Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

TRAUMA ABDOMEN

Oleh

HAMIDATUN ANISA’

P17211173015

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MALANG
April, 2020
TRAUMA ABDOMEN

I. DEFINISI
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
(Dorland, 2002).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang
dari 44 tahun. Penyalahgunaan alcohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada
trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imunologi, dan gangguan faal berbagai organ (Sjamsuhidayat,1998).
II. ETIOLOGI
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak
diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan,
deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma
ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma
abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit
menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
a.       Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka
tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan,
kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan,
deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman.
b.       Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka
tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.
III. KLASIFIKASI
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari:
1. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non penetrasi. Pada kontusio dinding abdomen tidak
terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau
penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi
Terjadi karena luka penetrasi dan jika luka pada dinding abdomen yang
menembus rongga abdomen harus di eksplorasi. Trauma abdomen yang
menyebabkan kerusakan pada organ abdomen dapat menyebabkan perubahan
fisiologis sehingga menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme, kelainan
imunologi, dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen (Suddarth & Brunnerr, 2002) terdiri dari:
a. Perforasi organ visceral intra peritoneum
Cedera pada isi abdomen yang mungkin disertai dengan adanya bukti cedera
pada dinding abdomen
b. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen.
c. Cedera thorax abdomen
Setiap luka pada thorax kemungkinan dapat menembus sayap kiri diafragma
atau sayapa kanan dan hati hatus dieksplorasi.
IV. TANDA DAN GEJALA
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
a.    Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri
lepas.
b.    Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan
oleh iritasi.
c.     Cairan atau udara dibawah diafragma
d.    Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda
ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
e.     Mual dan muntah
f.     Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
g.    Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock
hemoragi.
V. PATOFISIOLOGI
Suatu kekuatan eksternal jika dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga, dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor-faktor
fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi
berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh.
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan
tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari
permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga bergantung pada
elastisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan
untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan
jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh
menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut. Beratnya trauma yang
terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati
ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya
trauma adalah posisi tubuh relative terhadap permukaan benturan. Hal ini dapat
terjadi cedera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme:
1. Meningkatnya tekanan intra yang abdominal yang mendadak dan hebat oleh
gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya
tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya rupture dari organ padat maupun
organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrata atau struktur tulang dinding thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya
robek pada organ dan pedikel vaskuler.
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memeriksa trauma
abdomen dan untuk menegakkan diagnosis terkait dengan trauma abdomen yaitu:
1.    Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2.    Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit
yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya
perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang
meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi
usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada
hepar.
3.    Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4.    Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine
yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5.    VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma
pada ginjal.
6.    Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut.
Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada
keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
a. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
 Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
 Trauma pada bagian bawah dada
 Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran
 Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)
 Patah tulang pelvis
b. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut
 Hamil
 Pernah operasi abdomen
7. USG dan CT scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
VII. PENATALAKSANAAN
A. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi)
sesuai   indikasi.
2. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan;  gerakkan dapat
menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan
menimbulkan hemoragi masif.
a. Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
b. Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
c. Gunting baju dari luk.
d. Hitung jumlah luka.
e. Tentukan lokasi luka.
4. Kaji tanda dan gejala hemoragi.
5. Kontrol perdarahan dan pertahankan volume darah sampai pembedahan
dilakukan.
6. Aspirasi lambung dengan NGT.
7. Pasang kateter untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau
keluaran urine.
8. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan
darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, atau hematuria
B. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan
trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free
air, evisceration) harus segera dilakukan pembedahan
a.       Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative
berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
b.       Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
c.       Pemberian O2 sesuai indikasi
d.       Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
e.       Trauma penetrasi : Dilakukan tindakan pembedahan di bawah indikasi
tersebut di atas. Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman
penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal. Luka tikaman dapat dieksplorasi secara
lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk menunjukkan gangguan peritoneal ; jika
peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan dikeluarkan. Luka tikaman dengan injuri
intraperitoneal membutuhkan pembedahan. Bagian luar tubuh penopang harus
dibersihkan atau dihilangkan dengan pembedahan.
VIII. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN FOKUS
a.       Primary Survei
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik
mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda
lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika
ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan
napas.
1. Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas
pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya
sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka
jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011).
Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan  bantuan airway dan ventilasi.
Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai
terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar. Dengan kontrol
tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’
atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing
yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah
atau benda asing lainnya.
2. Breathing.
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas
dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak
memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah:
dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open
chest injury dan ventilasi buatan.
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan
cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah
ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3. Circulation.
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal
dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-
tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan
bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan
napas).
4. Disability
Kaji ulang tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan GCS dan cek pupil.
5. Exposure
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien
diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting
untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada
punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan
pada pasien adalah  mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal.
Setelah semua pemeriksaan  telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan
selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan
ulang (Thygerson, 2011). 

b.        Secondary Survei


Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang
merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi
keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat
keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency Nursing Association, 2007).
Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung
dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau
kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga, orang
terdekat, atau orang yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis yang
dilakukan harus lengkap karena akan memberikan gambaran mengenai cedera
yang mungkin diderita.
c.       Pengkajian Fisik Head To Toe
1. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang
datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari
bagian belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh
kepala dan wajah untuk adanya penetrasi, laserasi, masssa, kontusio,
fraktur, dan luka termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit
kepala.
2. Wajah
a. Mata
Periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupi apakah isokor atau
anisokor serta bagaimana  reflex cahayanya, apakah pupil mengalami
miosis atau midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata (macies
visus dan acies campus), apakah konjungtivanya anemis atau adanya
kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos,
subconjunctival perdarahan, serta diplopia
b. Hidung 
Periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas lakukan palpasi akan kemungkinan
krepitasi dari suatu fraktur.
c. Telinga
Periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan atau hilangnya
pendengaran, periksa dengan senter mengenai keutuhan membrane
timpani atau adanya hemotimpanum.
d. Mulut  dan faring
Inspeksi pada bagian  mucosa terhadap tekstur, warna, kelembaban, dan
adanya lesi; amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah tosil
meradang, pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada
massa/ tumor, pembengkakkan dan nyeri, inspeksi   amati  adanya tonsil
meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri.
3. Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya  deformitas tulang atau
krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia
(kesulitan menelan) dan suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul atau
tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya
nyeri, deformitas, pembekakan, emfisema subkutan, deviasi
trakea, kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi
segaris dan proteksi servikal.  Jaga airway, pernafasan, dan oksigenasi.
Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder.
4. Toraks
Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk
adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam , ekimosiss, bekas
luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi dinding
dada, penggunaan otot pernafasan tambahan dan ekspansi toraks bilateral,
apakah terpasang pace maker, frekuensi  dan irama denyut jantung,
Palpasi, seluruh dinding dada untuk adanya trauma
tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi. Perkusi, untuk
mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan. Auskultasi, suara
nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing,
rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub).
5. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya
pada keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra
dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala
defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada).
Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk adanya trauma
tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi
abdomen,  asites, luka, lecet, memar, ruam, massa, denyutan, benda
tertusuk, ecchymosis, bekas luka , dan stoma.
Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan, nyeri
lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan
atau nyeri tekan, hepatomegali, splenomegali, defans muskuler, nyeri lepas
yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra
abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal
lavage, ataupun USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen
misalnya usus halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera
karena itu memerlukan re-evaluasi berulang kali. Pengelolaannya dengan
transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan (Tim YAGD 118,
2010).
6. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik
(pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan
masuk dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi
pasang PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis (Tim
YAGD 118, 2010).
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya  luka, laserasi , ruam,
lesi, edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur
harus dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan
kemungkinan adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya
fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter ani. Pada
wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya darah dalam
vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat, karakter dan
jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada tampon yang
penuh memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus dilakukan tes
kehamilan pada semua wanita usia subur. Permasalahan  yang ada  adalah
ketika terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi
pada fraktur pelvis dan straddle injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit
dikenali, jika pasien hamil, denyut jantung janin (pertama kali mendengar
dengan Doppler ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12 kehamilan
minggu) yang dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan
keluhan kemih harus ditanya tentang rasa sakit atau terbakar dengan buang
air kecil, frekuensi, hematuria, kencing berkurang,  Sebuah sampel urin
harus diperoleh untuk analisis
7. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi,
jangan lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur
terbuak), pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi
distal dari fraktur pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas
fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam
ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah), mungkin
luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau
kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya kemerahan,
edema, ruam, lesi,  gerakan, dan sensasi harus diperhatikan,  paralisis,
atropi/hipertropi otot, kontraktur, sedangkan  pada jari-jari periksa adanya
clubbing finger  serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik
kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.

8. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log
roll, memiringkan penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh).
Pada saat ini dapat dilakukan pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118,
2010).  Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma, ecchymosis,
ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula  pada kolumna vertebra 
periksa adanya  deformitas.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


a. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan d.d bradipnea, takipnea,
pergerakan dada tidak simetris.
b. Nyeri Akut b.d agen cedera fisik (adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
Abdomen) d.d melaporkan nyeri secara verbal.
c. Gangguan integritas kulit b.d luka terbuka adanya kerusakan integritas kulit,
adanya luka.
d. Resiko ketidakseimbangan cairan b.d trauma
e. Risiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit.
C. RENCANA  ASUHAN  KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1. Pola napas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan A. MANAJEMEN JALAN NAPAS (I.01011)
1. Observasi
depresi pusat pernapasan keperawatan selama 30 menit
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman usaha
d.d bradipnea, takipnea, diharapkan pola napas tidak napas)
pergerakan dada tidak efektif dapat diturunkan dengan - Monitor bunyi napas tambahan (gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi, kering)
simetris. kriteria hasil: 2. Terapeutik
- Dyspnea menurun - Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-
tilt dan chin-lift
- Penggunaan otot bantu - Posisika semi fowler
napas menurun - Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada (jika perlu)
- Pemapasan cuping hidung - Berikan oksigen (jika perlu)
menurun 3. Edukasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
- Frekuensi napas membaik
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian brokodilator, jika perlu.
2.. Nyeri Akut b.d agen cedera Setelah dilakukan tindakan A. MANAJEMEN NYERI (I.08238)
fisik (adanya trauma keperawatan selama 30 menit, 1. Observasi
abdomen atau luka penetras diharapkan nyeri dapat - Identifikasi karakteristik, lokasi, durasi, frekuensi,
Abdomen) d.d melaporkan menurun, dengan kriteria hasil: kualitas, dan intensitas nyeri.
nyeri secara verbal - Keluhan nyeri menurun - Identifikasi ketidaknyamanan secara non verbal
- Meringis menurun - Monitor efek samping penggunaan analgesic.
- Gelisah menurun 2. Terapeutik
- Frekuensi nadi membaik - Ukur TTV
- Pola napas membaik - Berikan teknik non framakologi untuk mengurangi
nyeri(napas dalam, kompres hangat/dingin, terapi
pijat, aromaterapi, terapi music).
3. Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
4. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
analgesic.
3. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan A. PERAWATAN INTEGRITAS KULIT (I.11353)
b.d cidera termal d.d keperawatan selama 30 menit, 1. Observasi
adanya kerusakan diharapkan integritas kulit - Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
integritas kulit, adanya meningkat, dengan kriteria hasil: (poerubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi,
luka. - Kerusakan lapisan kulit penurunan kelembapan)
menurun 2. Teraupetik
- Kemerahan pada kulit - Gunakan produk berbahan ringan dan hipoalergik
menurun pada kulit sensitive
- Hidrasi meningkat - Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit
- Perdarahan menurun kering.
- Pigmentasi abnormal 3. Edukasi
menurun - Anjurkan menggunakan pelembab
- Jaringan parut menurun - Anjurkan minum air yang cukup
- Nekrosis menurun - Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Suhu kulit membaik B. PERAWATAN LUKA
1. Observasi
- Monitor karakteristik luka (drainase, warna, ukuran,
bau)
- Monitor tanda-tanda infeksi
2. Teraupeutik
- Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
nontoksik
- Bersihkan jaringan nekrotik
- Pasang balutan sesuai jenis luka
- Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatanan luka
- Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
- Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai
kondisi
3. Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antibiotic jika perlu
4. Resiko Setelah dilakukan tindakan A. MANAJEMEN CAIRAN (I.03098)
ketidakseimbangan cairan keperawatan selama 30 menit, 1. Observasi
dan elektrolit b.d trauma. diharapkan keseimbangan cairan - Monitor status hidrasi (frek nadi, akral, CRT, turgor
meningkat, dengan kriteria kulit, tekanan darah)
hasil: - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
- Asupan cairan meningkat 2. Terauperik
- Haluaran urin meningkat - Catat intake dan output
- Kelembaban membrane - Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
mukosa meningkat - Berikan cairan intravena
- Asupan makanan meningkat 3. Kolaborasi
- Tekanan darah membaik - Kolaborasi pemberian diuretic.
- Turgor kulit membaik B. PEMANTAUAN CAIRAN (I.03121)
1. Observasi
- Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
- Monitor frekuensi napas
- Monitor tekanan darah
- Monitor berat badan
- Monitor waktu pengisisan kapiler
- Monitor turgor kulit
- Monitor kadar albumin dan protein total
- Monitor hasil pemeriksaan serum
2. Teraupetik
- Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
3. Edukasi
- Informasikan hasil pemantauan.

5. Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan A. PENCEGAHAN INFEKSI (I.14329)


kerusakan integritas kulit keperawatan selama 30 menit, 1. Observasi
diharapkan tidak ada tanda- - Monitor tanda dan gejala infeksi
tanda infeksi, dengan kriteria 2. Terapeutik
hasil: - Batasi jumlah pengunjung
Tingkat infeksi - Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko
- Demam menurun tinggi
- Kadar sel darah putih dalam 3. Edukasi
rentang normal - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
DAFTAR RUJUKAN

Diklat Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118. (2010). Basic Trauma Life Support
and Basic Cardiac Life Support Edisi Ketiga. Yayasan Ambulance Gawat
Darurat 118.
Dorland,2002,Kamus Saku Kedokteran .Jakarta :EGC
Emergency Nurses Association (2007). Sheehy`s manual of emergency care
6th edition. St. Louis Missouri : Elsevier Mosby. 
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC.
Suddart & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC.
Thygerson, Alton. (2011). First aid 5th edition. Alih bahasa dr. Huriawati Hartantnto.
Ed. Rina Astikawati. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.

Anda mungkin juga menyukai