DISUSUN OLEH :
Budi Prajaya
(2020.02.14901.011)
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................6
1.1 Latar Belakang....................................................................................6
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................7
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................7
1.3.1 Tujuan Umum..................................................................................7
1.3.2 Tujuan Khusus.................................................................................8
1.4 Manfaat Penulisan..............................................................................8
1.4.1 Untuk Mahasiswa.....................................................................8
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarganya..................................................8
1.4.3 Untuk Institusi..........................................................................8
1.4.4 Untuk IPTEK............................................................................9
DAFTAR PUSTAKA
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi
Gambar Anatomi Fisiologi Pankreas
2.1.1 Etiologi
Adapun etiologi dari Diabetes Melitus adalah sebagai berikut:
Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan
kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya.
Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :
1. Dibetes melitus tipe I
Diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas yang merupakan kombinasi dari beberapa faktor:
Faktor genetik
Penderita tidak mewarisi diabetas tipe I sendiri tetapi mewarisi suatu
predisposisi kearah terjadinya diabetas tipe I yaitu dengan ditmukannya tipe
antigen HLA (Human Leucolyte antoge) teertentu pada individu tertentu
Faktor imunologi
Pada diabetae tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga antibody
terarah pada sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya jaringan tersebut
seolah-olah sebagai jeringan abnormal
Faktor lingkungan
Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor ekternal
yang dapat memicu destruksi sel beta, contoh hasil penyelidikan yang
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetas Melitus Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetas melitus tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin dan juga terspat beberap faktor resiko teetentu yang
berhubngan dengan proses terjadinya diabetea tipe II yaitu:
Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat usia diatas 65 tahun
Obesitas
Riwayat keluarga
Kelopok etnik tertentu
3. Faktor non genetik
a. Infeksi
Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai
predisposisi genetic terhadap Diabetes Mellitus.
b. Nutrisi
a.) Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
b.) Malnutrisi protein
c.) Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.
c. Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya
menyebabkan hyperglikemia sementara.
d. Hormonal
Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi,
akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena
konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma karena kadar
katekolamin meningkat
2.1.1.1 Suplay darah kurang. Jika sirkulasi terhambat akibat pembuluh darah
menyempit, kaki menjadi kurang peka terhadap gangguan seperti udara dingin,
infeksi, atau luka.
2.1.1.2 Neuropati adalah kondisi kerusakan saraf akibat tingginya tingkat kadar
gula darah sehingga terjadi gejala kesemutan, nyeri, dan akhirnya mati rasa pada
kaki dan tungkai (Sustrani dkk, 2006). Neuropati merupakan salah satu
komplikasi yang sering ditemukan pada penderita diabetes melitus yang
menyebabkan penderita beresiko mengalami kaki diabetes (Sudoyo dkk, 2009).
Hiperglikemia pada penderita diabetes melitus menyebabkan kerusakan pada saraf
(Sudoyo dkk, 2009). Kerusakan pada saraf membuat kaki kurang peka terhadap
rasa sakit dan suhu. Jika kaki seseorang menjadi kurang peka, memungkinkan
orang tersebut tidak mengetahui bila terjadi luka atau infeksi sehingga
memperparah luka jika tidak segera diobati (Suriadi, 2004).
2.1.1.3 Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum
penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi . Hal ini dikarenakan kemampuan
sel darah putih untuk membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah
diatas 200 mg %.
2.1.2 Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :
2.1.3 Patofisiologi
Diabetes Melitus
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Breath Blood Brain Bladderr Bowel Bone
Kurangnya suplai Destruksi sel beta pulau Perubahan Konsentrasi glukosa Destruksi sel beta pulau Kegagalan relatif sel
oksigen ke darah langerhans akibat temperature langerhans beta dan resistensi
dalam urine
proses autoimun kulit akibat proses autoimun insulin
2. Pengkajian sekunder
1. Pemeriksaan fisik
a. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang datang
dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari
bagian belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh
kepala dan wajah untuk adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio,
fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit
kepala (Delp & Manning. 2004).
b. Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan
kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa
mata, karena pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan
mata selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan
skor GCS.
1) Mata: periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah isokor
atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya, apakah pupil
mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata
(macies visus dan acies campus), apakah konjungtivanya anemis
atau adanya kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis,
exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta diplopia
2) Hidung : periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan) lakukan
palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur.
3) Telinga : periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan atau
hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai keutuhan
membrane timpani atau adanya hemotimpanum
4) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur,
warna, kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna,
kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan
daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,
pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya tonsil
meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon
nyeri
c. Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau
krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia
(kesulitan menelan) dan suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul
atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot tambahan. Palpasi akan
adanya nyeri, deformitas, pembekakan, emfisema subkutan, deviasi trakea,
kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris
dan proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan, dan oksigenasi. Kontrol
perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder..
d. Toraks
Inspeksi: Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang
untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam , ekimosiss,
bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi
dinding dada, penggunaan otot pernafasan tambahan dan ekspansi toraks
bilateral, apakah terpasang pace maker, frekuensi dan irama denyut
jantung, (lombardo, 2005)
Palpasi: seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan
bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub)
e. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada
keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra
dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala
defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian
depan dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan adanya
perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet, memar,
ruam, massa, denyutan, benda tertusuk, ecchymosis, bekas luka , dan
stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan,
nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan
atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas
yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra
abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal
lavage, ataupun USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen
misalnya usus halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera
karena itu memerlukan re-evaluasi berulang kali. Pengelolaannya dengan
transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan (Tim YAGD 118,
2014).
f. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis
menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk
dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang
PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis (Tim
YAGD 118, 2010).
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi,
edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur
harus dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan
kemungkinan adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya
fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter ani. Pada
wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya darah dalam
vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat, karakter dan
jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada tampon yang penuh
memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn tes kehamilan
pada semua wanita usia subur. Permasalahan yang ada adalah ketika
terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi pada
fraktur pelvis dan straddle injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali,
jika pasien hamil, denyut jantung janin (pertama kali mendengar dengan
Doppler ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12 kehamilan minggu) yang
dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan keluhan kemih
harus ditanya tentang rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil,
frekuensi, hematuria, kencing berkurang, Sebuah sampel urin harus
diperoleh untuk analisis.(Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2015).
g. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan
lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak),
pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari
fraktur pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur.
Sindroma kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam ekstremitas
meninggi sehingga membahayakan aliran darah), mungkin luput
terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau kelumpuhan
(Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam,
lesi, gerakan, dan sensasi harus diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi
otot, kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing finger
serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada
pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular.
Perlukaan berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai
fraktur.kerusakn ligament dapat menyebabakan sendi menjadi tidak stabil,
keruskan otot-tendonakan mengganggu pergerakan. Gangguan sensasi
dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan oleh
syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat dikenal
pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian lain
mungkin menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam keadaan
ini hanya dapat didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan
muskuloskletal tidak lengkap bila belum dilakukan pemeriksaan punggung
penderita. Permasalahan yang muncul adalah
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga
terjadi syok yang dpat berakibat fatal
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita
dalam keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali
barulah kelainan ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah
penderita mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
h. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan
penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat
dilakukan pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118, 2010).
Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi,
dan edema serta nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra periksa adanya
deformitas.
i. Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik.
Peubahan dalam status neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS.
Adanya paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis
atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan short atau long spine
board, kolar servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak
ada fraktur servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk
melakukan fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga
penderita masih dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah
bahwa seluruh tubuh penderita memerlukan imobilisasi. Bila ada trauma
kepala, diperlukan konsultasi neurologis. Harus dipantau tingkat kesadaran
penderita, karena merupakan gambaran perlukaan intra cranial. Bila terjadi
penurunan kesadaran akibat gangguan neurologis, harus diteliti ulang
perfusi oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada
perdarahan epidural subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah
syaraf (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006). Pada pemeriksaan neurologis,
inspeksi adanya kejang, twitching, parese, hemiplegi atau hemiparese
(ganggguan pergerakan), distaksia ( kesukaran dalam mengkoordinasi
otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan respon
sensori
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.2.1 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri. (D.0055 Hal 126)
Kaloborasi
8. Kolaborasi pemberian analgetik, 8. Untuk pemberian analgetik
jika perlu
Gangguan integritas kulit Setelah diberikan Asuhan Perawatan integritas kulit SIKI ( I
berhubungan dengan Keperawatan selama 1 x 7 .11353. Hal. 316 )
kerusakan mekanis dari jam diharapkan integritas
jaringan sekunder akibat kulit klien tetap baik Observasi
tekanan ditandai dengan 1. Identifikasi gangguan integritas
luka membusuk sampai Kriteria Hasil SLKI ( L. kulit (mis. Perubahan sikulasi,
1. Untuk mengetahui berbagai masalah
terlihat tulangnya (D.0129 14125. Hal. 33 ) perubahan status nutrisi,
pada kulit
Hal. 282) 1. Kerusakan jaringan (5 ) penurunan kelembaban, suhu
2. Kerusakan lapisan kulit lingkungan ekstrem , penurunan
(5) mobilitas)
Jaringan pada telapak kaki Terapeutik
kiri ( 4 )
2. Ubah posisi 2 jam jika tirah 2. Untuk memperlancar aliran darah
baring 3. Untuk menjaga kebersihan area
3. Bersihkan perineal dengan air genitalia
hangat, terutama selama periode
diare 4. Untuk menjaga kelembaban kulit
4. Gunakan produk petrolium atau
minyak pada kulit kering
Edukasi
5. Agar tidak mengalami dehidrasi
5. Anjurkan minum air yang cukup 6. Untuk meningkatkan daya tahan
6. Anjurkan meningkatkan asupan tubuh
nutrisi
Kolaborasi 7. Untuk pemberian analgetik
7. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik
Resiko infeksi Setelah diberikan Asuhan Pengcegahan infeksi SIKI (I. 14539 hal
berhubungan dengan Keperawatan selama 1 x 7 278 )
ketidakadekuatan jam diharapkan infeksi klien
pertahanan tubuh primer tetap berkurang Observasi
(kerusakan integritas kulit) 1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk mengetahu keadaan pasien
ditandai dengan tampak Kriteria Hasil SLKI ( L.
14137. Hal. 139 ) local dan sistemik
terdapat pus pada luka Terapeutik
klien.. ( D. 0142 . Hal. 304 1. Kemerahan (5)
) 2. Nyeri (5) 2. Batasi jumlah pengunjung 2. Untuk menjaga kondisi pasien
Bengkak ( 5 ) Edukasi
3. Jelaskan tanda dan 3. Untuk menambah pengetahuan
gejala infeksi pasien
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
6. Pengkajian nyeri.
P: Nyeri bertambah saat pasien menggerakan kakinya, Q: Seperti ditusuk-tusuk, R
: Pada daerah kaki kanan, S : Skala nyeri 6, T : 1 - 2 menit (hilang timbul)
2.4 Data Sekunder (Head to Toe)
1. Kepala
Bentuk kepala asimetris, tidak terdapat pendarahan, tidak adannya hematoma
tidak adanya Luka, Tidak ada Bejolan di Kepala di bagian Os. Frontalis, pupil
isokor, konjungtiva normal (tidak pucat) berwarna merah muda, refleks cahaya
normal.
2. Thorak/Jantung
Bentuk dada simetris, hasil pemeriksaan thorak yaitu deviasi trachea +, suara jantung
S1 S2 lup dup.
3. Punggung
Tulang belakang tampak normal, tidak ada benjolan, dan tidak ada perlukaan.
4. Abdomen
Bising usus 6x/m, bentuk abdomen simetris, tidak ada asites maupun nyeri tekan pada
abdomen. Tidak ada tanda mual/muntah
5. Gemitourinary
Produksi urine 1000/ml 24 jam. Konsistensi kuning/amoniak
6. Intagumen Atau Kulit
Tidak adanya luka, tidak ada pendarahan, tidak ada hematom.
7. Status eurologis.
Penilaian GCS pasien untuk E: 4 (dengan spontan membuka mata), V: 5
(orientasi baik), M: 6 ( bergerak sesuai perintah), tingkat kesadaran pasien
composmentis dengan jumlah GCS = 15, pupil isokor, reflek cahaya +
Penilaian fungsi saraf kranial: syaraf kranial I (olvaktoris): pada pemeriksaan ini
menggunakan minyak kayu putih, klien mampu mengenali bau minyak kayu putih
tersebut. Syaraf kranial II (optikus): klien mampu melihat orang-orang
disekitarnya dengan baik. Syaraf kranial III (okulomotorius): klien mampu
membuka mata dan menutup mata. Syaraf kranial IV (trochlear): klien mampu
menggerakan bola mata dengan baik. Syaraf kranial V (trigemimus): klien dapat
mengunyah dengan baik. Syaraf kranial VI (abdusen): klien dapat menggerakan
bola matanya kesamping, kanan, dan kiri. Syaraf kranial VII (fasialis): klien
mampu mengerutkan dahi dan mengangkat alis secara simetris. Syaraf kranial
VIII (vestibulokokhlearis): klien mampu mendengarkan kata-kata yang
dibicarakan dengan jelas. Syaraf kranial IX (glosofaringeus): klien mampu
membedakan rasa pahit, manis, asam, dan asin. Syaraf kranial X (vagus): reflek
menelan baik. Syaraf kranial XI (assesrious): klien mampu menggerakan lehernya
dengan baik, klien mampu menoleh kekiri dan kekanan. Syaraf kranial XII
(hipoglosus): klien mampu menggerakan lidahnya dengan baik. Pada uji
koordinasi ekstermitas atas jari kehidung positif, jari ke jari positif, uji kestabilan
tubuh negative
8. Ekstremitas
Kemampuan pergerakan sendiri terbatas, tidak ditemukan adanya parese (-),
paralise (-), hemiparese (+), krepitasi (-), nyeri (+), bengkak (+), kekukan otot (-),
flasiditas (-), spastisitas (-). Uji kekuatan otot ekstremitas atas 5|5, ekstremitas
bawah 3|5, tidak ada deformitas tulang (-), peradangan (+), perlukaan (+), dan
patah tulang (-) dan Tulang belakang normal.
9. Pola Makan Dan Minum
Makan/minum Porsi
HbsAg Negatif
Risiko infeksi
PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri Akut berhubungan dengan luka diabetik ditandai dengan Pasien
mengatakan nyeri pada daerah telapak kaki sebelah kanan.
P: Nyeri bertambah saat pasien menggerakan kakinya, Q: Seperti ditusuk-
tusuk, R : Pada daerah kaki kanan, S : Skala nyeri 6, T : 1 - 2 menit (hilang
timbul), Pasien tampak memegang daerah kaki.Pasien tampak gelisah dan
meringis sakit saat nyeri muncul.Hasil pemeriksaan vital sign TD: 120/90
mmHg, N: 104x/M, S: 36,20C, RR: 22x/M, Hasil GDS 264mg/dl.
2.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari
jaringan sekunder akibat tekanan, pencukuran dan gesekan ditandai
dengan Pasien mengatakan ada luka di telapak kaki pada kaki sebelah
kanan sejak 1 minggu yang lalu. Ada luka di eksteremitas bawah( telapak
kaki kanan ) ,Luka Ulkus dengan panjang luka 3 cm Hasil pemeriksaan vital
sign TD: 120/90 mmHg, N: 104x/M, S: 36,20C, RR: 22x/M, Hasil GDS
264mg/dl.
3. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan pemajangan ulkus diabetik
terhadap feses/drainase urine ditandai dengan Pasien mengatakan nyeri
pada telapak kakinya dan susah tidur luka tampak menghitam, merah,
bengkak, Hasil pemeriksaan vital sign TD: 120/90 mmHg, N: 104x/M, S:
36,20C, RR: 22x/M, Hasil GDS 264mg/dl
2.2.4 INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Nyeri Akut berhubungan Setelah diberikan Asuhan 1. Identifikasi lokasi, karateristik, 1. Mengetahui tingkat nyeri untuk
dengan luka ulkus pedis Keperawatan selama 1 x 7 durasi, frekuensi, kualitas, membantu menentukan
diabetik ditandai dengan jam diharapkan nyeri klien intensitas nyeri intervensi yang tepat
pasien tampak meringis. tetap kurang 2. Identifikasi skala nyeri 2. Mengatahui seberapa berat
nyeri
Kriteria Hasil : 3. Jelaskan strategi meredakan nyeri 3. Memberikan informasi cara
1. Melaporkan nyeri mengatasi nyeri
4. Anjurkan memonitor nyeri secara 4. Agar dapat mengendalikan
terkontrol meningkat
mendiri nyeri secara mandiri
5.
5. Ajarkan teknik nonfarmakologi 5. Mengurangi penggunaan obat-
2. Kemampuan
untuk mengurangi rasa nyeri obatan
mengenali onset nyeri
6. Kolaborasi pemberian 6. Mencegah nyeri dipersepsikan
meningkat 5.
analgetik, jika perlu
3. Kemampuan
mengenali penyebab
Nyeri meningkat 5.
4. Kemampuan
menggunakan teknik
non-farmakologi
meningkat 5.
Gangguan integritas kulit Setelah diberikan Asuhan 1. Identifikasi gangguan integritas kulit 1. Untuk mengetahui berbagai
berhubungan dengan Keperawatan selama 1 x 7 (mis. Perubahan sikulasi, perubahan masalah pada kulit
kerusakan mekanis dari jam diharapkan integritas status nutrisi, penurunan kelembaban,
jaringan sekunder akibat kulit klien tetap baik suhu lingkungan ekstrem , penurunan
tekanan ditandai dengan mobilitas)
luka membusuk sampai Kriteria Hasil : 2. Ubah posisi 2 jam jika tirah baring 2. Untuk memperlancar aliran darah
terlihat tulangnya 3. Untuk menjaga kelembaban kulit
1. Kerusakan jaringan 3. Gunakan produk petrolium atau
berkurang minyak pada kulit kering
2. Kerusakan lapisan kulit 4. Anjurkan minum air yang cukup 4. Agar tidak mengalami dehidrasi
berkurang 5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi 5. Untuk meningkatkan daya tahan
tubuh
3. Jaringan parut cukup 6. Kolaborasi dengan dokter untuk
berkurang pemberian analgetik 6. Untuk pemberian analgetik
Resiko infeksi Setelah diberikan Asuhan 1. Monitor tanda dan gejala local dan 1. Mengetahui adanya infeksi
berhubungan dengan Keperawatan selama 1 x 7 sistemik 2. Mencegah terjadinya infeksi oleh
ketidakadekuatan jam diharapkan infeksi pada 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah virus atau bakteri
pertahanan tubuh primer kaki klien berkurang
kontak dengan pasien dan lingkungan 3. Mengurangi resiko infeksi
(kerusakan integritas kulit)
ditandai dengan tampak Kriteria Hasil : pasien 4. Memberikan informasi tentang
terdapat pus pada luka 3. Pertahankan teknik aseptic pada tanda dan gejala dari infeksi
1. Kemerahan berkurang
klien. pasien berisiko tinggi 5. Supaya klien dapat menilai luka
2. Nyeri berkurang
3. Bengkak berkurang 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi secara mandiri
5. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka 6. Mempercepat kesembuhan luka
6. Anjurkan meningkatkan asupan 7. Mengurangi resiko dehidrasi pada
nutrisi klien
7. Anjurkan meningkatkan asupan 8. Meningkatkan imunitas klien
cairan
8. Kolaborasi pemberian imunitas, jika
Perlu
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Dorlan, W.A. Newman. (2012) dalam Erlin Natalia (2016). Kamus Kedokteran Dorlan : Edisi
28. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Dorland WA, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. p. 702, 1003.
Sjamsuhidajat dan Wim De Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Vol 3. Jakarta: EGC.
Hidayah, A. (2012). Tingkat pengetahuan pasien diabetes mellitus tentang resiko terjadinya
ulkus kaki diabetes di poli klinik penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Pusat
H.Adam Malik Medan. (SKRIPSI).USU
Damayanti,S. (2015).Diabetes Mellitus & Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta:Nuha
Medika
Kurniawan, H, D., Yunir,E & Nugroho,P. (2015). Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan
dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik Di Rumah Sakit Di Jakarta.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Vol 2 No 1
PPNI.Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.(SDKI).
Jakarta PPNI.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.(SIKI).
Jakarta PPNI.Standar Luaran Keperawatan Indonesia.(SLKI).
Jakarta
DIABETES MELITUS TIPE
Restyana Noor Fatimah
Medical Faculty, Lampung University
Abstract
Type 2 Diabetes Mellitus is a metabolic disorder that is marked by the rise in blood sugar due to a decrease in
insulin secretion by pancreatic beta cells and insulin function ordisorder (insulin resistance). Results Health
Researchin 2008, showed the incidence of diabetes mellitus in Indonesia reached 57%, while the incidence in
type 2 diabetes mellitus World is 95%. Risk factors of diabetes mellitus type 2, namely age, gender, obesity,
hypertension, genetics, diet, smoking, alcohol, lack ofactivity, waist circumference, . Treatment done by the use
of oral medication hyperglycemia and insulin as well as life style modification storeduce the incidence and
microvascular and macrovascular complications of diabetes mellitus type 2.
Abstrak
Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat
penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin). Hasil Riset
Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan angka kejadian Diabetes Melitus di Indonesia mencapai 57%
sedangkan kejadian di Dunia diabetes melitus tipe 2 adalah 95%. Faktor resiko dari Diabetes melitus tipe 2
yaitu usia, jenis kelamin,obesitas,hipertensi, genetik,makanan,merokok,alkohol,kurang aktivitas,lingkar perut,
.Penatalaksanaan dilakukan dengan cara penggunaan obat oral hiperglikemi dan insulin serta modifikasi gaya
hidup untuk mengurangi kejadian dan komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular dari Diabetes melitus
tipe 2 .
2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada
hipertensi berhubungan erat dengan
tidak tepatnya penyimpanan garam dan
air, atau meningkatnya tekanan dari
dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh
darah perifer.
3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Seorang yang menderita Diabetes
Mellitus diduga mempunyai gen
diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes
merupakan gen resesif. Hanya orang
yang bersifat homozigot dengan gen
resesif tersebut yang menderita
Diabetes Mellitus.
4. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan Diabetes.
kenaikan kadar lemak darah 5. Umur
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak
hubungan antara kenaikan plasma terkena Diabetes Mellitus adalah > 45 tahun.
insulin dengan rendahnya HDL (< 35 6. Riwayat persalinan
mg/dl) sering didapat pada pasien Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi
cacat atau berat badan bayi > 4000gram
ml wine atau 720 ml.
6. Faktor Genetik Faktor resiko penyakit tidak menular,
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis termasuk DM Tipe 2, dibedakan
dan berbagai faktor mental Penyakit ini menjadi dua. Yang pertama adalah
sudah lama dianggap berhubungan faktor risiko yang tidak dapat berubah
dengan agregasi familial. Risiko misalnya umur, faktor genetik, pola
emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 makan yang tidak seimbang jenis
akan meningkat dua sampai enam kali kelamin, status perkawinan, tingkat
lipat jika orang tua atau saudara pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik,
kandung mengalami penyakitini. kebiasaan merokok, konsumsi alkohol,
7. Alkohol dan Rokok Indeks Masa Tubuh. 2,5
Perubahan-perubahan dalam gaya hidup
berhubungan dengan Gejala klinis
peningkatan frekuensi DM tipe 2.
Gejala diabetes melitus dibedakan
Walaupun kebanyakan peningkatan ini
menjadi akut dan kronik
dihubungkan dengan peningkatan
obesitas dan pengurangan ketidak Gejala akut diabetes melitus yaitu
: Poliphagia (banyak makan)
aktifan fisik, faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan perubahan dari polidipsia (banyak minum),
lingkungan tradisional kelingkungan Poliuria (banyak kencing/sering kencing di
kebarat- baratan yang meliputi malam hari), nafsu makan bertambah
perubahan-perubahan dalam konsumsi namu berat badan turun dengan cepat (5-
alkohol dan rokok, juga berperan 10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah
dalam peningkatan DM tipe 2. Alkohol lelah.
akan menganggu metabolisme gula
darah terutama pada penderita DM, Gejala kronik diabetes melitus
sehingga akan mempersulit regulasi yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau
gula darah dan meningkatkan tekanan seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di
darah. Seseorang akan meningkat kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk,
tekanan darah apabila mengkonsumsi pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah
etil alkohol lebih dari 60ml/hari yang dan mudah lepas, kemampuan seksual
setara dengan 100 ml proof wiski, 240 menurun bahkan pada pria bisa terjadi
impotensi, pada ibu hamil sering terjadi
keguguran atau kematian janin dalam
kandungan atau dengan bayi berat lahir
lebih dari 4kg.
Diagnosis
Keluhan dan gejala yang khas
ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah
sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa
>126 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Untuk
diagnosis DM dan gangguan toleransi
glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2
jam setelah beban glukosa. Sekurang-
kurangnya diperlukan kadar glukosa darah ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat .
2 kali abnormal untuk konfirmasi Ada perbedaan antara uji diagnostik DM
diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala
abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan
pada keadaan khas hiperglikemia dengan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak
dekompensasi metabolik akut, seperti bergejala, tetapi punya resiko DM (usia > 45
tahun, berat badan lebih, hipertensi, mikroangiopati, makroangiopati dan
riwayat keluarga DM, riwayat abortus neuropati.
berulang, melahirkan bayi > 4000 gr, Tujuan akhir pengelolaan adalah
kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
trigliserida ≥ 250 mg/dl). Uji diagnostik Untuk mencapai tujuan tersebut perlu
dilakukan pada mereka yang positif uji dilakukan pengendalian glukosa darah,
penyaring.11 tekanan darah, berat badan dan profil
Pemeriksaan penyaring dapat lipid,melalui pengelolaan pasien secara
dilakukan melalui pemeriksaan kadar holistik dengan mengajarkan perawatan
glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa mandiri dan perubahan perilaku.
darah puasa, kemudian dapat diikuti
dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) 1. Diet
standar Prinsip pengaturan makan pada
penyandang diabetes hampir sama
Penatalaksanaan iabetes mellitus dengan anjuran makan untuk
Prinsip penatalaksanaan diabates masyarakat umum yaitu makanan yang
melitus secara umum ada lima sesuai seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
dengan Konsensus Pengelolaan DM di kalori dan zat gizi masing- masing
Indonesia tahun 2006 adalah untuk individu. Pada penyandang diabetes
meningkatkan kualitas hidup pasien DM. perlu ditekankan pentingnya keteraturan
Tujuan Penatalaksanaan DM makan dalam hal jadwal makan, jenis
adalah :2 dan jumlah makanan, terutama pada
Jangka pendek : hilangnya keluhan mereka yang menggunakan obat
dan tanda DM, mempertahankan rasa penurun glukosa darah atau insulin.
nyaman dan tercapainya target Standar yang dianjurkan adalah
pengendalian glukosa darah. makanan dengan komposisi yang
Jangka panjang: tercegah dan seimbang dalam hal karbohidrat 60-
terhambatnya progresivitas penyulit 70%, lemak 20-25% danprotein 10-
15%. Untuk menentukan status gizi,
dihitung dengan BMI (Body Mass
Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT)
atau Body Mass Index (BMI)
merupupakan alat atau cara yang
sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa, khususnya yang
berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan. Untuk
mengetahui nilai IMT ini, dapat
dihitung dengan rumus
berikut:
BeratBadan (Kg)
IMT =---------------------------------------------
---
Tinggi Badan (m)Xtinggi Badan (m)
OLEH :
Budi Prajaya
(2020-01-14901-011)
A. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan, diharapkan klien dan keluarga mampu
memahami tentang Diet pada Diabetes Melitus
F. Referensi
ADA 2012. Standards of Medical Care in Diabetes-2012.
Waspadji S., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Kaki Diabetes, Jilid III, Edisi 4,
Jakarta: FK UI pp. 1961-62.