Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Pertumbuhan linier dapat dipengaruhi oleh etnis, genetik, hormonal, psikososial, nutrisi,
penyakit kronis, dan faktor lingkungan lainnya. Gangguan pertumbuhan linier akan berakibat
perawakan pendek. Perawakan Pendek atau short stature merupakan suatu terminology mengenai
tinggi badan yang berada di bawah persentil 3 atau -2 SD yang berlaku sesuai usia dan jenis
kelamin dari kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi tersebut. Perawakan pendek tidak
selalu berarti ada gangguan pertumbuhan karena pertumbuhan (growth) merupakan hasil
perngukuran perawakan secara berkala sedangkan perawakan sendiri merupakan pengukuran
sesaat. Perawakan pendek dapat disebabkan oleh kondisi patologis atau non patologis sehingga
penting sekali seorang klinisi mengetahui bagaimana melakukan pendekatan klinis pada kasus-
kasus perawakan pendek. Perawakan pendek terbanyak adalah stunting. Stunting dihubungkan
dengan malnutrisi dan infeksi kronis (non endokrin). Oleh karena itu, perlu ditekankan bahwa
stunting merupakan bagian dari perawakan pendek namun, tidak semua perawakan pendek
adalah stunting.
Pengukuran tinggi badan sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar secara berkala dan
kontinyu dibutuhkan untuk menilai apakah seorang anak tumbuh normal atau terganggu. Hal ini
menjadi penting karena tidak semua perawakan pendek memerlukan rujukan, bahkan sebagai
besar dapat ditata laksana sendiri, dengan mengetahui cara pendekatan serta dengan melakukan
beberapa pemeriksaan diharapkan penderita mendapatkan tatalaksana perawakan pendek dengan
tepat.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Perawakan pendek atau terhambatnya pertumbuhan tubuh merupakan salah satu bentuk
kekurangan gizi yang ditandai dengan tinggi badan menurut umur di bawah standar deviasi (<-
2SD) dengan referensi World Health Organization (WHO) tahun 2006

2.2 Epidemiologi
Prevalensi perawakan pendek di seluruh dunia sudah mencapai angka yang patut
dipertimbangkan, berkisar 5% sampai 65% terutama pada negara-negara yang kurang
berkembang. Di Indonesia sendiri, perawakan pendek masih terhitung masalah kesehatan yang
berat yaitu dengan prevalensi nasional pada tahun 2013 sebesar 37,2% pada balita, 30,7% pada
usia 5 sampai 12 tahun, 35,1% usia 13-15 tahun, dan 31,4% pada usia 16-18 tahun.
Berdasarkan etiologinya, 46,7% perawakan pendek tidak disebabkan oleh kelainan
endokrin. Di negara-negara berkembang, selain genetik, malnutrisi adalah penyebab terbanyak
perawakan pendek pada anak

2.3 Pertumbuhan Normal


Pola pertumbuhan normal adalah bukti bahwa seorang anak atau remaja mempunyai
kesehatan yang baik. Sebaliknya, anak yang menderita penyakit kronik maupun subakut dapat
mengalami pertumbuhan yang terhambat
Pertumbuhan somatik normal merupakan hasil interaksi kompleks dari faktor genetik,
nutrisi, dan hormonal. Dalam memeriksa penyebab pertumbuhan yang buruk dan perawakan
pendek, perlu diperhatikan kebutuhan dasar pertumbuhan normal yaitu nutrisi (kalori, protein,
kalsium, mineral, vitamin), oksigen, hormon, absennya paparan toksin, dan komponen umum
lainnya yang dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi seorang anak maupun
remaja seperti kecukupan tidur, olahraga dan faktor-faktor psikososial.
Faktor hormonal, khususnya, dibutuhkan dalam jumlah yang tepat dan waktu yang tepat
untuk pertumbuhan yang optimal. Hormon pertumbuhan atau growth hormone (GH) dan Insulin-

2
like growth factor-I (IGF-I) memainkan peranan penting. Hormon lain (seperti hormon tiroid,
insulin, steroid, dan glukokortikoid) juga mempengaruhi pertumbuhan, melalui interaksinya
dengan aksis hipotalamus-hipofisis-GH-IGF.

Perubahan sesuai perkembangan


Peran faktor hormonal pada pertumbuhan bergantung pada usia dan fase perkembangan.
Walaupun GH dan hormon tiroid adalah yang utama dalam proses pertumbuhan normal pada
anak, peran mereka dalam kontrol pertumbuhan janin relatif sedikit. Hal ini digambarkan secara
klinis oleh bayi- bayi dengan defisiensi GH dan hipotiroid kongenital yang memiliki berat badan
dan panjang badan yang normal saat lahir. Faktor yang penting dalam pertumbuhan janin
meliputi fungsi dan ukiran uterus, nutrisi ibu, insulin dan IGF.
Pertumbuhan merupakan proses yang berkesinambungan. Terdapat tiga fase
pertumbuhan setelah lahir: fase infantil, childhood dan pubertal. Setiap fase mempunyai polanya
tersendiri. Perempuan dan laki-laki mempunyai fase yang sama, namun waktu dan kecepatan
pertumbuhannya berbeda, terutama saat pubertas.
 Fase Infantil: fase ini ditandai oleh pertumbuhan yang cepat namun mengalami
deselerasi dalam dua tahun pertama kehidupan; pertumbuhan secara keseluruhan
selama periode ini sekitar 30 sampai 35 cm. Bayi sering melewati garis persentil pada
24 bulan pertama ketika mereka tumbuh sesuai potensial genetik mereka.
 Fase childhood atau kanak-kanak: fase ini ditandai oleh pertumbuhan yang relatif
konstan sekitar 5 sampai 7 cm per tahunnya. Selama masa kanak-kanak, GH dan
hormon tiroid merupakan pemeran utama dalam proses pertumbuhan normal. Nutrisi
dan insulin juga memainkan peranan penting.
 Fase pubertal: fase ini ditandai oleh percepatan pertumbuhan sebesar 8 sampai 14 cm
per tahun akibat efek yang sinergis dari peningkatan steroid gonadal dan sekresi
hormon pertumbuhan. Namun percepatan pertumbuhan ini lebih dulu sekitar dua
tahun dialami pada perempuan dibandingkan laki-laki. Puncak kecepatan
pertumbuhan lebih rendah pada perempuan (8,3 cm/tahun) jika dibandingkan dengan
pria (9,5 cm/ tahun). Faktor ini, berkombinasi dengan faktor percepatan pada laki-laki
yang dua tahun lebih lama menyebabkan perbedaan tinggi dewasa rata-rata 13 cm

3
pada kedua jenis kelamin. Pertumbuhan biasanya berhenti seiring pubertas, akibat
dari maturasi dan penutupan lempeng epifise yang diinduksi oleh estrogen.

Maturasi Tulang
Selama masa kanak-kanak yang normal, proses pertumbuhan meliputi penambahan
panjang tulang, yang sejalan dengan pematangan (maturasi) tulang. Usia tulang atau bone age
(BA) adalah metode radiografi untuk menilai maturasi tulang. Tampilan dari central epifise akan
dibandingkan dengan epifise pada tulang yang standar sesuai usianya. Metode yang sering
digunakan untuk menilai BA adalah Greulich dan Pyle, yang menilai maturasi epifise pada
tangan dan pergelangan tangan.
Kebanyakan kondisi yang menyebabkan pertumbuhan linear yang jelek juga akan
menyebabkan keterlambatan dalam maturasi tulang dan retardasi BA. Namun, ditemukannya BA
yang tidak sesuai belum tentu menyatakan diagnosis pasti. BA yang terlambat biasanya
mengindikasikan bahwa perawakan pendek yang dialami anak tersebut merupakan sesuatu yang
“reversibel” karena pertumbuhan linearnya akan terus terjadi sampai lempeng epifisenya
menutup sempurna.

Proporsi Tubuh
Rasio segmen tubuh bagian atas-bawah atau upper-to-lower (U/L) mengindikasikan
apakah perawakan pendek yang dialami anak proporsional (melibatkan baik badan maupun
eksterimas bawah) atau disproporsional (melibatkan hanya satu bagian). Bagian bawah tubuh
dihitung berdasarkan jarak antara pinggir atas simfisi pubis hingga lantar tempat pasien berdiri
(tidak memakai sepatu). Bagian atas dihitung dengan mengurangi tinggi badan dengan tinggi
bagian bawah tubuh. Rasio U/L yang didapat kemudian dibandingkan sesuai usia dan jenis
kelamin.
Rasio U/L normalnya menurun secara progresif sejak kelahiran, dan mencapai puncaknya
pada pubertas awal. Pada onset pertumbuhan pubertas, rasio U/L meningkat sedikit sampai
menutupnya epifise. Skeletal dysplasia adalah penyakit yang melibatkan tulang belakang
sehingga sering kali didapati U/L yang lebih rendah dari usia mereka. Sebaliknya dysplasia yang
melibatkan tulang panjang (misalnya akondroplasia) mempunyai rasio U/L yang meningkat.

4
Selain itu, peningkatan rasio U/L juga sering ditemukan pada anak dengan pubertas prekoks, hal
ini dikarenakan selama pubertas terjadi pertumbuhan lengan dan tungkai yang lebih besar.

2.5 Manifestasi Klinis


Perawakan pendek dapat disebabkan oleh berbagai macam etiologi sehingga gejalan
klinis sangat bervariasi.

2.6 Etiologi
Secara garis besar perawakan pendek dikategorikan menjadi varian normal dan patologis.
Perbedaan antara yang fisiologis dan patologis dapat diperkirakan dari kecepatan tumbuh, ada
tidaknya disproprosi tubuh, dismorfism/kelainan genetik, dan perbedaan bermakna (>-2SD)
tinggi badan saat pengukuran dibandingkan dengan tinggi potensi genetik.

a. Varian normal
Familial short stature (perawakan pendek familial)
Genetik merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kejadian perawakan
pendek. Perawakan pendek yang disebabkan faktor genetik disebut familial short stature.
Pada perawakan pendek, dengan tinggi badan antara -2SD dan -3SD kira-kira 80%
adalah varian normal.
Familial short stature didefinisikan dengan tinggi >2SD di bawah ketinggian
rata-rata yang sesuai dari umur tertentu, jenis kelamin, dan populasi tanpa kelainan
sistemik, endokrin, gizi, atau kromosom, dan stimulasi growth hormone (GH) dalam
batas normal.
Perawakan pendek familial ditandai oleh: pertumbuhan tulang yang selalu berada
dibawah persentil 3, kecepatan pertumbuhan normal, tinggi badan kedua atau salah satu
orang tua yang pendek, tinggi akhir dibawah persentil 3.

Constitutional delay of growth and puberty (CDGP)


Keterlambatan pertumbuhan & pubertas (CDGP) konstitusional adalah suatu
kondisi di mana perawakan pendek sementara terjadi karena keterlambatan
perkembangan pubertas. Kondisi ini bukan merupakan akibat dari kelainan fisik, dan

5
terjadi pada individu yang dinyatakan sehat. Ini juga lebih umum pada anak laki-laki
daripada perempuan, tetapi sama-sama mengganggu bagi kedua jenis kelamin.
CDGP ditandai oleh: perlambatan pertumbuhan linear pada 3 tahun pertama
kehidupan, pertumbuhan linear normal atau hampir normal pada saat prapubertas dan
selalu berada dibawah persentil 3, usia tulang terlambat, tinggi akhir biasanya normal.

b. Kelainan Patologis
Perawakan pendek patologis dibedakan menjadi proporsional dan tidak proporsional.
Perawakan Pendek Proporsional
Perawakan pendek proporsional meliputi malnutrisi, intra uterin growth retardation
(IUGR), penyakit infeksi/kronik dan kelainan endokrin seperti defisiensi hormon
pertumbuhan (Growth Homone (GH)), hipotiroidism, sindrom Cushing, resistensi
hormone pertumbuhan dan defisiensi insulin like growth factor-1 (IGF-1).
Perawakan Pendek Tidak Proporsional
Perawakan pendek tidak proporsional disebabkan oleh kelainan tulang seperti
kondrodistrofi, displasia tulang, sindrom Turner, sindrom Prader-Willi, sindrom Down,
sindrom Kallman, sindrom Marfan dan sindrom Klinefelter.

Tabel 1. Etiologi perawakan pendek


Varian Normal Patologis

-Perawakan pendek familial (Familial short -Proporsional


stature) Hormonal (BB/TB meningkat):
-Constitutional Delay of Growth and Puberty Defisiensi hormon pertumbuhan, hipotiroid,
(CDGP) sindrom Cushing, hipoparatiroid, dan lain-lain
Non hormonal (BB/TB menurun):
Malnutrisi, penyakit infeksi kronis, psikososial
dwarfism, dan lain-lain
-Disproporsional
Kelainan skeletal seperti akondroplasia,
hipokondroplasia, rickets, osteogenesis
imperfecta, dan lain-lain
Dismorfik
Sindrom Turner, sindrom Prader Willi, sindrom
Noonan, sindrom Russel-Silver, sindrom Down,

6
dan lain-lain
Kelainan metabolik bawaan:
Mucopolysaccharidosis (MPS), dan lain-lain

Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi juga mempunyai efek substansial terhadap pertumbuhan linier. Penyakit
infeksi akut akibat infeksi sistemik seperti pneumonia, diare persisten, disentri dan penyakit
kronis seperti kecacingan mempengaruhi pertumbuhan linear. Infeksi akan menyebabkan asupan
makanan menurun, gangguan absorpsi nutrien, kehilangan mikronutrien secara langsung,
metabolisme meningkat, kehilangan nutrien akibat katabolisme yang meningkat, gangguan
transportasi nutrien ke jaringan. Pada kondisi akut, produksi proinflamatori seperti cytokin
berdampak langsung pada remodelling tulang yang akan menghambat pertumbuhan tulang.
Penyakit Endokrin
Growth hormone (GH) atau hormon pertumbuhan merupakan hormone esensial untuk
pertumbuhan anak dan remaja. Kelenjar hipofisis menghasilkan GH yang merangsang hati untuk
menghasilkan IGF-1 yang memiliki peran penting pada pertumbuhan tulang secara longitudinal.
Growth hormone (GH) dan IGF-1 merangsang pertumbuhan linear pada anak-anak dengan
bekerja pada growth plate atau pelat pertumbuhan. Growth hormone (GH) bekerja pada pelat
pertumbuhan untuk merangsang pembentukan tulang baru baik melalui sirkulasi IGF-1 ataupun
melalui produksi IGF-1.
Pertumbuhan tulang longitudinal juga dipengaruhi oleh asupan gizi yang dimediasi oleh
hormon tiroid. Hormon tiroid juga bermanfaat untuk menstimulasi metabolisme yang penting
dalam pertumbuhan tulang, gigi, dan otak. Kekurangan hormon ini menyebabkan keterlambatan
mental dan perawakan pendek. Hormon paratiroid dan kalsitonin juga berhubungan dengan
proses penulangan dan pertumbuhan tulang.
Glukokortikoid pada jaringan berdampak menurunkan kandungan kolagen pada kulit dan
tulang, menurunkan kolagen pada dinding pembuluh darah serta menghambat formasi
granuloma. Efek glukokortikoid lainnya diperlukan dalam pertumbuhan normal, kelemahan otot,
menghambat pertumbuhan skeletal. Glukokortikoid memiliki efek yang kompleks pada produksi
GH dan menghambat produksi hormon tiroid.

7
Hormon steroid seks juga berpengaruh terhadap maturasi tulang pada lempeng epifisis.
Seks steroid (estrogen dan testoteron) merupakan mediasi percepatan pertumbuhan pada masa
pubertas. Jika terjadi keterlambatan pubertas maka terjadi keterlambatan pertumbuhan linier.
Kelaninan Kromosom
Penyakit genetik dan sindrom merupakan etiologi yang belum jelas diketahui
penyebabnya berhubungan dengan perawakan pendek.Beberapa gangguan kromosom, displasia
tulang, dan suatu sindrom tertentu ditandai dengan perawakan pendek. Sindrom tersebut
diantaranya sindrom Turner, sindrom Prader-Willi, sindrom Down, dan displasia tulang seperti
achondroplasia, hipochondroplasia, dan osteochondrodystrophies.
Malnutrisi
Perawakan pendek merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya
pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Klasifikasi malnutrisi berdasarkan respon
jaringan atau terhambatnya pertumbuhan dibedakan menjadi 2 tipe.
Tipe 1 terdiri dari salah satu defisiensi zat besi, yodium, selenium, tembaga, kalsium, mangan,
tiamin, riboflavin, piridoksin, niasin, asam askorbat, retinol, tokoferol, kalsiterol, asam folat,
kobalamin, dan vitamin K.
Tipe 2 diakibatkan oleh kekurangan nitrogen, sulfur, asam amino esensial, potasium, sodium,
magnesium, seng, phospor, klorin, dan air. Nutrisi adalah faktor utama yang berperan dalam
menjaga dan mensintesis jaringan tubuh selama masa pertumbuhan baik makronutrien maupun
mikronutrien.
Riwayat Pemberian ASI
Pemberian ASI yang terlambat dan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang
terlalu dini merupakan fakor risiko perawakan pendek pada anak. Balita yang tidak diberi ASI
eksklusif memiliki risiko 2 kali lebih besar terhadap perawakan pendek, karena rendahnya
asupan dari luar sebagai pengganti ASI atau MP-ASI. Peranan ASI cukup penting dalam
memenuhi kebutuhan asupan zat gizi terutama gizi mikro. Anak yang diberikan MP-ASI terlalu
dini memiliki risiko perawakan pendek lebih besar dibandingkan dengan anak yang diberikan
MP-ASI sesuai dengan umur yang seharusnya. Pemberian MP-ASI yang tepat merupakan faktor
protektif terhadap kejadian balita gizi buruk. Ibu yang tidak memberikan ASI secara eksklusif
biasanya memberikan makanan lain sebagai pengganti ASI. MP-ASI yang biasa diberikan

8
berupa pisang, bubur saring, susu formula, dan biskuit. Pemberian MP-ASI sebaiknya dimulai
sejak umur 6 bulan sambil meneruskan menyusui hingga umur 2 tahun atau lebih.

2.7 Pengukuran Tinggi Badan


2.7.1 Tinggi Badan
Pengukuran tinggi badan harus dilakukan secara periodic, setiap bulan pada anak usia 0-
12 bulan, setiap 3 bulan pada usia 1-2 tahun, setiap 6 bulan pada usia 2-12 tahun, dan setiap
tahun pada usia 12 tahun sampai akhir masa pubertas.
Tabel 2. Rekomendasi jadwal pemantauan tinggi badan.

Usia Jadwal Pemantauan


0-12 bulan Setiap 1 bulan
1-2 tahun Setiap 3 bulan
2-12 tahun Setiap 6 bulan

12-18 tahun Setiap setahun

2.7.2 Kecepatan Pertumbuhan


Fase pertumbuhan anak dibagi atas empat fase yaitu intrauterin, bayi, anak, dan pubertas.
Fase tersebut penting untuk diketahui dengan tujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan
spesifik pada masing-masing fase dan ada atau tidak adanya gangguan pertumbuhan seorang
anak.

Tabel 3. Kecepatan Pertumbuhan Anak


Usia Kecepatan pertumbuhan (cm/tahun)
Intrauterin 60 – 100
0 - 12 bulan 23 – 27
1 - 2 tahun 10 – 14
2 - 5 tahun 6-7
Prapubertas 5 - 5,5
Pubertas
Perempuan: 8-12
Laki-laki : 10-14
Sumber: Nwosu, BU, dkk. Am Fam Physician 2008.

9
2.7.3 Perkiraan Tinggi Akhir
Perkiraan tinggi akhir berdasarkan mid-parental height dan potensi
tinggi genetic:
- PTG laki-laki : Tinggi ayah + ( tinggi ibu + 13 cm) ± 8,5 cm
2

- PTG Perempuan : Tinggi ibu + ( tinggi ayah – 13 cm) ± 8,5 cm 2


2

2.7.4 Interpretasi hasil pengukuran


-Tinggi badan antara -2SD dan -3SD, 80% merupakan varian normal. Bila tinggi badan <-3SD
pada umumnya 80% patologis
-Penurunan kecepatan pertumbuhan anak antara 3 dan 12 tahun (memotong beberapa garis
persentil) harus dianggap patologis kecuali ada pembuktian lain.
-Berat Badan (BB) menurut Tinggi Badan (TB) mempunyai nilai diagnostic dalam menentukan
etiologi. Pada kelainan endokrin umumnya tidak mengganggu berat badan sehingga anak terlihat
gemuk. Kelainan sistemik pada umumnya lebih mengganggu BB daripada TB sehingga anak
terlihat lebih kurus.

2.8 Pendekatan Diagnosis


Evaluasi anak dengan perawakan pendek dimulai dari anamnesis yang teliti dan fokus
terhadap penyebab patologis perawakan pendek (Tabel 2). Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan
meliputi pemeriksaan yang sistematis terhadap seluruh sistem tubuh (Tabel 3), termasuk
perhitungan Potensi Tinggi Genetic (PTG), gambaran dismorfik serta perhitungan rasio U/L
untuk menyingkirkan perawakan pendek yang disproporsional.
Dengan dilakukannya perhitungan PTG, maka apabila tinggi bada pada perawakan
pendek berada di luar potensi genetic, sebaiknya dibuktikan dahulu tidak terdapat kelainan atau
penyakit yang mendasari perawakan pendek tersebut.
Pada pengukuran antopometri perhatikan proporsi tubuh, ada tidaknya stigmata
sindrom/tampilan dismorfik tertentu, seperti kelainan tulang. Proporsi tubuh bagian atas dan
bawah (U/L ratio) yang semula sekitar 1,7 pada saat lahir akan mendekati nilai 1 pada usia 8-10

10
tahun. Perlunya juga pengukuran BB, TB, rentang lengan, tinggi duduk, lingkar kepala, serta
pemeriksaan tingkat maturasi kelamin serta pemeriksaan fisik lainnya.

Tabel 3. Anamnesis Riwayat Medis


Riwayat Keluarga
Tinggi badan orang tua dan saudara kandung, usia onset pubertas, usia mencapai tinggi badan dewasa
Masalah Medis
Riwayat keturunan dan anomali kongenital
Riwayat Kelahiran
Masalah ibu selama selama kehamilan
Berat badan dan panjang badan lahir
Masalah persalinan: prematur, sulit bersalin, persalinan sunsang
Masalah dan komplikasi postnatal
Perkembangan
Developmental milestone
Usia erupsi gigi
Performa akademik
Nutrisi
Kalsium
Protein
Kalori
Vitamin
Medikasi
Metylphenidate atau stimulant lainnya
Antikonvulsan
Antidepressan
Kesehatan Umum
Gejala-gejala penyakit kronis baik infeksi maupun non-infeksi
Gejala-gejala neurologis
Konstipasi
Nafsu makan yang jelek
Diare

Tabel 4. Pemeriksaan Fisik


Tampilan wajah dan kematangan : abnormal facies
Gambaran dismorfik: bentuk palatum, posisi telinga, ukuran dan bentuk tangan dan kaki
Kulit: jerawat, rambut wajah, temperature kulit,

11
Proporsi tubuh: rasio U/L, lingkar kepala
Tangan: metacarpal pendek, bantalan kuku <80% dari lebar fingertip, palmar creases, clinodactaly
Dada: widely spaced nipple, pectus excavatum
Perkembangan payudara: breast buds atau breast stage
Pemeriksaan umum: jantung, paru-paru, abdomen, genitalia
Genitalia:
- Wanita: fase rambut pubis, genital stage, labia, vagina, efek estrogen
- Laki-laki: fase rambut pubis, genital stage, phallic dan testical length

Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik selesai dilakukan, kurva pertumbuhan harus
dianalisis, termasuk penilaian reliabilitas pengukuran, perhitungan kecepatan pertumbuhan, dan
analisis berat badan-sesuai-tinggi badan dalam konteks target tinggi badan.

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang sederhana dan menentukan adalah menginterpretasikan
data-data tinggi badan dengan menggunakan kurva pertumbuhan yang sesuai. Oleh karena
malnutrisi dan penyakit kronik masih merupakan penyebab utama perawakan pendek di
Indonesia, maka pemeriksaan darah tepi lengkap, urin dan feces rutin, laju endap darah, dan
elektrolit serum.

2.9.1 Pencitraan
Pencitraan yang paling sering dilakukan adalah Bone Age (Usia Tulang). INdikasi
pemeriksaan ini adalah untuk melihat usia biologis penderita. Pada beberapa penyakit kronis
yang berat terlihat Bone Age akan lebih lambat dari usia kronologis. Bone Age dapat digunakan
untuk membedakan varian normal perawakan pendek. Bone Age yang sesuai dengan usia
kronologis hampir pasti mendukung diagnosis Familial Short Stature, sedangkan varian normal
Constituional Delay of Growth and Puberty akan memperlihatkan Bone Age yang secara
signifikan lebih lambat dibandingkan usia kronologis.

2.9.2 Pemeriksaan Hormonal

12
Pemeriksaan hormonal dilakukan atas indikasi. Misalnya pemeriksaan Growh Hormone
pada kasus perawakan pendek patologis yang proposional dengan kecepatan pertumbuhan yang
lambat (<4cm/tahun untuk usia anak).

2.9.3 Analisa Kromosom


Pemeriksaan ini dilakukan pada setiap anak perempuan dengan perawakan pendek
patologis. Indikasi lain pada kasus-kasus yang dicurigai sebagai suatu sindrom.

Kriteria Awal untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut (khusus) pada anak dengan perawakan
pendek adalah:
 TB di bawah persentil 3 atau -2SD
 Kecepatan tumbuh di bawah persentil 25
 Prakiraan tinggi dewasa di bawah midparental height
 Bone Age terlambat

2.10 Tata Laksana


Pengobatan anak dengan perawakan pendek harus sesuai dengan dasar etiologinya. Anak
dengan variasi normal perawakan pendek biasanya tidak memerlukan pengobatan,
sedangkan anak dengan kelainan patologis yang mendasarinya memerlukan terapi sesuai dengan
etiologinya.

2.10.1 Terapi Growth Hormone


Tujuan pengobatan dengan menggunakan Growth Hormone adalah untuk memperbaiki
prognosis tinggi badan dewasa. Sebelum terapi dimulai kriteria anak dengan defisiensi hormone
pertumbuhan harus terlebih dahulu ditetapkan:
 TB di bawah persentil 3 atau -2SD
 Kecepatan tumnuh dibawah persentil 25
 Bone Age terlambat >2 tahun
 Kadar Growth Hormone <7 ng/ml pada 2 jenis uji provokasi
 IGF-1 rendah
 Tidak ada kelainan dismorfik, tulang atau sindrom tertentu
13
Disamping terapi untuk anak dengan defisiensi GH, terapi ini juga dapat diberikan untuk
anak dengan Sindrom Turner, anak dengan IUGR (intra uterine growth retardation), gagal ginjal
kronik dan Sindrom Prader Willi.
Hormon pertumbuhan ini dapat diberikan secara subkutan dengan dosis 0,05 mg/kg/hari
untuk defisiensi Growth Hormone dan 0,08 mg/kg/hari untuk sindrom Turner dan insufiensi
renal kronik (1mg=3 IU). Growth hormone diberikan 7 kali per minggu.
Terapi hormone pertumbuhan dihentikan bila lempeng epifisis telah menutup atau respon
terapi tidak adekuat. Ciri respons terapi yang tidak adekuat bila pertambahan kecepatan
pertumbuhan lebih kecil dari 2 cm pertahun.

2.11 Prognosis
Prognosis sangat bergantung pada etiologi yang mendasari perawakan pendek tersebut.

14
BAB III

LAPORAN KASUS

15
BAB IV

PEMBAHASAN

16
BAB V
KESIMPULAN

17
Daftar Pustaka

1. Batubara JRL, Susanto R, Cahyono HA. Pertumbuhan dan Gangguan Pertumbuhan.


Dalam: Batubara JRL, Tridjaja B, Pulungan A, penyunting. Buku Ajar Endokrinologi
Anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010.h. 19-42.
2. Hokken-Koelega ACS. Diagnostic workup of the short child. Horm Res. 2011;76 (Suppl
3):6-9
3. Nwosu BU, Lee MM. Evaluation of Short and Tall Stature in Children. Am Fam
Physician. 2008;78:597–604.
4. Tridjaja B. Short stature (perawakan pendek) diagnosis dan tata laksana. Dalam: Trihono
PP, Djer MM, Sjakti HA, Hendrarto TW, Prawitasari T. Best Practices in Pediatrics.
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan X. Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI
Jakarta, 2013.h.11-18
5. UKK Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia. Rekomendasi
Pemantauan tumbuh-kembang anak. 2014
6. Pescovitz OH, Eugster EA. Pediatric endocrinology: Mechanism, manifestation, and
management. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins 2004
7. Sperling MA. Pediatric endocrionology. Philadephia: Elsevier Science 2002
8. Brook C, Calyton P, Brown R. Clinical pediatric endocrinology. Massachusetts:
Blackwell Publishing 2005
9. Lifshitz F. A clinical guide: Pediatric endocrinology. New York-Basel-Hongkong:
Marcel Dekker, Inc 1996
10. Standar pelayanan medis kesehatan anak. Perawakan pendek. Dalam: Pusponegoro GD,
Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjiadi AH, Kosim MS dkk, penyunting.
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Edisi ke-1, Jakarta: Badan Penerbit IDAI. H. 34-8.

18

Anda mungkin juga menyukai