NURHAYATI
Pengawas Sekolah Tingkat SD UPTD Wilayah 5 Kabupaten Aceh Besar
ABSTRAK
Optimalisasi kinerja sekolah melalui MBS merupakan upaya untuk meningkatkan
efesiensi dan efektivitas pengelolaan sekolah dengan memanfaatkan segenap sumber
daya yang ada dalam rangka meningkatkan kinerja warga sekolah. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui program, pelaksanaan, dan hambatan kepala sekolah dalam
pengelolaanorganisasisekolah dalam gugus Garot. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif, pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan
studi dokumen. Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, dan siswa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Program pembinaan kinerja organisasi
sekolah pada sekolah dalam Gugus Garot, sudahmemilikiRKAS, dan KTSP,
walaupunbelummemenuhisebagaimana yang diharapkanoleh MBS (2) Pelaksanaan
optimalisasi kinerja organisasi sekolah sudah berjalan dengan baik pada sekolah dalam
Gugus Garot, walaupun memanfaatkan sumber daya secara optimal malalui
pengarahan, pemimpinan, pemotifasian dan pembinaan personil sesuai dengan
bidangnya. (3) Hambatan-hambatan yang dialami kepala sekolah dalam
mengoptimalisasi kinerja sekolah antara lain: rendahnya partisipasi masyarakat terhadap
sekolah, rendahnya kemampuan personil, kepemimpinan dan manajemen sekolah, hal
ini disebabkan rendahnya intensitas kegiatan pelatihan kepemimpinan dan manajemen
yang dilakukan pihak terkait.Selanjutnya, dari data kuantitatif penelitian menunjukkan
bahwa sebelum penerapan model Managemen Berbasis Sekolah (MBS), ternyata tidak
ada satupun SD (0 %) dari 5 SD yang menunjukkan kinerja organisasi siswa dalam
kategori baik. Akan tetapi setelah penerapan model Managemen Berbasis Sekolah
(MBS), ternyata terjadi peningkatan secara signifikan jumlah SD yang memiliki kinerja
organisasi dalam kategori baik yaitu sebanyak 4 SD (80 %) pada siklus 1 dan meningkat
lagi menjadi semua SD sebanyak 5 SD (100 %)
Kata Kunci : Kinerja Organisasi, Managemen Berbasis Sekolah (MBS), Optinalisasi Kinerja
A.PENDAHULUAN
Perkembangan peraturan tentang pemerintah daerah, dari Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 lalu direvisi dan diberlakukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang pelimpahan wewenang pusat kepada daerah, dan salah satunya pengelolaan
pendidikan. Pelimpahan wewenang kepada daerah kabupaten/Kota ini merupakan
peluang untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang berbasis keunggulan daerah.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan ujung tombak pelaksanaan
desentralisasi pendidikan tersebut. Berhubungan dengan hal ini Susetio (2005:34)
mengemukakan Manajemen Berbasis Sekolah adalah :’Sebagai manajemen baru
paradigma pengembangan pendidikan, berorientasi pada kebutuhan masyarakat, yang
perlu diperkenankan dan bisa dijadikan suatu cara untuk menyelesaikan persoalan.
Konsep itu menekankan pentingnya peningkatan mutu terpadu sehingga dapat dijadikan
kebijakan strategi dalam implementasi pendidikan yang diprakarsai sekolah dan daerah’.
1. Latar Belakang
Keinginan pemerintah, agar pengelolaan pendidikan diarahkan pada desentralisasi, untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat secara aktif dan merealisasikan otonomi daerah.
Karena itu perlu pula kesiapan sekolah sebagai pelaksana operasional pendidikan yang
dapat mengakomodir seluruh elemen esensial diharapkan muncul dari pemerintah
Kabupaten/ Kota sebagai penerima wewenang otonomi. Era reformasi yang
sedang berjalan, diantaranya lahir Undang-Undang Nomor.22 Tahun 1999 tentang
Otonomi Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tentang perimbangan keuangan pusat
dan daerah, undang-undang tersebut membawa konsekwensi terhadap bidang-bidang
kewenangan daerah termasuk bidang pendidikan sangat tergantung atas kebijakan
pemerintah daerah sebagai bagian dari kewenangan yang dilimpahkan.
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 direvisi dan diberlakukan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pelimpahan wewenang pusat kepada
daerah, dan salah satunya pengelolaan pendidikan. Pelimpahan wewenang kepada
daerah kabupaten/Kota ini merupakan peluang untuk meningkatkan kualitas pendidikan
yang berbasis keunggulan daerah. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan
ujung tombak pelaksanaan desentralisasi pendidikan tersebut. Berhubungan dengan hal
ini Susetio (2005:34) mengemukakan Manajemen Berbasis Sekolah adalah, ‘Sebagai
manajemen baru paradigma pengembangan pendidikan, berorientasi pada kebutuhan
masyarakat, yang perlu diperkenankan dan bisa dijadikan suatu cara untuk
menyelesaikan persoalan. Konsep itu menekankan pentingnya peningkatan mutu terpadu
sehingga dapat dijadikan kebijakan strategi dalam implementasi pendidikan yang
diprakarsai sekolah dan daerah’.
Keberhasilan pembangunan pendidikan di daerah otonom dapat dilihat
sejauhmana sekolah-sekolah itu mampu menunjukkan prestasinya dalam meningkatkan
mutu pendidikan melalui Manajemen Berbasis Sekolah. Namun pada kenyataannya
desentralisasi di daerah belum sepenuhnya berhasil dalam peningkatan mutu pendidikan.
Hal ini ditegaskan Sagala (2008:2) sebagai berikut, ‘Desentralisasi malah kurang tersedia
atau kurang dioptimalkan terlalu sedikit mekanisme yang tersedia untuk memastikan
terjadinya penularan kegiatan-kegiatan efektif yang diinginkan sistem desentralisasi
proses desentralisasi dalam penyelenggaraan pendidikan belumlah terasa dengan baik,
meskipun pemerintah setiap saat melakukan kajian untuk mengatasi berbagai kendala
kebijakan desentralisasi pemerintah’.
Padahal pendidikan yang selama ini dikelola secara terpusat (sentralisasi) diubah
untuk mengikuti irama yang sedang berkembang, otonomi daerah sebagai
perkembangan politik ditingkat makro akan menjadi imbas terhadap otonomi sekolah
sebagai subsistem pendidikan nasional. Kebijakan yang sudah ada terkait dan
sepadan (link and match)dengan pengoperasian muatan lokal(local contant), masih
belum tuntas dilaksanakan sekarang dihadapkan pula pada otonomi daerah dengan
model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)/ “School Based
Management (SBM)”. Kondisi ini menuntut pemikiran-pemikiran yang sistematis untuk
merumuskan bentuk hubungan kerja yang sesuai bagi dasar dalam kaitannya dengan
otonomi daerah dan relevan pendidikan.Melalui otonomi daerah pengelolaan pendidikan
diharapkan pemenuhan kebutuhan masyarakat lebih cepat, tepat, efisien, dan efektif.
Selain itu, diharapkan aparat yang bersih dan berwibawa, bebas dari korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN). Sebelumnya manajemen pendidikan merupakan wewenang pusat
dengan berlakunya Undang-Undang tersebut kewenangan tersebut dialihkan ke
pemerintah kabupaten/kota.
Program pendidikan yang mengacu pada tema relevansi terus dilakukan sejak
Pelita I (awal Pemerintah Suharto ) sampai sekarang, walaupun sampai saat ini masih
banyak permasalahan dan tantangan yang perlu mendapat perhatian, pada dasarnya
prinsip-prinsip evaluasi merupakan prinsip umum yang digunakan di Indonesia disamping
prinsip efisien dan efektifitas, fleksibelitas program serta pendidikan seumur hidup (live
long education) (Mali, 1998:137). Dengan demikian, tujuan utama Manajemen Berbasis
Sekolah adalah untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan,
peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada
dan partisipasi masyarakat dalam penyederhanaan birokrasi peningkatan mutu diperoleh
melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan
profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol serta hal lain yang
dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif.
Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat
terutama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi
tanggung jawab pemerintah. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah menuntut
adanya dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas agar dapat membangkitkat
motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas daerah setempat, serta
mengefesiensikan sistem dan menghilangkan birokrasi yang tumpang tindih.Dalam
konteks Manajemen Berbasis Sekolah, tingkat keberhasilan pengelolaan sekolah
menurut Suparno et al. (2002:59) dapat diukur dengan kriteria keberhasilan sebagai
berikut: (1) Angka tinggal kelas yang semakin kecil, terutama di kelas rendah; (2)
angka drop out yang semakin kecil; (3) Otonomi kepala sekolah dan para guru semakin
berkembang di sekolah sendiri; (4) Intensitas partisipasi orang tua, masyarakat atau BP3
yang semakin meningkat dalam memikirkan mutu; (5) Dukungan pihak pemerintah
daerah terhadap sekolah semakin banyak; dan (6) kegiatan belajar mengajar semakin
menarik dan menyenangkan bagi para siswa.
Keberhasilan seperti ini ditemukan di Meksiko sebab pemerintah pusat telah
melakukan pelatihan bagi personil yang akan dipekerjakan diberbagai tempat kerja yang
diperlukan malah di Chili menunjukkan adanya penurunan anggaran yang besar (pemuji,
2004:9). Manajemen Berbasis Sekolah memberikan peluang bagi kepala sekolah, guru
dan peserta didik untuk melakukan inovasi dan inprovisasi di sekolah, berkaitan dengan
masalah kurikulum, pembelajaran, manajerial dan lain-lain sebagainya yang tumbuh dari
aktivitas, kreativitas dan profesionalisme yang dimiliki. Pelibatan masyarakat dan dewan
sekolah di bawah monitoring pemerintah, mendorong sekolah untuk lebih terbuka,
demokratis dan tanggung jawab. Pemberian kebebasan yang lebih luas memberikan
kemungkinan kepala sekolah untuk dapat menemukan jati dirinya dalam membina
peserta didik, guru, dan petugas lain yang ada di lingkungan sekolah. Sekolah yang
merupakan suatu organisasi yang diberikan kebebasan oleh pemerintah untuk
melaksanakan kegiatan yang menyangkut dengan proses belajar mengajar. Kegiatan
proses belajar mengajar untuk meningkatkan mutu siswa di sekolah tidak tercapai tanpa
adanya manajemen yang baik dan kuat. Manajemen Berbasis Sekolah dianggap sangat
cocok dalam mengoptimalisasikan kinerja organisasi sekolah.
Dukungan kewenangan yang diberikan kepada sekolah dalam bentuk
Manajemen Berbasis Sekolah menjadikan sekolah meningkatkan kinerja sekolah melalui
keputusan-keputusan yang berpihak pada kepentingan peserta. Prinsip-prinsip yang
harus dikembangkan dalam Manajemen Berbasis Sekolah menurut Nurkolis (2003:156),
adalah: “(1) ekuifinalitas (principle of equifinality), (2) desentralisasi (decentralization), (3)
sistem pengelolaan mandiri (self managing system), dan (4) inisiatif manusia (human
initiative)”. Prinsip otonomi dan profesional pengelolaan sekolah dengan pendekatan
budaya bermutu ditampilkan dalam setiap aktivitas organisasi. Hal ini dapat ditunjukkan
dari prilaku dan komitmen anggota organisasi dalam bentuk akuntabilitas, transparansi,
dan pengambilan keputusan yang demokratis. Keputusan-keputusan yang diambil oleh
sekolah berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan secara mikro, meso dan makro
dengan tidak mengabaikan peran anggota organisasi sekolah serta masyarakat. Dengan
memperhatikan berbagai fenomena, kondisi dan kenyataan serta masalah bagaimana
diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada 5 SD dalam
Gugus garot.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini
adalah,‘Bagaimana optmalisasi organisasi sekolah dalam meningkatkan kinerja guru?’
Secara rinci permasalahan ini dapat disajikan dalam beberapa pertanyaan berikut,
(1) Bagaimanakah program kepala sekolah dalam mengoptimalkan organisasi sekolah
untuk meningkatkan kinerja guru SD dalam gugus Garot?, (2) Bagaimanakah
pelaksanaan optimalisasi untuk meningkatkan organisasi sekolah untuk meningkatkan
kinerja guru pada SD dalam Gugus Garot?, dan (3) Hambatan-hambatan apa yang
dialami kepala sekolah dalam mengoptimalkan organisasi sekolah untuk meningkatkan
kinerja guru?
B.KAJIAN PUSTAKA
C.PEMBAHASAN MASALAH
Pada strategi pemecahan masalah ini, penulis mengelompokkan pokok bahasan meliputi
3 bagian yaitu, (1) Alasan pemilihan strategi pemecahan masalah, (2) Deskripsi
strategi pemecahan masalah, dan, (3) Tahapan Operasional Pelaksanaan. Setelah
pengelompokan ini, penulis menguraikan setiap kelompok secara rinci dengan sesekali
disertai contoh kontekstual
2.1 Alasan pemilihan strategi pemecahan masalah
Kinerja masing-masing sekolah diukur dari lima criteria yang berkaitan dengan konsep
Managemen Berbasis Sekolah yang meliputi Optimalisasi administrasi sekolah,
Optimalisasi kepala sekolah, Optimalisasi pembelajaran, Optimalisasi disiplin sekolah, dan
Optimalisasi kebersihan sekolah. Skor penilaian kinerja sekolah pada masing-masing aspek
ini berada pada rentang 0 sampai 100. Penilaian kinerja sekolah ini diamati pada setiap
tahapan penelitian mulai dari tahapan presiklus sampai pada tahapan siklus 1, siklus 2, dan
siklus 3.
Pada bagian ini hanya akan disajikan 4 tahapan penting dan strategis dalam
menghasilkan bentuk ‘best practice’, Tahapan operasional strategis ini meliputi;
· Persiapan - Pada tahapan ini semua dipersiapkan supaya pelaksanaan ‘best practice’
berkaitan dengan penerapan Managemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat membawa
kinerja sekolah menjadi baik atau sangat baik.Pesiapan konsep MBS ini dengan
melibatkan semua civitas sekolah untuk terlibat meningkatkan kinerja sekolah. Karena itu
perlu diidentifikasi siapa mengerjakan apa dan berapa lama.
· Pelaksanaan – Pada tahapan ini, mulai disajikan beberapa praktek dan kegiatan
pembelajaran yang berada dalam kategori baik yang memungkinkan siswa aktif,
produktif, dan kreatif. Sementara itu, semua civitas sekolah sibuk menyelesaikan tugas
yang diberikan. Khusus guru, selalu menyusun persiapan mengajar dalam wujud RPP
(Rencana Program Pembelajaran) secara sistematis dan terencana.
· Pelaporan – Pada tahapan ini, penulis mencoba untuk meramu semua catatan penting
baik selama perencanaan maupun selamau pelaksanaan riil di kelas, termasuk
pelaksanaan uji coba. Pe nulis perlu menyajikan apa adanya dan tidak perlu
menyembunyikan kekurangan pada best practice yang disajikan.
· Diskusi dan Pengukuhan – Pada tahapan ini, penulis memberi peluang kepada siapa
saja yang ingin memberikan masukan, komentar, dan saran perbaikan. Tentu saja, untuk
menerima dan menolak saran dan komentar ini, penulis perlu menyusun criteria tertentu.
3. Pembahasan Masalah
Data penelitian ini mengumpulkan data tentang kinerja 5 SD yang dinilai melalui 5 kriteria
yaitu, Optimalisasi administrasi sekolah, Optimalisasi kepala sekolah, Optimalisasi
pembelajaran, Optimalisasi disiplin sekolah, dan Optimalisasi kebersihan sekolah.
Masing-masing criteria memiliki rentang skor antara 0 sampai 100. Nilai kinerja masing-
masing sekolah merupakan nilai akumulasi dari kelima criteria ini. Diketahui bahwa
jumlah SD yang memiliki kinerja baik meningkat tajam setelah pelaksaan program MBS
secara intens dan efektif.
Data kuantitatif penelitian menunjukkan bahwa sebelum penerapan model
Managemen Berbasis Sekolah (MBS), ternyata tidak ada satupun SD (0 %) dari 5 SD
yang menunjukkan kinerja organisasi siswa dalam kategori baik. Akan tetapi setelah
penerapan model Managemen Berbasis Sekolah (MBS), ternyata terjadi peningkatan
secara signifikan jumlah SD yang memiliki kinerja organisasi dalam kategori baik yaitu
sebanyak 4 SD (80 %) pada siklus 1 dan meningkat lagi menjadi semua SD sebanyak 5
SD (100 %) pada siklus 2. Semua data ini disajikan pada tabel gbr 1, 2, dan 3 serta grafik
pada gbr 4.