, 2009). Studi ini menghubungkan perilaku bunuh diri
pada individu yang mengalami kekerasan sehingga kemarahan
secara sadar. Oleh karena itu, studi ini mengutip kemarahan sebagai
faktor psikologis penting yang mendasari perilaku bunuh diri
(Hendin dalam Townsend, 2009)
4) Rasa malu dan terhina
Bunuh diri sebagai mekanisme untuk “menyelamatkan muka”,
sebuah cara yang dirasakan klien dapat mencegahnya dari
penghinaan publik menyusul adanya kekalahan sosial, seperti
kehilangan status atau kehilangan materi yang tiba-tiba. Seringkali
orang-orang ini terlalu malu untuk mencari pengobatan atau system
pendukung lainnya (Townsend, 2009).
5) Stresor
Stresor konflik, perpisahan, dan penolakan berkaitan dengen
perilaku bunuh diri pada masa remaja dan masa dewasa muda.
Stresor utama yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri
kelompok berusia 40 hingga 60 tahun adalah masalah ekonomi.
Sementara itu, setelah usia 60 tahun, penyakit medis memainkan
peran yang signifikan sebagai stressor dan menjadi faktor
predisposisi utama terhadap perilaku bunuh diri pada individu yang
berumur lebih dari 80 tahun.
3. Faktor sosial budaya
Durkheim menggambarkan tiga kategori sosial bunuh diri :
a. Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik merupakan repons individu yang merasa
terpisah dan terlepas dari arus utama masyarakat. Integrasi
kurang dan individu tidak merasa menjadi bagian dari kelompok
kohesif (seperti keluarga atau gereja).
b. Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruitisik adalah kebalikan dari bunuh diri egoistik.
Individu yang rentan terhadap bunuh diri altruistik adalah
individu yang secara berlebihan diintegrasikan ke dalam
kelompok. Kelompok ini sering diatur oleh ikatan budaya,
agama, atau politik, dan kesetiaan yang begitu kuat, sehingga
individu bersedia mengorbankan hidupnya untuk kelompok
tersebut.
c. Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik terjadi sebagai respons terhadap perubahan
yang terjadi dalam kehidupan seseorang (misalnya : perceraian,
kehilangan pekerjaan) yang mengganggu perasaan
“keterpisahan” dan ketakutan pada ketiadaan dukungan dari
kelompok kohesif sebelumnya.

d. Faktor presipitasi
Faktor pencetus risiko bunuh diri adalah :
a. Kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan
yang berarti
b. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress
c. Perasaan marah atau bermusuhan dimana bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri merupakan hukuman pada diri sendiri
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan
C. Proses terjadinya masalah ( respon adaptif dan maladaptive )
Menurut Fitria (2012) mengemukakan rentang harapan-putus harapan
merupakan rentang adaptif-maladaptif:

Keterangan:
1. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri secarawajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahan diri.
2. Beresiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap
situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang
merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal
terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
3. Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat terhadap situasi
yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.
4. Pencederaan Diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri
akibat hilangnya harapan terhadapsituasi yang ada.
5. Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.
D. Klasifikasi
Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)

Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh


kondisikebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu
seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga
dapat menerangkan mengapa merekatidak menikah lebih rentan untuk
melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan merekayang menikah.

2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)


Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk
bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia
merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.
3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara
individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-
norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan.
Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya
karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-
kebutuhannya.

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh


klien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya
kemungkinan klien melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh
diri yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan : ”Tolong jaga anak- anak
karena saya akan pergi jauh!” atau“Segala sesuatu akan lebih baik tanpa
saya.” Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk
mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan
percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan perasaan seperti
rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga
mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan
harga diri rendah
2. Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan
untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan
persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien
telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai
dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini klien belum
pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan.
Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan
rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau
melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien
aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun,
memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.
E. Manifestasi klinis / Tanda dan gejala
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009):
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi
sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber social.
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
Tanda dan gejala minor
1. Subjektif
a. Mengungkapkan isyarat untuk bunuh diri namun tidak disertai
dengan ancaman melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh
diri
b. Mengungkapkan perasaan bersalah, sedih, marah, putus asa atau
tidak berdaya.
c. Mengungkapkan hal – hal negative tentang diri yang
menggambarkan harga diri rendah
2. Objektif
a. Kontak mata kurang
b. Tidur kurang
c. Mondar mandir
d. Menangis terus menerus
e. Terlihat sedih
f. Banyak melamun
F. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan

Resiko Bunuh Diri

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

G. Penatalaksanaan

1. Terapi obat
Pasien dalam krisis karena kematian orang terdekat atau peristiwa lain
dengan perjalanan waktu yang terbatas akan berfungsi lebih baik setelah
menerima sedasi ringan seperlunya, terutama bila sebelum itu tidurnya
terganggu. Benzodiazepin merupakan obat terpilih dan ramuan yang khas ialah
Lorazepam (Ativan) 1 mg 1-3x sehari untuk 2 minggu. Iritabilitas pasien
mungkin meningkat dengan penggunaan teratur Benzodiazepin dan iritabilitas
ini merupakan satu resiko untuk bunuh diri, maka Benzodiazepin harus
digunakan secara hati-hati pada pasien yang bersikap keras dan bermusuhan.
Hanya sejumlah kecil dari medikasi itu harus disediakan, dan pasien harus
diikuti dalam beberapa hari.
Antidepresiva merupakan terapi yang pasti bagi semua pasien yang
menampilkan diri dengan gagasan bunuh diri, tetapi tidak biasanya untuk mulai
memberikan antidepresiva di UGD. Bila diberi resep, harus diadakan perjanjian
untuk pemeriksaan lanjutan, sebaiknya keesokan harinya.
2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, diagnosa medis, pendidikan dan
pekerjaan.
b. Alasan Masuk
Apa yang menyebabkan klien dan keluarga datang, atau dirawat di rumah sakit,
biasanya berupa sikap percobaan bunuh diri, komunikasi dengan keluarga
kurang, tidak mampu berkonsentrasi, merasa gagal, merasa tidak berguna dan
merasa tidak yakin melangsungkan hidup. Apakah sudah tahu penyakit
sebelumnya, apa yang sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi ini.
c. Faktor Predisposisi
Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana hasil
pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga, dan tindakan criminal. Menanyakan kepada klien dan keluarga
apakah ada yang mengalami gangguan jiwa, menanyakan kepada klien tentang
pengalaman yang tidak menyenangkan.
d. Pemeriksaan Fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan apakah
ada keluhan fisik yang dirasakan klien. Apakah ada bekas percobaan bunuh diri
pada leher, pergelangan tangan maupun di bagian tubuh lainnya. Pasien
biasanya mengeluh sakit pada dirinya, pusing ataupun tidak dapat melakukan
aktifitas seperti biasanya. Pasien mengeluh bahwa dirinya sudah tidak mampu
beraktivitas lagi.
e. Psikososial
1) Genogram
Menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola komunikasi,
pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
a) Gambaran Diri
Pasien merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya, ada bagian tubuh
pasien yang mengalami penurunan fungsi sehingga pasien tidak bisa
menerima keadaan tubuhnya. mengungkapkan perasaan keputusasaan
dan merasa ingin mati
b) Identitas Diri
Pasien berstatus sudah menikah ataupun belum, merasa tidak puas
dengan status ataupun pekerjaannya sedang dapat mempengaruhi
hubungan sosial dengan orang lain
c) Peran diri
Klien dengan resiko bunuh diri merasa tidak mampu melaksanakan
tugas atau peranannya baik dalam keluarga, pekerjaan atau dalam
kelompok masyarakat
d) Ideal Diri
Pasien merasakan kesedihan dan keputusasaan yang sangat mendalam,
tidak ada harapan lagi dengan masalah yang menimpanya
e) Harga diri
Pasien mengatakan hal yang negatif tentang dirinya, yang menunjukkan
harga diri yang rendah, selalu berfikiran negatif kepada orang lain
bahwa dirinya tidak lagi dihargai dan dianggap. Perilaku resiko bunuh
diri mengalami harga diri rendah situasi seperti masalah keluarga atau
pekerjaan yang sedang dihadapi saat ini.
3) Hubungan Sosial
Pasien dengan resiko bunuh diri cenderung ada gangguan dalam
berhubungan dengan orang lain, mereka tidak dapat berhubungan dengan
orang lain, tidak dapat berperan dikelompok masyarakat, sering mengeluh
atau curhat ke orang lain yang dipercayai bahwa ia ingin mengakhiri
hidupny
4) Spiritual
Pasien meyakini bahwa tidak ada gunanya untu hidup, keyakinannya
akan masalah adalah takdir yang maha kuasa itupun tidak ada. Mereka
menganggap bahwa tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan
masalahnya selain dengan mengakhiri hidupnya.
f. Status mental
1) Penampilan
Penampilan pasien tidak rapi, acak-acakan, malas untuk membersihkan
tubuh, rambut, kuku. Mereka tidak mau untuk menjaga kesehatan tubuhnya
bahkan cenderung tidak mau makan agar cepat meninggal.
2) Pembicaraan
Pembicaraannya lesu dan topik yang dibicarakan tentang kematian dan
penyesalan hidup.
3) Aktivitas motorik
Aktivitas motorik klien lebih mengarah untuk mengakhiri hidupnya misal
membenturkan kepalanya, melukai badannya, dan membuat sesuatu
sebagai sarana untuk mengakhiri hidupnya misal membuat gantungan dari
tali.
4) Afek dan Emosi
Perasaan sedih, rasa tak berguna, gagal, kehilanaga, merasa berdosa, putus
asa, penyesalan tak ada harapan. Menunjukkan rasa kekecewaan yang
mendalam disertai rasa putus asa.
5) Interaksi selama wawancara
Kontak kurang: tidak mau menatap lawan bicara. Pasien tidak kooperatif,
tidak mau mendengarkan pendapat atau saran yang dapat membantunya
dalam menyelesaikan masalah
6) Persepsi sensori
Adanya halusinasi pendengaran yang menyuruhnya mengakhiri hidupnya
7) Proses Pikir
1. Proses pikir
Perseferasi: kata-kata yang diulang berkali-kali pada suatu ide pikiran.
2. Isi fikir
Suicidal thaught/pikiran bunuh diri: isi pikiran yang dimulai dengan
memikirkan usaha bunuh diri sampai terus menerus berusaha untuk
dapat bunuh diri.
8) Tingkat kesadaran
Bingung, seseorang yang ingin melakukan bunuh diri merasa dirinya
bingung karena adanya kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit
kronis atau bahkan perceraian.
9) Memori Kontigulasi:
Ingatan yang keliru dan dimanifestasikan dengan pembicaraan tidak sesuai
dengan kenyataan dengan memasukkan cerita yang tidak benar untuk
menutupi daya ingatnya. Perilaku bunuh diri biasanya bercerita yang tidak
sesuai dengan kenyataan. Tidak berdasarkan fakta karena pasien dengan
resiko bunuh diri akan menghindar dari kenyataan.
10) Tingkat konsentrasi dan berhitung
a. Mudah beralih
Perhatian perilaku bunuh diri mudah berganti dari satu objek ke objek
lain. Mudah untuk mengalihkan pembicaraan.
b. Tidak mampu berkonsentrasi
Perilaku bunuh diri tidak mampu untuk berkonsentrasi dengan baik.
Selalu meminta agar pertanyaan diulang atau tidak dapat menjelaskan
kembali pembicaraan.
c. Tidak mampu berhitung
Perilaku bunuh diri tidak dapat melakukan penambahan atau
pengurangan pada benda benda nyata. Karena orang tersebut tidak bisa
berkonsentrasi dengan baik.
11) Kemampuan penilaian
a) Gangguan kemampuan penilaian ringan
Dapat mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan orang lain.
Contoh: berikan kesempatan pada klien untuk memilih mandi dulu
sebelum makan atau makan dulu sebelum mandi. Jika diberi penjelasan,
orang tersebut dapat mengambil keputusan.
b) Gangguan kemampuan penilaian bermakna
Tidak mampu mengambil keputusan walaupun dibantu orang lain.
Contoh: berikan kesempatan pada klien untuk memilih mandi dulu
sebelum makan atau makan dulu sebelum mandi. Jika diberi penjelasan
klien masih tidak mampu mengambil keputusan.
12) Gangguan titik diri
Mengingkari penyakit yang di derita dan menyalahkan hal-hal di luar
dirinya
a) Masalah psikologis dan lingkungan.
Pasien mendapat prilaku yang tidak wajar dari lingkungan seperti
pasien diejek dan direndahkan karena pasien menderita gangguan jiwa
b) Pengetahuan
Kurang pengetahuan dalam hal mencari bantuan, faktor predisposisi,
kooping mekanisme dan sistem pendukung dan obat-obatan sehingga
penyakit pasien semakin berat (Azizah, 2011).
B. Diagnosa
a. Risiko bunuh diri
b. HDR
c. Gangguan konsep diri
d. Koping individu tak efektif.
e. Koping keluarga tak efektif (Azizah, 2011).
C. Strategi Pelaksanaan pada Resiko Bunuh Diri
DIAGNOS TINDAK PERTEMUAN
A AN 1 2 3 4 5 S.D 12
RESIKO PASIEN 1. Identifikasi 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi 1. Evaluasi
BUNUH beratnya masalah berpikir positif berpikir positif kegiatan kegiatan
DIRI resiko bunuh diri: tentang diri tentang diri, keluarga berpikir positif latihan
isyarat, ancaman, sendiri. Beri dan lingkungan. Beri tentang diri, peningkatan
percobaan (jika pujian. Kaji ulang pujian. Kaji resiko keluarga dan positif diri,
percobaan segera resiko bunuh diri. bunuh diri. lingkungan keluarga dan
rujuk). serta kegiatan lingkungan dan
2. Latih cara 2. Diskusikan harapan yang dipilih. berikan pujian.
2. Identifikasi benda- mengendalikan dan masa depan. Beri pujian.
benda berbahaya diri dari dorongan 2. Evaluasi
dan bunuh diri: buat 3. Diskusikan cara 2. Latih tahap tahapan
mengamankannya daftar aspek mencapai harapan kedua kegiatan kegiatan
(lingkungan aman positif keluarga dan masa depan. mencapai masa mencapai
untuk pasien). dan lingkungan, depan. harapan masa
latih 4. Latih cara-cara depan.
3. latihan cara afirmasi/berpikir mencapai harapan 3. Masukkan
mengendalikan diri aspek positif dan masa depan pada jadual 3. Latih kegiatan
dari dorongan keluarga dan secara bertahap kegiatan harian.
bunuh diri: buat lingkungan. (setahap demi latihan berpikir
daftar aspek positif setahap). positif tentang 4. Nilai
dari diri sendiri, 3. Masukkan pada diri, keluarga kemampuan
latihan jadual latihan dan lingkungan yang telah
5. Masukkan pada
afirmasi/berpikir berpikir positif serta kegiatan mandiri.
jadual latihan berpikir
aspek positif yang tentang diri, yang diplih
positif tentang diri,
dimiliki. keluarga dan untuk
keluarga dan
lingkungan.
4. Masukkan pada lingkungan dan mencapai masa 5. Nilai apakah
jadwal latihan tahapan kegiatan depan. resiko bunuh
berpikir positif 5 yang diplih. diri teratasi.
kali per hari.
KELUAR 1. Diskusikan 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi 1. Evaluasi
GA masalah yang keluarga dalam keluarga dalam kegiatan kegiatan
dirasakan dalam memberikan memberikan pujian keluarga dalam keluarga dalam
merawat klien. pujian dan dan penghargaan pada memberikan memberikan
penghargaan atas pasien serta pujian dan pujian,
2. Jelaskan keberhasilan dan menciptakan suasana penghargaan, penghargaan,
pengertian, tanda aspek positif positif dalam menciptakan menciptakan
dan gejala, dan pasien. Beri keluarga. Beri pujian. suasana suasana yang
proses terjadinya pujian. keluarga yang positif dan
resiko bunuh diri 2. Bersama keluarga positif dan membimbing
(gunakan booklet). 2. Latih cara berdiskusi dengan kegiatan awal langkah-
memberikan pasien tentang dalam mencapai langkah dalam
3. Jelaskan cara penghargaan pada harapan masa depan harapan masa mencapai
merawat resiko pasien dan serta langkah-langkah depan. Beri harapan masa
bunuh diri. menciptakan mencapainya . pujian. depan. Beri
suasana positif 3. Anjurkan membantu pujian.
4. Latih cara dalam keluarga, pasien sesuai jadual 2. Bersama
memberikan pujian tidak dan memberi pujian. keluarga 2. Nilai
hal positif pasien, membicarakan berdiskusi kemampuan
memberikan keburukan tentang langkah keluarga
dukungan anggota keluarga. dan kegiatan merawat pasien.
pencapaian masa untuk mencapai 3. Nilai
depan. harapan masa kemampuan
3. Anjurkan depan. keluarga
membantu pasien
5. Anjurkan sesuai jadual dan melakukan
membantu pasien memberi pujian. kontrol ke PKM.
sesuai jadual dan 3. Jelaskan follow
memberikan up ke PKM,
pujian. tanda kambuh,
rujukan.

4. Anjurkan
membantu
pasien sesuai
jadual dan
memberi pujian.
STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 1

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien.
1. Klien mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
2. Klien mengatakan lebih baik mati saja
3. Klien mengatakan sudah bosan hidup
2. Diagnosa Keperawatan.
Resiko Bunuh Diri

3. Tujuan Tindakan Keperawatan.


Klien tidak dapat melakukan percobaan bunuh diri

4. Tindakan Keperawatan.
a. Identifikasi beratnya masalah resiko bunuh diri: isyarat, ancaman,
percobaan (jika percobaan segera rujuk).
b. Identifikasi benda-benda berbahaya dan mengamankannya (lingkungan
aman untuk pasien).
c. Latihan cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat daftar
aspek positif dari diri sendiri, latihan afirmasi/berpikir aspek positif yang
dimiliki.
d. Masukkan pada jadual latihan berpikir positif 5 kali per hari.
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1.Orientasi
Salam terapeutik : Selamat pagi mbak, Apakah benar
ini Dea Anggraini. Ohh, senang dipanggil apa ? Ohh Dea. Baiklah Dea,
perkenalkan nama saya adalah Indrayani, saya biasa dipanggil Suster Iin,
saya bertugas pada shift pagi mulai pukul 08.00-14.00.
Evaluasi dan validasi : Bagaimana perasaan Dea hari ini? Saya akan
selalu menemani Dea disini mulai dari pukul 08.00-14.00, nanti akan ada
perawat yang menggantikan saya untuk menemani Dea selama dirawat di
rumah sakit ini.
Kontrak : Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang
apa yang mbak rasakan selama ini, saya siap mendengarkan sesuatu yang
ingin mbak sampaikan. Bagaimana kalau kita lakukan disini saja? Jam
berapa kita akan berbincang – bincang? Bagaimana kalau jam 13.00 setelah
makan siang mbak?
1. Kerja
Bagaimana perasaan Dea setelah bencana itu terjadi? Apakah dengan
bencana tersebut Dea merasa paling menderita di dunia ini?
Apakah Dea kehilangan kepercayaan diri? Apakah Dea merasa tidak
berharga dan lebih rendah dari pada orang lain? Apakah Dea sering
mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi? Apakah Dea berniat untuk
menyakiti diri sendiri seperti ingin bunuh diri atau berharap Dea mati?
Apakah Dea mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya?
Jika klien telah menyampaikan ide bunuh diri, segera memberikan tindakan
untuk melindungi klien.
Baiklah tampaknya Dea memerlukan bantuan untuk menghilangkan
keinginan untuk bunuh diri. Saya perlu memeriksa seluruh kamar Yuki
untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan Dea.
Nah, karena Dea tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup Dea, maka saya tidak akan membiarkan Dea sendiri.
Apakah yang akan Dea lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Ya,
saya setuju. Dea harus memaggil perawat yang bertugas di tempat ini untuk
membantu Dea. Saya percaya Dea dapat melakukannya.
2. Terminasi
Bagaimana perasaan Dea setelah kita bincang – bincang selama ini ?
Coba ibu sebutkan cara tersebut ?
Dea, untuk pertemuan selanjutnya kita membicarakan tentang
meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri. Jam berapa Dea bersedia
bercakap-cakap lagi? mau berapa lama? Dea, mau dimana tempatnya?
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 2

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
Klien mengatakan lebih baik mati saja
Klien mengatakan sudah bosan hidup
Ada bekas percobaan bunuh diri

2. Diagnosa keperawatan
Resiko bunuh diri

3. Tujuan Khusus
Klien dapat berfikir positif terhadap dirinya sendiri

4. Tindakan Keperawatan
a. Evaluasi kegiatan berpikir positif tentang diri sendiri. Beri pujian.
Kaji ulang resiko bunuh diri.
b. Latih cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat daftar
aspek positif keluarga dan lingkungan, latih afirmasi/berpikir aspek
positif keluarga dan lingkungan.
c. Masukkan pada jadwal latihan berpikir positif tentang diri, keluarga
dan lingkungan.

B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Fase Orentasi.
“Selamat pagi bapak, masih ingat dengan saya?” “Bagaimana perasaan
bapak hari ini?”, bagaimana dengan tidur bapak semalam?”. “Bapak masih
ingat dengan kontrak kita kemarin?, kita akan berbincang-bincang tentang
cara berfikir positif tentang diri sendiri, keluarga dan lingkungan dan
mengahargai diri sebagai individu yang berharga, bagaimana kalau kita
berbincang-bincang ditaman sesuai dengan kontrak kita kemarin?, apa
bapak mau?, berapa lama kita akan berbicara?, bagaimana kalau 15 menit
sesuai kontrak kita kemarin juga yang telah di tentukan?, apakah bapak
setuju?”. “Tujuan pembicaraan kita adalah agar bapak lebih berfikir positif
terhadap diri bapak sendiri, dan bapak lebih menghargai diri sendiri,
keluaga dan lingkungan bapak”.

2. Fase kerja
“Apa yang bapak tidak sukai dari anggota tubuh bapak?, bisa bapak
jelaskan alasan bapak tidak suka dengan bagian anggota tubuh tersebut?,
jadi kalau bapak merasa anggota tubuh tersebut tidak bapak sukai, cobalah
dari sekarang bapak mulai mencoba menyukainya, contoh : bapak bisa
menulis dengan tekhnik yang berbeda, lihat pak seperti saya!”, coba bapak
lakukan seperti saya tadi, ya begitu pak….bagus…!!!

3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah apa yang kita bicarakan tadi?, saya
senang jika bapak mulai sekarang mencoba menyukai anggota tubuh
bapak yang bapak anggap tidak suka”. “Coba bapak lakukan kembali apa
yang sudah kita bicarakan tadi, dan tekhnik cara menulis”. “Bapak, selama
kitak tidak bertemu, bapak bisa melakukan tekhnik menulis yang seperti
saya ajarkan tadi”. “Baiklah sekarang bapak saya tinggal dulu, kapan kita
bisa bertemu lagi pak?, bagaimana kalau besok?, baiklah besok kita akan
membahas tentang cara melakukan hal yang baik ketika sedang mengalami
masalah dan harapan bapak tentang masa depan. Bagaimana kalau di
taman lagi pak?, baik besok kita dari jam 08.30- 08.45 WIB. Apakah bapak
setuju?, baiklah pak selamat beristirahat”.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 3

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
Klien mengatakan lebih baik mati saja
Klien mengatakan sudah bosan hidup

2. Diagnosa keperawatan
Resiko bunuh diri

3. Tujuan Khusus
Mengidentifikasi pola koping pasien

4. Tindakan Keperawatan
a. Evaluasi kegiatan berpikir positif tentang diri, keluarga dan
lingkungan. Beri pujian. Kaji resiko bunuh diri.
b. Diskusikan harapan dan masa depan.
c. Diskusikan cara mencapai harapan dan masa depan.
d. Latih cara-cara mencapai harapan dan masa depan secara bertahap
(setahap demi setahap).
e. Masukkan pada jadual latihan berpikir positif tentang diri, keluarga
dan lingkungan dan tahapan kegiatan yang diplih.
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orentasi.
“Selamat pagi bapak, masih ingat dengan saya?” “Bagaimana perasaan
bapak hari ini?”, bagaimana dengan tidur bapak semalam?”. “Bapak masih
ingat dengan kontrak kita kemarin?, kita akan berbincang-bincang tentang
bagaimana harapan dan masa depan, cara mencapai harapan dan masa
depan, bagaimana kalau kita berbincang-bincang ditaman sesuai dengan
kontrak kita kemarin?, apa bapak mau?, berapa lama kita akan berbicara?,
bagaimana kalau 15 menit sesuai kontrak kita kemarin juga yang telah di
tentukan?, apakah bapak setuju?”. “Tujannya adalah, supaya bapak dapat
mencapai harapan dan masa depan bapak”.
2. Fase Kerja
“Bapak, ketika bapak sedang mangalami masalah, apa yang bapak lakukan?,
apalagi pak?, bagus sekali bapak ini. Jadi kalau bapak sedang mengalami
masalah seperti itu, bapak bisa melakukan hal-hal yang membuat bapak
sibuk, tapi sibuk dengan hal-hal yang positif, seperti apa yang bapak
katakana tadi, misalnya : main bola, menyapu halaman dan shalat”. “Coba
bapak sampaikan apa harapan bapak kedepannya untuk masa depan bapak
?” “Coba bapak sebutkan lagi! iya bagus pak. “ Bagaimana cara bapak untuk
mencapai harapan di masa depan yang bapak katakan tadi ?, baik pak,
bagus”

3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah apa yang kita bicarakan tadi?, saya
senang jika bapak melakukan kegiatan-kegiatan yang tadi kita bicarakan”.
“Coba bapak sebutkan kembali apa yang sudah kita bicarakan tadi! Pintar
sekali bapak ini….”. “Bapak, selama kitak tidak bertemu, bapak bisa
melakukan kegiatan-kegiatan tadi, seperti main bola, menyapu, dan shalat.
Kemudian bapak masukan kedalam jadwal kegiatan harian bapak ya”.
“Baiklah sekarang bapak saya tinggal dulu, kapan kita bisa bertemu lagi
pak?, bagaimana kalau besok?, baiklah besok kita akan membahas tentang
membuat rencana untuk masa depan bapak kembali ?. Bagaimana kalau di
taman lagi pak?, baik besok kita dari jam 08.30- 08.45 WIB. Apakah bapak
setuju?, baiklah pak selamat beristirahat”.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 4

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
Klien mengatakan lebih baik mati saja
Klien mengatakan sudah bosan hidup

2. Diagnosa keperawatan
Resiko bunuh diri

3. Tujuan Khusus
Klien tidak dapat mencapai masa dpan yang realistis

4. Tindakan Keperawatan
a. Evaluasi kegiatan berpikir positif tentang diri, keluarga dan
lingkungan serta kegiatan yang dipilih. Beri pujian.
b. Latih tahap kedua kegiatan mencapai masa depan.
c. Masukkan pada jadual kegiatan latihan berpikir positif tentang diri,
keluarga dan lingkungan serta kegiatan yang diplih untuk mencapai
masa depan.
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orentasi.
“Selamat pagi bapak, masih ingat dengan saya?” “Bagaimana perasaan
bapak hari ini?”, bagaimana dengan tidur bapak semalam?”. “Bapak
masih ingat dengan kontrak kita kemarin?, kita akan berbincang-
bincang tentang bagaimana cara bapak melakukan hal yang baik ketika
sedang mengalami masalah, bagaimana kalau kita berbincang-bincang
ditaman sesuai dengan kontrak kita kemarin?, apa bapak mau?, berapa
lama kita akan berbicara?, bagaimana kalau 15 menit sesuai kontrak
kita kemarin juga yang telah di tentukan?, apakah bapak setuju?”.
“Tujuan pembicaraan kita adalah supaya bapak dapat merencenakan
masa depan yang jauh lebih baik dari sebelumnya dan bapak dapat
mencapai masa depan yang nyata”
2. Fase Kerja
“Bapak, apa keinginan bapak dari dulu sampai sekarang?, apalagi pak?,
apakah masih ada?. Sampai saat ini sudah ada keinginan bapak yang
sudah tercapai?, wah hebat…..yang belum tercapainya pak?. “Harapan
bapak sangat bagus sekali, bapak bisa berusaha semampu bapak dengan
cara yang sabar, lebih giat, ikhtiar dan berdoa. Kegagalan bukan akhir
dari sebuah harapan pak, namun cobaan yang nantinya akan membawa
bapak ke arah yang bapak harapkan selama ini. Jadi, selalu berusaha
menjadi yang terbaik ya pak, kejar cita-cita bapak sampai dapat dan
ingat, kejar harapan itu sesuai kemampuan bapak”.
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah apa yang kita bicarakan tadi?, saya
senang jika bapak melakukan apa yang sudah tadi kita bicarakan”.
“Coba bapak sebutkan kembali apa yang seharusnya kita lakukan ketika
kita menginginkan sesuatu! Pintar sekali bapak ini….”. “Bapak, selama
kita tidak bertemu, bapak bisa melakukan hal seperti tadi untuk
mencapai keinginan bapak yang nyata, bapak mesti lebih sabar, lebih
giat, ikhtiar dan berdoa. Jangan sampai menyerah ya pak”. “Sukses buat
bapak…. “.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 5

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien mengatakan tidak ada perasa ingin bunuh diri
2. Diagnosa keperawatan
Resiko bunuh diri

3. Tujuan Khusus
Klien bisa melanjutkan hidupnya dan tidak merasa ingin bunuh diri
4. Tindakan Keperawatan
a. Evaluasi kegiatan latihan peningkatan positif diri, keluarga dan
lingkungan dan berikan pujian.
b. Evaluasi tahapan kegiatan mencapai harapan masa depan.
c. Latih kegiatan harian.
d. Nilai kemampuan yang telah mandiri.
e. Nilai apakah resiko bunuh diri teratasi.
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orentasi.
“Selamat pagi bapak, masih ingat dengan saya?” “Bagaimana perasaan
bapak hari ini?”, bagaimana dengan tidur bapak semalam?”. “Bapak
masih ingat dengan kontrak kita kemarin?, kita akan berbincang-
bincang tentang bagaimana cara bapak mencapai masa depan bapak,
bagaimana kalau kita berbincang-bincang ditaman sesuai dengan
kontrak kita kemarin?, apa bapak mau?, berapa lama kita akan
berbicara?, bagaimana kalau 15 menit sesuai kontrak kita kemarin juga
yang telah di tentukan?, apakah bapak setuju?”. “Tujuan pembicaraan
kita adalah supaya bapak dapat merencenakan masa depan yang jauh
lebih baik dari sebelumnya dan bapak dapat mencapai masa depan yang
nyata”
2. Fase Kerja
“Bapak, apa keinginan bapak dari dulu sampai sekarang?, apalagi pak?,
apakah masih ada?. Sampai saat ini sudah ada keinginan bapak yang
sudah tercapai?, wah hebat…..yang belum tercapainya pak?. “Harapan
bapak sangat bagus sekali, bapak bisa berusaha semampu bapak dengan
cara yang sabar, lebih giat, berdoa dan melakukan hobi yang bapak
suka. Kegagalan bukan akhir dari sebuah harapan pak, namun cobaan
yang nantinya akan membawa bapak ke arah yang bapak harapkan
selama ini. Jadi, selalu berusaha menjadi yang terbaik ya pak, kejar cita-
cita bapak sampai dapat dan ingat, kejar harapan itu sesuai kemampuan
bapak”.

3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah apa yang kita bicarakan tadi?, saya
senang jika bapak melakukan apa yang sudah tadi kita bicarakan”.
“Coba bapak sebutkan kembali apa yang seharusnya kita lakukan ketika
kita menginginkan sesuatu! Pintar sekali bapak ini….”. “Bapak, selama
kita tidak bertemu, bapak bisa melakukan hal seperti tadi untuk
mencapai keinginan bapak yang nyata, bapak mesti lebih sabar, lebih
giat, dan berdoa. Jangan sampai menyerah ya pak”. “Sukses buat
bapak…. “.
D. Evaluasi

1. Bila mengevaluasi pasien yang cenderung bunuh diri, jangan tinggalkan


mereka sendiri, singkirkan semua benda yang potensial berbahaya.
2. Bila megevaluasi pasien yang baru saja mencoba bunuh diri, nilailah
apakah usaha itu telah direncanakan atau impulsif saja sambil menentukan
derajat letalitasnya, kemungkinan pasien pulih kembali.
3. Pengelolaan bergantung sebagian besar pada diagnosis. Pasien dengan
depresi berat dapat diobati sebagai pasien berobat jalan bila keluarganya
dapat mengawasi mereka dengan seksama dan terapi dapat dimulai
dengan segera. Bila tidak, perawatan inap di rumah sakit diperlukan.
4. Gagasan bunuh diri dari pasien alkoholik biasanya akan membaik dalam
beberapa hari dengan abstinensi. Kebanyakan tidak ada terapi spesifik
yang perlu diberikan. Bila depresi tetap bertahan setelah gejala abstinensi
mereda, dugaan besar adalah gangguan depresi berat. Semua pasien yang
cenderung bunuh diri yang mengalami intoksikasi alkohol atau obat harus
dinilai ulang saat mereka lepas pengaruh alkoholnya.
5. Gagasan bunuh diri pada pasien skizofrenik harus diperhatikan secara
serius karena mereka cenderung mempergunakan cara yang keras dan
aneh dengan derajat letalitas tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Strategi Pelaksanaan Resiko Bunuh Diri. Diunduh pada tanggal 18
Maret 2015

Captain, C. (2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly easy, Volume
6(3).

Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan


Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.


Jakarta: EGC.

Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai