Anda di halaman 1dari 11

Keutamaan membaca basmalah

1- Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu' alaihi wa sallam ,

“ Setiap perkataan atau perkara penting yang tidak dibuka dengan dzikir pada Allah, maka
terputus berkahnya .” (HR. Ahmad, 2: 359. Syaikh Syu'aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad
hadits ini dha'if )

2- Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu , Rasulullah shallallahu' alaihi wa sallam bersabda,

“ Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan 'bismillahirrahmanir rahiim', amalan
tersebut terputus berkahnya.  ”(HR. Al-Khatib dalam Al-Jami ', dari jalur Ar-Rahawai dalam Al-
Arba'in, As-Subki dalam tabaqathnya)

3- Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu , Rasulullah shallallahu' alaihi wa sallam bersabda,

“ Setiap pembicaraan yang tidak dimulai dengan 'alhamdu', maka berkahnya terputus. (HR. Abu
Daud, no. 4840; Ibnu Majah, no. 1894. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits
ini dha'if )

4- Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu , Rasulullah shallallahu' alaihi wa sallam bersabda,

“ Setiap perkara penting yang tidak dimulai di dalamnya dengan 'alhamdu', maka berkahnya
terputus. (HR. Ibnu Majah, no. 1894; Abu Daud, no. 4840. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan
bahwa sanad hadits ini dha'if . Begitu pula didha'ifkan oleh Syaikh Salim bin 'Ied Al-Hilaly
dalam Bahjah An- Nazhirin, 2: 434)
TAFSIR BASMALAH (Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin)

Firman Allah “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang”

Jar majrur (‫ )بِس ِْم‬di awal ayat berkaitan dengan kata kerja yang tersembunyi setelahnya sesuai
dengan jenis aktifitas yang sedang dikerjakan. Misalnya anda membaca basmalah ketika hendak
makan, maka takdir kalimatnya adalah : “Dengan menyebut nama Allah aku makan”.

Kita katakan (dalam kaidah bahasa Arab) bahwa jar majrur harus memiliki kaitan dengan kata
yang tersembunyi setelahnya, karena keduanya adalah ma’mul. Sedang setiap ma’mul harus
memiliki ‘amil.

Ada dua fungsi mengapa kita letakkan kata kerja yang tersembunyi itu di belakang.

Pertama : Tabarruk (mengharap berkah) dengan mendahulukan asma Allah Azza wa Jalla.

Kedua : Pembatasan maksud, karena meletakkan ‘amil dibelakang berfungsi membatasi makna.
Seolah engkau berkata : “Aku tidak makan dengan menyebut nama siapapun untuk mengharap
berkah dengannya dan untuk meminta pertolongan darinya selain nama Allah Azza wa Jalla”.

Kata tersembunyi itu kita ambil dari kata kerja ‘amal (dalam istilah nahwu) itu pada asalnya
adalah kata kerja. Ahli nahwu tentu sudah mengetahui masalah ini. Oleh karena itulah kata benda
tidak bisa menjadi ‘ami’l kecuali apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu.

Lalu mengapa kita katakan : “Kata kerja setelahnya disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang
sedang dikerjakan”, karena lebih tepat kepada yang dimaksud. Oleh sebab itu, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Barangsiapa yang belum menyembelih, maka jika menyembelih hendaklah ia menyembelih


dengan menyebut nama Allah “[1]

Atau : “Hendaklah ia menyembelih atas nama Allah” [2]

Kata kerja, yakni ‘menyembelih’, disebutkan secara khusus disitu.

Lafzhul Jalalah (Allah). Merupakan nama bagi Allah Rabbul Alamin, selain Allah tidak boleh
diberi nama dengan-Nya. Nama ‘Allah’ merupakan asal, adapun nama-nama Allah selainnya
adalah tabi’ (cabang darinya).

Ar-Rahmaan Yakni yang memiliki kasih sayang yang maha luas. Oleh sebab itu, disebutkan
dalam wazan fa’laan, yang menunjukkan keluasannya.

Ar-Rahiim Yakni yang mencurahkan kasih sayang kepada hamba-hamba yang dikehendakiNya.
Oleh sebab itu, disebutkan dalam wazan fa’iil, yang menunjukkan telah terlaksananya curahan
kasih saying tersebut. Di sini ada dua penunjukan kasih sayang, yaitu kasih sayang merupakan
sifat Allah, seperti yang terkandung dalam nama ‘Ar-Rahmaan’ dan kasih sayang yang
merupakan perbuatan Allah, yakni mencurahkan kasih sayang kepada orang-orang yang
disayangiNya, seperti yang terkandung dalam nama ‘Ar-Rahiim’. Jadi, Ar-Rahmaan dan Ar-
Rahiiim adalah dua Asma’ Allah yang menunjukkan Dzat, sifat kasih sayang dan pengaruhnya,
yaitu hikmah yang merupakan konsekuensi dari sifat ini.

Kasih sayang yang Allah tetapkan bagi diriNya bersifat hakiki berdasarkan dalil wahyu dan akal
sehat. Adapun dalil wahyu, seperti yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang
penetapan sifat Ar-Rahmah (kasih sayang) bagi Allah, dan itu banyak sekali. Adapun dalil akal
sehat, seluruh nikmat yang kita terima dan musibah yang terhindar dari kita merupakan salah satu
bukti curahan kasih sayang Allah kepada kita.

Referensi: https://almanhaj.or.id/1504-tafsir-basmalah.html
Hikmah Membaca Basmalah
Ada banyak sekali hikmah yang berada di balik bacaan Basmallah diantaranya adalah
permohonan pertolongan kepada Allah SWT serta pengharapan kepada Allah SWT atas
barakah-Nya.
Bacaan Basmallah juga merupakan ajaran Allah SWT kepada para Nabi dan Rasulnya. Hal
tersebut bisa dilihat dari berbagai peristiwa yang tercantum di dalam Al-quran, seperti dalam
Surat Hud ayat 41, di sana Allah berfirman :
            

41. dan Nuh berkata: "Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu
berlayar dan berlabuhnya." Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dalam surat An- Naml ayat 30, 
        
30. Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan Sesungguhnya (isi)nya: "Dengan menyebut nama Allah
yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
QS. Al- Alaq ayat 1
     
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam menganjurkan kepada seluruh umat muslim untuk
membaca basmallah setiap kali mengawali suatu amalan ataupun aktivitas sehari-hari. Karena
bacaan tersebut memiliki berbagai keutamaan, seperti :

 Basmallah merupakan kalimat pembukaan dalam Al-Qur’an

Allah selaluu membuka Kitab Al-Qur’an yang agung dengan bacaan basmallah. Selain itu,
seluruh surat-surat yang terdapat dalam Al-Qur’an kecuali surat At Taubah, diawali dengan
bacaan Basmallah.

 Basmallah merupakan pemula untuk berbagai bentuk ibadah, seperti wudhu,


mandi, dan lain sebagainya.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda :

Artinya “Tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah (membaca basmalah).”
(HR. Abu Daud)
Karena berwudhu merupakan salah satu syarat dalam melaksanakan shalat, baik itu shalat wajib,
maupun shalat sunnah, maka dari itu sebelum niat wudhu utamakan baca basmallah.

 Basmallah merupakan perisai dari adanya gangguan syaitan

Syaitan dan bala tentaranya yang bertujuan untuk memperdaya manusia dari jalan kebenaran akan
terperdaya ketika dibacakan basmallah. Rasulullah Shalallahu Alaihi wassalam bersabda:

 “Barang siapa yang membaca (


) pada setiap hari di waktu shubuh dan sore
sebanyak tiga kali maka tidak akan memudharatkan baginya sesuatu apa pun.” (HR. At
Tirmidzi)
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam mengajarkan pada umatnya untuk selalu membaca
basmallah ketika hendak melakukan segala aktivitas atau kegiatan, seperti :

1. Sebelum makan dan minum


Mereka yang mendahului kegiatan makan dan minum dengan membaca basmallah maka
dapat mencegah syaitan untuk turut serta memakan apa yang kita makan. Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda :

Artinya: “Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut
nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia
mengucapkan: “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan
akhirnya)”.” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi)

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam juga bersabda :

Artinya “Sesungguhnya setan dibolehkan makan makanan yang tidak dibacakan nama


Allah ketika hendak dimakan.”(HR. Abu Daud)

2. Sebelum tidur

Hudzaifah radhiallahu ‘anhu pernah berkata:

“Kebiasaan (sunnah) Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam ketika hendak tidur, beliau
membaca   yang artinya Dengan menyebut nama-Mu Ya Allah, aku
mati dan aku hidup.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

3. Sebelum berhubungan badan

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda :

Artinya: “Jika salah seorang dari kalian (suami) ketika ingin menggauli istrinya, dan dia
membaca doa: ‘Dengan (menyebut) nama Allah, …dst’, kemudian jika Allah menakdirkan
(lahirnya) anak dari hubungan intim tersebut, maka setan tidak akan bisa mencelakakan
anak tersebut selamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Ketika keluar rumah


Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata: “Sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
“Bila seseorang keluar dari rumahnya, lalu ia membaca (
) yang artiny “Dengan nama Allah, aku bertawakkal hanya
kepada Allah, tiada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah.”
Maka dikatakan padanya: “Engkau telah mendapat petunjuk, engkau tercukupi dan
engkau telah terjaga (terbentengi),” sehingga para setan lari darinya. Setan yang lain
berkata: “Bagaimana urusanmu dengan seseorang yang telah mendapat petunjuk,
tercukupi, dan terbentengi?” (HR. Abu Dawud)

5. Ketika hendak membuka pakaian atau masuk ke WC

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda :

Artinya “Penghalang antara mata jin dengan aurat bani Adam, apabila kalian masuk
kamar kecil, ucapkanlah bismillah.” (HR. Turmudzi)

6. Ketika hendak menutup makanan atau menyimpan barang-barang berharga

Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda :

Artinya: “tutuplah bejana, ikatlah geribah (tempat menyimpan air yang terbuat dari
kulit), tutuplah pintu, matikanlah lentera (lampu api), karena sesungguhnya setan tidak 
mampu membuka geribah yang terikat, tidak dapat membuka pintu, dan tidak juga dapat
menyingkap bejanan yang tertutup. Bila engkau tidak mendapatkan tutup kecuali hanya
dengan melintangkan di atas bejananya sebatang ranting, dan menyebut nama Allah,
hendaknya dia lakukan.” (HR. Muslim)

7. Ketika hendak masuk dan keluar rumah

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda :

Artinya: “Jika seseorang masuk rumahnya dan dia mengingat nama Allah ketika masuk
dan ketika makan, maka setan akan berteriak: ‘Tidak ada tempat menginap bagi kalian
dan tidak ada makan malam.’ Namun jika dia tidak mengingat Allah ketika masuk maka
setan mengatakan, ‘Kalian mendapatkan tempat menginap’ dan jika dia tidak mengingat
nama Allah ketika makan maka setan mengundang temannya, ‘Kalian mendapat jatah
menginap dan makan malam’.” (HR. Muslim).
Ketika Keluar Dari Rumah
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata: “Sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Bila seseorang keluar dari rumahnya, lalu ia membaca:

“Dengan nama Allah, aku bertawakkal hanya kepada Allah, tiada daya dan upaya kecuali dengan
izin Allah.”
Maka dikatakan padanya: “Engkau telah mendapat petunjuk, engkau tercukupi dan engkau telah
terjaga (terbentengi),” sehingga para setan lari darinya. Setan yang lain berkata: “Bagaimana
urusanmu dengan seseorang yang telah mendapat petunjuk, tercukupi, dan terbentengi?!” (HR.
Abu Dawud no. 4431)
Atau dengan membaca:

“Dengan nama-Mu Ya Rabb-ku, sesungguhnya aku berlindung Kepada-Mu jangan sampai aku
salah atau sesat, menganiaya atau dianiaya, membodohi atau dibodohi.” (HR. Ahmad no. 26164,
riwayat dari Ummul Mukminin Ummu Salamah)
8. Ketika hendak menyembelih hewan

Allah SWT berfirman :

           
       
  

121. dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya[501]. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya
syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti
mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.

[501] Yaitu dengan menyebut nama selain Allah.

Karena menyembeli hewan atas nama Allah akan memberikan keberkahan, dan daging
yang di sembelih pun menjadi halal untuk di makan. Terlebih saat hari raya qurban,
pastinya membaca niat menyembelih dan semata karena Allah. Setiap orang yang
menyembelihpun di tuntut unutk tau cara menyembeli hewan qurban sesuai syar’i agar
lebih berkah.

9. Ketika hendak memasukkan jenazah ke liang lahat

Ketika hendak memasukkan jenazah ke liang lahat hendaknya diawali dengan membaca
yang artinya “Dengan menyebut nama Allah dan
diatas sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Abu Dawud)
NU online

Berikut ini adalah sejumlah riwayat yang menyatakan keutamaan lafal bismillah yang dikutip oleh
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas perihal pertanyaan Sayyidina Utsman
tentang “bismillah” kepada Rasulullah. Beliau menjawab, “Itu (bismillah) adalah salah satu asma
Allah. Jarak Allah dan asma-Nya yang maha besar itu hanya sebatas jarak hitam mata dan putih mata
saking dekatnya,” (Ibnu Abi Hatim dan HR Al-Hakim).

Ibnu Murduwiyah meriwayatkan dari Abu Sa‘id, Rasulullah bercerita bahwa Nabi Isa AS pernah
diserahkan kepada seorang guru untuk belajar menulis. Gurunya mengatakan, “Tulislah.” “Apa yang
harus kutulis?” kata Nabi Isa. “Bismillah,” kata gurunya. “Apa itu bismillah?” tanya Nabi Isa. “Aku
sendiri nggak tahu,” kata gurunya. Nabi Isa menjawab, “Ba-nya itu baha’ullah (keelokan Allah). Sin-
nya sana’uhu (keagungan-Nya). Mim-nya mamlakatuhu (kekuasaan-Nya). Allah ilahul alihah (Tuhan
para tuhan). Ar-rahman rahmanud dunya (pengasih dunia). Ar-rahim rahimul akhirah (pengasih
akhirat).”

Artinya, “Ibnu Murduwiyah dari hadits Yazid bin Khalid, dari Sulaiman bin Buraidah, dalam sebuah
riwayat Abdul Karim Abi Umayyah, dari ayahnya bahwa Rasulullah SAW, ‘Sebuah ayat diturunkan
kepadaku, ayat yang tidak pernah diturunkan kepada seorang nabi selainku kecuali Sulaiman bin
Dawud. Ayat itu berbunyi ‘bismillahir rahmanir rahim,” (Ibnu Murduwiyah dan HR At-Thabarani).

Dari Jabir bin Abdullah, ketika ayat “Bismillahir rahmanir rahim” turun, awan bergerak ke timur,
angin menjadi tenang, laut bergelombang, dan setan dilempari di langit. Allah bersumpah dengan
kebesaran dan keagungan-Nya bahwa sesuatu yang dinamai dengan nama-Nya niscaya mendapat
keberkahan-Nya, (HR Abu Ya’la, Al-Hakim, dan Al-Bazzar).

Dari Waki’, dari Al-A’masy, dari Abu Wa’il, dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Siapa saja yang ingin
diselamatkan oleh Allah dari 19 malaikat Zabaniyah, hendaklah ia membaca ‘Bismillahir rahmanir
rahim’ agar Allah menjadi setiap huruf sebagai pelindung baginya dari setiap malaikat Zabaniyah,”
(Dikutip oleh Ibnu Athiyyah dan Al-Qurthubi). Dari Ashim, ia mendengar Abu Tamimah bercerita
tentang boncengan Rasulullah. Ketika hewan yang dikendarai oleh nabi tergelincir, ia berkata,
“Celaka setan.” Rasulullah menegurnya, “Jangan bilang ‘celaka setan’, karena ia akan membesar
hingga sebesar rumah [HR Ahmad, Ibnu Murduwiyah, dan An-Nasa’i] dan berkata (setan), ‘Demi
kekuatanku, aku akan gulingkan dia.’ Tetapi jika kau bilang, ‘Bismillah,’ maka setan akan mengecil
hingga sebesar lalat,” (HR Ahmad).

Artinya, “Ini merupakan berkah dari bismillah. Oleh karena itu, kita dianjurkan untuk mengawali
aktivitas dan ucapan dengan bismillah. (Ibnu Katsir, At-Tafsirul Qur’anil Azhim, [Beirut, Darul Fikr:
tanpa tahun], juz I). 
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda, “Seandainya salah seorang dari kalian mendatangi istrinya lalu
membaca ‘Bismillah. Allahumma jannibnas syaithana wa jannibis syaithana ma razaqtana,’ niscaya
jika ditakdirkan keturunan dari hubungan tersebut maka setan selamanya tidak membahayakan anak
itu,” (HR Bukhari dan Muslim).

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/112916/keutamaan-lafal-bismillah

 
Abu Hurairah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Abdurrahman bin Shakhr Al-Azdi (bahasa Arab: ‫( )عبدالرحمن بن صخر األذدي‬lahir 598 - wafat
678), yang lebih dikenal dengan panggilan Abu Hurairah (bahasa Arab: ‫)أبو هريرة‬, adalah
seorang Sahabat Nabi yang terkenal dan merupakan periwayat hadits yang paling banyak
disebutkan dalam isnad-nya oleh kaum Islam Sunni.
Ibnu Hisyam berkata bahwa nama asli Abu Hurairah adalah Abdullah bin Amin dan ada pula
yang mengatakan nama aslinya ialah Abdur Rahman bin Shakhr.[1]

Masa muda
Abu Hurairah berasal dari kabilah Bani Daus dari Yaman. Ia diperkirakan lahir 21 tahun
sebelum hijrah, dan sejak kecil sudah menjadi yatim. Ketika mudanya ia bekerja pada Basrah
binti Ghazawan, yang kemudian setelah masuk Islam dinikahinya. Nama aslinya pada masa
jahiliyah adalah Abdus-Syams (hamba matahari) dan ia dipanggil sebagai Abu
Hurairah (ayah/pemilik kucing) karena suka merawat dan memelihara kucing.
Diriwayatkan atsar oleh Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang mauquf hingga Abu Hurairah.
Abdullaah bin Raafi' berkata, "Aku bertanya kepada Abu Hurairah, "Mengapa engkau bernama
kuniyah Abu Hurairah?" Ia menjawab, "Apakah yang kau khawatirkan dariku?" Aku berkata,
"Benar, demi Allah, sungguh aku khawatir terhadapmu." Abu Hurairah berkata, "Aku dahulu
bekerja menggembalakan kambing keluargaku dan di sisiku ada seekor kucing kecil (Hurairah).
Lalu ketika malam tiba aku menaruhnya di sebatang pohon, jika hari telah siang aku pergi ke
pohon itu dan aku bermain-main dengannya, maka aku diberi kuniyah Abu Hurairah (bapaknya si
kucing kecil)." [2]

Menjadi muslim
Thufail bin Amr, seorang pemimpin Bani Daus, kembali ke kampungnya setelah bertemu
dengan Nabi Muhammad dan menjadi muslim. Ia menyerukan untuk masuk Islam, dan Abu
Hurairah segera menyatakan ketertarikannya meskipun sebagian besar kaumnya saat itu menolak.
Ketika Abu Hurairah pergi bersama Thufail bin Amr ke Makkah, Nabi Muhammad mengubah
nama Abu Hurairah menjadi Abdurrahman (hamba Maha Pengasih). Ia tinggal bersama kaumnya
beberapa tahun setelah menjadi muslim, sebelum bergabung dengan
kaum muhajirin di Madinah tahun 629. Abu Hurairah pernah meminta Nabi untuk mendoakan
agar ibunya masuk Islam, yang akhirnya terjadi. Ia selalu menyertai Nabi Muhammad sampai
dengan wafatnya Nabi tahun 632 di Madinah.

Peran politik
Umar bin Khattab pernah mengangkat Abu Hurairah menjadi gubernur wilayah Bahrain untuk
masa tertentu. Saat Umar bermaksud mengangkatnya lagi untuk yang kedua kalinya, ia menolak.
Ketika perselisihan terjadi antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan, ia tidak
berpihak kepada salah satu di antara mereka.

Periwayat hadits
Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi Muhammad,
yaitu sebanyak 5.374 hadits. Di antara yang meriwayatkan hadist darinya adalah Ibnu Abbas, Ibnu
Umar, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah, dan lain-lain. Imam Bukhari pernah berkata: "Tercatat
lebih dari 800 orang perawi hadits dari kalangan sahabat dan tabi'in yang meriwayatkan hadits
dari Abu Hurairah".
Marwan bin Hakam pernah menguji tingkat hafalan Abu Hurairah terhadap hadits Nabi. Marwan
memintanya untuk menyebutkan beberapa hadits, dan sekretaris Marwan mencatatnya. Setahun
kemudian, Marwan memanggilnya lagi dan Abu Hurairah pun menyebutkan semua hadits yang
pernah ia sampaikan tahun sebelumnya, tanpa tertinggal satu huruf.
Salah satu kumpulan fatwa-fatwa Abu Hurairah pernah dihimpun oleh Syaikh As-Subki dengan
judul Fatawa' Abi Hurairah. Abu Hurairah sejak kecil tinggal bersama Rasulullah.[3]

Keturunan
Abu Hurairah termasuk salah satu di antara kaum fakir muhajirin yang tidak memiliki keluarga
dan harta kekayaan, yang disebut Ahlush Shuffah, yaitu tempat tinggal mereka di depan Masjid
Nabawi. Abu Hurairah mempunyai seorang anak perempuan yang menikah dengan Said bin
Musayyib, yaitu salah seorang tokoh tabi'in terkemuka.

Wafat
Pada tahun 678 atau tahun 59 H, Abu Hurairah jatuh sakit, meninggal di Madinah, dan
dimakamkan di Jannatul Baqi.

Anda mungkin juga menyukai