Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL

PENGARUH PEMBERIAN JUS SELDRI TERHADAP PENURUNAN


TKENAN DARAH PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
TUNTUNG

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

 HARDI USIA(1701026)

 VIRA ARSITA BAMBELA(1701059)

 MALINIA MARTHA OLONGSONGKE(1701066)

 NURAMELIA DATUELA(1701092)

STIKES MUHAMMADIYAH MANADO

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hipertensi merupakan suatu penyakit kronis yang sering disebut silentkiller karena

pada umumnya pasien tidak mengetahui bahwa mereka menderita penyakit hipertensi

sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Selain itu penderita hipertensi umumnya tidak

mengalami suatu tanda atau gejala sebelum terjadi komplikasi (Chobanian dkk., 2004). Saat

gejala timbul, hipertensi sudah menjadi penyakit yang harus diterapi seumur hidup,

pengobatan yang harus dikeluarkan cukup mahal dan membutuhkan waktu yang lama.

Selain prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat pada masa yang akan datang,

tingkat keganasannya juga tinggi. (Yulianti, 2006).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah hipertensi akan terus meningkat

seiring dengan jumlah penduduk yang bertambah. Pada 2025 mendatang, diproyeksikan

sekitar 29% atau sekitar 1,6 miliar orang di seluruh dunia mengalami hipertensi. Presentase

penderita hipertensi saat ini paling banyak terdapat di Negara berkembang. Untuk kawasan

Asia, penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya. Hal ini menandakan satu

dari tiga orang menderita tekanan darah tinggi. Hipertensi merupakan penyebab kematian

nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada
semua umur di Indonesia. Jumlah penderita hipertensi diseluruh dunia mencapai 993 juta

jiwa pada tahun 2013, sebanyak 643 juta jiwa berada di negara yang sedang berkembang

termasuk Indonesia. Pada tahun 2013 jumlah penderita hipertensi di Indonesia diperkirakan

16,2 juta orang dewasa dan lansia, tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol

(Depkes, 2014). Berdasarkan data riskesdas (2018), prevalensi hipertensi di Indonesia

mengalami kenaikan jika dibanding dengan Riskesdas 2013, dari 25,8 % menjadi 34,1 %.

Berdasarkan profil dinas kesehatan sumatera selatan (2014),

Berdasarkan laporan surveilans terpadu pusksmas(STP) kejadian hipertensi termasuk dalam

10 penyakit yang paling menonjol di Sulawesi utara dan berada diperingkat ke dua setelah

penyakit Influenza. Kasus hipertensi di Sulawesi utara tahun 2016 sebanyak 21.742 kasus

(dinas kesehatan provinsi Sulawesi utara, 2017).

Hipertensi dan komplikasinya dapat diminimalkan dengan penatalaksanaan

menggunakan farmakologis yaitu dengan minum obat secara teratur atau menggunakan non

farmakologis, yaitu dengan pemberian jus seledri. Terapi herbal banyak digunakan oleh

masyarakat dalam menangani penyakit hipertensi dikarenakan memiliki efek samping yang

sedikit. Jenis obat yang digunakan dalam terapi herbal yaitu seledri atau celery ( Apium

graveolens ), bawang putih atau garlic (AlliumSativum), bawang merah atau onion (Allium

cepa), tomat (Lyocopercison lycopersicum), semangka (Citrullus vulgaris). (Sustrani, Alam,

Hadibroto 2010).

Seledri atau ApiumgraveolensLinnmerupakan suatu tanaman herba dari suku

Apiaceae. Herba seledri dapat digunakan sebagai bahan baku dan produk obat herbal.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kandungan senyawa kimia dari herba seledri

memiliki aktivitas sebagai antimikroba (Sipailieneetal., 2003), antihipertensi (Dewi dkk.,


2010), antioksidan (Jung, etal., 2011), antiketombe (Mahataranti dkk., 2012), antidepresan

(DesuandSivaramakhrisna, 2012), dan anti-inflamasi (Arzietal., 2014). Maraknya trend

masyarakat kembali ke alam (backtonature) dalam menyikapi hidup ini, termasuk dunia

pengobatan telah meningkatkan pertumbuhan obat herbal lebih cepat dari obat modern.

Secara empiris daun seledri (ApiumgraveolensL.) Berkhasiat ssalah satunya sebagai obat

hipertensi. Disebabkan kandungan seratnya yang tinggi dan aromanya agak menyengat,

seledri sebaiknya dijus atau direbus, sehingga lebih mudah dicerna dalam tubuh (Widisih,

2003).

Manfaat pengobatan alternatif mengggunakan daun seledri adalah efek sampingnya

yang relatif kecil jika digunakan secara tepat, sehingga dapat menjadi pilihan masyarakat

untuk mengatasi hipertensi. Dalam hubungannya dengan penyakit tekanan darah tinggi,

beberapa kandungan seledri yang berperan penting menurunkan tekanan darah, antara lain

magnesium, pthalides, apigenin kalium dan asparagin. Magnesium dan pthalidesberperan

melenturkan pembuluh darah. Apegeninberfungsi untuk mencegah penyempitan pembuluh

darah dan tekanan darah tinggi. Kalium dan asparaginbersifat diuretik, yaitu memperbanyak

air seni sehingga volume darah berkurang (Soeryoko, 2010).

Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh

pemberian Jus seledri terhadap penurunan tekanan darah padai lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Tuntung
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil rumusan masalah dalam penelitian

ini yaitu bagaimana pengaruh pemberian Jus seledri terhadap penurunan tekanan darah pada

lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Tuntunng.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektivitas jus seledri terhadap penurunan tekanan darah pada

lansia.

.2 Tujuan Khusus

a) Mengidentifikasi pengaruh jus seledri terhadap tekanan darah pada penderita

hipertensi Lansia

b) Menganalisa efektifitas pemberian jus seledri terhadap penurunan tekanan darah

pada penderita hipertensi lansia.

D. Manfaat

.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diaharapkan dapat memberikan kontrisbusi dibidang keperawatan dalam

rangka pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang pengobatan non

farmakologi pada hipertensi.

2. Bagi Penulis

Penulis dapat mengetahui pengaruh jus seledri terhadap penurunan tekanan darah

pada penderita hipertensi.

3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai pilihan obat anti hipertensi

.4. Bagi Profesi Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta memberikan motivasi

bagi profesi keperawatan untuk mengembangkan pengobatan non farmakologi pada

penderita hipertensi.

5. Bagi Institusi

Untuk memberikan inovasi pengobatan non farmakologi pada penderita hipertensi

yang dapat dengan mudah dilakukan oleh mamasyarakat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Konsep Dasar

1. Konsep Dasar Hipertensi

a. Pengertian Hipertensi

Hipertensi merupakan keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan

tekanan darah diatas normal. Secara umum tekanan darah tinggi ketika tekanan darah

sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 80 mmHg (Ardiansyah,

2012).

Hipertensi adalah suatu keadaan adanya peningkatan tekanan darah diatas normal angka

sistolik dan diastolik di dalam arteri. Secara umum hipertensi merupakan keadaan tanpa

gejala, dimana tekanan abnormal tinggi di arteri menyebabkan peningkatan stroke, gagal

jantung, aneurisma, serangan jantung (Triyanto,2014).


b. Etiologi

Menurut (Smeltzer dan Bare, 2000) dalam (Triyanto, 2014) penyebab hipertensi dibagi

menjadi 2, yaitu:

1). Hipertensi Esensial atau Primer

Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Kurang

lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial sedangkan 10% nya tergolong

hipertensi sekunder. Onset hipertensi primer terjadi pada usia 30-50 tahun. Hipertensi

primer adalah suatu kondisi hipertensi dimana penyebab sekunder dari hipertensi tidak

ditemukan (Lewis,2000) dalam (Triyanto,2014). Genetik dan ras merupakan bagian yang

menjadi penyebab timbulnya hipertensi primer, termasuk faktor lain yang diantaranya

adalah faktor stres, intake alkohol moderat, merokok, lingkungan, demografi dan gaya

hidup.

2). Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain

kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tidoid (hipertiroid), penyakit kelenjar

adrenal (hiperaldosteronisme). Golongan terbesar dari penderita hipertensi

adalah hipertensi esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditunjukan ke

penderita hipetensi esensial.

c. Patofisiologis

patofisiologi pada penderita hipertensi sebagai berikut:

Meningkatnya tekanan darah terjadi didalam arteri melalui jantung dengan memompa lebih

kuat sehingga mengalirkan cairan lebih banyak pada setiap detiknya arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku sehingga tidak dapat mengembang pada saat jantung

memompa darah melalui arteri tersebut. Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk

melalui pembuluh darah yang sempit daripada seperti biasanya dan menyebabkan naiknya

tekanan dimana dinding areri telah menebal dan kaku (Triyanto,2014)

Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon.

Terdapat empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah yaitu

baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan

autoregulasi vaskuler. Baroreseptor arteri ditemukan di sinus carotid dan sering dijumpai

dalam aorta dan dinding ventrikel kiri, baroreseptor bertugas sebagai memonitor derajat

tekanan arteri. Sistem baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arteri melalui proses

perlambatan jantung oleh respon parasimpatis atau respon vagal dan vasodilatasi dengan

penurunan tonus simpatis. Reflek kontrol sirkulasi yang meningkatkan tekanan arteri

sistemik jika tekanan baroreseptor turun dan menurunkan tekanan arteri sistemik bila

tekanan baroreseptor meningkat (Ardiansyah,2012).

Perubahan volume cairan mempengaruhi tekanan arteri sistemik, bila tubuh mengalami

kelebihan garam dan air maka tekanan darah akan meningkat melalui mekanisme fisiologi

kompleks yang engubah aliran kembali ke vena kemudian ke jantung dan mengakibatkan

peningkatan curah jantung. Bila ginjal berfungsi dengan cukup maka peningkatan tekanan arteri

dapat mengakibatkan diaresis dan penurunan tekanan darah.

Jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri akan mengalami pelebaran dan banyak

cairan keluar dari sirkulasi makan tekanan darah akan menurun.

Fungsi ginjal sendiri dapat mengendalikan tekanan darah jika tekanan darah meningkat,

ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air yang dapat menyebabkan berkurangnya
volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal. Ketika tekanan darah menurun

ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air sehinggal volume darah bertambah dan

tekanan darah kembali ke normal (Ardiansyah,2012).

e. klasifikasi

Klasifikasi tekanan darah menurut WHO-ISH (World Health Organization-International

Society of Hypertension), dan ESH-ESC (European Society of Hypertension-European

Society of Cardiology), 2014


Tabel 2.1 Tekanan Darah Tekanan Darah

Klasifikasi Sistolik Diastolik

Tekanan Darah

Klasifikasi

Tekanan Darah
WHO-ISH ESH-ESC WHO-ISH ESH-ESC
Optimal <120 <120 <80 <80
Normal <130 120-129 <85 80-84
Tinggi- 130-139 130-139 85-89 85-89

Normal
Hiperte 140-159 140-159 90-99 90-99

nsi

kelas 1 f. klompikasi

(ringan) Hipertensi
Cabang: perbatasan 140-149 90-94
Hiperte 160-179 160-179 100-109 100-109 dapat
nsi
mengakibatkan
kelas 2
timbulnya
(sedang

)
beberapa
Hiperte ≥180 ≥180 ≥110 ≥110
penyakit
nsi
lanjutan jika
kelas 3

(berat) tidak ditangani

seperti

(Ardiansyah, 2012):

1. Gagalginjal

2. Infarkmiokard

3. Stroke
4. Ensefalopati

g.patofisiologi

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara yaitu

jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya

arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat

mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tesebut. Darah pada setiap

denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit dari biasanya dan menyebabkan

naiknya tekanan. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi

vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena

perangsangan saraf atau hormon di dalam darah. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa

menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal

sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah

dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaiknya, jika aktivitas

memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkualsi,

maka tekanan darah akan menurun. Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan

oleh perubahaan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otom (bagian dari sistem saraf yang

mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal

mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah meningkat, ginjal akan

menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah

dan mengembalikan tekanan darah ke normal.

Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembungan garam dan air, sehingga

volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal. Ginjal juga bisa meningkatkan

tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pelepasan hormon
aldosteron. Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena itu

berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi.

Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa

menyebabkan hipertensi. Peradangan atau cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa

menyebabkan naiknya tekanan darah. Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf

otonom yang untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah selama respon (reaksi

fisik tubuh terhadap ancaman dari luar); meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung;

dan juga mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu

(misalnya otot rangka yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak); mengurangi

pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah dalam

tubuh; melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan neropinefrin (nonadrenalin), yang

merangsang jantung dan pembuluh darah. Faktor stres merupakan satu faktor pencetus

terjadinya peningkatan tekanandarah dengan proses pelepasan hormon epinefrin dan

norepinefrin.

B.Lanjut Usia

a. Pengertian Lanjut Usia

Lansia merupakan salah satu kelompok atau populasi berisiko (population at risk) yang

se-makin meningkat jumlahnya. Allender, Rector, dan Warner (2014) mengatakan bahwa popu-

lasi berisiko (population at risk) adalah kum-pulan orang-orang yang masalah kesehatannya
memiliki kemungkinan akan berkembang lebih buruk karena adanya faktor-faktor risiko

yang memengaruhi. Stanhope dan Lancaster (2016) mengatakan lansia sebagai populasi berisiko

ini memiliki tiga karakteristik risiko kesehatan yaitu, risiko biologi termasuk risiko terkait usia,

risiko sosial dan lingkungan serta risiko peri-laku atau gaya hidup.

Populasi lansia meningkat sangat cepat. Tahun 2020, jumlah lansia diprediksi sudah

menyamai jumlah balita. Sebelas persen dari 6,9 milyar penduduk dunia adalah lansia (WHO, 2013).

Populasi penduduk Indonesia merupakan popu-lasi terbanyak keempat sesudah China, India dan

Amerika Serikat. Menurut data World Health Statistic 2013, penduduk China berjumlah 1,35 milyar,

India 1,24 milyar, Amerika Serikat 313 juta dan Indonesia berada di urutan keempatdengan 242 juta

penduduk (WHO, 2013). Me-nurut proyeksi Badan Pusat Statistik (2013) pada 2018 proporsi

penduduk usia 60 tahun ke atas sebesar 24.754.500 jiwa (9,34%) dari total populasi.

Stanhope dan Lancaster (2016) mengungkap-kan bahwa risiko biologi termasuk risiko

ter-kait usia pada lanjut usia yaitu terjadinya ber-bagai penurunan fungsi biologi akibat proses

menua. Risiko sosial dan lingkungan pada lan-jut usia yaitu adanya lingkungan yang memicu

stres. Aspek ekonomi pada lansia yaitu penu-runan pendapatan akibat pensiun. Risiko peri-laku

atau gaya hidup seperti pola kebiasaan kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi ma-kanan yang

tidak sehat dapat memicu terjadi-nya penyakit dan kematian. Miller (2012) da-lam teorinya

functional consequences menga-takan penurunan berbagai fungsi tubuh me-rupakan konsekuensi

dari bertambahnya usia.


Lansia identik dengan berbagai penurunan sta-tus kesehatan terutama status kesehatan

fisik. Berbagai teori tentang proses menua menun-jukkan hal yang sama. Status kesehatan lansia

yang menurun seiring dengan bertambahnya usia akan memengaruhi kualitas hidup lansia.

Bertambahnya usia akan diiringi dengan tim-bulnya berbagai penyakit, penurunan fungsi tubuh,

keseimbangan tubuh dan risiko jatuh. Menurunnya status kesehatan lansia ini berla-wanan

dengan keinginan para lansia agar tetap sehat, mandiri dan dapat beraktivitas seperti biasa

misalnya mandi, berpakaian, berpindah secara mandiri. Ketidaksesuaian kondisi lansia dengan

harapan mereka ini bahkan dapat me-nyebabkan lansia mengalami depresi. Hasil pe-nelitian

Brett, Gow, Corley, Pattie, Starr, dan Deary (2012) menunjukkan bahwa depresi me-rupakan

faktor terbesar yang memengaruhi ku-alitas hidup (p= 0,000). Beberapa hal tersebut dapat

menyebabkan menurunnya kualitas hidup lansia.

C.Seledri Sebagai Terapi Herbal

a.Defenisi Seledri

Selendri merupakan tanaman terna tegak dengan ketinggian kurang lebih 50 cm, semua

bagian tanaman memiliki bau yang khas, memiliki bentuk batang bersegi, bercabang, memiliki

ruas, dan tidak berambut, memiliki buah berwarna putih kecil menyerupai payung termasuk
bunga majemuk, memiliki daun menyirip berwarna hijau dan bertangkai, dan memiliki tangkai

daun yang berair. Tanaman seledri dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah maupun tinggi

dan dapat dipanen setelah berumur enam minggu setelah penanamannya (Junaedi et al., 2013).

Seledri merupakan tanaman tahunan yang berbentuk semak atau rumput. Dalam

kehidupn sehari-hari seledri biasanya digunakan sebagai bahan pelengkap dalam makanan

karena memiliki cita rasa yang khas dan renyah. Susunan tubuh tanaman seledri terdiri dari daun,

tangkai daun, batang, dan akar. Seledri merupakan tanaman tahunan yang berbentuk semak atau

rumput. Dalam kehidupn sehari-hari seledri biasanya digunakan sebagai bahan pelengkap dalam

makanan karena memiliki cita rasa yang khas dan renyah. Susunan tubuh tanaman seledri terdiri

dari daun, tangkai daun, batang, dan akar. Daun seledri bersifat majemuk, menyirip ganjil

dengan anak daun antara 3 sampai 7 helai


b.Sifat Dan Khasiat

Senyawa dalam seledri (A. graveolens) yang memiliki kandungan antibakteri adalah

flavonoid dan tanin. Senyawa flavonoid merupakan hasil dari metabolit sekunder terbesar

yang dimiliki tanaman seledri. Flavonoid merupakan golongan senyawa fenol yang

memiliki aktifitas antioksidan, antiinflamasi, antihepatotoksik, antitumor, dan

antimikrobial. Daun seledri segar sebanyak 100 gram memiliki kandungan flavonoid yaitu

apigenin 5,3-16 μmol, glikosida apigenin18-51 μmol, glokosida luteolin 7,1-21 μmol, dan

glikosida chrysoeriol13- 38 μmol.Flavonoid merupakan golongan senyawa polar yang

memiliki gugus hidroksil tidak tersubstitusi (Sukandar et al., 2006; Majidah et al., 2014).

Herbal seledri merupakan salah satu tanaman obat yang memiliki khasiat yang penting bagi

manusia. Herba seledri secara turun-temurun telah digunakan 7 sebagai obat tradisional

untuk memperlancar pencernaan, penyembuhan demam, flu, penambah nafsu makan (Fazal

and Singla, 2012), dan penurun tekanan darah tinggi (Muzakar dan Nuryanto, 2012).

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kandungan senyawa kimia dalam herba seledri

memiliki aktivitas sebagai antimikroba (Sipailiene et al., 2003), antihipertensi (Dewi dkk.,

2010), antioksidan (Jung, et al., 2011), antiketombe (Mahataranti dkk., 2012), antidepresan

(Desu and Sivaramakhrisna, 2012), dan anti-inflamasi (Arzi et al., 2014).

Pelarut yang digunakan untuk mengekstrak flavonoid dari jaringan tumbuhan adalah pelarut

polar seperti etanol, methanol, etilasetat, atau campuran dari masing-masing pelarut.
Pelarut-pelarut tersebut memiliki daya polaritas yang cukup tinggi sehingga jika digunakan

untuk mengekstrak senyawa polar akan menghasilkan ekstrak yang lebih banyak (Kusnadi

& Devi, 2017).

c..Kandungan kimia

Kandungan kimia yang terkandung di dalam seledri (Apium graveolens L) adalah

flavonoid, saponin, tanin 1%, minyak atsiri 0,033%, flavo-glukosida (apiin), apigenin, fitosterol,

kolin, lipase, pthalides, asparagine, zat pahit, vitamin (A, B dan C) dan alkaloid. Apigenin

berkhasiat hipotensif. Apigenin berkhasiat hipotensif. Menurut Setiawan (2003), kandungan

kimia di dalam daun seledri (Apium graveolens L) sangatlah banyak dan bermanfaat bagi

kesehatan tubuh, kandungan kimia dalam daun seledri per 100 gr bahan mentah (daun segar)

dapat dilihat padaSeledri dikenal memiliki manfaat untuk menurunkan hipertensi dan bau mulut.

Menurut Lingga (2010) manfaat seledri diantaranya adalah:

1. Mencegah tekanan darah

Seledri kaya akan asam amino arginin. Arginin adalah golongan asam amino esensial yang

ketika masuk ke tubuh akan terurai menjadi aspartate dan amoniak. Arginin juga

merupakan peluruh kencing (diuretic) yang dalam kerjanya dapat meningkatkan jumlah air

kencing.

2. Mencegah mual dan muntah


Seledri memiliki sifat sedatif (penenang) sehingga sangat cocok jika digunakan untuk

mencegah rasa mual dan muntah.

3. Mencegah pertumbuhan mikroba

D.Hubungan seledri Dengan Penurunan Tekanan Darah

Hipertensi merupakan salah satu jenis penyakit kardiovaskuler yang ditandai dengan

terjadinya peningkatan tekanan darah. Berdasarkan data hasil penelitian, hipertensi juga

menimbulkan berbagai komplikasi pada organ tubuh yang lain dan akan menimbulkan

penyakit seperti jantung koroner, infark pada miokardium, stroke, left ventricle

hypertrophy, gagal ginjal, dsb.

Berdasarkan gambaran perkiraan badan kesehatan dunia yaitu World Health

Organisation, sebanyak 972 juta orang didiagnosis menderita hipertensi , jika dalam hitungan

persen sekitar 26,4 % dari populasi masyarakat dunia dan diperkirakan dalam waktu 25 tahun

yaitu akan meningkat hingga 2,8 %. Menurut beberapa penelitian, hipertensi juga menjadi salah

satu penyebab kematian terbesar nomor tiga. Berdasarkan penelitian dari Riskesdas tahun 2007

didapatkan prevalensi hipertensi secara nasional sebesar 31,7 %.

Meningkatnya angka kejadian hipertensi di dunia tentunya membuat semakin banyak

diciptakan obat-obatan kimia untuk terapi hipertensi. Selain diperlukan waktu yang lama,

komplikasi yang ditimbulkan oleh hipertensi juga akan memerlukan biaya yang mahal untuk

penanganannya. Belakangan ini, telah dikembangkan berbagai penelitian tentang hipertensi,

salah satunya dengan menggunakan tanaman obat. Menurut penelitian, tanaman obat telah

dibuktikan turun temurun dari generasi ke generasi sebagai terapi alami yang telah dilengkapi
penelitian laboratorium.Pada penelitian ini, peneliti memilih seledri ( Apium graveolens L )

digunakan sebagai alternatif tanaman obat untuk pencegahan terhadap hipertensi. Seledri

digunakan karena tanaman ini cukup popular, mudah ditemukan, dan harganya murah.

Di Indonesia, masyarakat biasanya menggunakan seledri sebagai penyedap alami pada

masakan di Indonesia. Beberapa negara maju diantaranya Jepang, Cina, Korea telah

menggunakan bagian tangkai daun sebagai salah satu bahan makanan.

Berdasarkan penelitian, bagian dari daun seledri mengandung senyawa aktif yaitu

“apigenin” dimana zat ini mampu menurunkan tekanan darah yang mekanisme kerjanya mirip

dengan calcium antagonist dan “mannitol” yang berfungsi sebagai zat yang bersifat diuretik.

Bagian batang dan daun seledri juga memiliki kandungan nitrat yang merupakan senyawa

antihipertensi. Menurut penelitian, terbukti nitrat yang masuk ke dalam tubuh manusia akan

berubah menjadi Nitric Oxide (NO) dapat berfungsi untuk menurunkan tekanan darah pada

penderita hipertensi. Pada endotel pembuluh darah, Nitric Oxide Synthase (NOS) nantinya akan

memberikan efek vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) yang dapat berfungsi sebagai penurun

tekanan darah.

Hal tersebut telah terbukti dalam penelitian tahun 1985 yaitu dengan pemberian

intervensi berupa ekstrak seledri pada kucing untuk melihat seberapa besar penurunan tekanan

darah kucing dalam populasi penelitian. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat dibuktikan bahwa

seledri mampu menurunkan tekanan darah baik tekanan sistolik maupun tekanan diastoliknya.

E.Penelitian Terkait
Sebelum kita merujuk kepenilitian ini,peneliti telah mengambil beberapa penelitian

terdahulu yang berhubungan dengan penelitan ini denagn harapan bias dijadikan bahan

referensi unutk kajianmengenai penelitian ini ataupun penelitian terdahulu yang diambil

hanya beberapa saja yaitu sebagai berikut:

a. rahmawati, upik. 2010 “Pengaruh konsumsi jus selesdri(apiumglariveolens l)

terhadapprnurunan tekanan darah pada hipertnsi. Artikel Penelitian.

b. Trimawati ,dkk. 2014 “ Pengaruh pemberian air rebusan seledri pada lansia penederita

hipertensi di dusun gogodalem. Jurnal keperawatan komunitas.

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN

1. Kerangka konsep penelitian

Variabel independen variabel dependen

Hipertensi Jus Seledri


2. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap penelitian yang diturunka dari kerangka
pemikiranyang telah dibuat. Hipotesis pada penelitian ini:
a. Hipotesis Alternatif (Ha)
- Ada pengaruh pemberian jus seledri terhadap penurunan tekanan darah pada lansia di wilayah
kerja Puskesmas Tuntung
b. Hipotesa Nol (Ho)
- Tidak ada pengaruh pemberian jus seledri terhadap penurunan tekanan darah pada lansia di
wilayah kerja Puskesmas Tuntung

3. Variabel penelitian
Independen / bebas : Hipertensi
Dependen/ terikat : : Jus Seledri

4. Definisi Operasional
- Definisi Operasional adalah defenisi berdasarkan karakteristik yang diamati, karateristik
yang dapat dimati artinya memungkinkan peneliti untuk untuk melakukan observasi atau
penukuran secaracermat terhadap suatu objek atau venomena yang kemungkinan dapat
diulangi lagi oleh oranglain (Nursalam,2013)

Tabel I : Pengaruh pemberian jus seledri terhadap penurunan tekanan darah pada lansia di

wilayah kerja Puskesmas Tuntung

NO Variab Defenisi Parameter AlatUkur Skala Skor


el
Operasional
Independen
1. Olahan minuman 1. Responden Wawancara dan 
Ordinal - Baik jika lebih
1 : dari mengetahui Kuisioner dari 10
Jus seledri Tanaman Seledri ata kandungan dan
u Apium graveolens  manfaat olahan jus
seledri -kurang baik jika
Linn merupakan sua
2. responden bersedia kurang dari
tu herba dari suku A mengkomsumsi olah 10
piaceae yang memil an Jus Seledri
iki kandungan
antibakteri
adalah flavonoid da
n tanin. Flavonoid y
ang golongan
senyawa fenol yang
memiliki aktifitas
antihipertensi

Dependen
2. : keadaan dimana 1. Responden Wawancara dan
Ordinal - Baik jika lebih
Hipertensi
2 seseorang memahami mengenai kuisioner dari 10
mengalami peningkatan tekanan
peningkatan tekanan darah
2. Responden -kurang baik jika
darah diatas normal.
mengalami kurang dari
Secara umum penurunan tekanan 10
tekanan darah tinggi darah
ketika tekanan
darah sistolik lebih
dari 120 mmHg dan
tekanan darah
diastolik lebih dari
80 mmHg

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain quasi-eksperimental. Rancangan penelitian yang

digunakan adalah design non equivalent control grup yaitu penelitian yang dilakukan

dengan pre-test (01) pada kedua kelompok tersebut, dan diikuti intervensi (X) pada

kelompok eksperimen. (Notoatmojo, 2018).

Alur penelitian ini adalah kelompok yang digunakan kelompok penelitian (kelompok

eksperimen) diberi pre-test (01) kemudian dilanjutkan dengan pemberian perlakuan /

treatment (x) yaitu dengan pemberian jus seledri setelah itu diberi post-test (02), pada

kelompok kontrol tidak diberi perlakuan namun tekanan darahnya di ukur dua kali (pre

test-post test). Desain penelitian ini dapat dilihat digambar berikut.

Non Equivalent Control Group

Pre-test Perlakuan Post-test


Kel. Eksperimen 01 x 02
Kel. Kontrol 03 04

Keterangan:

01: Pengukuran tekanan darah (pre-tes) dilakukan sebelum diberikan jus

seledri.

X: Perlakukan pemberian jus seledri.

02: Pengukuran tekanan darah (pos-tes) dilakukan sesudah diberikan jus seledri.
03: Pengukuran tekanan darah awal pada kelompok yang tidak diberikan jus seledri.

04 :Pengukuran tekanan darah akhir pada kelompok yang tidak diberikan jus seledri.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh klien hipertensi yang berjumlah 10 orang

pada klien hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Tuntung.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seetengah klien hipertensi di Wilayah Puskesmas

tuntung, dengan kriteria :

1. Bersedia menjadi responden.

3. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg

4. Berusia ≥ 60 tahun.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non probability

sampling dengan pendekatan purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang

didasarkan atas pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri

atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Tuntung pengambilan data dilakukan

selama 3 hari pada 12-14 Januari 2021.

D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data
a. Data Primer

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu

data diambil secara langsung melalui alat bantu yaitu sphygmomanometer (pengukur

tekananan darah) dan steteskop untuk pengukuran tekanan darah pada pasien hipertensi di

Wilayah Kerja Puskesmas Tuntung. Serta lembar rekaputasi data responden yang berisi

nama,usia, jenis kelamin , lama menderita hipertensi, serta hasil pengukuran tekanan darah

sebelum dan sesudah pemberian jus seledri.

b. Data Sekunder

Data sekunder dari penelitian ini adalah data jumlah pasien hipertensi yang didapatkan

dari profil Puskesmas Tuntung.

E. Instrumen dan Bahan Penelitian

1. Lembar Rekapitulasi Pengumpulan Data

2. Alat Tensimeter (Sphygmomanometer), Stetoskop, Alat Tulis, Seledri, Air panas,

blender, gelas, dan Lembar rekapitulasi data responden.

F. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah dan tahap pemberian jus seledri adalah sebagai

berikut:

a. Tahap Persiapan

1).Jelaskan kepada responden segala sesuatu prosedur yang akan dilakukan (responden

mengisi lembar persetujuan/informed consents)

2).Persiapkan semua perlengkapan yang digunakan untuk mengukur tekanan darah

(sphygmomanometer , steteskop, serta lembar rekaputasi data responden) dan bahan yang
digunakan adalah seledri (apium graveolens) sebanyak 100 gram dipotong-potong kecil,

selanjutnya masukkan kedalam blender bersama air panas 200 cc, dinginkan selama ± 15

menit . selanjutnya diminum 2 kali sehari sebanyak 100 cc pagi hari dan 100 cc sore hari,

alat tulis/lembar rekaputasi data respoden untuk mengisi hasil wawancara identitas

responden yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, genetik, dan pendidikan.

b. Tahap Pelaksanaan

1). Peneliti memperkenalkan diri

2). Peneliti mewawancarai dan mencatat data responden (nama, usia, jenis

kelamin, genetik, dan pendidikan.

3). Peneliti melakukan pengukuran tekanan darah sebelum (pre-tes)

dilakukan pemberian jus seledri dengan menggunakan sphygmamonometer aneroid dan

stesteskop hingga diperoleh hasil sistolik dan diastolik tekanan darah responden.

Selanjutnya peneliti mencatat hasil pengukuran tekanan darah responden kedalam

lembar rekaputasi data responden dan dilakukan setiap melakukan intervensi terhadap

responden.

4). Peneliti memberikan jusv seledri terhadap responden dengan cara menyiapkan jus

seledri sebanyak 1 gelas (100 cc). Kemudian meminta responden untuk meminum jus

seledri sampai habis

5). Peneliti mengukur kembali tekanan darah responden setelah (pos-tes) diberikan air

rebusan seledri dengan menggunakan sphygmomanometer aneroid dan stesteskop hingga

diperoleh hasil sistolik dan diastolik tekanan darah responden. Selanjutnya peneliti

mencatat hasil pengukuran tekanan darah responden kedalam lembar rekaputasi data

responden dan dilakukan setiap melakukan pemberian jus seledri terhadap responden.
6). Setelah dilakukan pemberian jus seledri yang pertama (pagi) selanjutnya dilakukan

lagi pemberian jus seledri untuk kedua kalinya (sore). Dimulai dari mengukur tekanan

darah kemudian pemberian jus seledri dan terakhir dilakukan lagi pengukuran tekanan

darah pada hari ke 3.

7). Seluruh data yang diperoleh dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis.

G. Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Pengumpulan Data

a. Editing

Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan penyuntingan

(editing) terlebih dahulu.Secara umum editing merupakan kegiatan untuk pengecekkan

dan perbaikan isian formulir atau kosiener tersebut. (Notoatmojo, 2018)

b. Coding

Setelah data di edit atau di sunting, selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding, yakni

merubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka dan bilangan. Data yang

di coding dalam penelitian ini adalah data jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

c. Entry

Data yang telah terkumpul dari masing-masing responden dalam bentuk kode (angka

atau huruf) kemudian dimasukan ke dalam program komputer SPSS.

d. Cleaning

Peneliti melakukan pengecekan kembali untuk kemungkinan adanya kesalahan-

kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian di lakukan pembetulan

atau koreksi.
2. Analisis Data

Dalam tahap data diolah dengan teknik-teknik tertentu. Data yang akan di peroleh pada

penelitian ini adalah data kuantitatif, sehingga pengolahan data dapat di lakukan dengan

proses komputerisasi. Menggunakan program data statistik. Dalam hal ini mencakup

tabulasi data, perhitungan statistik dan uji statistik. Analisa data pada penelitian ini

dibedakan menjadi univariat dan bivariat.

a. Analisa Univariat

Analisa Univariat pada penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan

karateritik setiap variabel penelitian. Untuk data kategorik yaitu jenis kelamin, genetic,

pendidikan hasil data analisisnya berupa distribusi, frekuensi dan persentase. Sedangkan

untuk data numerik yaitu usia, dan tekanan darahsistolik dan diastolic sebelum dan

sesudah diberikan jus seledri, hasil data analisanya berupa mean,median, standar deviasi,

nilai minimal, maksimal dan 95% CI

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh

pemberian jus seledri terahadap penurunan tekanan darah sebelum dan sesudah

dilakukan pemberian jus seledri.

H. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian memperhatikan masalah etika penlitian. Etika penelitian

meliputi. (Alimul.2017)
a . Informed consent (Informasi untuk responden)

Sebelum melakukan tindakan penelitian menjelaskan maksud dan tujuan riset yang akan

dilakukan. Jika responden bersedia untuk diteliiti maka responden harus menandatangani

lembar persetujuan tersebut dan tidak memaksa.

b. Anonimity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasian responden dalam penlitian, maka peneliti tidak

mencantumkan nama pada lembar kuesioner data cukup dengan memberi

nomor kode pada masing-masing lembar yang diketahuai oleh peneliti.

c. Confidentiality ( Kerahasiaan)

Kerahasiaan responden dijamin oleh peneliti hanya kelompok data dan tentu saja yang

di sajiakan atau di laporkan sebagai hasil riset


DAFTAR PUSTAKA

Nair Peate. 2015. Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan. Jakarta : Indonesia. Bumi Medika

https://www.academia.edu/15491515/MAKALAH_HIPERTENSI.com

https://www.google.com/url?

q=https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/kesmas/article/download/22131/21832&usg=AFQ

jCNF8syPXaA_euvu9YRf9bCuEqF4jKg

https://myactivity.google.com/item?utm_source=agsa&authuser=1&restrict=search

https://www.google.com/url?q=https://cookpad.com/id/resep/1771691-jus-seledri-penurun-

tensi&usg=AFQjCNFFh7QjNViKmWE4aRYXExSJDrnWpw

Masturoh Anggita . 2018 .METODOLOGI PENELITIAN KESEHATAN.

Jakarta.Kemenkes

Anda mungkin juga menyukai