Oleh :
ABDUL RAZAK
202081010001
SKRIPSI
Oleh :
ABDUL RAZAK
202081010001
Oleh
ABDUL RAZAK
202081010001
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui :
Tepung Pelapis Keripik Bayam merupakan salah satu syarat untuk dapat
Ibu Retti Ninsix, S.Tp. MP selaku Pembimbing I dan Ibu Zinatal Hayati, SP,
pembuatan skripsi penelitian ini. Ucapan yang sama juga disampaikan terhadap
terdapat kesalahan-kesalahan baik dari segi materi maupun teknik penulisan yang
kurang sempurna. Untuk itu penulis dengan lapang dada dan tangan terbuka
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ v
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Perumusan masalh ............................................................... 4
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................ 5
1.3 Manfaat Penelitian .............................................................. 5
V. KESIMPULAN 60
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
I. PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
mempermudah dalam menciptakan sesuatu yang baru dalam bidang pangan, salah
satunya adalah produk pangan instan. Produk pangan yang dibuat instan menjadi
lebih mudah dibawa dan disimpan serta praktis untuk diolah ataupun langsung
dikonsumsi (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). Salah satu produk pangan yang
perlu dibuat instan adalah tepung campuran siap pakai (TCSP) untuk produk
gorengan, karena sampai saat ini gorengan merupakan produk makanan yang
sangat digemari oleh masyarakat dari berbagai kalangan, baik sebagai camilan
Tepung campuran siap pakai yang digunakan untuk produk gorengan bisa
berasal dari beberapa jenis tepung. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih
menggunakan tepung beras dan terigu sebagai bahan utama untuk membuat
produk gorengan (Demedia, 2009). Pada penelitian yang telah dilakukan oleh
(rempeyek dan keripik tempe) yang mendapatkan nilai organoleptik paling tinggi
dari segi tekstur, kenampakan, warna dan rasa. Ada 2 macam yaitu TCSP yang
dibuat dari campuran tepung beras 45 bagian dan pati aren 55 bagian dengan
CMC 0,1% serta campuran tepung beras 45 bagian, tapioka 55 bagian dan CMC
0,1%.
2
Saat ini ketersediaan tepung beras semakin terbatas dan harga di pasaran
juga meningkat tajam. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tentang pembuatan
TCSP untuk produk gorengan yang menggunakan tepung mocaf. Tepung mocaf
adalah tepung dari ubi kayu (Manihot esculenta) yang diproses dengan
menunjukkan bahwa tepung mocaf ini dapat dijadikan bahan baku pada beberapa
jenis makanan yang terbuat dari tepung beras dan terigu seperti mie, bakery,
Karakteristik tepung mocaf tidak sama persis dengan tepung terigu, beras
formula (Faza, 2007). Untuk menghasilkan produk gorengan yang gurih dan
renyah, tepung mocaf dapat dicampur dengan tapioka. Hal ini disebabkan tapioka
merupakan pati yang mempunyai kandungan amilopektin lebih tinggi dari jenis
pati yang lain dan memungkinkan terjadinya pengembangan yang lebih besar
sehingga akan terbentuk tekstur yang lebih renyah (Muchtadi et al., 1988).
tepung dan bumbu dapat tercampur rata pada saat diencerkan menjadi adonan.
dihasilkan. Menurut Sutrisniati et al. (1995) pada pembuatan TCSP yaitu Carboxy
bahan pengemulsi pada adonan. Pada produk yang digoreng contohnya donat,
yaitu dapat digunakan sebagai bahan pengental dan pemantap serta mempunyai
sukar kering dan memberi rasa berminyak pada produk serta mengurangi
penyerapan uap air (Whistler and Miller, 1997). Pada produk kering seperti
TCSP yang terbuat dari tepung mocaf dan tapioka serta ditambah
pelapis (Sutrisniati et al., 1995). Penelitian kali ini TCSP tersebut akan
keripik bayam kepada masyarakat karena selama ini masih banyak masyarakat
dan sensori keripik bayam yang dihasilkan, sehingga perlu diketahui proporsi
tapioka terhadap tepung mocaf dan penambahan maltodekstrin yang tepat untuk
belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang TCSP yang terbuat dari
hal ini dilakukan penelitian tentang TCSP untuk produk gorengan menggunakan
tepung mocaf dengan judul Formulasi Tepung Campuran Siap Pakai Berbahan
5
Keripik bayam”.
tapioka yang tepat supaya menghasilkan TCSP untuk produk gorengan dengan
kualitas terbaik yaitu tekstur renyah, kenampakan menarik dan kandungan minyak
menghasilkan TCSP untuk produk gorengan dengan kualitas terbaik yaitu tekstur
kombinasi perlakuan terbaik antara proporsi tepung mocaf dan tapioka serta
dengan kualitas terbaik yaitu tekstur renyah, kenampakan menarik dan kandungan
minyak rendah.
menggunakan TCSP.
campuran dari satu atau beberapa macam tepung yang digunakan untuk membuat
bahan makanan. TCSP ini lebih tahan simpan, mudah dibawa dan lebih cepat
et al., 2002). TCSP juga dapat digunakan sebagai tepung pelapis pada produk
Mocaf adalah tepung dari ubi kayu (Manihot esculenta) yang diproses
dengan memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Tahapan dalam pembuatan
tepung mocaf yang pertama yaitu mikroba jenis BAL (Bakteri Asam Laktat ) yang
menghancurkan dinding sel ubi kayu sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi
granula pati. Proses liberasi ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari
Senyawa asam ini akan terimbibisi dalam bahan, dan ketika bahan tersebut diolah
7
akan dapat menghasilkan aroma dan cita rasa khas yang dapat menutupi aroma
dan citarasa ubi kayu yang cenderung tidak disukai konsumen (Subagio, 2007).
warna, yaitu pigmen (khususnya pada ketela kuning), dan protein yang dapat
dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung ubi kayu biasa.
Proses ini juga akan menghasilkan tepung yang secara karakteristik dan kualitas
hampir menyerupai tepung dari gandum atau tepung terigu, sehingga produk
mocaf sangat cocok untuk menggantikan bahan terigu untuk kebutuhan industri
Codex Standard, Codex Stan 176-1989 (Rev. 1 - 1995). Walaupun dari komposisi
organoleptik yang spesifik jika dibandingkan dengan tepung ubi kayu pada
umumnya. Perbedaan komposisi kimia tepung mocaf dengan tepung ubi kayu
Protein dapat menyebabkan warna coklat apabila bereaksi dengan gula reduksi
8
menyebabkan warna mocaf yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan
warna tepung ubi kayu biasa. Perbedaan sifat fisik dan organoleptik tepung mocaf
Tabel 2. Perbedaa Sifat Fisik dan Organoleptik Mocaf dengan Tepung Ubi Kayu
Parameter Tepung Mocaf Tepung Ubi kayu
Besar Butiran (Mesh) Max 80 Max. 80
Derajat keputihan (%) 88 - 91 85 - 87
Kekentalan (mPa.s) 52 – 55 (2% pasta panas) 20 – 40 (2% pasta panas)
75 – 77 (2% pasta dingin) 30 – 50 (2% pasta dingin)
Warna Putih Putih agak kecoklatan
Aroma Netral Kesan ubi kayu
Rasa Netral Kesan ubi kayu
Sumber : Faza (2007)
sianida (HCN) yang terdapat pada ubi kayu akan hilang. Mikroba yang tumbuh
asam-asam organik, terutama asam laktat yang menimbulkan aroma dan citarasa
khas. Keduanya mampu menutupi aroma dan rasa ubi kayu yang cenderung tidak
Komposisi kimia mocaf relatif sama dengan tepung ubi kayu atau tepung
terigu dan tepung beras, namun karakteristik fisik dan rasanya agak berbeda,
sehingga aplikasi mocaf perlu sedikit perubahan formula dan proses untuk
menghasilkan produk yang optimal (Anonim, 2009). Perbandingan sifat fisik dan
kimia tepung mocaf, tepung terigu dan tepung beras dapat dilihat pada Tabel 3.
9
Tabel 3. Perbandingan Sifat Fisik Tepung Mocaf, Tepung Terigu dan Tepung
Beras
Parameter Tepung mocaf a) Tepung terigu b) Tepung beras c)
Kalori (kal) 363 1386 364
Air (g) 10,91 12 12
Protein (g) 1 10,5 - 16 7
Lemak (g) 0,4 – 0,8 1,2 – 2,9 0,5
Karbohidrat (g) 84,9 48 80
Kalsium (mg) 60 3,1 – 4,6 5
Fosfor (mg) 80 - 140
Besi (mg) 3,5 - 0,8
Vitamin A (mg) 0,08 - -
Vitamin B (mg) - - 0,12
Vitamin C (mg) - - -
Bentuk granula Bulat oval Pipih, bulat polihedral
Diameter (μm) 3-30 2-10/20-35 3-5
Suhu gelatinisasi(„C) 65 54,5 - 64 60
Warna Putih Putih Putih
Rasa Netral Netral Netral
Sumber : a) Rahman (2007)
b) Said (1991)
c) Direktorat Depkes RI (1990)
2.1.2 Tapioka
Tapioka adalah pati yang berasal dari ekstraksi umbi ubi kayu (Manihot
utilissima) yang telah dicuci dan dikeringkan. Besar granula pati tapioka berkisar
antara 3–3,5 mikron dengan suhu gelatinisasi antara 52–64OC (Muchtadi et al.,
1988). Kandungan unsur gizi pati tapioka dapat dilihat pada Tabel 4.
lurus, yang penting dalam pembentukan gel yang kuat, serta 70 -80% amilopektin
10
antara amilopektin dan amilosa di dalam pati akan mempengaruhi daya kembang
dari makanan kudapan yang dihasilkan. Pati yang mengandung amilopektin tinggi
amilosa dibutuhkan untuk menghasilkan tekstur dan daya tahan pecah yang baik.
membentuk gel yang kukuh dan pasta yang dihasilkan lebih lunak atau disebut
long texture. Pada saat pengembangan dengan penggorengan setelah gel tersebut
menghasilkan lapisan dengan kenampakan yang rata dan jernih tapi masih mudah
yang disebabkan amilopektin kurang kuat menahan massa yang lenting pada saat
2.1.3 Maltodekstrin
1984). Maltodekstrin memiliki mouthfeel yang lembut dan mudah dicerna. Harga
dekstrosa) nilai DE-nya 100 sedangkan pati yang sama sekali tidak terhidolisis
cepat, daya larut yang tinggi, membentuk film, higroskopisitas rendah, mampu
kristalisasi dan memiliki daya ikat kuat (Luthana, 2008). Maltodekstrin tidak
berasa dan dikenal sebagai bahan tambahan makanan yang aman (Blanchard and
Frances, 1995).
maltodekstrin berbentuk koil dimana bagian dalam akan berikatan dengan gugus
hidrofob dan bagian luar akan berikatan dengan gugus hidrofil. Flavor adalah
salah satu yang akan terikat oleh gugus hidrofob, sehingga maltodekstrin berperan
mempunyai Aw yang rendah, karena dapat mengikat air ini maka dapat digunakan
juga berfungsi sebagai enkapsulan aroma, warna dan lemak, serta pembentuk
2.1.4 Bumbu
memodifikasi flavor. Selain itu bumbu juga dapat berfungsi sebagai pengawet.
Soeparno, 1992). Bumbu yang digunakan dalam pembuatan TCSP adalah bawang
putih 2%, ketumbar 2%, kunyit 0,01 % dan garam halus 2,25% (Sutrisniati et al.,
1995).
pewangi makanan. Umbi bawang putih mengandung sejenis minyak atsiri dengan
bau yang menyengat (Santoso, 1992). Pemakaian bawang putih sebagai makanan
hanya sedikit karena bau yang ditimbulkan oleh minyak atsiri memberi
rangsangan yang sangat tajam. Pemakaian yang terlalu banyak memberikan rasa
daun dan bijinya (Williams et al., 1996). Sedangkan garam merupakan pemberi
rasa yang sangat diperlukan pada semua makanan kudapan (Matz, 1976).
Pemakaian garam dapur biasanya akan membuat penampilan produk goreng kotor
dan rasanya kurang gurih. Sebaliknya jika menggunakan garam harus, rasa produk
Keripik bayam adalah makanan yang terbuat dari bayam sebagai bahan
yang akan digoreng (Ramdhan, 2009). Tepung pelapis yang umum digunakan
untuk keripik terbuat dari tepung beras dan tapioka (Tursilawati, 1999).
juga mampu meningkatkan kualitas dan nilai ekonomis dari sayuran tersebut.
Selain itu keripik memiliki umur simpan lebih lama dari produk segarnya serta
memberikan flavor produk yang khas, yaitu renyah dan gurih (Harris dan Karmas,
1975).
Standar mutu untuk keripik bayam belum ada karena produk ini relatif
standar mutu kripik yang menggunakan tepung pelapis yaitu keripik tempe.
Menurut SNI 01-3198-1992 keripik tempe yang baik adalah yang memiliki tekstur
(bb).
sifat bahan dasar juga tergantung pada proses pengolahannya (Tursilawati, 1999).
tepung pelapis berbentuk pasta cair atau encer. Pembuatan adonan terdiri dari
campuran tepung mocaf dan tapioka, bumbu seperti bawang putih 2%, ketumbar
2%, kunyit 0,01 % dan garam halus 2,25%, serta maltodekstrin sebagai stabilizer
(Sutrisniati et al., 1995). Pati tapioka dengan adanya sejumlah air dingin dapat
perlahan dan tidak terdispersi terus menerus. Menurut Herlina (1999) granula –
granula pati akan mengembang karena menyerap air dengan adanya pemanasan,
2.3 Penggorengan
mempunyai efek preservatif yaitu dengan adanya destruksi termal organisme dan
perpindahan panas dan massa, dengan minyak yang berfungsi sebagai media
penghantar panas (Moreira, 1999). Panas yang diterima bahan akan dipergunakan
untuk berbagai keperluan antara lain untuk penguapan air, gelatinisasi pati,
air akan menguap dan ruang kosong yang semula diisi air akan diisi dengan
constant rate period dan falling rate period. Tahap pertama, suhu permukaan naik
hingga titik tertentu dimana air mulai menguap. Air bergerak dari bagian dalam
bahan makanan pada kecepatan yang sama selama terjadi evaporasi pada
permukaan, oleh karena itu tahap ini disebut constant rate period (Ketaren, 1986).
Tahap kedua terjadi pada saat kadar air dan suhu permukaan berada di atas
100⁰ C. Kecepatan pengeringan pada tahap ini menurun hingga mencapai nol
pada equalibrium moisture content yaitu kadar air bahan makanan mencapai
disebut falling rate period. Pada tahap ini mulai terbentuk crust pada bagian
permukaan makanan dan zone isotermal 1000 C bergerak menuju bagian dalam
produk, sehingga crust menjadi bagian luar zone isotermal tersebut. Tahap
selanjutnya adalah penyeragaman suhu pada produk dan berakhir ketika suhu
adalah sistem penggorengan deep fat frying. Deep fat frying merupakan metode
17
makanan dengan tekstur dan flavor yang disukai. Selain itu, deep fat frying hanya
memerlukan unit peralatan yang sederhana serta menghasilkan limbah gas yang
penggorengan. Kisaran suhu yang dianggap secara ekonomis masih layak yaitu
pembentukan warna cokelat dan crust pada permukaan bahan makanan tidak
sempurna. Apabila suhu terlalu rendah, bahan makanan perlu waktu lebih lama
untuk mencapai warna yang dikehendaki dan semakin lama bahan dalam minyak
goreng maka semakin banyak minyak yang terabsorbsi (Vail et al., 1988).
1. Gelatinisasi
Sifat pati tidak larut dalam air, namun bila suspensi pati dipanaskan akan
larutan (suspensi) pati, suhu gelatinisasi makin lambat tercapai. Hal ini
disebabkan oleh pemanasan energi kinetik molekul – molekul air yang menjadi
lebih kuat dari pada daya tarik menarik antara molekul pati dan granula, sehingga
air dapat masuk ke dalam pati tersebut dan pati akan membengkak
(mengembang). Granula pati dapat membengkak luar biasa dan pecah sehingga
18
tidak dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan sifat inilah yang disebut
c. Pembengkakan lebih lanjut, granula pecah dan sebagian rantai polipeptida pati
2. Pembentukan pasta
Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari peristiwa gelatinisasi. Pada tahap
ini terjadi kenaikan viskositas pati secara cepat. Suhu terbentuknya pasta sangat
Pada pemanasan secara terus menerus akan meningkatkan viskositas pasta, hingga
akhirnya mengalami penurunan pada saat granula patah atau pecah (Rossel,
2001).
3.2.1 Bahan
mocaf, tepung tapioka ”Rose Brand”, maltodekstrin yang diperoleh dari toko
ditambahkan yaitu garam halus, ketumbar bubuk, bawang putih bubuk dan kunyit
bubuk. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan analisis seperti Petroleum
3.2.2 Alat
Precisterm), sentrifuse (Sigma 204), tabung reaksi, rak tabung reaksi, vortex, dan
gelas ukur.
20
Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial yang terdiri dua faktor yaitu Faktor A
adalah proporsi tapioca : tepung mocaf yang terdiri dari empat taraf yaitu :
A1 = 30% : 70 % (terdiri dari campuran tapioca 30% dani tepung mocaf 70%).
A2 = 40% : 60 % (terdiri dari campuran tapioca 40% dani tepung mocaf 60%).
A3 = 50% : 50 % (terdiri dari campuran tapioca 50% dani tepung mocaf 50%).
A4 = 60% : 40 % (terdiri dari campuran tapioca 60% dani tepung mocaf 30%).
Faktor B adalah jumlah penambahan maltodekstrin yang terdiri dari empat taraf
yaitu :
Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %. Tabel kombinasi dari
tepung mocaf yang akan dipakai dalam penelitian lanjutan. Selain itu pada
untuk ditambahkan, jumlah air yang tepat untuk ditambahkan, serta waktu dan
suhu penggorengan yang tepat. Pada penelitian pendahuluan ini tepung campuran
dicoba untuk diaplikasikan pada pembuatan keripik bayam. Perlakuan yang dapat
penelitian pendahuluan yaitu 30:70, 40:60, 50:50, 60:40 dan 70:30% (b/b). Untuk
tapioka : mocaf = 20 : 80% tidak digunakan pada penelitian ini karena adonan
terlalu kental dan pada penggorengan dengan suhu 170OC dengan waktu 1 menit
menit keripik bayam menjadi gosong. Begitu pula dengan tapioka : mocaf = 80 :
20% tidak dipakai karena adonan terlalu encer dan pada waktu dan suhu
penggorengan yang sama, keripik bayam yang dihasilkan kenampakan tidak rata
dihasilkan kenampakan tepung rata dan putih sehingga menarik, tekstur renyah
22
dan tidak keras, rasa keripik juga enak. Sedangkan tapioka : mocaf = 70 : 30%
tidak diterima. Jadi proporsi antara tapioka dengan tepung mocaf yang akan
40%(b/b).
telah dilakukan yaitu 0%; 0,05%; dan 0,3% (Nurhayati, 2003). Untuk
kurang rata dan sangat berminyak teksturnya juga kurang renyah. Maltodekstrin
0,3% menghasilkan keripik bayam dengan tekstur yang keras namun kenampakan
tepungnya tetap rata dan agak berminyak, sehingga masih dapat diterima. Jadi
Perbandingan antara tepung dan air yang dicoba adalah 1 :1, 1:2 dan 1:3
proporsi tapioka : mocaf = 30 : 70 yang tidak terlalu kental dan untuk tapioka :
23
mocaf = 60 : 40 tidak terlalu encer. Sehingga perbandingan antara tepung dan air
terdahulu dimana untuk menggoreng keripik tempe, suhu yang dipakai berkisar
antara 160„-170„C. Sehingga pada pembuatan keripik bayam kali ini dicoba suhu
penggorengan 160„, dan ternyata pada suhu tersebut keripik bayam yang
dihasilkan kenampakan dan teksturnya dapat diterima. Oleh karena itu pada
Waktu penggorengan yang dicoba pada penelitian ini yaitu 60, 90 dan 120
detik. Pada waktu 60 detik keripik bayam yang dihasilkan tekstur kurang renyah,
sedangkan pada waktu 120 detik keripik bayam yang dihasilkan gosong. Pada
waktu 90 detik keripik bayam yang dihasilkan tekstur renyah dan kenampakannya
pun masih putih tidak gosong. Sehingga waktu penggorengan yang dipakai pada
pembuatan tepung campuran siap pakai. Tepung mocaf dicampur dengan tapioka
Bumbu - bumbu yang ditambahkan pada proses pembuatan tepung campuran siap
pakai meliputi garam halus 2,25 %, ketumbar bubuk 2 %, bawang putih bubuk 2
penelitian yang telah dilakukan oleh Sutrisniati et al. (1995) pada pembuatan
tepung pelapis pada keripik bayam. Keripik bayam yang dihasilkan selanjutnya
digunakan untuk analisis penyerapan minyak, kadar air serta analisis sensoris.
Bagan alir proses pengolahan keripik bayam dapat dilihat pada lampiran.
3.5 Pengamatan
Variabel yang diamati pada TCSP meliputi kadar air, kadar abu,
pada keripik bayam meliputi kadar air, tingkat penyerapan minyak dan kadar
lemak serta sifat sensorik yang meliputi kerataan tepung pelapis, warna, flavor,
desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang beberapa kali sampai mendapatkan
Keterangan :
diketahui beratnya. Kemudian dimasukkan dalam tanur pada suhu 500o C selama
4 jam sehingga diperoleh abu dengan warna keputih putihan. Cawan yang berisi
sampai konstan.
Brookfield dengan spindle nomor 1 dan kecepatan perputaran 0,6 rpm. Adapun
hingga mencapai suhu 40oC, dan dimasukkan kedalam gelas piala 100 ml.
26
1) Gelas piala berisi sampel ditempatkan pada lempengan tempat sampel yang
ada pada alat, kemudian spindle yang sudah terapasang pada alat dimasukkan
2) Setelah jarum penunjuk angka berhenti pada satu titik, angka yang ditunjuk
beratnya (a), dicampur dengan 9 ml minyak kemudian diaduk selama 1 menit dan
desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang beberapa kali sampai mendapatkan
Keterangan :
(B).
ditutup dengan kapas wool yang bebas lemak. Timbel yang berisi sampel
dipasang pada unit ekstraksi soxhlet. Labu yang telah diketahui beratnya diisi
petroleum benzen secukupnya (30 ml), lalu dipasang pada alat ekstraksi. Setelah
ekstraksi selesai (5 jam) labu dipanaskan dalam oven pada suhu 1050 C sampai
pelarut benzene menguap semua lalu didinginkan dalam eksikator dan setelah
Keterangan:
dengan kesan berdasar skala numerik yang telah ditentukan dengan mengisikan
Proporsi tapioka : mocaf (A) berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air
TCSP (%). Kadar air TCSP pada proporsi tapioka : mocaf (A) = 30:70% (A1);
40:60% (A2); 50:50% (A3) dan 60:40% (A4) berturut-turut adalah 11,21 %bb;
12,14 %bb; 14,13 %bb dan 15,22 %bb. Kadar air pada berbagai persentase
Tabel 7. Pengaruh (A) proporsi tepung tapioka : tepung mocaf terhadap Kadar Air
TCSP (%)
Perlakuan Kadar Air TCSP (%)
A4 15.219 a
A3 14.126 b
A2 12.135 c
A1 11.197 d
Keterangan : Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata pada taraf 5%
terhadap kadar air. Kadar air TCSP pada penambahan maltodektrin (B) adalah
tanpa penambahan maltodektrin (B0), 0,1% (B1), 0,2% (B2), 0,3%(B3), berturut
Tabel 8. Pengaruh (B) penambahan Maltodektrin terhadap Kadar Air TCSP (%)
Perlakuan Kadar Air TCSP (%)
B3 15.091 a
B2 13.530 b
B1 12.657 c
B0 11.398 d
Keterangan : Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata pada taraf 5%
dengan daya tahan tepung selama penyimpanan. Air yang terdapat dalam bentuk
bebas pada bahan pangan dapat membantu terjadinya proses kerusakan pangan,
30
serangga perusak. Kadar air tinggi menyebabkan tepung tidak tahan simpan dalam
waktu yang cukup lama karena lebih cepat rusak akibat ditumbuhi jamur sehingga
16.00
15.09 d
14.00 13.53 c
12.66 b
12.00
11.40 a
10.00
% Maltodekstrin
Gambar 2. tepung mocaf dan penambahan maltodektrin terhadap kadar air TCSP
(%).
Menurut dari tabel dan grafik hasil uji DMRT dengan taraf 5 %
menunjukkan kadar air TCSP dengan proporsi tapioka 60% mempunyai kadar air
tertinggi serta berbeda dengan ketiga proporsi tapioka lainnya yaitu sebesar 15,22
%bb. Hal ini karena kadar air tapioka lebih besar daripada kadar air tepung mocaf.
Menurut Suprapti (2009) kadar air tapioka yaitu 12% dan dari hasil pengukuran
kadar air tepung mocaf yaitu sebesar 11%. Pengaruh komposisi tepung terhadap
kadari air tepung TCSP tingginya kadar air juga berkaitan dengan sifat
untuk mengikat air. Hal ini karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati
sangat besar (Winarno, 1992). Semakin besar kadar pati, maka semakin banyak
Proporsi tapioka : mocaf (A) berpengaruh sangat nyata terhadap kadar abu
berpengaruh sangat nyata. Kadar abu TCSP pada proporsi tapioka : mocaf (A) =
30:70% (A1); 40:60% (A2); 50:50% (A3) dan 60:40% (A4) berturut-turut adalah
3,31 %bk; 3,03 %bk; 2,62 %bk dan 2,01 %bk. Kadar air pada berbagai persentase
Tabel 10. Pengaruh (A) proporsi tepung tapioka : tepung mocaf terhadap Kadar
Abu (%)
Perlakuan Kadar Abu TCSP (%)
A1 3.3100 a
A2 3.0250 b
A3 2.6167 c
A4 2.0067 d
Keterangan : Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata pada taraf 5%
Semakin banyak proporsi tapioka maka kadar abu tepung campuran juga
semakin menurun. Hal ini disebabkan tepung mocaf mengandung kadar abu yang
lebih tinggi yaitu 0,2 % (Faza, 2007) dibandingkan dengan kadar abu dari tapioka
yang hanya 0,06 % (De Man, 1997). Tepung mengandung berbagai macam
mineral seperti kalsium, besi dan phospor. Pada tapioka, mineral yang ada di
Tabel 11. Pengaruh (B) penambahan Maltodektrin terhadap Kadar Abu (%)
Perlakuan Kadar Abu (%)
B3 3.1075 a
B2 2.7233 b
B1 2.5658 c
B0 2.5617 c
Keterangan : Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata pada taraf 5%
0,2% (B2) dan 0,3% (B3) berturut-turut adalah 2.562%; 2.566% ; 2.723% dan
yaitu sebesar 2,01 %bk. Interakasi pengaruh proporsi tepung tapioca : tepung
mocaf dan penambahan maltodektrin terhadap kadar abu tersaji pada tabel 12 dan
gambar 3.
Tabel 12. Interaksi proporsi tepung tapioca : tepung mocaf dan penambahan
maltodektrin terhadap kadar abu (%).
Perlakuan Kadar Abu
A1B3 3.8600 a
A2B3 3.6200 b
A1B2 3.2133 c
A1B1 3.1467 c
A2B2 3.0267 d
A1B0 3.0200 d
A3B3 2.8200 e
A2B0 2.7600 ef
A2B1 2.6933 fg
A3B2 2.6667 g
A3B1 2.5433 h
A3B0 2.4367 i
A4B3 2.1300 j
A4B0 2.0300 k
A4B2 1.9867 k
A4B1 1.8800 l
Keterangan : Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata pada taraf 5%
34
3.50
3.00 3.11 c
2.72 b
2.56 a 2.57 a
Kadar Abu %bk
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
B0 (0%) Maltodekstrin
B1 (0.1%) B2 (0.2%) B3 (0.3%)
SNI 01-2997-1992 kadar abu maksimal untuk tepung adalah 1,52 %bk.
Tapioka merupakan hasil ekstraksi dari ubi kayu yang dalam proses
tidak ada (Tjokroadikoesomo, 1986). Kadar abu yang tinggi pada tepung dapat
menyebabkan warna tepung dan keripik bayam menjadi lebih gelap (Rustandi,
2009).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tapioka : mocaf (A) dan
tapioka : mocaf (A) = 30:70% (A1); 40:60% (A2); 50:50% (A3) dan 60:40% (A4)
berturut-turut adalah 217,50 cp; 188,10 cp; 164,40 cp dan 152,50 cp.
35
Tabel 13. Pengaruh (A) proporsi tepung tapioka : tepung mocaf terhadap
Viscositas (cp)
Perlakuan Viscositas (cp)
A1 241.47 a
A2 141.01 b
A3 107.86 c
A4 102.11 d
Keterangan : Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata pada taraf 5%
menurun. Hal ini disebabkan viskositas berkaitan dengan proses gelatinisasi dan
lain sifat alami dari pati itu sendiri (telah tergelatinisasi sempurna atau belum) dan
proporsi amilosa dan amilopektin yang ada pada pati. Viskositas TCSP pada
konsentrasi maltodekstrin 0% (B0); 0,1% (B1); 0,2% (B2) dan 0,3% (B3)
berturut-turut adalah 135,05 cp; 136,65 cp; 136.84 cp dan 184.22 cp. Viskositas
Menurut Rahman (2007) kandungan pati dari tepung mocaf 73,29 %bk,
sedangkan kandungan pati pada tapioka 86,90 %bk (Suprapti, 2009). Jumlah
gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, sehingga semakin besar proporsi
viskositas dimulai pada saat granula–granula pati mulai membengkak. Air yang
semula berada di luar granula dan bergerak bebas sebelum suspensi dipanaskan,
kini sudah berada di dalam butir–butir pati dan tidak dapat bergerak dengan bebas
penyerapan air secara tidak langsung juga akan berpengaruh terhadap kenaikan
viskositas (Whistler and Paschall, 1969) maka semakin tinggi kadar pati,
penyerapan air semakin besar sehingga viskositas semakin meningkat. Hal ini
juga bersifat humektan yaitu dapat mengikat air sehingga dapat digunakan dalam
mengatur viskositas suatu produk sesuai yang diinginkan (Whistler et al., 1984).
Tabel 15. Interaksi proporsi tepung tapioca : tepung mocaf dan penambahan
maltodektrin terhadap Viscositas (cp).
Perlakuan Viscositas (cp)
A1B3 312.03 a
A1B1 218.65 b
A1B2 218.45 c
A1B0 216.77 d
A2B3 211.46 e
A2B2 118.21 f
A2B1 117.87 g
A2B0 116.51 h
A3B3 110.35 i
A3B2 108.06 j
A3B1 107.02 k
A3B0 106.02 l
A4B3 103.03 m
A4B2 102.66 n
A4B1 101.87 o
A4B0 100.89 p
Keterangan : Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata pada taraf 5%
37
200.00
180.00 184.22 d
viscositas (centipoise)
160.00
140.00 135.05 a 136.35 b 136.84 c
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00 0 0 0 0 0 0
B0 B1 B2 B3
(0%) (0.1%) (0.2%) (0.3%)
% maltodektrin
Menurut dari tabel dan grafik proporsi amilosa yang semakin tinggi
(2007) kandungan amilosa pada tepung mocaf yaitu 11,07 %bk, sedangkan pada
tapioka 17,39 %bk sehingga semakin tinggi proporsi tapioka pada TCSP,
menyebabkan lapisan (film) menjadi rapat akibat terjadinya interaksi antara rantai
dengan terbentuk cabang-cabang (tiap 20 mata rantai glukosa) dengan ikatan 1,6-
amorf sehingga lebih renggang dan air lebih mudah masuk. Hal ini menyebabkan
38
viskositas meningkat.
jika dilihat dari nilai rata – rata viskositas terbaik dihasilkan dari interaksi antara
mocaf maka viskositas TCSP semakin menurun. Hal ini disebabkan karena
maka viskositas TCSP juga semakin menurun. Hal ini disebabkan karena tapioka
Kapasitas penyerapan minyak pada proporsi tapioka : mocaf (A) = 30:70% (A1);
40:60% (A2); 50:50% (A3) dan 60:40% (A4) berturut-turut adalah 186,26 %bk;
176,04 %bk; 162,75 %bk dan 178,77 %bk. Pengaruh proporsi tepung tapioka :
Tabel 16. Pengaruh (A) proporsi tepung tapioka : tepung mocaf terhadap
kapasitas penyerapan minyak (%)
Perlakuan Kapasitas Penyerapan Minyak (%)
A1 164.95 a
A4 160.75 b
A2 155.36 c
A3 149.52 d
Keterangan : Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata pada taraf 5%
oleh tepung juga disebabkan karena penyerapan minyak secara fisik melalui
tarikan kapiler (Kinsella, 1976). Kandungan protein dan lemak pada tapioka lebih
rendah dibandingkan pada tepung mocaf. Kandungan protein dan lemak pada
tapioka berturut – turut yaitu 0,5% dan 0,3% (Oey, 1998) sedangkan pada tepung
mocaf 1% dan 0,4-0,8% (Faza, 2007) dalam setiap 100 g bahan. Pengaruh
tabel 17.
(B0); 0,1% (B1); 0,2% (B2) dan 0,3% (B3) berturut-turut adalah 156,14 %bk;
157,40 %bk; 157,92 %bk dan 159,13 %bk. Semakin tinggi persentase
penyerapan minyak pada tepung (Whistler and Miller, 1997). Semakin besar
Tabel 18. Interaksi proporsi tepung tapioca : tepung mocaf dan penambahan
maltodektrin terhadap Kapasitas Penyerapan Minyak (%).
Perlakuan Kapasitas Penyerapan Minyak (%)
A1B3 169.30 a
A1B2 165.23 b
A1B1 165.14 c
A4B3 161.65 d
A4B2 161.03 e
A4B1 160.17 f
A4B0 160.15 f
A1B0 160.12 f
A2B3 155.62 g
A2B2 155.54 h
A2B1 155.14 i
A2B0 155.14 i
A3B3 149.95 j
A3B2 149.86 k
A3B1 149.15 l
A3B0 149.14 l
Keterangan : Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata pada taraf 5%
41
180.00
160.00
Maltodektrin
adanya kandungan protein dan lemak. Protein dan lemak memiliki kemampuan
menyerap minyak sehingga semakin tinggi kandungan protein dan lemak maka
and Miller, 1997). Sifat hidrofilik tersebut dapat digunakan oleh maltodekstrin
untuk memerangkap air membentuk suatu lapisan film yang dapat menyelimuti
Namun demikian, jika dilihat dari nilai rata – rata kapasitas penyerapan minyak
Hal ini disebabkan karena tapioka memiliki kandungan protein dan lemak
lebih sedikit dibandingkan tepung mocaf , dimana protein dan lemak mempunyai
berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air keripik bayam. Kadar air keripik
bayam pada berbagai persentase proporsi TCSP dapat dilihat pada table 19 .
Tabel 19. Pengaruh (A) proporsi tepung tapioka : tepung mocaf terhadap Kadar
Air Keripik Bayam (%)
Perlakuan Kadar Air Keripik Bayam (%)
A1 5.5325 a
A2 5.4033 b
A3 4.9900 c
A4 4.6533 d
Keterangan : Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata pada taraf 5%
Kadar air keripik bayam pada proporsi tapioka : mocaf (A) = 30:70% (A1);
40:60% (A2); 50:50% (A3) dan 60:40% (A4) berturut-turut adalah 5,53 %bb; 5,4
%bb; 4,9 %bb dan 4,6 %bb. Dari hasil pengamatan terhadap viskositas TCSP,
rendah. Hal ini menunjukan bahwa adonan tepung yang dihasilkan semakin encer.
Sebaliknya, proporsi tapioka yang lebih kecil menghasilkan viskositas lebih tinggi
atau adonan yang semakin kental. Hal ini mengakibatkan ketebalan tepung pelapis
(B1); 0,2% (B2) dan 0,3% (B3) berturut-turut adalah 5,59 %bk; 5,57 %bk; 4,78
43
%bk dan 4,63 %bk. Kadar air keripik bayam pada berbagai konsentrasi
Tabel 20. Pengaruh (B) penambahan Maltodektrin terhadap Kadar Air keripik
bayam (%)
Perlakuan Kadar Air Keripik Bayam (%)
B0 5.5933 a
B1 5.5725 a
B2 4.7808 b
B3 4.6325 c
Keterangan : Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata pada taraf 5%
proses penggorengan antara lain dipengaruhi oleh ketebalan bahan. Pada proses
penggorengan, air yang terdapat dalam bahan akan mengalami penguapan akibat
kenaikkan suhu bahan dan minyak. Sebagian minyak masuk ke bagian kerak dan
mengisi ruang kosong yang semula berisi air (Ketaren, 1986). Terjadinya
pengaruh nyata terhadap kadar air keripik bayam. Interaksi proporsi tepung
tapioca : tepung mocaf dan penambahan maltodektrin terhadap kadar air keripik
Tabel 21. Interaksi proporsi tepung tapioca : tepung mocaf dan penambahan
maltodektrin terhadap Kadar Air Keripik Bayam (%).
Perlakuan Kadar Air Keripik Bayam (%)
A1B0 5.9300 a
A1B1 5.9200 a
A2B0 5.9100 a
A2B1 5.8000 a
A3B0 5.4167 b
A3B1 5.3433 bc
A1B2 5.2500 cd
A4B1 5.2267 cd
A4B0 5.1167 de
A1B3 5.0300 ef
A2B2 4.9800 ef
A2B3 4.9233 f
A3B2 4.6467 g
A3B3 4.5533 g
A4B2 4.2467 h
A4B3 4.0233 i
Keterangan : Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata pada taraf 5%
6.00
5.59 5.57
kadar air keripik bayam
5.00
4.78 4.63
4.00
% bk
3.00
2.00
1.00
0.00 0 0 0 0 0 0
B0 B1 B2 B3
(0%) (0.1%) (0.2%) (0.3%)
maltodektrin
Semakin tebal suatu bahan akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
yang kering. Pada proses dan waktu yang sama, tingkat kekeringan produk yang
proporsi tapioka maka adonan semakin encer dan lapisan tepung pada produk
menjadi lebih tipis sehingga dengan waktu penggorengan yang sama produk yang
proporsi tapioka : mocaf (A) = 30:70% (A1); 40:60% (A2); 50:50% (A3) dan
60:40% (A4) berturut-turut adalah 3,03 %; 2.94 %; 2,99 % dan 2,95 %. Tingkat
penyerapan minyak keripik bayam pada berbagai persentase proporsi TCSP dapat
Tabel 22. Pengaruh (A) proporsi tepung tapioka : tepung mocaf terhadap
kapasitas penyerapan minyak keripik bayam (%)
Perlakuan Kapasitas Penyerapan Minyak
Keripik Bayam(%)
A1 3.0275 A
A3 2.9917 A
A4 2.9492 B
A2 2.9375 B
Keterangan : Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata pada taraf 5%
produk yang dihasilkan dari proses penggorengan. Absorbsi minyak yang tinggi
oleh produk pangan selain mudah menyebabkan ketengikan juga tidak disukai
oleh konsumen terutama yang menghindari makanan dengan kadar lemak tinggi
0,1% (B1); 0,2% (B2) dan 0,3% (B3) berturut-turut adalah 5,59 %bk; 5,57 %bk;
4,78 %bk dan 4,63 %bk. Penyerapan minyak keripik bayam pada berbagai
membentuk rongga yang dapat terisi oleh minyak. Interakasi pengaruh proporsi
Tabel 24. Interaksi proporsi tepung tapioca : tepung mocaf dan penambahan
maltodektrin terhadap Kapasitas Penyerapan Minyak Keripik Bayam
(%).
Perlakuan Kapasitas Penyerapan Minyak
Keripik Bayam (%)
A1B3 3.1200 a
A1B0 3.0400 ab
A3B0 3.0400 ab
A3B2 3.0133 bc
A1B1 3.0000 bc
A2B0 3.0000 bcd
A4B3 3.0000 bcd
A3B1 2.9700 bcde
A4B2 2.9600 bcde
A4B0 2.9567 bcde
A1B2 2.9500 bcde
A3B3 2.9433 bcde
A2B3 2.9233 cde
A2B1 2.9200 cde
A2B2 2.9067 de
A4B1 2.8800 e
Keterangan : Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata pada taraf 5%
10.00
9.00 8.92 8.83 8.72 8.71
8.00
kadar lemak (%bk)
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00 0 0 0 0 0 0
B0 B1 B2 B3
(0%) (0.1%) (0.2%) (0.3%)
maltodektrin
encer dan lapisan penyalut yang dihasilkan juga semakin tipis sehingga
48
pembentukan matriks yang menyelimuti bayam juga semakin sedikit dan minyak
yang diserap pun semakin rendah (Herlina, 1999). Selain itu, lapisan penyalut
pada keripik yang semakin tipis menyebabkan kadar air keripik menjadi rendah.
Sehingga jika kadar air keripik rendah, maka air yang menguap juga sedikit dan
rongga yang terbentuk juga sedikit. Hal ini mengakibatkan minyak yang masuk
lemak, kadar serat kasar yang lebih tinggi juga akan mengakibatkan minyak yang
Kadar lemak keripik bayam pada proporsi tapioka : mocaf (A) = 30:70%
(A1); 40:60% (A2); 50:50% (A3) dan 60:40% (A4) berturut-turut adalah 52,92
%bk; 50,91 %bk; 46,66 %bk dan 42,95 % bk. Kadar lemak keripik bayam pada
Tabel 25. Pengaruh (A) proporsi tepung tapioka : tepung mocaf terhadap Kadar
Lemak kripik bayam
Perlakuan Kadar Lemak Keripik Bayam (%)
A1 12.916 a
A2 10.910 b
A3 6.660 c
A4 4.700 d
Keterangan : Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata pada taraf 5%
49
mengandung sejumlah lemak yang diabsorbsi. Oleh karena itu, kadar lemak
keripik bayam diduga berkaitan erat dengan absorbsi atau tingkat penyerapan
minyak oleh keripik tersebut. Hal ini terlihat dari hasil analisis yang menunjukkan
bahwa semakin berkurang tingkat penyerapan minyak, kadar lemak keripik bayam
Selain dipengaruhi oleh absorbsi minyak, kadar lemak keripik bayam juga
dipengaruhi oleh kandungan lemak pada tapioka dan tepung mocaf. Semakin
rendah proporsi tapioka atau semakin tinggi proporsi tepung mocaf maka kadar
lemak pada keripik bayam semakin tinggi. Hal ini disebabkan kandungan lemak
pada tapioka yaitu sebesar 0,3% (Oey, 1998), lebih kecil daripada kandungan
lemak tepung mocaf 0,4-0,8% (Faza, 2007) dalam setiap 100 g bahan.
(B1); 0,2% (B2) dan 0,3% (B3) berturut-turut adalah 48,42 %bk; 48,33 %bk;
48,22 %bk dan 48,46 %bk. Pengaruh penambahan maltodektrin terhadap kadar
Tabel 26. Pengaruh (B) penambahan Maltodektrin terhadap Kadar Lemak Keripik
Bayam (%)
Perlakuan Kadar Lemak Keripik Bayam (%)
B0 8.9233 a
B1 8.8325 b
B2 8.7192 c
B3 8.7108 c
Keterangan : Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata pada taraf 5%
lemak keripik bayam yang dihasilkan semakin kecil. Namun demikian, jika dilihat
dari nilai rata – rata kadar lemak keripik bayam terbaik dihasilkan dari interaksi
50
film yang stabil selama penggorengan (Whistler dan Miller, 1997). Semakin
sehingga film yang terbentuk juga semakin stabil. Interaksi antara proporsi
nyata terhadap kadar lemak keripik bayam yang dihasilkan. Interakasi pengaruh
Tabel 27. Interaksi proporsi tepung tapioca : tepung mocaf dan penambahan
maltodektrin terhadap Kadar Lemak Keripik Bayam (%).
Perlakuan Kadar Lemak Keripik Bayam (%)
A1B3 12.967 a
A1B2 12.957 a
A1B0 12.890 b
A1B1 12.850 c
A2B2 10.960 d
A2B3 10.960 d
A2B0 10.880 e
A2B1 10.840 f
A3B0 6.963 g
A3B3 6.917 h
A3B1 6.760 i
A3B2 6.000 j
A4B0 4.960 k
A4B2 4.960 k
A4B1 4.880 l
A4B3 4.000 m
Keterangan : Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan
berbeda tidak nyata pada taraf 5%
51
3.50
mocaf maka kadar lemak keripik bayam semakin menurun. Hal ini disebabkan
and Miller, 1997). Proporsi tapioka : mocaf (A) berpengaruh sangat nyata dan
tapioka : mocaf pada berbagai persentase maltodekstrin maka kadar lemak keripik
bayam juga semakin menurun. Hal ini disebabkan karena semakin besar proporsi
tapioka : mocaf, tingkat penyerapan minyak rendah dan kandungan lemak pada
4.8.1 Kenampakan
Semakin besar proporsi tapioka tepung pelapis pada keripik bayam semakin
tidak rata. Hal ini diduga karena semakin banyak pati maka adonan semakin encer
keripik bayam ditunjukkan oleh tingkat kerataan lapisan tepung yang menyelimuti
berpengaruh sangat nyata terhadap kerataan keripik bayam yang dihasilkan. Skor
kerataan terendah yaitu 0,3 (tidak rata) dihasilkan dari kombinasi perlakuan
maltodektrin.
maltodektrin (B) terhadap kenampakan kripik bayam tersaji pada tabel 28.
53
Tabel 28. Pengaruh (A) proporsi tepung tapioka : tepung mocaf dan penambahan
konsentrasi Maltodekstrin (B) terhadap kenampakan kripik bayam
Perlakuan Kenampakan
A3B2 3.0133 a
A4B3 3.0000 a
A3B1 2.9700 a
A4B2 2.9600 a
A3B3 2.9433 a
A2B3 2.9233 a
A2B1 2.9200 a
A2B2 2.9067 a
A4B1 2.8800 a
A1B3 2.8233 a
A4B0 2.7933 a
A1B2 2.4667 b
A3B0 2.2733 bc
A1B1 2.2400 bc
A2B0 2.1700 c
A1B0 1.0767 d
Keterangan : 1= tidak suka, 2=agak suka, 3=biasa, 4=suka, 5= sangat suka. Angka-angka pada
jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf 5%
dengan lapisan penyalut menjadi agak rata. Kenampakan keripik bayam pada
adonan keripik bayam sehingga semakin banyak penambahan tepung mocaf akan
Semakin besar proporsi tapioka tepung pelapis pada keripik bayam semakin
tidak rata. Hal ini diduga karena semakin banyak pati maka adonan semakin encer
penyalut menjadi agak rata. Hal ini karena maltodekstrin bersifat hidrofilik
tinggi dalam air sehingga membentuk adonan kental (Wistler and Miller, 1997;
54
Luthana, 2008). Semakin kental adonan tepung pelapis juga semakin tebal dan
4.8.2 Warna
terhadap warna keripik bayam yang dihasilkan. Interaksi (A) proporsi tepung
tapioka : tepung mocaf dan konsentrasi Maltodekstrin (B) terhadap warna kripik
Tabel 29. Pengaruh (A) proporsi tepung tapioka : tepung mocaf dan konsentrasi
Maltodekstrin (B) terhadap warna kripik bayam
Perlakuan Kenampakan
A1B0 1.8000 a
A1B1 1.6667 ab
A2B0 1.6667 ab
A1B2 1.5667 ab
A3B0 1.5667 ab
A2B1 1.4667 abc
A4B0 1.4333 abc
A2B2 1.4000 abc
A1B3 1.3667 abcd
A3B1 1.3000 bcd
A4B1 1.0333 cde
A3B2 0.9333 def
A4B2 0.9333 def
A2B3 0.6667 efg
A3B3 0.5333 fg
A4B3 0.4000 g
Keterangan : 1= tidak suka, 2=agak suka, 3=biasa, 4=suka, 5= sangat suka. Angka-angka pada
jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan berbeda tidak nyata
pada taraf 5%
Dilihat dari skor warna diketahui bahwa semakin kecil proporsi tapioka atau
semakin besar proporsi tepung mocaf keripik bayam yang dihasilkan warnanya
semakin cokelat. Skor warna terendah yaitu 1,07 (cokelat tua) dihasilkan dari
cokelat akibat adanya reaksi browning atau reaksi Maillard. Reaksi Maillard
terjadi antara karbohidrat khususnya gula reduksi dengan adanya gugus amino
primer yang biasanya terdapat pada bahan awal sebagai asam amino atau protein
(Winarno, 1992). Oleh karena itu semakin banyak tepung maka kandungan
kecokelatan. Hal ini karena maltodekstrin merupakan hasil hidrolisis pati yang
gula reduksi meningkat sehingga semakin mudah terjadi reaksi Maillard dan
4.8.3 Rasa
mocaf (A) dan konsentrasi maltodekstrin (B) berpengaruh sangat nyata terhadap Rasa
pada keripik bayam. Pengaruh (A) proporsi tepung tapioka : tepung mocaf dan
Tabel 30. Pengaruh (A) proporsi tepung tapioka : tepung mocaf dan konsentrasi
Maltodekstrin (B) terhadap rasa kripik bayam
Perlakuan Kenampakan
A4B3 3.0367 a
A4B2 3.0200 ab
A1B3 2.9800 abc
A2B2 2.9733 abcd
A3B2 2.9733 abcd
A1B2 2.9700 abcd
A2B3 2.9633 abcd
A4B0 2.9500 abcd
A3B3 2.9367 abcd
A2B0 2.9300 abcd
A3B0 2.9233 abcde
A1B0 2.8733 bcde
A1B1 2.8533 cde
A4B1 2.8467 cde
A2B1 2.8233 de
A3B1 2.7733 e
Keterangan : 1= tidak suka, 2=agak suka, 3=biasa, 4=suka, 5= sangat suka. Angka-angka pada
jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan berbeda tidak nyata
pada taraf 5%
Skor rasa terendah yaitu 2,93 (enak) dihasilkan dari kombinasi perlakuan
Dilihat dari skor rasa diketahui bahwa semakin kecil proporsi tapioka atau
semakin besar proporsi tepung mocaf keripik bayam yang dihasilkan rasanya
semakin enak. Hal ini diduga karena tepung mocaf mengandung protein yang
memiliki gugus amino yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya reaksi
dan maltol. Flavor merupakan hasil interaksi antara aroma, rasa dan mouthfeel,
lebih enak. Hal ini karena maltodekstrin berperan dalam memerangkap flavor.
4.8.4 Tekstur/Kerenyahan
terhadap tekstur keripik bayam yang dihasilkan. Skor tekstur terendah yaitu 2,92
tekstur tertinggi yaitu 3,08 (renyah) dihasilkan dari kombinasi perlakuan proporsi
Dilihat dari skor tekstur diketahui bahwa semakin banyak proporsi tapioka
tekstur keripik bayam yang dihasilkan semakin renyah. Tepung yang dipakai
dalam pembuatan TCSP adalah campuran dari tapioka dengan tepung mocaf serta
Maltodekstrin (B) terhadap tekstur kripik bayam tersaji pada tabel 31.
Tabel 31. Pengaruh (A) proporsi tepung tapioka : tepung mocaf dan konsentrasi
Maltodekstrin (B) terhadap tekstur kripik bayam
Perlakuan Kenampakan
A1B0 1.8000 a
A1B1 1.6667 ab
A2B0 1.6667 ab
A1B2 1.5667 ab
A3B0 1.5667 ab
A2B1 1.4667 abc
A4B0 1.4333 abc
A2B2 1.4000 abc
A1B3 1.3667 abcd
A3B1 1.3000 bcd
A4B1 1.0333 cde
A3B2 0.9333 def
A4B2 0.9333 def
A2B3 0.6667 efg
A3B3 0.5333 fg
A4B3 0.4000 g
Keterangan : 1= tidak suka, 2=agak suka, 3=biasa, 4=suka, 5= sangat suka. Angka-angka pada
jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan berbeda tidak nyata
pada taraf 5%
mempunyai kandungan amilopektin lebih tinggi dari jenis pati yang lain dan
terbentuk tekstur yang lebih renyah (Muchtadi et al., 1988). Penggunaan tepung
mocaf dimaksudkan untuk mengganti tepung beras dan tepung terigu yang saat ini
sifat fisik dan kimia yang hampir sama dengan kedua jenis tepung tersebut.
keripik bayam tidak terlalu renyah tapi keras. Hal ini karena maltodekstrin
59
Untuk grafik uji orgnoleptik terhadap warna, tektur, rasa dan kenampakan
keripik bayam yang dihasilkan dari interkasi pengaruh proporsi tepung tapioca :
Gambar 9. Grafik Interaksi pengaruh proporsi tepung tapioca : tepung mocaf dan
penambahan maltodektrin terhadap warna, rasa, tektur dan
kenampakan.
60
5.1 Kesimpulan
bayam dengan tekstur renyah (3,17); tepung pelapis agak rata (1,61); warna
dengan tekstur renyah (2,73); tepung pelapis agak rata (2,37); warna putih
kadar air TCSP 12,48 %bb; kadar abu TCSP 2,26 %bk; viskositas TCSP 165
cp; kapasitas penyerapan minyak TCSP 179,09 %bk; kadar air keripik bayam
5.2. Saran
disamping sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang formulasi yang
berakibat pada pencoklatan bahan yang ini akan berpengaruh kepada penerimaan
terhadap keripik bayam sehingga perlu juga dilakukan penelitian lebih lanjut pada
DAFTAR PUSTAKA
Blanchard, P.H. and R.K. Franches. 1995. Starch : Chemistry and Technology.
Academic Press Inc, New York. 718pp.
Direktorat Depkes RI. 1990. Daftar Konsumsi Bahan Makanan. Bharata Karya
Aksara, Jakarta.
Fellow, J.J. 1990. Food Processing Technology, Principle and Practise. Ellis
Horwood. London.
Harris, R.S. dan E.Karmas. 1975. Evaluasi gizi pada pengolahan bahan pangan.
ITB Press. Bandung.
Hartomo, A.J. dan M.C. Widiatmoko. 1993. Emulsi dan Pangan Instan Berlesitin.
Penerbit Andi Offset. Yogyakarta.
Herlina, L. 1999. Peran Tepung Kedelai, Tahu dan Variasi Pengenceran Tepung
Adonan Tempe Chips Dalam Upaya Pengurangan Absorbsi Minyak
Goreng. Skripsi. Fakultas Pertanian UNSOED, Purwokerto. (Tidak
dipublikasikan).
Kadan, R.S., R.J. Bryant and A.B. Pepperman. 2003. Functional properties of
extruded rice flours. J. Food Sci., 68:1669-1672.
Kern, G.1996. Glues and Adhesive. Pp.309 – 311.In: G.Bureau and J.L.Multon
(Eds.).Food Packaging Technology Volume 1. VCH Publisher,Inc.New
York.
Lawson, H. 1994. Food Oils and Fats, Technology Utilizationa and Nutrition.
Chapman and Hall Dept. B,C. New York.
Oey, K.N. 1998. Daftar Analisa Bahan Makanan. Penerbit FKUI, Jakarta.
Rahman, A.M. 2007. Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Tapioka
dan Mocaf (Modified Cassava Flour) Sebagai Penyalut Kacang Pada
Produk Kacang Salut. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
(Tidak dipublikasikan).
Ramdhan, A.N. 2009. Pengaruh Perbandingan Tepung Beras Rose Brand, Tepung
Beras Karya Tani dan Konsentrasi Santan Kelapa Terhadap Karakteristik
Rempeyek Bayam. Kumpulan Program Kreatifitas Mahasiswa. Unpas.
Bandung.
Siregar, F.M. 2006. Karakteristik fisika, kimia dan organoleptik pasta cokelat
pada berbagai kondisi penyangraian biji kakao (Theobroma Cocoa, L.).
Buletin Penelitian 9 (1), hal.43-50.
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada Univercity Press.
Yogyakarta
64
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisis untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Jogjakarta.
Tjokroadikoesumo, P.S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Tranggono. 1990. Bahan Tambahan Pangan (Food Additive). PAU Pangan dan
Gizi. UGM, Yogyakarta.
Vail, G.E.; J.A. Philips, L.O. Rust, R.M. Griswood and M.M. Justin. 1988. Foods.
Houtson Mifllin Company, Boston.
Weiss, T.J. 1983. Food Oils and Their Uses. The AVI Publishing Co.,Inc.
Westport. Connecticut.
Whistler, F.R., J.N. Be Miller and E.F. Paschall. 1984. Carbohydrate Chemistry
for Food Scientist. Academica, Inc. London.
Whistler, F.R. and J.N. Be Miller. 1997. Carbohydrate Chemistry for Food
Scientist. Academica, Inc. London.
Whistler, R.L dan E.P. Paschall. 1969. In Starch Chemistry and Tech. Academic
Press, New York Vol 1.
Williams, C.N., J.O. Uzo dan W.T.H. Peregrine. 1996. Produksi Sayuran di
Daerah Tropika. UGM University Press. Yogyakarta.
Winarno, F.G. dan S.T. Rahayu. 1994. Bahan Tambahan Makanan dan
Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
66
LAMPIRAN
67
Source DF SS MS F P
TEPUNG 3 120.936 40.3119 1912.03 0.0000
MALTODEKT 3 86.648 28.8826 1369.93 0.0000
TEPUNG*MALTODEKT 9 15.485 1.7205 81.61 0.0000
Error 32 0.675 0.0211
Total 47 223.743
Tukey HSD All-Pairwise Comparisons Test of NILAI for MALTODEKT
Source DF SS MS F P
TEPUNG 3 11.5094 3.83645 4458.83 0.0000
MALTODEKT 3 2.3696 0.78988 918.02 0.0000
TEPUNG*MALTODEKT 9 0.8425 0.09361 108.79 0.0000
Error 32 0.0275 0.00086
Total 47 14.7490
A4 B3 2.1300 J
A4 B0 2.0300 K
A4 B2 1.9867 K
A4 B1 1.8800 L
Source DF SS MS F P
TEPUNG 3 150037 50012.3 1.2E+08 0.0000
MALTODEKT 3 20874.7 6958.22 1.7E+07 0.0000
TEPUNG*MALTODEKT 9 18936.8 2104.09 5232963 0.0000
Error 32 0.01287 4.021E-04
Total 47 189848
A4 B3 103.03 M
A4 B2 102.66 N
A4 B1 101.87 O
A4 B0 100.89 P
Source DF SS MS F P
TEPUNG 3 1609.52 536.508 825397 0.0000
MALTODEKT 3 55.33 18.445 28376.6 0.0000
TEPUNG*MALTODEKT 9 78.86 8.762 13480.3 0.0000
Error 32 0.02 0.001
Total 47 1743.74
A3 B1 149.15 L
A3 B0 149.14 L
Source DF SS MS F P
TEPUNG 3 5.7918 1.93061 755.25 0.0000
MALTODEKT 3 9.3484 3.11613 1219.02 0.0000
TEPUNG*MALTODEKT 9 0.2074 0.02304 9.01 0.0000
Error 32 0.0818 0.00256
Total 47 15.4294
A3 B3 4.5533 G
A4 B2 4.2467 H
A4 B3 4.0233 I
Source DF SS MS F P
TEPUNG 3 513.381 171.127 1283452 0.0000
MALTODEKT 3 0.368 0.12281 921.06 0.0000
TEPUNG*MALTODEKT 9 3.475 0.38611 2895.84 0.0000
Error 32 0.004 1.333E-04
Total 47 517.228
A3 B2 6.000 J
A4 B0 4.960 K
A4 B2 4.960 K
A4 B1 4.880 L
A4 B3 4.000 M
Source DF SS MS F P
TEPUNG 3 0.06119 0.02040 18.37 0.0000
MALTODEKT 3 0.03589 0.01196 10.77 0.0000
TEPUNG*MALTODEKT 9 0.06609 0.00734 6.61 0.0000
Error 32 0.03553 0.00111
Total 47 0.19870
A3 B3 2.9433 BCDE
A2 B3 2.9233 CDE
A2 B1 2.9200 CDE
A2 B2 2.9067 DE
A4 B1 2.8800 E
Source DF SS MS F P
TEPUNG 3 0.02452 0.00817 3.09 0.0407
MALTODEKT 3 0.19950 0.06650 25.17 0.0000
TEPUNG*MALTODEKT 9 0.01812 0.00201 0.76 0.6512
Error 32 0.08453 0.00264
Total 47 0.32667
A1 B0 2.8733 BCDE
A1 B1 2.8533 CDE
A4 B1 2.8467 CDE
A2 B1 2.8233 DE
A3 B1 2.7733 E
Source DF SS MS F P
TEPUNG 3 2.90000 0.96667 41.80 0.0000
MALTODEKT 3 4.88500 1.62833 70.41 0.0000
TEPUNG*MALTODEKT 9 0.58167 0.06463 2.79 0.0154
Error 32 0.74000 0.02312
Total 47 9.10667
A3 B2 0.9333 DEF
A4 B2 0.9333 DEF
A2 B3 0.6667 EFG
A3 B3 0.5333 FG
A4 B3 0.4000 G
Source DF SS MS F P
TEPUNG 3 4.1274 1.37579 192.42 0.0000
MALTODEKT 3 5.3566 1.78554 249.73 0.0000
TEPUNG*MALTODEKT 9 2.2319 0.24799 34.68 0.0000
Error 32 0.2288 0.00715
Total 47 11.9447
A3 B0 2.2733 BC
A1 B1 2.2400 BC
A2 B0 2.1700 C
A1 B0 1.0767 D
Source DF SS MS F P
TEPUNG 3 0.03191 0.01064 56.10 0.0000
MALTODEKT 3 0.03596 0.01199 63.22 0.0000
TEPUNG*MALTODEKT 9 0.04237 0.00471 24.83 0.0000
Error 32 0.00607 0.00019
Total 47 0.11630
A4 B1 2.9600 CD
A1 B0 2.9300 D
A4 B2 2.9300 D
A3 B1 2.9233 D
A3 B0 2.9200 D
UBI KAYU
Pengupasan,
Pencucian
Pengecilan Ukuran
1 -1.55 mm
Fermentasi
30 – 72 jam
Pengeringan
Suhu 70•C selama 5 jam
Penepungan
Pengayakan
Tepung Mocaf
91
Pencampuran ( 1 jam)
Pengayakan
Penambahan Air
Perbandingan (1:2 b/v)
Bayam
Penggorengan
(selama 80 menit)
Ditiriskan
KERIPIK BAYAM
93