NIM : 19042099
Adapun manfaat yang dapat diperoleh oleh setiap pegawai dari adanya pembinaan
tersebut menurut Thoha (1989:20-21) adalah:
1) Kebutuhan melakukan Pembinaan Organisasi dapat diamati dari dua perspektif yaitu
perspektif organisasi dan perspektif individu. Dalam perspektif individu, terutama
dalam kaitanya dengan perencanaan dan karier seseorang pengertahuan akan
Peinbinaan Organisasi.
2) Pembinaan dapat membantu manajer dan staff organisasi menjalankan tugas tugasnya
secara efektif dan efisien.
3) Memberikan kecakapan dan kemampuan yang diperlukan untuk membangun tata
hubungan antar manusia secara efektif.
4) Membantu menemukan cara perubahan dan.penyempumaan organisasi.
Selanjutnya Hasibuan (2001: 69-71) mengatakan bahwa tujuan dari pada pengembangan
pada hakekatnya menyangkut hal-hal sebagai berikut: (a) produktivitas kerja (b) efisiensi; untuk
meningkatkan efisiensi tenaga, waktu dari kegiatan yang dilaksanakan serta mengurangi
pemborosan. (c) kerusakan; (d) kecelakaan; pengembangan bertujuan mengurangi tingkat
kecelakaan karyawan sehingga jumlah biaya pengobatan berkurang yang dikeluarkan oleh
organisasi. (e) pelayanan; untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik dari aparatur kepada
masyarakat, f) moral; dengan pengembangan, moral aparatur akan lebih baik karena keahlian dan
keterampilannya sesuai dengan pekerjaannya sehingga mereka antusias untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan baik. (g) karier;. (h) konseptual, (i) kepemimpinan; kepemimpinan seseorang
akan semakin baik, human relationsnya lebih luwes, motivasinya lebih terarah sehingga
pembinaan kerjasama vertical dan horizontal semakin harmonis. (j) balas jasa,; (k) konsumen;
pengembangan aparatur akan memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat, karena mereka
akan memperoleh barang atau pelayanan yang lebih bermutu.
1) Pengetahuan aparatur;
2) Keterampilan aparatur;
3) Pendidikan dan pelatihan penjenjangan Sedangkan pembinaan aparatur dalam bentuk lain
adalah melalui pendidikan dan pelatihan penjejangan atau yang dikenal dengan istilah Diklatpim.
Arah pengembangan melalui jalur ini lebih terfokus pada peningkatan kemampuan manajeriil
dan profesional. Manfaat yang diperoleh dari pengembangan kemampuan dalam bentuk
diklatpim adalah dapat memberikan kontribusi yang berarti untuk meningkatkan kemampuan
aparatur terutama pada tingkat pimpinan dan dapat merubah sikap dan perilaku ke arah yang
lebih baik. Pegawai negeri yang memiliki legalitas pelatihan dalam bentuk penjenjangan rata-rata
memiliki perubahan dalam hal menyelesaikan pekerjaan. Secara empirik pelatihan yang
dilakukan melalui diklatpim telah memberikan tuntunan bagi pegawai yang akan menduduki
jabatan baru.
Motivasi dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan atau tindakan yang mendorong
seseorang untuk melakukan pekerjaan atau kegiatan dengan upaya yang semaksimal mungkin
untuk tujuan organisasi (Robbin, 2002:55). Seseorang yang memiliki motivasi tinggi dalam
pekerjaannya akan cenderung manampilkan perasaan semangat, nyaman dan senang terhadap
pekerjaannya. Sehingga semakin besar motivasi yang dimiliki oleh individu sebagai karyawan
dapat meningkatkan kinerja karyawan itu sendiri. Sebaliknya, orang yang memiliki motivasi
rendah akan cenderung menampilkan perasaan malas, kurang semangat, tidak nyaman dan tidak
senang dengan pekerjaannya.
Pengertian motivasi ditafsirkan berbeda-beda oleh para ahli, sesuai dengan tempat dan
keadaan masing-masing. Namun pada hakikatnya secara konseptual terdapat kesamaan prinsip.
Berelson dan Steiner dalam Wahjusumidjo (1994:212) memberikan pengertian tentang motivasi
dengan ungkapan sebagai berikut “Motivasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang memberikan
daya, mengaktifkan atau menggerakkan, dan yang mengarahkan atau menghubungkan perilaku
kepada tujuan”. dari Koontz dalam Wahjusumidjo (1994:178) menyatakan ”hubungan antara
kebutuhan, keinginan, dan kepuasan digambarkan sebagai suatu mata rantai (rantai kebutuhan –
keinginan dan kepuasan), yaitu suatu reaksi, yang diawali dengan adanya kebutuhan yang
menimbulkan keinginan atau upaya mencapai tujuan, yang selanjutnya menimbulkan tensi
(ketegangan), yaitu keinginan yang belum terpenuhi, yang kemudian menyebabkan timbulnya
tindakan yang mengarah pada tujuan dan akhirnya memuaskan keinginan”.
Pada teori proses motivasi, “Motivasi Kerja didefinisikan sebagai proses pemberian motif
(penggerak) kerja kepada karyawan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan
ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi” (Sarwoto,1997:206). Dalam penelitian ini indikator
yang digunakan untuk menguji motivasi kerja pegawai adalah: (1) Pendapatan, (2) Kondisi
Kerja, (3) Hubungan Antar Karyawan, (4) Kebijakan Organisasi, dan (5) Pengembangan Pribadi.
Motivasi Kerja dan Budaya Organisasi adalah dua hal yang diyakini dapat menggerakkan
perilaku seseorang dalam organisasi dan sekaligus sebagai sistem nilainilai yang diyakini,
dipelajari, diterapkan, dan dikembangkan secara berkesinambungan oleh anggotanya, karena
berfungsi sebagai pendorong dan penggerak bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan dalam
berprestasi untuk mencapai tujuan organisasi.
b. Stres Kerja
Fahmi (2013:256) menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu keadaan yang menekan diri
dan jiwa seseorang di luar batas kemampuannya, sehingga jika terus dibiarkan tanpa ada solusi
maka ini akan berdampak pada kesehatannya. Stres tidak timbul begitu saja namun sebab-sebab
stres timbul umumnya diikuti oleh faktor peristiwa yang mempengaruhi kejiwaan seseorang dan
peristiwa itu terjadi diluar dari kemampuannya sehingga kondisi tersebut telah menekan jiwanya.
Griffin dan Moorhead (2013:181) mendefinisikan stres sebagai respon adaptif seseorang
terhadap rangsangan yang menempatkan tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan padanya.
Mangkunegara (2013:157) mengungkapkan stres kerja disebabkan karena adanya beban
pekerjaan yang dirasakan terlalu berat, tidak adanya pengawasan kerja, waktu kerja yang
diberikan cukup padat, lingkungan kerja yang tidak baik, adanya konflik kerja serta adanya
perbedaan dalam menilai antara pimpinan dengan karyawan. Dampak stres yang diungkapkan
oleh Luthans (2015:295) bahwa stres memiliki dampak paling kuat pada tindakan yang agresif
seperti adanya permusuhan, keluhan dari seorang karyawan serta adanya tindakan perusahaan
yang dilakukan secara berencana ataupun secara sengaja.
Terdapat beberapa ahli dari beberapa negarayang menjelaskan hubungan antara stres
kerja terhadap kinerja karyawan. Menurut Hanafi et al. (2018) menemukan bahwa ada pengaruh
signifikan stres kerja terhadap kinerja karyawan dan kepuasan kerja. Penelitian lain yang
dilakukan oleh (Akgunduz, 2015) berpendapat bahwa mempekerjakan karyawan dengan harga
diri yang tinggi dan memprioritaskan pengurangan beban yang berlebihan dapat meningkatkan
kinerja karyawan. Menurut Rajeshwaran dan Aktharsha (2017) hasil yang ditemukan bahwa stres
terkait keluarga, stres terkait bawahan, stres akibat kelelahan dan stres berdasarkan kepribadian
ditemukan sebagai prediktor signifikan dari komitmen organisasi dan komitmen berkelanjutan
memainkan peran penting dalam kinerja pekerjaan.
Beragam penelitian dari beberapa negara yang dilakukan para ahli tentang hubungan
antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Dekoulou dan
Trivellas (2015) menemukan bahwa operasi yang berorientasi pada pembelajaran adalah
prediktor penting dari kepuasan kerja karyawan yang mempengaruhi kinerja karyawan. Menurut
Farooqui dan Nagendra (2014) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara organisasi orang
dengan kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Menurut Melian Gonzalez dan Bulchand Gidumal
(2014) bahwa kepuasan dengan kepemimpinan senior, kompensasi dan keseimbangan kerja
masing masing berdampak pada kinerja karyawan. Sedangkan menurut Valei dan Jiroudi (2016)
terdapat hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja dalam industri media. Selanjutnya
penelitian yang dilakukan oleh Pang dan Lu (2018) bahwa terdapat hubungan antara motivasi
dan kepuasan kerja terhadap kinerja dalam konteks pengiriman container.