Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PERILAKU ORGANISASI
“ NILAI, SIKAP DAN KEPUASAN KERJA “

KELOMPOK 3
Allisa Putri Hannani Indra ( 19042102 )
Finna Mayrani ( 19042133 )
Muhammad Agid Rahman ( 19042155 )
Puja Hariqah ( 19042080 )
Viona Nabilla Huda Utami( 19042038 )

Dosen Pengampu
Rizki Syafril, SHI, M.Si

ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ilmu pengetahuan,
kekuatan dan petunjuk-Nya.Dimana dengan izin-Nyalah penyusun dapat menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul “nilai, sikap dan kepuasan kerja”.Pemakalah menyusun makalah
sebagai persyaratan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kuliah Perilaku Organisasi. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, atas kekurangan kami, kami mohon maaf karena
sesungguhya kesempurnaan hanya milik Allah semata.

Padang, 27 Februari 2021

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................. II
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................................... 2
C. Tujuan............................................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN NILAI, SIKAP DAN KEPUASAN INDIVIDU DALAM ORGANISASI... 3
A. Nilai............................................................................................................................................. 3
1. Defenisi Nilai...........................................................................................................................3
2. Atribut Nilai.............................................................................................................................3
3. Jenis Nilai................................................................................................................................ 4
4. Nilai Dengan Loyalitas dan Perilaku Etis................................................................................4
5. Nilai dan Budaya..................................................................................................................... 5
6. Hubungan nilai dan tingkah laku............................................................................................. 6
B. Sikap............................................................................................................................................ 7
1. Defenisi Sikap..........................................................................................................................7
2. Komponen Sikap......................................................................................................................9
3. Macam Sikap......................................................................................................................... 10
4. Jenis- jenis sikap :.................................................................................................................. 11
5. Sikap dan Konsistensi............................................................................................................11
6. Cognitive Dissonance Theory (Teori Disonansi Kognitif)....................................................12
C. Hubungan Sikap dan Perilaku....................................................................................................14
D. Kepuasan Kerja..........................................................................................................................15
1. Pengertian Kepuasan Kerja....................................................................................................15
2. Faktor-Faktor Kepuasaan Kerja.............................................................................................16
3. Mengukur Kepuasaan Kerja.................................................................................................. 18
BAB IV penutup.................................................................................................................................... 19
A. kesimpulan................................................................................................................................. 19
B. Saran.......................................................................................................................................... 19
Daftar pustaka........................................................................................................................................ 20

III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nilai atau value penting untuk dipelajari dalam perilaku organisasi karena di
dalamnya untuk memahami sikap dan motivasi karena di dalamnya terltak dasar untuk
memahami sikap dan motivasi dan karena nilai-nilai memengaruhi persepsi. Ketika individu
memasuki organisasi dengan memepertimbangkan sebelumnya dugaan tentang apa yang
menajdi keharusan dan yang tidak menjadi keharusan. Sebaliknya, nilai-nilai juga memuat
interprestasi tentang baik dan buruk. Nilai-nilai biasanya mempengaruhi sikap dan perilaku.
Orang yang menjunjung nilai moral tinggi akan membuat orang tersebut memiliki sikap
moral yang positif.

Dalam manajemen, fungsi organisasi terutama dalam hal pengawasan, organisasi


perlu memantau para pekerjanya terhadap sikap, dan hubungannya dengan perilaku. Adakah
kepuasan atau ketidak puasan karyawan dengan pengaruh pekerjaan di tempat kerja. Dalam
organisasi, sikap amatlah penting karena komponen perilakunya. Pada umumnya, penelitian
menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap
dan perilaku mereka. Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, sikap kerja berisi evaluasi positif
atau negatif yang dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek lapangan kerja mereka, ada
tiga sikap yaitu, kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan, dan komitmen organisasional.
Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif
tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorangyang tidak puas memiliki perasaan-perasaan
yang negatif tentang pekerjaan tersebut. Keterlibatan pekerjaan , mengukur tingkat sampai
mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat
kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Karyawan yang mempunyai tingkat
keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang
pekerjaan yang mereka lakukan. Keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada
pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisosial yang tingi berarti
memihak organisasiyang merekrut individu tersebut. Penilaian seorang karyawan tentang
seberapa ia merasa puas atau tidak puas dengan pekerjaan merupakan penyajian yang rumit
dari sejumlah elemen pekerjaan yang berlainan

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan nilai, atribut nilai, jenis nilai, nilai dengan loyalitas dan
perilaku etis, serta nilai dan budaya dalam perilaku organisasi ?

2. Apa yang dimaksud dengan sikap, perbedaan sikap dengan nilai, komponen sikap,
jenis sikap, sikaap dan konsistensi, cognitive dissonance theory, serta hubungan sikap
dan perilaku dalam perilaku organisasi ?

3. Apa dimaksud dengan kepuasan kerja, faktor yang mempengaruhi, serta indikator
kepuasan kerja dalam perilaku organisasi ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan nilai, atribut nilai, jenis nilai, nilai dengan
loyalitas dan perilaku etis, serta nilai dan budaya dalam perilaku organisasi ?

2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan sikap, perbedaan sikap dengan nilai,
komponen sikap, jenis sikap, sikaap dan konsistensi, cognitive dissonance theory, serta
hubungan sikap dan perilaku dalam perilaku organisasi ?

3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kepuasan kerja, faktor yang mempengaruhi,
serta indikator kepuasan kerja dalam perilaku organisasi ?

2
BAB II PEMBAHASAN
NILAI, SIKAP DAN KEPUASAN INDIVIDU DALAM
ORGANISASI

A. Nilai

1. Defenisi Nilai
Dalam Kamus Bahasa Indonesia Nilai adalah harga, taksiran, angka1 artinya
nilai adalah sesuatu yang berharga, keyakinan yang dipegang sedemikian rupa oleh
seseorang sesuai dengan tuntutan hati nuraninya.Pada dasarnya setiap masyarakat
memiliki nilai-nilai yang dijunjung dan di pegang teguh.

Nilai merupakan kumpulan sikap perasaan ataupun anggapan terhadap sesuatu


hal mengenai baik, buruk benar salah, patut tidak patut, mulia-hina, penting tidak
penting. Sebagai konsepsi, nilai abstrak sesuatu yang dibangun dan berada didalam
dan budhi, tidak dapat diraba dan di lihat secara langsung dengan pancaindera.2 Jadi
Suatu nilai apabila sudah melekat didalam diri seseorang, maka nilai itu akan
dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk di dalam bertingkah laku. Hal ini dapat
dilihat dalam kehidupan sehari – hari, misalnya budaya gotong royong, budaya malas,
dan lain – lain.

Jadi, secara universal, nilai itu merupakan pendorong bagi seseorang dalam
mencapai tujuan tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai budaya adalah suatu
bentuk konsepsi umum yang dijadikan pedoman dan petunjuk di dalam bertingkah
laku baik secara individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang
baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut.

2. Atribut Nilai
Atribut nilai dibagi menjadi dua:

 Konten

suatu tindakan atau keadaan tertentu yang dianggap penting. Contoh : Saya
percaya keuletan membawa kesuksesan dalam berbisnis

3
 Intensitas

Menjelaskan seberapa penting kegiatan atau keadaan tersebut.Contoh :


seberapa besar saya pegang keyakinan itu. Semakin saya kendur maka saya
akan cederung malas, dan berbuah ketidaksuksesan dan sebaliknya.

3. Jenis Nilai
Menurut Ndraha,( 2003:18) mengemukakan bahwa nilai dibedakan atas nilai
subyektif dan nilai obyektif. Menurutnya bahwa nilai subyektif adalah sesuatu yang
oleh seseorangdi anggap dapat memenuhi kebutuhannya pada sutu waktu dan oleh
karena itu ia (seseorang tadi) berkepentingan atasnya (sesuatu itu),disebut bernilai
atau mengandunng nilai bagi orang yang bersangkutan.Oleh karena itu ia dicari,
diburu dan dikejar dengan menggunakan berbagai cara dan alat. Dalam hubungan itu,
nilai dianggap subyektif dan ekstrinsik (extrinsic). Nilai ekstrinsik sutu barang
berbeda menurut seseorang dibanding dengan orang lain. Nilai objektif adalah nilai
dapat juga dipelajari sebagai sesuatu yang bersifat objektif .Segala sesutu yang ada
mengandung nilai, jika bagi seseorang tidak ,mungkin bagi orang lain.Berdasarkan
anggapan ini , seolah-olah ada ada sebuah bag of virtues , kantong berisi nilai yang
siap ditransfer kepada orang-orang. Menurut pendekatan ini ,nilai dianggap intrinsik
(intrinsic).

Berdeda dengan Robbins (2007:148), Nilai dapat dibedakan antara nilai


terminal yaitu sesuatu yang menjadi tujuan akhir dan nilai instrumental, tetapi norma
adalah semata-mata nilai instrumental. Nilai terminal keadaan akhir kehidupan yang
diinginkan; tujuan-tujuan yang ingin dicapai seseoang selama masa hidupnya,
sedangkan Nilai instrumental adalah perilaku atau cara-cara yang lebih disukai untuk
mencapai nilai terminal seseorang.

4. Nilai Dengan Loyalitas dan Perilaku Etis


Kadang-kadang nilai loyalitas membuat orang tidak mampu melihat apa yang
baik dan apa yang tidak baik. Ikatan kesetiaan dan perasaan berutang budi jika tidak
tunduk pada perilaku etis, maka realitas ini akan menyebabkan timbulnya berbagai
persoalan pelanggaran etika. Loyalitas tanpa tunduk pada nilai-nilai etika akan
menciptakan kerusakan pada organisasi. Kepemimpinan yang baik akan menuntut
ikatan kesetiaan dari kekuatan etis dan integritas, bukan sekedar setia dan
mengabaikan segala kebaikan demi melayani kesetiaan itu. Loyalitas akan menjadi

4
sebuah kebaikan jika loyalitas tersebut tercipta dari budaya yang etis dan kaya
integritas. Loyalitas yang etis mampu menjadi energi positif yang hebat untuk
mendukung tata kelola organisasi yang kuat dan sehat.

Loyalitas seseorang dapat dimanfaatkan untuk menjalankan sebuah rencana


yang baik maupun sebuah rencana yang tidak baik. Jadi, tidak selamanya loyalitas
berada dalam barisan energi positif. Jika niat dan rencana tidak baik, maka loyalitas
akan berada dalam barisan energi negatif. Loyalitas itu sendiri adalah pengabdian
tanpa syarat, yang sudah tidak mampu membedakan apa pun, kecuali menyerahkan
diri secara total untuk melayani ikatan kesetiaan tersebut. Di dalam persepsinya,
ikatan kesetiaan tersebut adalah sebuah ikatan suci dan kebaikan yang tidak boleh
diperdebatkan di dalam hati. Suara hati, pemikiran, dan perasaan terikat dalam
kesetiaan yang buta terhadap kebenaran sejati. Kondisi ini telah menciptakan banyak
skandal yang merugikan organisasi dan stakeholders. Ketika loyalitas tidak mampu
membedakan apa yang baik dan apa yang tidak baik, maka kerugian dan kerusakan
menjadi hasil akhir yang akan disesali kemudian.

Loyalitas yang baik dihasilkan dari kesadaran untuk menjalankan nilai-nilai


etis di tempat kerja. Ikatan kesetiaan harus mampu mengabaikan perilaku dan niat
buruk. Kesetiaan hanya diberikan kepada nilai-nilai positif dan tata kelola organisasi
yang bersih dan sehat. Para pengikut yang setia harus berani mengabaikan
pemimpinnya yang tidak jujur. Kesetiaan ditumbuhkan untuk memperkuat integritas,
akuntabilitas, perilaku etis, tindakan etis, keputusan etis, dan tidak menoleransi semua
perilaku atau tindakan yang berlawanan dengan integritas. Loyalitas di tempat kerja
harus berdasarkan prinsip-prinsip yang mencakup integritas, etis, transparansi,
akuntabilitas, dan pelayanan sepenuh hati.

5. Nilai dan Budaya


Konsep nilai dikemukakan antara lain oleh Kluckhohn dalam Zavalloni (1975,
hal. 75) seorang antropolog, pada tahun 1971 mendefinisikan nilai sebagai : “... a
conception explicit or implicit, distinctive of an individual or characteristic of a group,
of the desirable which influence the selection from available modes, means and ends
of action.”Edgar H. Schein (1992:16) dalam karyanya “Organizational Culture and
Leadership” yang banyak menjadi referensi penulisan mengenai budaya organisasi,
mendefinisikan dengan lebih luas bahwa budaya adalah: “A pattern of share basic

5
assumption that the group learner as it solved its problems of external adaptation and
internal integration, that has worked well enough to be considered valid and therefore,
to be taught to new members as the correct way to perceive, think and feel in relation
to these problems”. Pendapat tersebut diartikan bahwa kebudayaan adalah “ suatu
pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok
tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan
integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan
kepada angota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan
dan merasakan terkait dengan masalah-masalah tersebut”.

Moeljono (2003) menyatakan budaya organisasi adalah system nilai-nilai yang


diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta
dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai system perekat, dan
dijadikan acuan perilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang
telah ditetapkan.Selanjutnya Edgar H. Schein menyatakan bahwa budaya terdiri dari 3
(tiga) lapisan atau tingkatan, yaitu:

1) Artefacts, tingkat pertama/atas dimana kegiatan atau bentuk organisasi terlihat


seperti struktur organisasi maupun proses, lingkungan fisik organisasi dan
produkproduk yang dihasilkan.

2) Espoused Values, tingkat kedua adalah nilai-nilai yang didukung, terdiri dari
strategi, tujuan, dan filosofi organisasi. Tingkat ini mempunyai arti penting
dalam kepemimpinan, nilai-nilai ini harus ditanamkan pada tiap-tiap anggota
organisasi.

3) Underlying Assumption, asumsi yang mendasari, yaitu suatu keyakinan yang


dianggap sudah harus ada dalam diri tiap-tiap anggota mengenai organisasi
yang meliputi aspek keyakinan, pemikiran dan keterikatan perasaan terhadap
organisasi.

6. Hubungan nilai dan tingkah laku


Rokeach dkk dalam Umam (2012: 77) Dalam kehidupan manusia, nilai
berperan sebagai standar yang mengarahkan tingkah laku. Nilai membimbing
individu untuk memasuki suatu situasi dan cara individu bertingkah laku dalam
situasi tersebut.

6
Danan djaja dalam Umam (2012: 77) mengemukakan bahwa nilai memberi
arah pada sikap, keyakinan, dan tingkah laku seseorang, serta memberi pedoman
untuk memilih tingkah laku yang diinginkan pada setiap individu. Karena itu, nilai
berpengaruh pada tingkah laku sebagai dampak dari pembentukan sikap dan
keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai merupakan faktor penentu dalam
berbagai tingkah laku sosial.

Menurut Grube dkk dalam Umam (2012: 77) Nilai juga merupakan salah satu
komponen yang berperan dalam tingkah laku. Perubahan nilai dapat mengarahkan
terjadinya perubahan tingkah laku. Hal ini dibuktikan dalam sejumlah penelitian
yang berhasil memodifikasi tingkah laku dengan cara mengubah sistem nilai.
Perubahan nilai telah terbukti secara signifikan menyebabkan perubahan pula
pada sikap dan tingkah laku memilih pekerjaan, merokok, mencontek, mengikuti
aktivitas politik, pemilihan teman, ikut perilaku. (Chandra, 2017:190)

B. Sikap

1. Defenisi Sikap
Berbicara masalah sikap, sebenarnya hal ini sudah merupakan sesuatu yang
sangat opuler dan penting,terutama dalam rangka pembahasan psikologi sosial.para
ahli mengakui bahwa setiap sikap dapat terbentuk karena adanya pengaruh dan
peranan pembawaan dan lingkungan, yang keduanya mempunyai fungsi yang sama,
dalam arti bahwa sikap tidak dibawa sejak manusia lahir. Pengertian sikap sudah
banyak dikemukakan oleh para ahli.Dalam memeberikan pengertian tentang sikap ini
para ahli berbeda pendapatnya.Namun pada hakekatnya perbedaan pendapa tersebut
tidak menunjukkan perbedaan yang mendasar. Dalam kaitan ini, kita ketahui bahwa
setiap individu didalam aktivitas hidupnya mjempunyai suatu reaksi ataupun gerakan
terhadap suatu obyek tertentu dan inilah nantinya akan menjadi bagian dari sikap
individu tersebut.

Robbins and Judge (2013), menyatakan bahwa sikap (attitudes) merupakan


pernyataan evaluasi, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan
tentang suatu objek, orang, atau peristiwa.

7
Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu. Ketika saya
berkata “saya menyukai pekerjaan saya” ini berarti saya sedang mengekspresikan
sikap saya tentang pekerjaan. Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, tetapi Perilaku
Organisasi (PO) memfokuskan diri pada sikap yang berkaitan dengan pekerjan. Hal
ini meliputi kepuasan kerja, keterlibatan kerja (sejauh mana seseorang berkecimpung
dalam pekerjaannya dan secara aktif berpartisipasi di dalamnya), dan komitmen
organisasi (sebuah indikator loyalitas kepada, dan keberpihakan terhadap organisasi).
Tidak dapat dipungkiri, kepuasan kerja telah mendapatkan perhatian yang besar.
(Dede, 2017:34)

Sikap adalah keteraturan perasaan dan pikiran seseorang dan kecenderungan


terhadap aspek lingkungannya (Milton 1981).Sikap seseorang tercermin dari
kecenderungan perilakunya dalam menghadapi suatu situasi lingkungan yang
berhubungan dengannya.Sigit (2003:88), menyatakan bahwa sikap adalah tanggapan
(response) yang mengandung komponen-komponen kognitif (pengetahuan), afektif
(sejauhmana penilaiannya terhadap obyek) dan konaktif (kecenderungan untuk
berbuat), yang dilakukan oleh seseorang terhadap sesuatu obyek atau stimulus dari
lingkungannya.Robbins (2007:92) mengemukakan pengertian sikap adalah pernyatan
evaluatif baik yang menyenagkan maupun tidak menyenagkan terhadap obyek,
individu atau perisitiwa.Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang
sesuatu.Senada dengan itu, Ndraha, (2003:33) mengemukakan pengertian sikap
adalah kecenderungan jiwa terhadap sesuatu.Ia menunjukkan arah, potensi dan
dorongan menuju sesuatu itu.

Ada perbedaan antara sikap dan nilai, meskipun keduaduanya beliefs dan
cognitive, Pertama sikap adalah keyakinan (beliefs) mengenai sesuatu obyek yang
khusus mengenai orang atau situasi, sedangkan nilai adalah bersifat umum. Nilai
adalah keyakinan yang melekat pada diri orang, terlepas bagaimana orang lain,
sedangkan sikap adalah tanggapan terhadap pihak lain.

Ada lima karakteristik sikap :

1) ada obyek,

2) mengarah,

3), berintensitas atau sederajat,

8
4) berstruktur, dan

5) dipelajari.

Dikatakan ada obyek, karena ada sesuatu yang disikapi.Tidak ada sikap tanpa obyek
Dikatakan mengarah karena setiap obyek ada arahnya.Jadi sikap mengarah kepada
obyek yang disikapi.Dikatakan berintensitas atau berderajat karena dalam sikap
ditanyakan sejauhmana atau seberapa tinggi rendah sikapnya. Dikatakan berstruktur,
karena dalam sikap itu ada komponenkomponen yang secara intern terbentuk dengan
sendirinya, yaitu komponen kognitif, afektif yang saling menjalin.3

2. Komponen Sikap
Dilihat dari structurnya, sikap terdiri atas tiga komponen yaitu komponen
kognitif, komponen afektif, dankomponen konatif.Komponen kognitif berupa
keyakinan seseorang (behavior belief dan group belief), komponen afektif
menyangkut aspek emosional, dan komponen konatif merupakan aspekkecenderungan
bertindak sesuai dengan sikap- .nya. Komponen afektif atau aspek emosional biasanya
berakar paling dalam sebagai komponen sikap, yang paling bertahan terhadap
pengaruh yang mungkin mengubah sikap4

a) Komponen Kognitif

Komponen Kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki


individu mengenai sesuatu. Persepsi dan kepercayaan seseorang mengenai
objek sikap berwujud pandangan (opini) dan sering kali merupakan stereotipe
atau sesuatu yang telah terpolakan dala!TI pikirannya. Komponen kognitif dari
sikap ini tidak selalu akurat.Kadang-kadang kepercayaan justru timbul tanpa
adanya informasi yang tepat mengenai suatu objek.Kebutuhan emosional
bahkan sering merupakan determinan utama bagi terbentuknya kepercayaan.

b) Komponen Afektif ,

Komponen afektif melibatkan perasaanatau emosi. Reaksi emosionalkita


terhadap suatu objek akan membentuk sikap positif atau negatif terhadap
objek tersebut. Reaksi emosional ini banyak ditentukan oleh kepercayaan
terhadap suatu objek, yakni kepercayaan suatu objek baik atau tidak baik,
bermanfaat atau tidak bermanfaat.

9
c) Komponen Konatif

Komponen konatif atau kecenderungan bertindak (berperilaku) dalam diri


seseorang berkaitan dengan objek sikap.Perilaku seseorang dalam situasi
tertentu dan dalam situasi menghadapi stimulus tertentu, banyak ditentukan
oleh kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Kecenderungan
berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini
membentuk sikap individual5

Sebagaihalnya karakteristik afektif yang lain, sikap memiliki target, arah, dan
intensitas. Target ialah objek,.kegiatan, atau gagasan yang menjadi sasaran suatu
sikap. Yang dimaksud dengan arah sikap ialah orientasi sikap yang dapat positif atau
negatif.Sedangkan intensitas adalah derajad atau kekuatan sikap.Sikap terhadap suatu
objek dapat sangat kuat, misalnya sangat senang pada karya karya sastra atau sangat
benci pada perjudian. Arahdan intensitas sikap itu sebagai suatu kontinum. Titik
tengah kontinum tersebut membedakan arah positif dan negatif, sedangjarak dari titik
tengah menunjukkan intensitas sikap.

3. Macam Sikap
Sikap atau attitude itu dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu attitude sosial
dan attitude individual.Sikap atau attitude sosial adalah kesadaran individu yang
menentukan perbuatan yang nyata, yang berulang-ulang terhadap obyek sosial. Sikap
sosial ini dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap
obyek sosial tersebut. Attitude sosial ini menyebabkan terjadinya cara-cara tingkah
laku yang dinyatakan secara berulang-ulang terhadap obyek sosial.Sedangkan attitude
individual adalah sikap yang hanya dimiliki oleh perorangan saja, sikap ini dapat
berupa kesukaan atau ketidaksukaan pribadi terhadap obyek-obyek, orang-orang
ataupun hewan- hewan tertentu.

Jadi antara attitude sosial dengan attitude individual perbedaan yang sangat
mencolok adalah :

a. Bahwa attitude atau sikap individual itu dimiliki oleh seorang demi seorang
saja Misalnya kesukaan terhadap binatang-binatang tertentu

b. Bahwa attitude individual berkenaan dengan obyek-obyek yang bukan


perhatian sosial. Sifat-sifat pribadi turut membentuk pula karakteristik, attitude

10
individual ini. Attitude sosial menyebabkan terjadinya tingkah laku khas dan
berulang-ulang terhadap obyek social dan oleh karena itu maka attitude sosial
turut merupakan suatu faktor penggerak dalam pribadi individu untuk
bertingkah laku secara tertentu, sehingga attitude sosial dan attitude pada
umumnya itu merupakan sifat-sifat dinamis yang sama seperti motif dan
motifasi. Yaitu merupakan salah satu penggerak intern dalam pribadi orang
yang mendorongnya berbuat sesuatu dengan cara tertentu.

4. Jenis- jenis sikap :


1) Job Satisfaction (sikap yang menentukan kepuasan seseorang terhadap
pekerjaannya)

2) Job Involvement (sikap yang menggambarkan sampai sejauh mana


partisipasi aktif karyawan terhadap pekerjaannya)

3) Organization Commitment (sikap yang menunjukkan sampai mana


seseorang melibatkan diri dalam organisasi beserta dengan tujuan-
tujuannya dan ingin menjaga keanggotaannya dalam organisasi)

5. Sikap dan Konsistensi


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999:457), konsistensi berarti
ketepatan dan kemantapan dalam bertindak; ketaatasasan.

Konsistensi dapat berarti suatu tindakan yang selalu berpegang teguh pada
prinsip yang telah ditetapkan dalam diri seseorang yang diimplentasikan dalam
kehidupan. Idealnya, sikap itu termanifestasikan ke dalam perbuatan nyata sehingga
sikap yang terdiri atas kognisi, afeksi, dan konasi terjadi ketaatasasan hubungan yang
selaras.

Suharyat (2009) menjelaskan bahwa sikap dan perilaku ada kesamaan. Oleh
karena itu, psikolog sosial, seperti Morgan dan King, Howard dan Kendler, serta
Krech dkk., mengatakan bahwa antara sikap dan perilaku adalah konsisten.

Apakah selalu bahwa sikap konsisten dengan perilaku? Seharusnya, sikap


adalah konsisten dengan perilaku, akan tetapi karena banyaknya faktor yang
mempengaruhi perilaku, maka dapat juga sikap tidak konsisten dengan perilaku.
Dalam keadaan yang demikian terjadi adanya desonansi nilai.

11
Sikap dan perilaku konsisten merupakan salah satu indikator kunci dalam diri
seseorang yang memiliki integritas. Semakin tinggi sikap dan perilaku kosnsitensinya
biasanya integritasnya juga semakin tinggi. Berkonsisten dalam pikiran, sikap, bicara
dan perbuatan merupakan pilihan setiap orang. Artinya, tidak otomatis setiap orang
menjadi konsisten. Saat memilih sikap konsisten maka seluruh kehidupannya menjadi
konsisten.

6. Cognitive Dissonance Theory (Teori Disonansi Kognitif)


Disonansi kognitif adalah istilah yang merujuk pada kondisi mental yang tidak
nyaman saat menghadapi dua keyakinan atau nilai yang berbeda. Kondisi ini juga
terjadi ketika seseorang melakukan hal yang tidak sesuai dengan nilai dan keyakinan
yang dianut. Istilah disonansi kognitif diperkenalkan sebagai teori oleh ahli yang
bernama Leon Festinger tahun 1957. Teori disonansi kognitif berpusat pada
bagaimana seseorang berusaha untuk mendapatkan konsistensi dan kesesuaian dalam
sikap dan perilaku mereka. Contoh kondisi disonansi kognitif dalam kehidupan
sehari-hari seperti ketika seseorang tetap merokok meski dapat membahayakan paru-
paru merupakan contoh disonansi kognitif.

Penyebab munculnya disonansi kognitif itu ada 3 (tiga) :

a. Tekanan dari pihak lain

Disonansi kognitif seringkali muncul akibat paksaan atau tekanan yang sulit
dihindari. Misalnya, seorang karyawan tetap pergi bekerja ke kantor di tengah
pandemi Covid-19. Ia terpaksa berangkat ke kantor karena takut dipecat serta demi
mempertahankan penghasilannya.

b. Informasi baru

Terkadang, menerima suatu informasi baru dapat menimbulkan kondisi


disonansi kognitif dan rasa tidak nyaman dalam dirinya. Misalnya, seorang pria
memiliki teman laki-laki yang baru saja melela atau coming out sebagai pria
homoseksual. Kondisi tersebut membuatnya dilema karena ia menganut kepercayaan
bahwa homoseksual adalah suatu bentuk dosa.

c. Keputusan yang diambil

12
Sebagai manusia, kita akan terus menciptakan beragam keputusan. Saat
dihadapkan dengan dua pilihan yang sama-sama kuat, kita akan mengalami kondisi
disonansi. Misalnya, seseorang menerima dua tawaran pekerjaan, yakni satu
pekerjaan di dekat rumah orangtuanya dan satu pekerjaan di luar kota namun dengan
gaji lebih tinggi. Ia mungkin bingung dengan dua pilihan tersebut karena menurutnya
faktor kedekatan dengan keluarga dan gaji sama pentingnya.

Cara manusia menghadapi disonansi kognitif. Rasa tidak nyaman saat mengalami
disonansi kognitif dapat dikurangi dengan beberapa metode, yaitu:

a. Menolak atau menghindari suatu informasi

Kondisi disonansi kognitif seringkali dikurangi dengan menghindari suatu


informasi baru yang berkonflik dengan keyakinannya. Misalnya, seorang perokok
menemukan informasi riset bahwa rokok dapat meningkatkan risiko komplikasi
kanker paru. Karena berat baginya untuk menghindari rokok, ia mungkin tetap
memilih melupakan informasi tersebut, mengatakan bahwa riset tersebut belum tentu
benar, dan tetap merokok.

b. Melakukan justifikasi

Saat mengalami disonansi kognitif, seseorang mungkin akan melakukan justifikasi


dan meyakinkan diri dalam melakukan hal tertentu. Misalnya, seorang karyawan
terpaksa menemani atasannya untuk mengonsumsi minuman alkohol di kelab malam.
Walau sebenarnya ia khawatir dengan risiko kesehatan akibat konsumsi alkohol, si
karyawan mungkin tetap memesan minuman tersebut dan melakukan justifikasi
bahwa ia melakukannya demi kepentingan karier dan membuat atasannya terkesan.

c. Mengubah keyakinan lama

Cara lain manusia menyelesaikan disonansi kognitif adalah dengan mengubah


keyakinan yang selama ini ia anut. Misalnya, seorang perokok menerima informasi
riset bahwa penggunaan rokok meningkatkan risiko komplikasi kanker paru. Setelah
membaca atau mendengar informasi tersebut, ia mungkin berusaha untuk berhenti
merokok.

13
C. Hubungan Sikap dan Perilaku
Hubungan antara sikap dan perilaku dapat bervariasi, karena sikap dan
perilaku merupakan faktor yang bergantung tetapi dipengaruhi oleh faktor lainnya
(suasana hati, emosi, kepribadian, tekanan sosial, potensi, resiko ataupun waktu).
Sikap akan mempengaruhi perilaku, jika;

1) faktor-faktor yang mempengaruhi pernyataan sikap dan perilaku di kurangi


seminimal mungkin,

2) Ketika pengukuran sikap menunjuk pada suatu perilaku yang lebih spesifik,

3) Terdapat kesadaran terhadap sikap yang dimiliki, ketika akan


menunjukkan suatu perilaku.

Sikap terhadap perilaku biasanya mengacu pada teori perilaku yang


direncanakan (TPB). Berdasarkan teori tersebut, yang menjadi penentu terpenting dari
perilaku seseorang adalah intensi untuk berperilaku. Dimana, intensi perilaku tersebut
dipengaruhi oleh sikap individu yang baik terhadap perilaku tersebut, persepsi
individu terhadap norma subjektif, dan sejauh mana individu merasakan tingkah laku
yang berada dibawah kendali pribadinya.

Perbedaan antara sikap dan prilaku ditentukan oleh intention, yaitu kesiapan
orang untuk mewujudkan perilaku tertentu. Adjen mengembangkan model
memfokkus pada itentions sebagai kunci hubbungan antara sikap dengan prilaku
terencana (Kreitner dan Kinicki, 2010: 163). Berdasarkan pandangan tersebut maka
sikap tidak secara langsung membentuk prilaku, namun melalui proses transisi yang
dinamakan itention, sebagai persiapan untuk mewujudkan prilaku. (Chandra,
2017:190)

Adakalanya sebuah sikap dan perilaku memiliki keterkaitan yang cukup dekat.
Menurut hasil penelitian pun menyatakan adanya hubungan yang cukup kuat antara
sebuah sikap dengan perilaku. Dari adanya kaitan dengan perilaku yang konsisten
dapat dipengaruhi oleh beberapa aspek diantaranya:

1) Tekanan normatif

2) Faktor yang mempengaruhi konsep diri

14
3) Adanya pengalaman yang dapat membentuk sikap

4) Spesifikasi antara sikap dan juga perilaku

D. Kepuasan Kerja

1. Pengertian Kepuasan Kerja

Ada beberapa defenisi dari kepuasan kerja yang diberikan oleh para ahli Anoraga
(1998:80) yaitu :

o Kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh


pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya.

o Kepuasan kerja berhubungan dengan sikap dari karyawan terhadap


pekerjaannya itu sendiri, situasi kerja, kerja sama antara pimpinan dan sesama
karyawan.

o Kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa
sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan
sosial individu di luar kerja.

o Kepuasan kerja pada dasarnya adalah security feeling (rasa aman) dan
mempunyai segi-segi :

a. Segi sosial ekonomi (gaji dan jaminan sosial)

b. Segi sosial psikologi : kesempatan untuk maju, kesempatan mendapatkan


penghargaan, dan lain-lain. 1

Kepuasan kerja menurut Davis (1995), adalah seperangkat perasaan pegawai


tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka. Pegawai/karyawan yang
bergabung dalam suatu organisasi,tentu mereka membawa serta seperangkat
keinginan,kebutuhan,hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu membentuk
harapan kerja.2 Dengan demikian kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan
seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan. Dari pernyataan
tersebut ,ini berarti bahwa kepuasan kerja pada umumnya mengacu pada sikap
seseorang pegawai atau karyawan terhadap pekerjaannya. Hal ini dapat dilihat pada
sutu contoh manakala seorang administrator memberikan suatu kesimpulan terhadap

15
bawahannya misalnya bahwa si A tampaknya sangat senang dengan promosinya
sekarang. Sementara itu Siagian (2000) berpendapat bahwa pembahasan mengenai
kepuasan kerja perlu di dahului oleh penegasan bahwa masalah kepuasan kerja
bukanlah hal yang sederhana baik dalam arti konsepnya maupun dalam arti
analisisnya, karena kepuasan mempunyai konotasi yang beraneka ragam. Namun
menurutnya bahwa sekalipun konsep kepuasan kerja bukanlah hal yang sederhana
namun demikian tetep relevan untuk mengatakan bahwa kepuasan jerja adalah
merupakan cara pandang seseorang baik yang bersifat positif maupun bersifat
negatif tentang pekerjaannya. 3

Dapat disimpulkan pendapat para ahli di atas bahwa kepuasan kerja


merupakan suatu sikap yang positif yang menyangkut penyesuaian diri yang sehat
dari para pekerja terhadap kondisi dan situasi kerja termasuk didalamnya masalah
upah, kondisi sosial, kondisi fisik dan kondisi psikologis.

2. Faktor-Faktor Kepuasaan Kerja

Faktor-faktor Kepuasan Kerja Tidak bisa dipungkiri dan hampir sebagian orang
berpendapat bahwa gaji atau upah merupakan faktor utama untuk dapat menimbulkan
kepuasan kerja. Namun pendapat tersebut berbenturan dengan kenyataan, karena pada
sebagian orang yang sudah memenuhi kebutuhan financial keluarganya secara wajar,
maka gaji atau upah tidak lagi menjadi factor penentu. Gilmer (1966) dalam bukunya
Moch. As‟ad (2004 : 114 ) berpendapat tentang tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut :

1) Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk
memperoleh kesempatan peningkatan pengalaman dan kemampuan kerja
selama bekerja.

2) Keamanan kerja. Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja,
baik karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat
mempengarugi perasaan kerja karyawan selama bekerja.

3) Gaji. Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang yang
mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang di
perolehnya.

16
4) Manajemen kerja. Manajemen kerja yang baik adalah yang memberikan
situasi dan kondisi kerja yang stabil, sehingga karyawan dapat bekerja dengan
nyaman.

5) Kondisi kerja. Dalam hal ini adalah tempat kerja, ventilasi, penyinaran, kantin,
dan tempat parkir.

6) Pengawasan (Supervisi). Bagi Karyawan, Supervisor dianggap sebagai figur


ayah dan sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi
dan turn tover.

7) Faktor intrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan
ketrampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas akan
meningkatkan atau mengurangi kepuasan.

8) Komunikasi. Komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pimpinan


banyak dipakai untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan
pihak pimpinan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat
atau prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbukan kepuasan kerja.

9) Aspek sosial dalam pekerjaan. Merupakan salah satu sikap yang sulit
digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak
puas dalam kerja

10) Fasilitas. Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan
standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.

Disamping faktor-faktor tersebut diatas menurut pendapat Moh. As‟ad


(2004:115), faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja antara lain :

a) Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan


pegawai yang meliputi minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja,
perasaan kerja.

b) Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan fisik lingkungan


kerja dan kondisi fisik pegawai, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan
waktu kerja, perlengkapan kerja, sirkulasi udara, kesehatan pegawai.

17
c) Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan
serta kesejahteraan pegawai, yang meliputi sistem penggajian, jaminan
sosial,besarnya tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan lain-lain.

d) Faktor Sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial


baik antara sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karywan yang
berbeda jenis pekerjaannya.

3. Mengukur Kepuasaan Kerja

Kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya.


Pekerjaan menuntut interaksi dengan orang lain, mengikuti aturan dan kebijaksanaan
organisasi, standar kerja, kondisi kerja yang kurang ideal dan lainnya. Jadi Assesment
(penilaian) merupakan hal yang rumit.Ada 2 metode pendekatan untuk mengukur
kepuasan kerja, yaitu :

a. Angka – nilai global tunggal (single global rating)

Dalam metode angka – nilai global tunggal tidak lebih dari meminta individu
–individu untuk menjawab satu pertanyaan.Contoh: Bila kita memberikan
sebuah pertanyaan “seberapakah puaskah anda dengan pekerjaan anda?”
kemudian responden menjawabnya dengan melingkari suatu bilangan antara 1
sampai 5 yang berapa dan dengan jawaban dari “Sangat Dipuaskan” sampai
“Sampai tidak puas.”

b. Skor penjumlahan (summation score)

Dalam metode penjumlahan ini tersusun atas sejumlah fase pekerjaan yang
digunakan untuk mengenali unsur – unsur utama dalam suatu pekerjaan dan
menanyakan perasaan karyawan mengenal tiap unsur.Contoh : faktor yang
biasa digunakannya itu upah sekarang, kesempatan promosi, hubungan dengan
rekan kerja, penyeliaan dan sifat dasar pekerjaan.

18
BAB IV
penutup
A. kesimpulan
Nilai merupakan kumpulan sikap perasaan ataupun anggapan terhadap sesuatu hal
mengenai baik, buruk benar salah, patut tidak patut, mulia-hina, penting tidak penting.
Sebagai konsepsi, nilai abstrak sesuatu yang dibangun dan berada didalam dan budhi,
tidak dapat diraba dan di lihat secara langsung dengan pancaindera. Nilai ini terdiri dari
nilai subyektif dan obyektif sedangkan nilai budaya adalah suatu bentuk konsepsi umum
yang dijadikan pedoman dan petunjuk di dalam bertingkah laku baik secara individual,
kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau
tidak patut. Sigit (2003:88), menyatakan bahwa sikap adalah tanggapan (response) yang
mengandung komponen-komponen kognitif (pengetahuan), afektif (sejauhmana
penilaiannya terhadap obyek) dan konaktif (kecenderungan untuk berbuat), yang
dilakukan oleh seseorang terhadap sesuatu obyek atau stimulus dari lingkungannya. Sikap
ini terbagi 2, yaitu attitude sosial dan attitude individual sedangkan defenisi dari kepuasan
kerja yang diberikan oleh para ahli Anoraga (1998:80) yaitu : Kepuasan kerja merupakan
penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan
kebutuhannya. Moh. As‟ad (2004:115), faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
diantaranya yaitu faktor psikologis, finansial, fisik dan sosial. Ada 2 metode dalam
mengukur kepuasan kerja yaitu pertama metode nilai global tunggal (single global rating)
dan kedua metode Skor penjumlahan (summation score).

B. Saran
Mungkin inilah yang dapat kami sampaikan pada penulisan makalah ini. Meskipun
penulisan ini jauh dari sempurna minimal kita dapat memahami dan mengetahui tentang
nilai, sikap dan kepuassan kerja dalam perilaku organisasi. Masih banyak kesalahan dari
penulis, dan penulis pun juga butuh saran / kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk
kedepannya.

19
Daftar pustaka
Guntur Yosep. 2018. Kepuasna kerja arti penting, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan implikasi
bagi organisasi. Yogyakarta.

Marsudi. 2017. Kajian konsistensi sikap dan perbuatan berbahasa Indonesia bidang keilmuan.
Jurnal Sosial Humaniora. Volume 10, Ed. 2.

Palupi tyas, dkk. 2017. Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Pro-Lingkungan Ditinjau dari Perspektif
Theory Of Planned Behavior. Semarang: Proceeding Biology Education Conference Volume 14,
Nomor 1 ISSN:2528-5742.

Pendidikan Indonesia (LPPPI)

Tahir Arifin. 2014. Buku Ajar Perilaku Organisasi. Yogyakarta: CV BUDI UTAMA. ISBN 978-
602-280-313-3.

Wayan Dede, dkk. 2017. Konsep Perilaku Organisasi. Denpasar: Setia Bakti

Wijaya candra. 2017. Perilaku Organisasi. Medan: Lembaga Peduli Pengembangan.

20

Anda mungkin juga menyukai