Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn S DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES


MELITUS DI RSUD DR. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

DISUSUN OLEH :

Budi Prajaya
(2020.02.14901.011)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI NERS
TAHUN 2020 /2021
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................6
1.1 Latar Belakang....................................................................................6
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................7
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................7
1.3.1 Tujuan Umum..................................................................................7
1.3.2 Tujuan Khusus.................................................................................8
1.4 Manfaat Penulisan..............................................................................8
1.4.1 Untuk Mahasiswa.....................................................................8
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarganya..................................................8
1.4.3 Untuk Institusi..........................................................................8
1.4.4 Untuk IPTEK............................................................................9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................10


2.1. Anatomi Fisiologi......................................................................................10
2.1.1 Etiologi...........................................................................................14
2.1.2 Klasifikasi......................................................................................15
2.1.3 Patofisiologi...................................................................................15
2.1.4 Manifestasi Klinik..........................................................................17
2.1.5 Komplikasi.....................................................................................17
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang.................................................................18
2.1.7 Penatalaksanaan Medis..................................................................18
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan..............................................................27
2.2.1 Pengkajian Keperawatan.................................................................27
2.2.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................28
2.2.3 Intervensi Keperawatan...................................................................29
2.2.4 Implementasi Keperawatan.............................................................34
2.2.5 Evaluasi Keperawatan.....................................................................34

DAFTAR PUSTAKA

1.1 Latar Belakang BAB I


PENDAHULUAN

Diabetes melitus adalah gangguan metabolik yang ditandai oleh


hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa) akibat kurangnya hormon insulin,
menurunnya efek insulin atau keduanya. (Kowalak, dkk. 2016).Diabetes Melitus
merupakan salah satu masalah kesehatan yang perlu diwaspadai oleh seluruh
dunia . Hal ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah penderita diabetes dari
tahun ke tahun. Pada tahun 2015 menyebutkan sekitar 415 juta orang dewasa
menderita diabetes, kenaikan 4 kali lipat dari 108 juta di tahun 1980an. Apabila
tidak ada tindakan pencegahan maka jumlah ini akan terus meningkat tanpa ada
penurunan. Diperkirakan pada tahun 2040 meningkat menjadi 642 juta penderita
(IDF Atlas, 2015).
Diabetes Melitus disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat
menimbulkan berbagai komplikasi antara lain gangguan penglihatan mata,
katarak, penyakit jantung,sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan
membusuk/gangren, infeksi paru-paru,gangguan pembuluh darah, stroke dan
sebagainya. Tingginya prevalensi diabetes melitus Tipe 2 disebabkan oleh faktor
risiko yang tidak dapat berubah misalnya jenis kelamin , umur, dan faktor genetik,
selain itu dapat juga disebabkan oleh faktor genetik yang dapat diubah misalnya
kebiasaan merokok, tingkat pendidikkan , konsumsi alkhol,dan indeks masa
tubuh, aktivitas fisik, lingkar pinggang. Dampak yang paling serius dari penyakit
dibetik ini yaitu komplikasi kaki ulkus diabetik. Ulkus kaki diabetik adalah
penyakit kaki pada penyandang diabetes melitus disebabkan oleh penyakit
vaskuler perifer atau neuropati keduanya. Selain berdampak terhadap kesehatan
penyakit ini juga bisa berdampak pada masalah ekonomi masyarakat, dimana
biaya perawatan dan pengobatan dari penyakit ini masih sangat terlalu mahal.
Mengingat taraf ekonomi Indonesia masih sangat rendah.
International Diabetes Federation mengatakan prevalensi DM di dunia
mengalami peningkatan yang sangat besar. International Diabetes Federation
(IDF) mencatat sekitar 366 juta orang di seluruh dunia, atau 8,3% dari orang
dewasa, diperkirakan memiliki DM pada tahun 2011. Jika tren ini berlanjut, pada
tahun 2030 diperkirakan dapat mencapai 552 juta orang, atau 1 dari 10 orang
dewasa akan terkena diabetes melitus. Pada tahun 2015 Indonesia menempati
peringkat ketujuh prevalensi penderita diabetes tertinggi didunia bersama dengan
Negara China, India, Amerika Serikat,Brazil, Rusia dan mexico, dengan jumlah
estimasi orang dengan diabetes sebesar 10 juta jiwa.
Di Indonesia, prevalensi DM yang terdiagnosis dokter atau gejala tertinggi
terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan
(3,4%), dan Nusa Tenggara Timur (3,3 %) (Kemenkes, 2013). Di provinsi NTT
Prevelensi penyakit Diabetes Melitus sebanyak 1,2 % yang terdiagnosa oleh
dokter dan diperkirakan gejala akan meningkatseiring bertambahnya usia
(Riskesdas 2013). Berdasarkan data yang di diproleh dari buku registrasi
diruangan Cempaka pada tahun 2018 ( bulan Januari – Desember) sebanyak 15 %
kasus DM. Dan pada tahun 2019 ( bulan Januari - Juli ) terdapat 5 kasus.
Penderita DM penting untuk mematuhi serangkaian pemeriksaan seperti
pengontrolan gula darah. Bila kepatuhan dalam pengontrolan gula darah pada
penderita DM rendah, maka bisa menyebabkan tidak terkontrolnya kadar gula
darah yang akan menyebabkan komplikasi. Mematuhi pengontrolan gula darah
pada DM merupakan tantangan yang besar supaya tidak terjadi keluhan subyektif
yang mengarah pada kejadian komplikasi. Diabetes melitus apabila tidak
tertangani secara benar, maka dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi.
Peran perawat sangatlah penting dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan masalah ulkus Diabetikum. Asuhan keperawatan yang professional
diberikan melalui pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian,
penetapan diagnosa, pembuatan intervensi, impelementasi keperawatan, dan
mengevaluasi hasil tindakan keperawatan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat laporan pendahuluan
tentang dengan Diabetes Melitus. Untuk menambah wawasan dan memberika
informasi bagaimana cara pengobatan dan asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami Diabetes Melitus.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Medis Diabetes Melitus
di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis Diabetes Melitus di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu melengkapi Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa
Diabetes Melitus di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.2 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan dengan
Diagnosa Medis Diabetes Melitus di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menganalisa kasus dan merumuskan masalah
keperawatan pada Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Medis Diabetes
Melitus di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.4 Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan yang mencakup
intervensi Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Medis Diabetes Melitus
di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.5 Mahasiswa mampu melakukan implementasi atau pelaksanaan tindakan
Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Medis Diabetes Melitus di RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.6 Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil dari Asuhan Keperawatan dengan
Diagnosa Medis Diabetes Melitus di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya
1.3.2.7 Mahasiswa mampu mendokumentasikan hasil dari Asuhan Keperawatan
dengan Diagnosa Medis Diabetes Melitus di RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya yang sudah
dilaksanakan.
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi Ners
Stikes Eka Harap Palangka Raya
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan diagnosa
medis Diabetes Melitus secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah
dengan mandiri.
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidik dan Rumah Sakit)
1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Diabetes Melitus dan Asuhan
Keperawatannya.
1.4.3.2 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien
dengan diagnosa medis Diabetes Melitus melalui Asuhan Keperawatan
yang dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.4 Untuk IPTEK
Serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat
yang dapat membantu.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi
Gambar Anatomi Fisiologi Pankreas

Pankreas adalah kelenjar berwarna merah muda keabuan dengan panjang 12 –


15 cm dan tranversal membentang pada dinding abdomen posterior dibelakang
lambung, kelenjar inilah yang mengekresikan insulin melalui pulau langerhans
yang berada dalam kelenjar pankreas. Didalam kelenjar pankreas terdapat sel beta
yang menghasilkan insulin, didalam penkreas mengandung lebih kurang 100.000
pulau langerhans dan tiap pulau berisi 100 sel beta. Selain itu pankreas juga
terdapat sel alfa, yang bekerja sebaliknya insulin, sel ini menghasilkan glukagon
yang berfungsi untuk meningkatkan gula darah.
Insulin adalah suatu hormon yang menurunkan kadar gula darah dengan
meransang perubahan glukosa menjadi glukagen untuk disimpan dan dengan
meningkatkan ambilan glukosa selular. Insulin berfungsi memperbaiki
kemampuan sel tubuh untuk mengobservasi dan menggunakan glukosa serta
lemak. Asupan glukosa yang terdapat dalam darah dihasilkan dari pemecahan
karbohidrat dalam berbagai bentuk termasuk monosakarida dan unit-unit kimia
yang komplek, disakarida dan polisakarida. Karbohidrat dikosumsi didalam tubuh
dan dipecahkan menjadi monosakarida kemudian diserap dalam tubuh melalui
duodenum dan jejunum proksimal (Evelyn, 2003).

2.1.1 Etiologi
Adapun etiologi dari Diabetes Melitus adalah sebagai berikut:
Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan
kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya.
Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :
1. Dibetes melitus tipe I
Diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas yang merupakan kombinasi dari beberapa faktor:
Faktor genetik
Penderita tidak mewarisi diabetas tipe I sendiri tetapi mewarisi suatu
predisposisi kearah terjadinya diabetas tipe I yaitu dengan ditmukannya tipe
antigen HLA (Human Leucolyte antoge) teertentu pada individu tertentu

Faktor imunologi
Pada diabetae tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga antibody
terarah pada sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya jaringan tersebut
seolah-olah sebagai jeringan abnormal
Faktor lingkungan
Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor ekternal
yang dapat memicu destruksi sel beta, contoh hasil penyelidikan yang
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetas Melitus Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetas melitus tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin dan juga terspat beberap faktor resiko teetentu yang
berhubngan dengan proses terjadinya diabetea tipe II yaitu:
 Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat usia diatas 65 tahun
 Obesitas
 Riwayat keluarga
 Kelopok etnik tertentu
3. Faktor non genetik
a. Infeksi
Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai
predisposisi genetic terhadap Diabetes Mellitus.
b. Nutrisi
a.) Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
b.) Malnutrisi protein
c.) Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.
c. Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya
menyebabkan hyperglikemia sementara.
d. Hormonal
Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi,
akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena
konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma karena kadar
katekolamin meningkat
2.1.1.1 Suplay darah kurang. Jika sirkulasi terhambat akibat pembuluh darah
menyempit, kaki menjadi kurang peka terhadap gangguan seperti udara dingin,
infeksi, atau luka.
2.1.1.2 Neuropati adalah kondisi kerusakan saraf akibat tingginya tingkat kadar
gula darah sehingga terjadi gejala kesemutan, nyeri, dan akhirnya mati rasa pada
kaki dan tungkai (Sustrani dkk, 2006). Neuropati merupakan salah satu
komplikasi yang sering ditemukan pada penderita diabetes melitus yang
menyebabkan penderita beresiko mengalami kaki diabetes (Sudoyo dkk, 2009).
Hiperglikemia pada penderita diabetes melitus menyebabkan kerusakan pada saraf
(Sudoyo dkk, 2009). Kerusakan pada saraf membuat kaki kurang peka terhadap
rasa sakit dan suhu. Jika kaki seseorang menjadi kurang peka, memungkinkan
orang tersebut tidak mengetahui bila terjadi luka atau infeksi sehingga
memperparah luka jika tidak segera diobati (Suriadi, 2004).
2.1.1.3 Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum
penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi . Hal ini dikarenakan kemampuan
sel darah putih untuk membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah
diatas 200 mg %.
2.1.2 Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :

A. Diabetes Mellitus type insulin, Insulin Dependen Diabetes Mellitus


(IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset Diabetes (JOD),
penderita tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya
ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau
usia muda dapat disebabkan karena keturunan.
B. Diabetes Mellitus type II, Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus
(NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes
(MOD) terbagi dua yaitu :
1. Non obesitas
2. Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pancreas,
tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya
terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan
obesitas.
C. Diabetes Mellitus type lain
1. Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pancreas, kelainan
hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin,
kelainan genetik dan lain-lain.
2. Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :
Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam
hidotinik
3. Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama
kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan
kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon
chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk
mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.

2.1.3 Patofisiologi

Penyakit neuropati dan vaskular adalah faktor utama yang mengkontribusi


terjadinya luka. Masalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik terkait
dengan adanya pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki. Pasien dengan
diabetik juga mengalami gangguan pada sirkulasi. Efek sirkulasi inilah yang
menyebabkan kerusakan pada saraf yang sering disebut neuropati dan berdampak
pada sistem saraf autoimun yang mengontrol fungsi otot-otot halus, kelenjar dan
organ viseral. Gangguan pada saraf autonomi pengaruhnya adalah terjadi
perubahan tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah, dengan
demikian kebutuhan akan nutrisi dan oksigen maupun pemberian antibiotik tidak
mencukupi atau tidak dapat mencapai jaringan perifer, dan atau untuk kebutuhan
metabolisme pada lokasi tersebut. Efek pada autonomi neuropati ini akan
menimbulkan kulit menjadi kering, anhidrosis yang memudahkan kulit menjadi
rusak dan luka yang sukar sembuh, dan dapat menimbulkan infeksi dan
mengkontribusi untuk terjadinya gangren. Dampak lain adalah karena adanya
neuropati perifer yang mempengaruhi pada saraf sensori dan sistem motor yang
menyebabkan hilangnya sensasi rasa nyeri, tekanan dan perubahan temperatur.
Diabetes melitus adalah gangguan metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa) akibat kurangnya
hormon insulin, menurunnya efek insulin atau keduanya.

Faktor predisposisi : Usia,Jenis Kelamin, gaya


hidup,penyakit penyerta dan riwayat keluarga

Diabetes Melitus

B1 B2 B3 B4 B5 B6
Breath Blood Brain Bladderr Bowel Bone

Kurangnya suplai Destruksi sel beta pulau Perubahan Konsentrasi glukosa Destruksi sel beta pulau Kegagalan relatif sel
oksigen ke darah langerhans akibat temperature langerhans beta dan resistensi
dalam urine
proses autoimun kulit akibat proses autoimun insulin

Aliran darah ke luka Ginjal tidak dapat Mengganggu kerja enzim di


jaringan pankreas Neuropati
Pembuluh membusu menyerap
menurun glukosa perifer
darah k
Mengganggu proses arbsorbsi
Jaringan Hipoksia menyempit Nyeri pada luka Glukosa di urine makanan
+ dan disertai Kerusakan jaringan
menyebabkan
dan atau lapisan kulit
Pola Napas kerusakan pada Nyeri Akut Penyimpanan disel dan
Tidak Efektif saraf Peningkatan metabolisme zat gizi
dalam
luka membusuk
luka tampak berkemih
Ketidakseimbangan sampai terlihat
menghitam, merah,
Gangguan tulangnya di
bengkak, luka sudah zat gizi
Eliminasi Urine telapak kaki kanan
sampai tulang dan
mengeluarkan nanah
Defisit Nutri Kurang Gangguan integritas
Risiko Infeksi dari Kebutuhan kulit
2.1.4 Manifestasi Klinik
Gejala yang lazim terjadi, pada Diabetes Mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic
diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga
penderita mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak minum.
c. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar).
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini
disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak
dan protein.
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
2.1.5 Komplikasi

Menurut (Suddarth, 2014) komplikasi diabetes melitus dibedakan menjadi


2, antara lain:

2.1.5.1 Komplikasi Akut


Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek
dalam glukosa darah. Ada tiga komplikasi akut pada diabetes yang penting dan
berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka
pendek. Ketiga komplikasi tersebut adalah: Hipoglikemia, ketoasidosis diabetik,
dan sindrom HHNK (juga disebut koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik).
Komplikasi Akut meliputi : hiperglikemia, diabetik ketoacidosis (DKA), kondisi
hiperosmolar hiperglikemik (HH) dan hipoglikemia.

2.1.5.2 Komplikasi Kronik

Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang semua system organ


dalam tubuh. Komplikasi Kronis meliputi: Perubahan pada sistem kardiovaskular
(PJK, hipertensi, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, diabetik retinopati,
diabetik nefropati, visceral neuropati dan komplikasi pada kaki).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Kriteria diagnostic WHO dalam (Padila, 2012) untuk diabetes mellitus
sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
2.1.6.1 Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2.1.6.2 Glukosa plasma puasa > 140 mg/dL (7,8 mmol/L)
2.1.6.3 Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial) > 200 mg/dL
2.1.6.4 Asetan plasma : hasil (+) mencolok
2.1.6.5 Asam lemak bebas : peningkatan lipid dan kolestrol
2.1.6.6 Osmolaritas serum (> 300 osm/l)
2.1.6.7 Urinalisis : proteinuria, ketonuria, glukosuria
2.1.7 Penatalaksanaan Medis

Menurut Soegondo (2006), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan


Diabetes Mellitus meliputi:
2.1.7.1 Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
3) Penghambat glukoneogenesis.
4) Penghambat glukosidase alfa.
2.1.7.2 Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan teoritis

2.2.1 Pengkajian Keperawatan


1) Pengkajian
1. Pengkajian primer
1) Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda
asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur
larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw
thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus
diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi
dari leher.
2) Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran
gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen
dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik
meliputi : fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
3) Circulation dan hemorrhage control
a. Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap
disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik
dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu
kesadaran, warna kulit dan nadi.
b. Kontrol Perdarahan
c. Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil.
d. Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.

2. Pengkajian sekunder
1. Pemeriksaan fisik
a. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang datang
dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari
bagian belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh
kepala dan wajah untuk adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio,
fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit
kepala (Delp & Manning. 2004).
b. Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan
kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa
mata, karena pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan
mata selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan
skor GCS.
1) Mata: periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah isokor
atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya, apakah pupil
mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata
(macies visus dan acies campus), apakah konjungtivanya anemis
atau adanya kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis,
exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta diplopia
2) Hidung : periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan) lakukan
palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur.
3) Telinga : periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan atau
hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai keutuhan
membrane timpani atau adanya hemotimpanum
4) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur,
warna, kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna,
kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan
daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,
pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya tonsil
meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon
nyeri
c. Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau
krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia
(kesulitan menelan) dan suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul
atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot tambahan. Palpasi akan
adanya nyeri, deformitas, pembekakan, emfisema subkutan, deviasi trakea,
kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris
dan proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan, dan oksigenasi. Kontrol
perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder..
d. Toraks
Inspeksi: Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang
untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam , ekimosiss,
bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi
dinding dada, penggunaan otot pernafasan tambahan dan ekspansi toraks
bilateral, apakah terpasang pace maker, frekuensi dan irama denyut
jantung, (lombardo, 2005)
Palpasi: seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan
bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub)
e. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada
keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra
dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala
defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian
depan dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan adanya
perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet, memar,
ruam, massa, denyutan, benda tertusuk, ecchymosis, bekas luka , dan
stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan,
nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan
atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas
yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra
abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal
lavage, ataupun USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen
misalnya usus halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera
karena itu memerlukan re-evaluasi berulang kali. Pengelolaannya dengan
transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan (Tim YAGD 118,
2014).
f. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis
menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk
dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang
PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis (Tim
YAGD 118, 2010).
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi,
edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur
harus dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan
kemungkinan adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya
fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter ani. Pada
wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya darah dalam
vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat, karakter dan
jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada tampon yang penuh
memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn tes kehamilan
pada semua wanita usia subur. Permasalahan yang ada adalah ketika
terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi pada
fraktur pelvis dan straddle injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali,
jika pasien hamil, denyut jantung janin (pertama kali mendengar dengan
Doppler ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12 kehamilan minggu) yang
dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan keluhan kemih
harus ditanya tentang rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil,
frekuensi, hematuria, kencing berkurang, Sebuah sampel urin harus
diperoleh untuk analisis.(Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2015).
g. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan
lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak),
pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari
fraktur pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur.
Sindroma kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam ekstremitas
meninggi sehingga membahayakan aliran darah), mungkin luput
terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau kelumpuhan
(Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam,
lesi, gerakan, dan sensasi harus diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi
otot, kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing finger
serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada
pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular.
Perlukaan berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai
fraktur.kerusakn ligament dapat menyebabakan sendi menjadi tidak stabil,
keruskan otot-tendonakan mengganggu pergerakan. Gangguan sensasi
dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan oleh
syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat dikenal
pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian lain
mungkin menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam keadaan
ini hanya dapat didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan
muskuloskletal tidak lengkap bila belum dilakukan pemeriksaan punggung
penderita. Permasalahan yang muncul adalah
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga
terjadi syok yang dpat berakibat fatal
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita
dalam keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali
barulah kelainan ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah
penderita mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
h. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan
penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat
dilakukan pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118, 2010).
Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi,
dan edema serta nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra periksa adanya
deformitas.
i. Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik.
Peubahan dalam status neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS.
Adanya paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis
atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan short atau long spine
board, kolar servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak
ada fraktur servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk
melakukan fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga
penderita masih dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah
bahwa seluruh tubuh penderita memerlukan imobilisasi. Bila ada trauma
kepala, diperlukan konsultasi neurologis. Harus dipantau tingkat kesadaran
penderita, karena merupakan gambaran perlukaan intra cranial. Bila terjadi
penurunan kesadaran akibat gangguan neurologis, harus diteliti ulang
perfusi oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada
perdarahan epidural subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah
syaraf (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006). Pada pemeriksaan neurologis,
inspeksi adanya kejang, twitching, parese, hemiplegi atau hemiparese
(ganggguan pergerakan), distaksia ( kesukaran dalam mengkoordinasi
otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan respon
sensori
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.2.1 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri. (D.0055 Hal 126)

2.2.2.2 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari


jaringan sekunder akibat tekanan (D.0129 Hal. 282)

2.2.2.3 Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia sekunder terhadap ketidak


cukupan masukan oral. (D.0019 Hal. 56)
2.2.2.4 Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer (kerusakan integritas kulit). (D.0142 Hal 304)
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Nyeri Akut berhubungan Setelah diberikan Asuhan Manajemen Nyeri SIKI ( I. 08238.
dengan luka ulkus pedis Keperawatan selama 1 x 7 Hal. 201)
diabetik ditandai dengan jam diharapkan nyeri klien
pasien tampak meringis. tetap kurang Observasi
(D.0078 Hal.175 1. Mengetahui lokasi dan waktu nyeri
Kriteria Hasil SLKI ( L. 1. Identifikasi lokasi, tersebut muncul berapa kali permenit
08063.58 ) karateristik,durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas
1. Melaporkan nyeri nyeri
2. Mengetahui tingkatan nyeri 0-10
terkontrol (4)
2. Kemampuan 2. Identifikasi skala nyeri
mengenali onset nyeri Terapeutik
3. Untuk mengurangi rasa nyeri kepada
(4)
3. Berikan teknik nonfarmakologi pasien
3. Kemampuan
untuk mengurangi rasa nyeri 4. Pastikan lingkungaan yang tenang
mengenali penyebab
4. Control lingkungan untuk mengurangi nyeri
Nyeri ( 4)
yang memperberat rasa 5. Supaya pasien dapat istirahat dengan
4. Kemampuan
nyeri baik
menggunakan teknik
non-farmakologi (4 ) 5. Fasilitas istirahat dan tidur
Edukasi 6. Supaya pasien mengetahui cara
5. TD: 120/80 mmHg,
meredakan nyeri
N: 80x/M,
6. Jelaskan startergi meredakan nyeri 7. Agar pasien bisa menggunakan teknik
S: 36,80C,
nonfarmakologi dengan mandiri
RR: 22x/M
7. Ajarkan teknik nonfarmakologi contohnya seperti mendengarkan
untuk mengurangi rasa nyeri musik,menonton TV,dll.

Kaloborasi
8. Kolaborasi pemberian analgetik, 8. Untuk pemberian analgetik
jika perlu
Gangguan integritas kulit Setelah diberikan Asuhan Perawatan integritas kulit SIKI ( I
berhubungan dengan Keperawatan selama 1 x 7 .11353. Hal. 316 )
kerusakan mekanis dari jam diharapkan integritas
jaringan sekunder akibat kulit klien tetap baik Observasi
tekanan ditandai dengan 1. Identifikasi gangguan integritas
luka membusuk sampai Kriteria Hasil SLKI ( L. kulit (mis. Perubahan sikulasi,
1. Untuk mengetahui berbagai masalah
terlihat tulangnya (D.0129 14125. Hal. 33 ) perubahan status nutrisi,
pada kulit
Hal. 282) 1. Kerusakan jaringan (5 ) penurunan kelembaban, suhu
2. Kerusakan lapisan kulit lingkungan ekstrem , penurunan
(5) mobilitas)
Jaringan pada telapak kaki Terapeutik
kiri ( 4 )
2. Ubah posisi 2 jam jika tirah 2. Untuk memperlancar aliran darah
baring 3. Untuk menjaga kebersihan area
3. Bersihkan perineal dengan air genitalia
hangat, terutama selama periode
diare 4. Untuk menjaga kelembaban kulit
4. Gunakan produk petrolium atau
minyak pada kulit kering
Edukasi
5. Agar tidak mengalami dehidrasi
5. Anjurkan minum air yang cukup 6. Untuk meningkatkan daya tahan
6. Anjurkan meningkatkan asupan tubuh
nutrisi
Kolaborasi 7. Untuk pemberian analgetik
7. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik
Resiko infeksi Setelah diberikan Asuhan Pengcegahan infeksi SIKI (I. 14539 hal
berhubungan dengan Keperawatan selama 1 x 7 278 )
ketidakadekuatan jam diharapkan infeksi klien
pertahanan tubuh primer tetap berkurang Observasi
(kerusakan integritas kulit) 1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk mengetahu keadaan pasien
ditandai dengan tampak Kriteria Hasil SLKI ( L.
14137. Hal. 139 ) local dan sistemik
terdapat pus pada luka Terapeutik
klien.. ( D. 0142 . Hal. 304 1. Kemerahan (5)
) 2. Nyeri (5) 2. Batasi jumlah pengunjung 2. Untuk menjaga kondisi pasien
Bengkak ( 5 ) Edukasi
3. Jelaskan tanda dan 3. Untuk menambah pengetahuan
gejala infeksi pasien

4. Ajarkan mencuci tangan 4. Untuk menjaga kebersihan


dengan benar 5. Agar pasien mengetahui kondisi luka
5. Ajarkan cara memeriksa infeksi dan tidak infeksi itu yang
kondisi luka atau luka operasi seperti apa
Kolaborasi
6. kolaborasi pemberian
6. Untuk kekebalan tubuh
imunisasi, jika perlu.
Defisit nutrisi Setelah diberikan asuhan Manajemen Nurtisi SIKI (I. 03119 Hal.
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 7 200)
anoreksia sekunder jam diharapkan masalah
terhadap ketidak cukupan Defisit Nutrisi dapat teratasi. Observasi
masukan oral ditandai 1. Identifikasi status gizi 1. Untuk mengetahi status gizi pasien
Kriteria Hasil SLKI (L. 2. Identifikasi alergi dan
dengan kurang nafsu 03030. Hal. 121) : intoleransi makann 2. Untuk menghindari alergi
makan. (D.0019 Hal. 56) Terapeutik
1. Porsi makanan yang 3. Lakukan oral hygiene sebelum
dihabiskan 5. makan, jika perlu 3. Untuk menjaga kebersihan mulut
2. Berat badan 5. 4. Fasilitasi menemukan pedoman pasien
3. Indeks massa diet 4. Untuk mengetahui makan diet itu
tubuh(IMT) 5. 5. Sajikan makanan secara seperti apa
menarik dan suhu yang sesuai 5. Untuk menggugah selera makan
6. Berikan makanan tinggi serat pasien
untuk mencegah kontipasi 6. Untuk mengontrol gula darah
Edukasi

7. Anjurkan posisi duduk, jika


mampu 7. Untuk memudahkan pasien makan
8. Ajarkan diet yang
diprogramkan 8. Untuk penurunan berat bada yang
Kolaborasi stabil
9. Kolaborasi dengan ahli gizi 9. untuk menentukan jumlah kalori dan
untuk menentukan jumlah jenis nutrient yang dibutuhkan,
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan dan perwujudan dan
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini,
perawat sebaiknya tidak bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan secara integrasi
semua profesi kesehatan yang menjadi tim perawatan (Setiadi, 2010).
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Tahap terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi. Tahap penilaian
atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan keluarga dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan pasien dengan tenaga kesehatan lainnya.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. S
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Suku/ Bangsa : Jawa Indonesia
Pekerjaan : Swasrta
Alamat : Jl. Buntok Seberang
Tanggal MRS : 07 Maret 2020/08.00 WIB
No. MR : 35.85.99
2.2 Prioritas Kasus
Prioritas Triase : Prioritas I (Merah)
Keluhan Utama : Nyeri di bagian kaki kanan
Diagnosa Medis : DM (Diabetes Melitus )
2.3 Data Primer
1. Airway
Hasil pemeriksaan ditemukan tidak ada sumbatan jalan napas.
2. Breathing
Pasien tidak sesak napas, RR = 22 x/menit, napas dangkal , irama teratur
tidak terdapat penggunaan otot bantu napas, tipe pernapasan dada.
3. Circulation
Frekuensi Nadi: 104x/menit, TD: 120/90 mmHg, denyut nadi teraba kuat dan
teratur, akral teraba hangat, CRT <2 detik, warna kulit pucat, Suhu: 36,2oC, RR:
22 x/menit, SpO2: 99%.
4. Disability
Penilaian GCS pasien untuk E: 4 (dengan spontan membuka mata), V: 5
(orientasi baik), M: 6 ( bergerak sesuai perintah), tingkat kesadaran pasien
composmentis dengan jumlah GCS = 15, pupil isokor, reflek cahaya +, ukuran
otot simetris, kestabilan tubuh negatif, uji kekuatan otot ekstermitas atas 5|5,
ekstermitas bawah 3|5.
5. Exposure
Keadaan pasien tampak cemas, pasien hanya terbaring di tempat tidur,
terdapat Luka di bagian kaki kanan , luka 3 cm di bagian kaki kanan luka tampak
merah, bengkak, terdapat pus.

6. Pengkajian nyeri.
P: Nyeri bertambah saat pasien menggerakan kakinya, Q: Seperti ditusuk-tusuk, R
: Pada daerah kaki kanan, S : Skala nyeri 6, T : 1 - 2 menit (hilang timbul)
2.4 Data Sekunder (Head to Toe)
1. Kepala
Bentuk kepala asimetris, tidak terdapat pendarahan, tidak adannya hematoma
tidak adanya Luka, Tidak ada Bejolan di Kepala di bagian Os. Frontalis, pupil
isokor, konjungtiva normal (tidak pucat) berwarna merah muda, refleks cahaya
normal.
2. Thorak/Jantung
Bentuk dada simetris, hasil pemeriksaan thorak yaitu deviasi trachea +, suara jantung
S1 S2 lup dup.
3. Punggung
Tulang belakang tampak normal, tidak ada benjolan, dan tidak ada perlukaan.
4. Abdomen
Bising usus 6x/m, bentuk abdomen simetris, tidak ada asites maupun nyeri tekan pada
abdomen. Tidak ada tanda mual/muntah
5. Gemitourinary
Produksi urine 1000/ml 24 jam. Konsistensi kuning/amoniak
6. Intagumen Atau Kulit
Tidak adanya luka, tidak ada pendarahan, tidak ada hematom.
7. Status eurologis.
Penilaian GCS pasien untuk E: 4 (dengan spontan membuka mata), V: 5
(orientasi baik), M: 6 ( bergerak sesuai perintah), tingkat kesadaran pasien
composmentis dengan jumlah GCS = 15, pupil isokor, reflek cahaya +
Penilaian fungsi saraf kranial: syaraf kranial I (olvaktoris): pada pemeriksaan ini
menggunakan minyak kayu putih, klien mampu mengenali bau minyak kayu putih
tersebut. Syaraf kranial II (optikus): klien mampu melihat orang-orang
disekitarnya dengan baik. Syaraf kranial III (okulomotorius): klien mampu
membuka mata dan menutup mata. Syaraf kranial IV (trochlear): klien mampu
menggerakan bola mata dengan baik. Syaraf kranial V (trigemimus): klien dapat
mengunyah dengan baik. Syaraf kranial VI (abdusen): klien dapat menggerakan
bola matanya kesamping, kanan, dan kiri. Syaraf kranial VII (fasialis): klien
mampu mengerutkan dahi dan mengangkat alis secara simetris. Syaraf kranial
VIII (vestibulokokhlearis): klien mampu mendengarkan kata-kata yang
dibicarakan dengan jelas. Syaraf kranial IX (glosofaringeus): klien mampu
membedakan rasa pahit, manis, asam, dan asin. Syaraf kranial X (vagus): reflek
menelan baik. Syaraf kranial XI (assesrious): klien mampu menggerakan lehernya
dengan baik, klien mampu menoleh kekiri dan kekanan. Syaraf kranial XII
(hipoglosus): klien mampu menggerakan lidahnya dengan baik. Pada uji
koordinasi ekstermitas atas jari kehidung positif, jari ke jari positif, uji kestabilan
tubuh negative
8. Ekstremitas
Kemampuan pergerakan sendiri terbatas, tidak ditemukan adanya parese (-),
paralise (-), hemiparese (+), krepitasi (-), nyeri (+), bengkak (+), kekukan otot (-),
flasiditas (-), spastisitas (-). Uji kekuatan otot ekstremitas atas 5|5, ekstremitas
bawah 3|5, tidak ada deformitas tulang (-), peradangan (+), perlukaan (+), dan
patah tulang (-) dan Tulang belakang normal.
9. Pola Makan Dan Minum

Makan/minum Porsi

Sesudah sakit 2x sehari


Air mineral, nasi, laok

Sebelum sakit 3x sehari


Air mineral,nasi, sayur, laok

2.5 Riwayat Penyakit


1. Riwayat penyakit sekarang
Pada tgl 07 Maret 2021 pasien merasa nyeri dada sebelah kiri, pada saat itu
kaki pasien juga ada luka dan terasa nyeri dan keluarga takut kondisi pasien
semakin menurun maka keluarga memutuskan pada hari itu juga pasien langsung
dibawa ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus. Saat tiba di RS keluarga mengatakan
bahwa pasien tampak gelisah dan meringis kesakitan, sambil memegang daerah
kaki yang luka. GCS 3 (E1M1V1), Frekuensi nadi : 104x/m, TD= 120/90
mmHg, RR : 22x/m, S : 36,20C,
N= 104x/menit, Nafas tidak Teratur, adanya luka di daerah bagian kaki kanan
berukuran 3cm
2. Riwayat penyakit dahulu/ atau Riwayat Pengobatan
Keluarga klien mengatakan
Pasien mengatakan ada riwayat penyakit seperti, penyakit diabetes
melitus, pasien mengatakan tidak pernah dioperasi sebelumnya.
3. Riwayat AMPLE
A : Keluarga pasien mengatakan tidak ada alergi obat-obatan maupun
makanan.
M : Keluarga pasien mengatakan bahwa pasian tidak ada mengkonsumsi obat
P : Klien tidak pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya
L : Sebelum kejadian dan masuk rumah sakit pasien tidak
mengomsumsi obat-obatan
E : Klien mengeluh “Nyeri di bagian kaki kanannya”, nyeri terasa terutama
setelah berpindah posisi. Luka sejak 1 minggu yang lalu.
2.6 Terapi Medis

No Nama Terapi Dosis Cara Golongan Indikasi


Pemberian Obat

1 Ranitide 2x50 mg I.V Antibiotik


obat yang di gunakan untuk
menangani gejala asam
lambung berlebihan

2 Navoropid 3x4 SC Antipiretik Obat untuk menekan tingga;


gula darah berlebihan di
tubuh

3 Levemis 0-0-10ml SC Obat Obat yang mengandung


jantung insulin di indikasikan untuk
pengobatan diabetes militus
pada orang dewasa
4 Levemis 0-0-10ml SC Obat Obat yang mengandung
jantung insulin di indikasikan untuk
pengobatan diabetes militus
pada orang dewasa
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan
laboraturium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

Glukosa - sewaktu 264 mg/dl <200

HbsAg Negatif

WBC 14,53 [10^3/uL] 4,8-10,8

RBC 5.03 [10^6/uL] 4,2-5,4

HGB 14,3 [g/dL] 12-16

HCT 45,6 [%] 37-47


ANALISIS DATA

Data Subyektif Dan Data Obyektif Kemungkinan Penyebab Masalah


DS :
Pasien mengatakan nyeri pada daerah
telapak kaki sebelah kanan.
DO:
- P: Nyeri bertambah saat pasien Perubahan temperature kulit
menggerakan kakinya
- Q: Seperti ditusuk-tusuk
- R : Pada daerah kaki kanan
- S : Skala nyeri 6 Luka membusuk
Nyeri akut
- T : 1 - 2 menit (hilang timbul)
- Pasien tampak memegang Nyeri pada luka
daerah kaki.
- Pasien tampak gelisah dan
meringis sakit saat nyeri muncul Nyeri akut
- Hasil pemeriksaan vital sign TD:
120/90 mmHg, N: 104x/M, S:
36,20C, RR: 22x/menit. GDS =
264

Kegagalan relatif sel beta dan resistensi


insulin
DS :
Pasien mengatakan ada luka di telapak
kaki pada kaki sebelah kanan sejak 1 Neuropati perifer
minggu yang lalu.
DO :
Kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit
- Ada luka di eksteremitas bawah Gangguan
( telapak kaki kanan ) Integritas kulit
- Luka dengan panjang luka 3 c
Luka membusuk di telapak kaki kanan
- Luka tampak merah, bengkak,
adanya pus
- Hasil pemeriksaan vital sign TD:
120/90 mmHg, N: 104x/menit, Gangguan integritas kulit
S: 36,20C, RR: 22x/M. GDS =
264
Destruksi sel beta pulai langerhans akibat
proses auto imun
DS :
Pasien mengatakan nyeri pada telapak Pembuluh darah menyempit
kakinya
DO :
Menyebabkan kerusakan pada saraf
- luka tampak menghitam, merah, Risiko Infeksi
bengkak,
- Hasil pemeriksaan vital sign TD:
120/90 mmHg, N: 104x/M, S: Luka tampak menghitam, merah, bengkak,
36,20C, RR: 22x/M, Hasil GDS luka sudh sampai tulang dan
264mg/dl. GDS = 264 mengeluarkan nanah

Risiko infeksi
PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri Akut berhubungan dengan luka diabetik ditandai dengan Pasien
mengatakan nyeri pada daerah telapak kaki sebelah kanan.
P: Nyeri bertambah saat pasien menggerakan kakinya, Q: Seperti ditusuk-
tusuk, R : Pada daerah kaki kanan, S : Skala nyeri 6, T : 1 - 2 menit (hilang
timbul), Pasien tampak memegang daerah kaki.Pasien tampak gelisah dan
meringis sakit saat nyeri muncul.Hasil pemeriksaan vital sign TD: 120/90
mmHg, N: 104x/M, S: 36,20C, RR: 22x/M, Hasil GDS 264mg/dl.
2.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari
jaringan sekunder akibat tekanan, pencukuran dan gesekan ditandai
dengan Pasien mengatakan ada luka di telapak kaki pada kaki sebelah
kanan sejak 1 minggu yang lalu. Ada luka di eksteremitas bawah( telapak
kaki kanan ) ,Luka Ulkus dengan panjang luka 3 cm Hasil pemeriksaan vital
sign TD: 120/90 mmHg, N: 104x/M, S: 36,20C, RR: 22x/M, Hasil GDS
264mg/dl.
3. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan pemajangan ulkus diabetik
terhadap feses/drainase urine ditandai dengan Pasien mengatakan nyeri
pada telapak kakinya dan susah tidur luka tampak menghitam, merah,
bengkak, Hasil pemeriksaan vital sign TD: 120/90 mmHg, N: 104x/M, S:
36,20C, RR: 22x/M, Hasil GDS 264mg/dl
2.2.4 INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Nyeri Akut berhubungan Setelah diberikan Asuhan 1. Identifikasi lokasi, karateristik, 1. Mengetahui tingkat nyeri untuk
dengan luka ulkus pedis Keperawatan selama 1 x 7 durasi, frekuensi, kualitas, membantu menentukan
diabetik ditandai dengan jam diharapkan nyeri klien intensitas nyeri intervensi yang tepat
pasien tampak meringis. tetap kurang 2. Identifikasi skala nyeri 2. Mengatahui seberapa berat
nyeri
Kriteria Hasil : 3. Jelaskan strategi meredakan nyeri 3. Memberikan informasi cara
1. Melaporkan nyeri mengatasi nyeri
4. Anjurkan memonitor nyeri secara 4. Agar dapat mengendalikan
terkontrol meningkat
mendiri nyeri secara mandiri
5.
5. Ajarkan teknik nonfarmakologi 5. Mengurangi penggunaan obat-
2. Kemampuan
untuk mengurangi rasa nyeri obatan
mengenali onset nyeri
6. Kolaborasi pemberian 6. Mencegah nyeri dipersepsikan
meningkat 5.
analgetik, jika perlu
3. Kemampuan
mengenali penyebab
Nyeri meningkat 5.
4. Kemampuan
menggunakan teknik
non-farmakologi
meningkat 5.
Gangguan integritas kulit Setelah diberikan Asuhan 1. Identifikasi gangguan integritas kulit 1. Untuk mengetahui berbagai
berhubungan dengan Keperawatan selama 1 x 7 (mis. Perubahan sikulasi, perubahan masalah pada kulit
kerusakan mekanis dari jam diharapkan integritas status nutrisi, penurunan kelembaban,
jaringan sekunder akibat kulit klien tetap baik suhu lingkungan ekstrem , penurunan
tekanan ditandai dengan mobilitas)
luka membusuk sampai Kriteria Hasil : 2. Ubah posisi 2 jam jika tirah baring 2. Untuk memperlancar aliran darah
terlihat tulangnya 3. Untuk menjaga kelembaban kulit
1. Kerusakan jaringan 3. Gunakan produk petrolium atau
berkurang minyak pada kulit kering
2. Kerusakan lapisan kulit 4. Anjurkan minum air yang cukup 4. Agar tidak mengalami dehidrasi
berkurang 5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi 5. Untuk meningkatkan daya tahan
tubuh
3. Jaringan parut cukup 6. Kolaborasi dengan dokter untuk
berkurang pemberian analgetik 6. Untuk pemberian analgetik
Resiko infeksi Setelah diberikan Asuhan 1. Monitor tanda dan gejala local dan 1. Mengetahui adanya infeksi
berhubungan dengan Keperawatan selama 1 x 7 sistemik 2. Mencegah terjadinya infeksi oleh
ketidakadekuatan jam diharapkan infeksi pada 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah virus atau bakteri
pertahanan tubuh primer kaki klien berkurang
kontak dengan pasien dan lingkungan 3. Mengurangi resiko infeksi
(kerusakan integritas kulit)
ditandai dengan tampak Kriteria Hasil : pasien 4. Memberikan informasi tentang
terdapat pus pada luka 3. Pertahankan teknik aseptic pada tanda dan gejala dari infeksi
1. Kemerahan berkurang
klien. pasien berisiko tinggi 5. Supaya klien dapat menilai luka
2. Nyeri berkurang
3. Bengkak berkurang 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi secara mandiri
5. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka 6. Mempercepat kesembuhan luka
6. Anjurkan meningkatkan asupan 7. Mengurangi resiko dehidrasi pada
nutrisi klien
7. Anjurkan meningkatkan asupan 8. Meningkatkan imunitas klien
cairan
8. Kolaborasi pemberian imunitas, jika
Perlu
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi TTD


Jam Keperawatan
07 Maret 2021 Diagnosa 1 1. Mengidentifikasi lokasi, karateristik, S : klien mengatakan nyeri pada kakinya
Pukul 08.15 WIB durasi, frekuensi, kualitas, intensitas berkurang
nyeri O:
2. Mengidentifikasi skala nyeri - Tampak luka pada telapak kaki kanan
3. Menjelaskan stratergi meredakan nyeri klien
4. Menganjurkan memonitor nyeri secara - Klien tampak meringis kesakitan
mendiri - Klien tampak masih susah tidur Budi Prajaya
5. Mengajarkan teknik nonfarmakologi - Klien sudah bisa melakukan Teknik
untuk mengurangi rasa nyeri relaksasi nafas dalam
6. Berkolaborasi pemberian analgetik - A : Masalah nyeri akut
A : Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 1-6
07 Maret 2021 Diagnosa 2 1. Mengidentifikasi gangguan integritas S : Pasien mengatakan masih ada luka di
Pukul 08.30 WIB kulit (mis. Perubahan sikulasi, telapak kaki sebelah kanan.
perubahan status nutrisi, penurunan
kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, O :
penurunan mobilitas) - tampak luka di eksteremitas
2. Mengubah posisi 2 jam jika tirah bawah ( telapak kaki kanan ) Budi Prajaya
baring - Tampak luka Ulkus dengan panjang
3. Menghindari produk berbahan dasar luka 3 cm
alcohol pada kulit kering - Tampak terdapat jaringan nekrotik
4. Menganjurkan menggunakan - Luka tampak merah, adanya pus
pelembab (mis. Lotion, serum) - Hasil pemeriksaan vital sign
5. Menganjurkan minum air yang cukup TD: 120/90 mmHg,
6. Menganjurkan meningkatkan asupan N: 104x/m
nutrisi S: 36,20C
7. Menganjurkan menghindari terpapar
RR: 22x/M
suhu ekstrem

A : Masalah gangguan integritas kulit belum


teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1-8
07 Maret 2021 Diagnosa 3 1. Memonitor tanda dan gejala local dan S : Pasien mengatakan nyeri pada telapak
Pukul 08.45 WIB sistemik kakinya sudah berkurang dan sudah mulai bisa
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tidur.
kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien O:
3. Mempertahankan teknik aseptic pada Budi Prajaya
- Luka klien tampak merah
pasien berisiko tinggi
- Luka tampak bengkak ada nya pus
4. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
- Hasil pemeriksaan vital sign
5. Mengajarkan cara memeriksa kondisi
TD: 120/90
luka
mmHg
6. Menganjurkan meningkatkan asupan
N:104x/m
nutrisi
S: 36,20C
7. Menganjurkan meningkatkan asupan
RR: 22x/m
cairan

A : Masalah resiko infeksi belum teratasi


P : Lanjutkan intervensi 1-8
DAFTAR PUSTAKA

Dorlan, W.A. Newman. (2012) dalam Erlin Natalia (2016). Kamus Kedokteran Dorlan : Edisi
28. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Dorland WA, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. p. 702, 1003.
Sjamsuhidajat dan Wim De Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Vol 3. Jakarta: EGC.
Hidayah, A. (2012). Tingkat pengetahuan pasien diabetes mellitus tentang resiko terjadinya
ulkus kaki diabetes di poli klinik penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Pusat
H.Adam Malik Medan. (SKRIPSI).USU
Damayanti,S. (2015).Diabetes Mellitus & Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta:Nuha
Medika
Kurniawan, H, D., Yunir,E & Nugroho,P. (2015). Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan
dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik Di Rumah Sakit Di Jakarta.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Vol 2 No 1
PPNI.Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.(SDKI).
Jakarta PPNI.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.(SIKI).
Jakarta PPNI.Standar Luaran Keperawatan Indonesia.(SLKI).
Jakarta
DIABETES MELITUS TIPE
Restyana Noor Fatimah
Medical Faculty, Lampung University

Abstract

Type 2 Diabetes Mellitus is a metabolic disorder that is marked by the rise in blood sugar due to a decrease in
insulin secretion by pancreatic beta cells and insulin function ordisorder (insulin resistance). Results Health
Researchin 2008, showed the incidence of diabetes mellitus in Indonesia reached 57%, while the incidence in
type 2 diabetes mellitus World is 95%. Risk factors of diabetes mellitus type 2, namely age, gender, obesity,
hypertension, genetics, diet, smoking, alcohol, lack ofactivity, waist circumference, . Treatment done by the use
of oral medication hyperglycemia and insulin as well as life style modification storeduce the incidence and
microvascular and macrovascular complications of diabetes mellitus type 2.

Keywords: Definition, diabetes mellitus type 2, risk factors, treatment

Abstrak

Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat
penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin). Hasil Riset
Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan angka kejadian Diabetes Melitus di Indonesia mencapai 57%
sedangkan kejadian di Dunia diabetes melitus tipe 2 adalah 95%. Faktor resiko dari Diabetes melitus tipe 2
yaitu usia, jenis kelamin,obesitas,hipertensi, genetik,makanan,merokok,alkohol,kurang aktivitas,lingkar perut,

.Penatalaksanaan dilakukan dengan cara penggunaan obat oral hiperglikemi dan insulin serta modifikasi gaya
hidup untuk mengurangi kejadian dan komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular dari Diabetes melitus
tipe 2 .

Kata kunci : Definisi, diabetes Melitus tipe 2, faktor resiko, penatalaksanaan

Korespondensi : Restyana Noor Fatimah | restyananoorfatimah@gmail.com

Pendahuluan ketujuh di dunia sedangkan tahun 2012 angka


Diabetes Melitus adalahpenyakit kejadian diabetes me litus didunia adalah
yang ditandai dengan terjadinya sebanyak 371 juta jiwa dimana proporsi
hiperglikemia dan gangguan metabolisme kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95%
karbohidrat, lemak, dan protein yang dari populasi dunia yang menderita diabetes
dihubungkan dengan kekurangan secara mellitus. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada
absolut atau relatif dari kerja dan atau tahun 2008, menunjukan prevalensi DM di
sekresi insulin.Gejala yang dikeluhkan
Indonesia membesar sampai 57%.
pada penderita Diabetes Melitus yaitu
polidipsia,poliuria,polifagia,penurunan Tingginya
berat badan,kesemutan.2 prevalensi Diabetes Melitus tipe 2disebabkan
International oleh faktor risiko yang tidak dapat berubah
misalnya jenis kelamin, umur, dan faktor
Diabetes Federation(IDF) menyebutkan genetik yang kedua adalah faktor risiko yang
bahwa prevalensiDiabetes Melitus di dapat diubah misalnya kebiasaan merokok
dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan tingkat
DM sebagai penyebab kematian urutan
pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, Indeks Masa Tubuh, lingkar pinggang dan
kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, umur.4,8Diabetes Mellitus disebut dengan the silent
killer karena penyakit ini dapat mengenai pankreas dan atau ganguan fungsi insulin
semua organ tubuh dan menimbulkan (resistensi insulin).3
berbagai macam keluhan. Penyakit yang akan
ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan Prevalensi Diabetes Melitus Tipe 2
mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal,
impotensi seksual, luka sulit sembuh dan Kejadian DM Tipe 2 pada wanita
membusuk/gangren, infeksi paru-paru, lebih tinggi daripada laki-laki.Wanita lebih
gangguan pembuluh darah, stroke dan berisiko mengidap diabetes karena secara
sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang fisik wanita memiliki peluang peningkatan
sudah parah menjalani amputasi anggota indeks masa tubuh yang lebih besar. Hasil
tubuh karena terjadi
Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008,
menunjukan prevalensi DM di Indonesia
pembusukan.Untuk menurunkan kejadian dan
membesar sampai 57%, pada tahun 2012
keparahan dari Diabetes Melitus tipe 2 maka angka kejadian diabetes melitus didunia
dilakukan pencegahan seperti modifikasi gaya adalah sebanyak 371 juta jiwa, dimana
hidup dan pengobatan seperti obat oral proporsi kejadiandiabetes melitus tipe 2
hiperglikemik dan insulin .3DISKUSI adalah 95% dari populasi dunia yang
menderita diabetesmellitus dan hanya 5%
Definisi Diabetes Melitus Tipe 2 dari jumlah tersebut menderita diabetes
mellitus tipe 1. 1,4
Diabetes mellitus adalalah
gangguan metabolisme yang secara Patogenesis
genetik dan klinis termasuk heterogen
dengan manifestasi berupa hilangnya Diabetes melitus merupakan penyakit
toleransi karbohidrat, jika telah yang disebabkan oleh adanya kekurangan
berkembang penuh secara klinis maka insulin secara relatif maupun
diabetes mellitus ditandai dengan absolut.Defisiensi insulin dapat terjadi
hiperglikemia puasa dan postprandial, melalui 3 jalan, yaitu:
aterosklerosis dan penyakit vaskular a. Rusaknya sel-sel B pankreas
mikroangiopati.1,7 karena pengaruh dari luar
Diabetes Mellitus Tipe 2 (virus,zat kimia,dll)
merupakan penyakit hiperglikemi akibat b. Desensitasi atau penurunan
insensivitas sel terhadap insulin. Kadar reseptor glukosa pada
insulin mungkin sedikitmenurun atau kelenjar pankreas
berada dalam rentang normal. Karena c. Desensitasi atau kerusakan
insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta reseptor insulin di jaringan
pankreas, maka diabetes mellitus tipe II perifer.2
dianggap sebagai non insulin dependent
diabetes mellitus.6,9 Patofisologi
Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah
penyakit gangguan metabolik yang di Dalam patofisiologi DM tipe 2
tandai oleh kenaikan gula darah akibat terdapat beberapa keadaan yang berperan
penurunan sekresi insulin oleh sel beta yaitu :
1. Resistensi insulin
2. Disfungsi sel B pancreas
Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan penuaan.Pada penderita diabetes melitus tipe 2
oleh kurangnya sekresi insulin, namun dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang
karena sel sel sasaran insulin gagal atau berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-
tidak mampu merespon insulin secara sel B langerhans secara autoimun seperti diabetes
normal.Keadaan ini lazim disebut sebagai melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada
“resistensi insulin”.1,8 Resistensi penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat
insulinbanyak terjadi akibat dari obesitas relatif dan tidak absolut.4,5
dan kurang nya aktivitas fisik serta Pada awal perkembangan diabetes
melitus tipe 2, sel B menunjukan gangguan
badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat
pada sekresi insulin fase pertama,artinya
pernah menderita DM gestasional dan
sekresi insulin gagal mengkompensasi
riwayat lahir dengan beratbadan rendah
resistensi insulin. Apabila tidak ditangani
(<2,5 kg).1,9 Faktor risiko yang
dengan baik,pada perkembangan
dapatdiubah meliputi obesitas
selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel
berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar
B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas
perut ≥80 cm pada wanita dan ≥90 cm
akan terjadi secara progresif seringkali
pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik,
akan menyebabkan defisiensi
hipertensi, dislipidemi dan diet tidak
insulin,sehingga akhirnya penderita
sehat.11
memerlukan insulin eksogen. Pada
penderita diabetes melitus tipe 2 memang
Faktor lain yang terkait dengan
umumnya ditemukan kedua faktor
risiko diabetes adalah penderita polycystic
tersebut, yaitu resistensi insulin dan
ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom
defisiensi insulin.
metabolikmemiliki riwatyat toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa
Faktor resiko darah puasa terganggu (GDPT)
sebelumnya, memiliki riwayat penyakit
Peningkatan jumlah penderita DM kardiovaskuler seperti stroke, PJK, atau
yang sebagian besar DM tipe 2, berkaitan peripheral rrterial Diseases (PAD),
dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko konsumsi alkohol,faktor stres, kebiasaan
yang tidak dapat diubah, faktor risiko yang merokok, jenis kelamin,konsumsi kopi dan
dapat diubah dan faktor lain. Menurut kafein.2,4,5
American DiabetesAssociation (ADA) 1. Obesitas (kegemukan)
bahwa DM berkaitan dengan faktor risiko Terdapat korelasi bermakna antara
yang tidak dapat diubah meliputiriwayat obesitas dengan kadar glukosa darah,
keluarga dengan DM (first degree pada derajat kegemukan dengan IMT >
relative), umur ≥45 tahun, etnik, 23 dapat menyebabkan peningkatan
riwayatmelahirkan bayi dengan berat kadar glukosa darah menjadi 200mg%.
1,2

2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada
hipertensi berhubungan erat dengan
tidak tepatnya penyimpanan garam dan
air, atau meningkatnya tekanan dari
dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh
darah perifer.
3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Seorang yang menderita Diabetes
Mellitus diduga mempunyai gen
diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes
merupakan gen resesif. Hanya orang
yang bersifat homozigot dengan gen
resesif tersebut yang menderita
Diabetes Mellitus.
4. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan Diabetes.
kenaikan kadar lemak darah 5. Umur
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak
hubungan antara kenaikan plasma terkena Diabetes Mellitus adalah > 45 tahun.
insulin dengan rendahnya HDL (< 35 6. Riwayat persalinan
mg/dl) sering didapat pada pasien Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi
cacat atau berat badan bayi > 4000gram
ml wine atau 720 ml.
6. Faktor Genetik Faktor resiko penyakit tidak menular,
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis termasuk DM Tipe 2, dibedakan
dan berbagai faktor mental Penyakit ini menjadi dua. Yang pertama adalah
sudah lama dianggap berhubungan faktor risiko yang tidak dapat berubah
dengan agregasi familial. Risiko misalnya umur, faktor genetik, pola
emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 makan yang tidak seimbang jenis
akan meningkat dua sampai enam kali kelamin, status perkawinan, tingkat
lipat jika orang tua atau saudara pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik,
kandung mengalami penyakitini. kebiasaan merokok, konsumsi alkohol,
7. Alkohol dan Rokok Indeks Masa Tubuh. 2,5
Perubahan-perubahan dalam gaya hidup
berhubungan dengan Gejala klinis
peningkatan frekuensi DM tipe 2.
Gejala diabetes melitus dibedakan
Walaupun kebanyakan peningkatan ini
menjadi akut dan kronik
dihubungkan dengan peningkatan
obesitas dan pengurangan ketidak Gejala akut diabetes melitus yaitu
: Poliphagia (banyak makan)
aktifan fisik, faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan perubahan dari polidipsia (banyak minum),
lingkungan tradisional kelingkungan Poliuria (banyak kencing/sering kencing di
kebarat- baratan yang meliputi malam hari), nafsu makan bertambah
perubahan-perubahan dalam konsumsi namu berat badan turun dengan cepat (5-
alkohol dan rokok, juga berperan 10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah
dalam peningkatan DM tipe 2. Alkohol lelah.
akan menganggu metabolisme gula
darah terutama pada penderita DM, Gejala kronik diabetes melitus
sehingga akan mempersulit regulasi yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau
gula darah dan meningkatkan tekanan seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di
darah. Seseorang akan meningkat kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk,
tekanan darah apabila mengkonsumsi pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah
etil alkohol lebih dari 60ml/hari yang dan mudah lepas, kemampuan seksual
setara dengan 100 ml proof wiski, 240 menurun bahkan pada pria bisa terjadi
impotensi, pada ibu hamil sering terjadi
keguguran atau kematian janin dalam
kandungan atau dengan bayi berat lahir
lebih dari 4kg.

Diagnosis
Keluhan dan gejala yang khas
ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah
sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa
>126 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Untuk
diagnosis DM dan gangguan toleransi
glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2
jam setelah beban glukosa. Sekurang-
kurangnya diperlukan kadar glukosa darah ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat .
2 kali abnormal untuk konfirmasi Ada perbedaan antara uji diagnostik DM
diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala
abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan
pada keadaan khas hiperglikemia dengan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak
dekompensasi metabolik akut, seperti bergejala, tetapi punya resiko DM (usia > 45
tahun, berat badan lebih, hipertensi, mikroangiopati, makroangiopati dan
riwayat keluarga DM, riwayat abortus neuropati.
berulang, melahirkan bayi > 4000 gr, Tujuan akhir pengelolaan adalah
kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
trigliserida ≥ 250 mg/dl). Uji diagnostik Untuk mencapai tujuan tersebut perlu
dilakukan pada mereka yang positif uji dilakukan pengendalian glukosa darah,
penyaring.11 tekanan darah, berat badan dan profil
Pemeriksaan penyaring dapat lipid,melalui pengelolaan pasien secara
dilakukan melalui pemeriksaan kadar holistik dengan mengajarkan perawatan
glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa mandiri dan perubahan perilaku.
darah puasa, kemudian dapat diikuti
dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) 1. Diet
standar Prinsip pengaturan makan pada
penyandang diabetes hampir sama
Penatalaksanaan iabetes mellitus dengan anjuran makan untuk
Prinsip penatalaksanaan diabates masyarakat umum yaitu makanan yang
melitus secara umum ada lima sesuai seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
dengan Konsensus Pengelolaan DM di kalori dan zat gizi masing- masing
Indonesia tahun 2006 adalah untuk individu. Pada penyandang diabetes
meningkatkan kualitas hidup pasien DM. perlu ditekankan pentingnya keteraturan
Tujuan Penatalaksanaan DM makan dalam hal jadwal makan, jenis
adalah :2 dan jumlah makanan, terutama pada
Jangka pendek : hilangnya keluhan mereka yang menggunakan obat
dan tanda DM, mempertahankan rasa penurun glukosa darah atau insulin.
nyaman dan tercapainya target Standar yang dianjurkan adalah
pengendalian glukosa darah. makanan dengan komposisi yang
Jangka panjang: tercegah dan seimbang dalam hal karbohidrat 60-
terhambatnya progresivitas penyulit 70%, lemak 20-25% danprotein 10-
15%. Untuk menentukan status gizi,
dihitung dengan BMI (Body Mass
Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT)
atau Body Mass Index (BMI)
merupupakan alat atau cara yang
sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa, khususnya yang
berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan. Untuk
mengetahui nilai IMT ini, dapat
dihitung dengan rumus
berikut:
BeratBadan (Kg)
IMT =---------------------------------------------
---
Tinggi Badan (m)Xtinggi Badan (m)

2. Exercise (latihan fisik/olahraga)


Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 raga ringan jalan kaki biasa selama 30
kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit.
menit, yang sifatnya sesuai dengan Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang
Continous, Rhythmical, Interval, gerak atau bermalasmalasan.
Progresive, Endurance (CRIPE).
Training sesuai dengan kemampuan 3. Pendidikan Kesehatan
pasien. Sebagai contoh adalah olah Pendidikan kesehatan sangat penting dalam
pengelolaan. Pendidikan kesehatan
pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang
pencegahan primer harus diberikan
yang gagal dikendalikan dengan
kepada kelompok masyarakat resiko
pengaturan asupan energi dan
tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder
karbohidrat serta olah raga. Obat
diberikan kepada kelompok pasien
golongan ini ditambahkan bila setelah
DM. Sedangkan pendidikan kesehatan
4-8 minggu upaya diet dan olah raga
untuk pencegahan tersier diberikan
dilakukan, kadar gula darah tetap di atas
kepada pasien yang sudah mengidap
200 mg% dan HbA1c di atas 8%. Jadi
DM dengan penyulit menahun.
obat ini bukan menggantikan upaya
diet, melainkan membantunya.
4. Obat : oral hipoglikemik, insulin Pemilihan obat antidiabetik oral yang
Jika pasien telah melakukan tepat sangat menentukan keberhasilan
pengaturan makan dan latihan fisik terapi diabetes. Pemilihan terapi
tetapi tidak berhasil mengendalikan menggunakan antidiabetik oral dapat
kadar gula darah maka dilakukan dengan satu jenis obat atau
dipertimbangkan pemakaian obat kombinasi. Pemilihan dan penentuan
hipoglikemik regimen antidiabetik oral yang
digunakan harus mempertimbangkan
tingkat keparahan penyakit DM serta
Obat – Obat Diabetes Melitus kondisi kesehatan pasien secara umum
termasuk penyakit-penyakit lain dan
a. Antidiabetik oral komplikasi yang ada. Dalam hal ini
Penatalaksanaan pasien DM dilakukan obat hipoglikemik oral adalah termasuk
dengan menormalkan kadar gula darah golongan sulfonilurea, biguanid,
dan mencegah komplikasi. Lebih inhibitor alfa glukosidase dan insulin
khusus lagi dengan menghilangkan sensitizing.3
gejala,optimalisasi parameter
metabolik, dan mengontrol berat badan. b. Insulin
Bagi pasien DM tipe 1 penggunaan Insulin merupakan protein kecil dengan
insulin adalah terapi utama. Indikasi berat molekul 5808 pada manusia.
antidiabetik oral terutama ditujukan Insulin mengandung 51 asam amino
untuk penanganan yang tersusun dalam dua rantai yang
dihubungkan dengan jembatan
disulfide, terdapat perbedaan asam
amino kedua rantai tersebut. Untuk
pasien yang tidak terkontrol dengan diet
atau pemberian hipoglikemik oral,
kombinasi insulin dan obat-obat lain
bisa sangat efektif. Insulin kadangkala
dijadikan pilihan sementara, misalnya
selama kehamilan. Namun pada pasien
DM tipe 2 yang memburuk,
penggantian insulin total menjadi
kebutuhan. Insulin merupakan hormon
yang mempengaruhi metabolisme
karbohidrat maupun metabolisme
protein dan lemak. Fungsi insulin antara menstimulasi pembentukan protein dan lemak
lain menaikkan pengambilan glukosa ke dari glukosa.
dalam sel–sel sebagian besar jaringan,
menaikkan penguraian glukosa secara
oksidatif, menaikkan pembentukan Komplikasi diabetes melitus
glikogen dalam hati dan otot serta
mencegah penguraian glikogen,
Diabetes yang tidak terkontrol dengan
baik akan menimbulkan komplikasi akut
penyakit jantung koroner (PJK),
dan kronis. Menurut PERKENI
gagal jantung kongetif, dan stroke.
komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua
- Komplikasi mikrovaskuler,
kategori, yaitu :5,11
komplikasi mikrovaskuler terutama
terjadi pada penderita DM tipe 1
a. Komplikasi akut
seperti nefropati, diabetik
- Hipoglikemia, adalah kadar glukosa
retinopati (kebutaan), neuropati,
darah seseorang di bawahnilai
dan amputasi
normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia
lebih sering terjadi pada penderita
DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2
kali per minggu, Kadar gula darah
Pencegahan
yang terlalu rendah menyebabkan
sel-sel otak tidak mendapat Pencegahan penyakit diabetes melitus
pasokan energi sehingga tidak dibagi menjadi empat bagian yaitu7:
berfungsi bahkan dapat
mengalami kerusakan. Pencegahan Premordial
- Hiperglikemia, hiperglikemia
Pencegahan premodial adalah
adalah apabila kadar gula darah upaya untuk memberikan kondisi pada
meningkat secara tiba-tiba, dapat masyarakat yang memungkinkan
berkembang menjadi keadaan penyakit tidak mendapat dukungan dari
metabolisme yang berbahaya, kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko
antara lain ketoasidosis diabetik, lainnya. Prakondisi ini harus diciptakan
Koma Hiperosmoler Non Ketotik dengan multimitra. Pencegahan
(KHNK) dan kemolakto asidosis. premodial pada penyakit DM misalnya
b. Komplikasi Kronis adalah menciptakan prakondisi
- Komplikasi makrovaskuler, sehingga masyarakat merasa bahwa
komplikasi makrovaskuler konsumsi makan kebarat-baratan adalah
yangumum berkembang pada suatu pola makan yang kurang baik, pola
penderita DM adalah trombosit hidup santai atau kurang aktivitas, dan
otak (pembekuan darah pada obesitas adalah kurang baik bagi
sebagian otak), kesehatan.
mengalami
Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah


upaya yang ditujukan pada orang- orang
yang termasuk kelompok risiko
tinggi, yaitu mereka yang belum
menderita DM, tetapi berpotensi untuk
menderita DM diantaranya :
a. Kelompok usia tua (>45tahun)
b. Kegemukan (BB(kg)>120% BB
idaman atau IMT>27 (kglm2))
c. Tekanan darah tinggi (>140i90mmHg)
d. Riwayat keiuarga DM
e. Riwayat kehamilan dengan BB bayi
lahir > 4000 gr.
f. Disiipidemia (HvL<35mg/dl dan atau
Trigliserida>250mg/dl). tergangu (GDPT)
g. Pernah TGT atau glukosa darah puasa
Untuk pencegahan primer harus dikenai
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
timbulnya DM dan upaya SIMPULAN
untuk menghilangkan faktor-faktor
tersebut. Oleh karena sangat penting Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe
dalam pencegahan ini. Sejak dini 2) adalah penyakit gangguan metabolik
hendaknya telah ditanamkan yang di tandai oleh kenaikan gula darah
pengertian tentang pentingnya kegiatan akibat penurunan sekresi insulin oleh sel
jasmani teratur, pola dan jenis beta pankreas dan atau ganguan fungsi
makanan yang sehat menjaga badan insulin yang terjadi melalui 3 cara yaitu
agar tidak terlalu gemuk:, dan risiko rusaknya sel-sel B pankreas karena
merokok bagi kesehatan. pengaruh dari luar (virus,zat kimia,dll),
penurunan reseptor glukosa pada kelenjar
Pencegahan Sekunder pankreas, atau kerusakan reseptor insulin
di jaringan perifer. Penderita diabetes
Pencegahan sekunder adalah melitus biasanya mengeluhkan gejala khas
upaya mencegah atau menghambat seperti poliphagia (banyak makan),
timbulnya penyulit dengan tindakan polidipsia (banyak minum), poliuria
deteksi dini dan memberikan (banyak kencing/sering kencing di malam
pengobatan sejak awal penyakit. Dalam hari) nafsu makan bertambah namun berat
pengelolaan pasien DM, sejak awal badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam
sudah harus diwaspadai dan sedapat waktu 2-4 minggu) mudah lelah, dan
mungkin dicegah kesemutan. Kejadian DM Tipe 2 lebih
kemungkinan terjadinya penyulit banyak terjadi pada wanita sebab wanita
menahun. Pilar utama pengelolaan DM memiliki peluang peningkatan indeks masa
meliputi: tubuh yang lebih besar. Berdasarkan hasil
a. penyuluhan Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008
b. perencanaan makanan prevalensi DM di Indonesia membesar
hingga 57%. Peningkatan Kejadian
c. latihan jasmani
Diabetes Melitus tipe 2 di timbulkan oleh
d. obat berkhasiat hipoglikemik.
faktor faktor seperti riwayat diabetes
melitus dalam keluarga, umur, Obesitas,
Pencegahan Tersier tekanan darah tinggi, dyslipidemia,
toleransi glukosa terganggu, kurang
Pencegahan tersier adalah upaya aktivitas, riwayat DM pada kehamilan.
mencegah terjadinya kecacatan lebih Untuk menegakkan diagnosis
lanjut dan merehabilitasi pasien sedini Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu
mungkin, sebelum kecacatan tersebut ditemukan keluhan dan gejala yang khas
menetap. Pelayanan kesehatan yang dengan hasil pemeriksaan glukosa darah
holistik dan terintegrasi antar disiplin sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa
terkait sangat diperlukan, terutama >126 mg/dl. Penatalaksanaan Diabetes
dirumah sakit rujukan, misalnya para Melitus dapat dilakukan dengan pemilihan
ahli sesama disiplin ilmu seperti ahli obat oral hiperglikemik dan insulin serta
penyakit jantung, mata, rehabilitasi modifikasi gaya hidup seperti diet , dan
medis, gizi dan lain-lain.3,6 olahraga teratur untuk menghindari
komplikasi seperti ketoasidosis diabetik,
koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK)
dan kemolakto asidosis, penyakit jantung
koroner,gagal jantung kongetif, stroke,
nefropati, diabetik retinopati (kebutaan),
neuropati, dan ulkus diabetikum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bennett,P.EpidemiologyofType2DiabetesMi llitus.InLeRoithet.al,
DiabetesMillitusaFundamentalandClinical Text.Philadelphia:LippincottWilliam&Wilkin
s.2008;43(1):544-7.
2. Buraerah, Hakim. Analisis Faktor Risiko Diabetes Melitus tipe 2 di Puskesmas Tanrutedong,
Sidenreg Rappan,. Jurnal Ilmiah Nasional;2010 [cited 2010 feb 17]. Available from
:http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID= 61&src=a&id=186192

3. Departemen Kesehatan. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Melitus. 2005.


4. Harding, Anne Helen et al. Dietary Fat adn Risk of Clinic Type Diabetes. A,erican Journal of
Epidemiology.2003;15(1);150-9.
5. Hastuti, Rini Tri. Faktor-faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita Diabetes Melitus Studi Kasus
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta [dissertation]. Universitas Diponegoro (Semarang). 2008.
6. Slamet S. Diet pada diabetes Dalam Noer dkk.Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi
III.Jakarta: Balai Penerbit FK-ill;2008.
7. Sujaya, I Nyoman. “Pola Konsumsi Makanan Tradisional Bali sebagai Faktor Risiko Diabetes
Melitus Tipe 2 di Tabanan.” Jurnal Skala Husada”. 2009;6(1);75-81.
8. Teixeria L. Regular physical exercise training assists in preventing type 2 diabetes development:
focus on its antioxidant and anti-inflammantory properties. Biomed Central Cardiovascular
Diabetology.2011; 10(2);1-15.
9. Wild S , Roglic G, GreenA, Sicree R, king H.Global prevalence of diabetes: estimates for the year
2000 and projections for 2030. Diabetic care. 2004;27(3);1047-53.
10. Yaturu, S. Obesity and type 2 diabetes. Journal of DiabetesMellitus. 2011; 1(4);10-6.
11. Waspadji S. Kaki diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
SATUAN ACARA PENYULUHAN

PENYULUHAN KESEHATAN PADA KELUARGA DENGAN


DIABETES MELITUS DI RUANG IGD RSUD
DR. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

OLEH :

Budi Prajaya

(2020-01-14901-011)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA


RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN PROGRAM STUDI NERS
TAHUN 2020/2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Diet


pada Diabetes mellitus Sasaran : Pasien
dan Keluarga Pasien
Waktu : 30 menit
Hari/Tanggal :
Tempat :
Penyuluh :

A. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan, diharapkan klien dan keluarga mampu
memahami tentang Diet pada Diabetes Melitus

B. Tujuan Intruksional Khusus ( T I K )

Setelah diberi penyuluhan selama 15 menit, diharapkan klien dan keluarga


dapat :

1. Pengertian Diabetes Melitus


2. Pola makan pada Diabetes Melitus
3. Tujuan diet Diabetes Melitus
4. Syarat diet Diabetes Melitus
5. Penentuan jumlah kalori Diabetes Melitus
6. Perhitungan Kebutuhan Karbohidrat, Lemak, dan Protein untuk penderita
Diabetes Mellitus
7. Jenis diet Diabetes Melitus
8. Daftar bahan makanan penukar
C. Kegiatan Pembelajaran
1. Materi : Terlampir
2. Metode : Ceramah dan diskusi
3. Media : leaflet, alat tulis, lembar balik
D. Kegiatan Penyuluhan
No Kegiatan Penyuluh Respon Peserta Waktu
1 Pembukaan Menjawab salam 5 menit
a. Memberi salam Memberi salam
b. Memberi pertanyaan apersepsi Menyimak
c. Menjelaskan tujuan penyuluhan
d. Menyebutkan
materi/pokok bahasan
yang
akan disampaikan
2 Pelaksanaan 20 menit
a. Memberikan penyuluhan Memperhatikan
tentang diet pada Diabetes
Militus Mengemukakan
b. Menggali persepsi pendapat
peserta/ masyarakat Mengemukakan
c. Membuka pertanyaan/ pendapat
diskusi dengan
masyarakat Mendengarkan
d. Memberikan reinforcement
kepada peserta yang bertanya Mendengarkan
e. Menjawab pertanyaan
peserta/ masyarakat
Penutup : Menyimak dan 5 menit
a. Menyimpulkan Mendengarkan
materi penyuluhan Menjawab
yang telah Menjawab salam
disampaikan
b. Menyampaikan terima kasih
U atas perhatian dan waktu yang
a telah di berikan kepada
peserta
c. Mengucapkan salam
s
E. Evaluasi
 Evaluasi Proses
Pasien mendengarkan dan memperhatikan penjelasan dari penyaji tentang Diabetes
Melitus
 Evaluasi Hasil
Pasien mampu menjelaskan kembali pengertian Diabetes Melitus, tu Pola makan
pada Diabetes Melitus, Tujuan diet Diabetes Melitus, Syarat diet Diabetes Melitus,
Penentuan jumlah kalori Diabetes Melitus, Perhitungan Kebutuhan Karbohidrat,
Lemak, dan Protein untuk penderita Diabetes Mellitus, Jenis diet Diabetes Melitus,
Daftar bahan makanan penukar

F. Referensi
ADA 2012. Standards of Medical Care in Diabetes-2012.

PERKENI 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 di Indonesia.

Soegondo S., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Insulin : Farmakoterapi


pada Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus Tipe 2, Jilid III, Edisi 4,
Jakarta: FK UI pp. 1884.

Waspadji S., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Kaki Diabetes, Jilid III, Edisi 4,
Jakarta: FK UI pp. 1961-62.

Purnamasari D. 2009. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam:


Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing

Almatsier, Sunita. 2013. Penuntun Diet. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


LEAFLET
Gizi adalah zat-zat penting Anjuran konsumsi bagi Jadwal Makanan
dalam makanan yang
diabetes: 10-15 % Bagi penderita diabetes
berhubungan dengan kesehatan
tubuh. 3. Lemak dianjurkan lebih sering dengan
porsi sedang. Di samping jadwal
Berguna untuk :
makan utama pagi, siang dan
 Memberikan energi
malam dianjurkan porsi
sumber lemak: kacang- makanan ringan diantara waktu
kacangan, minyak, susu tersebut (selang waktu sekitar 3
jam).
Jenis Makanan
Zat-zat gizi penting Makanan yang perlu dibatasi:
1. Karbohidrat Makanan berkalori dan
Digunakan untuk:
Anjuran konsumsi bagi penderita berlemak tinggi, misal:
 Memenuhi kebutuhan energi Nasi, daging berlemak, jeroan,
diabetes : 20-25 %
tubuh pembentukan sel-sel kuning telur, es krim, sosis, cake,
Prinsip pengelolaan makanan bagi cokelat, dendeng, makanan
baru diabetes
gorengan.
 Sumber: beras, umbi-umbian, Pola 3 J
Jumlah Kalori
kentang , jagung, roti dll.
Bagi penderita yang tidak
Anjuran konsumsi bagi penderita mempunyai masalah BB: BB x
diabetes : 60-70 % 30 Bagi yang menjalankan olah
2. Protein raga ditambah sekitar 300-an
Diperlukan untuk : kalori.
 Penunjang pertumbuhan
 Pengaturan proses tubuh
Makanan yang dianjurkan : Contoh Menu Sehari
Makanan dengan karbohidrat
Waktu Menu
berserat, misal : Pagi Nasi
kacang-kacangan, sayuran, buah Telur dadar
segar, seperti : pepaya, Tumis kacang panjang
kedondong, apel, tomat, salak, Pisang rebus
semangka, dll. Sedangkan buah- Selingan Nasi
buahan yang terlalu manis tidak Siang Pepes ikan
Tumis kacang merah
dianjurkan, seperti: sawo, jeruk,
Sayur asam
nanas, rambutan, durian, nangka, Pepaya
anggur, dll. Pisang
Nasi
Selingan Semur ayam
Malam Tahu goreng
Sup bayam
Lalap ketimun
Anjuran bagi penderita DM , sambel
Makanlah secara teratur, sesuai Papaya
dengna ukuran porsi makanan.
Atur penggunaan makanan
sumber karbohidrat komplek
Makanlah aneka ragam sayuran
sebanyak-banyaknya
Laksanakan diet dengan disiplin
GAYA HIDUP DAN POLA MAKAN
MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN PENYAKIT

Anda mungkin juga menyukai