PENDAHULUAN
Ketulian terdiri dari ketulian tipe konduktif, sensorineural dan campuran. Tuli
konduktif terjadi bila terdapat gangguan hantaran bunyi pada sistem konduksi di dalam
telinga. Tuli sensorineural terjadi bila terdapat gangguan fungsi sistem saraf
pendengaran. Salah satu penyebab ketulian yang sering dijumpai adalah peradangan
telinga tengah, yang dapat menyebabkan ketulian tipe konduktif. Radang telinga tengah
atau otitis media merupakan salah satu penyakit infeksi yang banyak dijumpai, terutama
pada anak-anak. Jika otitis media hanya unilateral maka fungsi pendengaran tidak akan
banyak terganggu, tetapi jika mengenai kedua telinga, fungsi pendengaran akan sangat
terganggu.
Otitis media supuratif akut atau OMA adalah peradangan akut telinga tengah
dengan gejala-gejala demam, nyeri telinga dan pada pemeriksaan otoskopi ditemukan
membrana timpani yang hiperemis dengan atau tanpa penonjolan dan dapat disertai
dengan pengeluaran cairan.
OMA dapat merupakan komplikasi dari infeksi saluran nafas atas seperti
rhinitis, faringitis dan tonsilitis yang pengobatannya tidak adekuat. Kemasukan air dapat
pula menyebabkan OMA pada telinga yang mengalami perforasi.
Pada stadium akut, pengobatan OMA memberikan hasil yang baik, tetapi jika
terdapat perforasi membrana timpani yang menetap maka penanganannya lebih sulit,
perlu dilakukan miringoplasti (timpanoplasti tipe I) bila terjadi kerusakan tulang
pendengaran, dan perlu dilakukan operasi rekonstruksi tulang pendengaran
(timpanoplasti tipe II, III, IV dan V).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam.
2.1. Anatomi telinga tengah
Telinga tengah terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum timpani dan
tuba eustachius.
2.1.1. Membrana timpani
Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus eksternus.
Letak membrana timpai pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal
dibandingkan orang dewasa. Bentuknya ellips, sumbu panjangnya 9-10 mm dan sumbu
pendeknya 8-9 mm, tebalnya kira-kira 0,1 mm.
Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian
terbesar) yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars placida
(membran sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat langsung pada os
petrosa. Pars tensa memiliki 3 lapisan yaitu lapiasan luar terdiri dari epitel squamosa
bertingkat, lapisan dalam dibentuk oleh mukosa telinga tengah dan diantaranya terdapat
lapisan fibrosa dengan serabut berbentuk radier dan sirkuler. Pars placida hanya
memiliki lapisan luar dan dalam tanpa lapisan fibrosa.
Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks . Membrana timpani mendapat
perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan beranastomosis
pada lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada permukaan lateral,
arteri aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer dan berjalan secara radier
menuju membrana timpani. Di bagian superior dari cincin vaskuler ini muncul arteri
descendent eksterna menuju ke umbo, sejajar dengan manubrium. Pada permukaan
dalam dibentuk cincin vaskuler perifer yang kedua, yang berasal dari cabang
stilomastoid arteri aurikularis posterior dan cabang timpani anterior arteri maksilaris.
Dari cincin vaskuler kedua ini muncul arteri descendent interna yang letaknya sejajar
dengan arteri descendent eksterna.
Otitis Media
Otitis Media
Supuratif Kronis
2.2.1.2. Bakteriologi
Walaupun infeksi saluran napas atas sering disebabkan oleh virus, namun Otitis
Media Akut (OMA) disebabkan oleh bakteri pyogenik yang terjadi dalam 5-10 hari.
Streptococcus pneumonia merupakan penyebab lebih dari setengah kasus OMA pada
semua umur, sedangkan Haemophilus influenzae adalah bakteri patogen penyebab
OMA pada infant lebih dari sepertiga kasus. Bakteri-bakteri lainnya yang juga sering
ditemukan adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Sedangkan
Chlamydia trachomatis, Escherichia coli, dan spesies Klebsiella merupakan salah satu
penyebab tersering terjadinya otitis media pada bayi. Sebelum ditemukannya antibiotik,
Streptococcus pyogenes adalah penyebab tersering terjadinya otitis media, namun kini
hanya ditemukan pada 10-15% kasus. Demikian pula Otitis Media Supurativa Kronis
(OMSK) memiliki etiologi yang sama dengan OMA.
2.2.1.3. Patologi
Infeksi saluran nafas atas sebagian besar disebabkan oleh virus (60 %). Jika
infeksi saluran nafas bagian atas dengan penyebab virus ini menyebar ke cavum
timpani, maka virus tersebut menyebabkan proses patologi OMA yaitu pada stadium
awal peradangan. Silia yang pada keadaan normal diliputi oleh mukosa menjadi rusak
sehingga tidak dapat berfungsi untuk mengeluarkan sekret dari telinga tengah melalui
tuba eustachius. Destruksi silia biasanya di abgia anterior timpani dan pada tuba
Eustachius. Peradangan menyebabkan edema mukosa dan peningkatan produksi sekret
di telinga tengah, kemudian diikuti hiperemi, infiltrasi leukosit dan pembentukan pus.
2.2.1.4. Stadium penyakit
Stadium penyakit OMA adalah sebagai berikut :
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Tanda adanya oklusi tuba Eustachius ialah adanya gambaran retraksi
membran timpani akibat terjadinya tekanan negative di dalam telinga tengah, karena
adanya absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normal atau berwarna
keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar
dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis
Stadium ini ditandai adanya hiperemi membrana timpani di tempat melekatnya
malleus dan di anulus serta edema mukoperiosteum telinga tengah dan mastoid. Proses
ini diikuti oleh eksudasi cairan yang bersifat serofibrinosa. Jumlah sekret ini terus
bertambah hingga mengisi seluruh cavum timpani dan mendesak membrana timpani ke
liang telinga luar. Stadium ini menyebabkan otalgia dan pendengaran akan berkurang
terutama bila produksi sekret sangat banyak. Pemeriksaan otoskopi ditemukan
perubahan warna membrana timpani dan injeksi sepanjang manubrium mallei dan
anulus timpani. Lebih lanjut, membran timpani menjadi tebal, kemerahan serta
menonjol ke arah liang telinga luar. Bila dibiarkan akan terjadi ruptur membran timpani.
Membran tympani normal (kiri) dan membran tympani dengan otitis media akut (kanan),
dimana pada OMA tampak penggelembungan membran typani,karena pus pada telinga tengah,
dan hiperemis pada gendang telinga
3. Stadium supurasi
Edema yang hebat mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial
serta terbentuk eksudat yang purulen di cavum timpani menyebabkan membrana
timpani menonjol ke arah telinga luar. Eksudat mula-mula serosanguineus tetapi
kemudian menjadi mukopurulen. Pada stadium ini penonjolan membran timpani dapat
ruptur secara spontan biasanya di bagian anteroinferior.
Bila tekanan nanah di cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia
akibat tekanan pada kapiler-kapiler serta timbul trombophlebitis pada vena-vena kecil
dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat
sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani pada stadium ini, maka
kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga
luar. Dengan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi
ruptur maka lubang tempat ruptur tidak mudah menutup kembali. Ruptur membran
timpani ditandai oleh berkurangnya nyeri telinga, penurunan suhu tubuh, dan terdapat
eksudasi cairan mulopurulen ke liang telinga luar.
4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotic atau virulensi
kuman yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar
mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang
menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut
dengan otitis media akut dengan stadium perforasi.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka membran timpani perlahan-lahan kembali
normal dan pendengaran mejadi baik kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka sekret
akan berkurang dan kering. Bila daya tahan tubuh baik, maka resolusi dapat terjadi
walaupun tanpa pengobatan. OMA dapat menjadi kronis apabila perforasi menetap
dengan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan
gejala sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di cavum timpani tanpa terjadi
perforasi.
2.2.1.5. Gejala klinik
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit serta umur
pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah nyeri telinga, suhu
tubuh tinggi dan biasanya ada riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa disamping rasa nyeri terdapat
pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada
bayi dan anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi sampai 39,5 C (stadium
supurasi), anak gelisah dan sulit tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-
kejang. Bila terjadi ruptur membran timpani maka sekret mengalir ke liang telinga luar,
suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.
2.2.1.6. Terapi
Otitis media akut merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya
yaitu bila daya tahan tubuh baik dan tidak terdapat sumber infeksi yang menetap untuk
telinga tengah.
Pengobatan OMA tergantung stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi tuba
eustachius pengobatan terutama bertujuan membuka kembali tuba eustachius, sehingga
tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untk itu diberikan obat tetes hidung seperti
HCL efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis (untuk anak < 12 tahun ) atau HCL efedrin
1 % dalam larutan fisiologis (untuk anak > 12 tahun dan untuk orang dewasa).
Sumber infeksi harus diobati, antibiotik diberikan bila penyebabnya bakteri
bukan oleh virus atau alergi. Antibiotik yang dianjurkan ialah golongan penicillin atau
ampisillin. Terapi awal diberikan penicillin i.m agar dapatkan konsentrasi yang adekuat
dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran
sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama
7 hari. Bila pasien alergi penicillin maka diberikan eritromisin. Pada anak ampisillin
dosis 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis atau amoxicillin 40 mg/kgBB/hari
dibagi 3 dosis atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari.
Pada stadium presupurasi, selain diberikan antibiotik juga diberikan dekongestan
dan analgetik. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus dilakukan
miringotomi.
Pada stadium supurasi disamping diberikan antibiotik idealnya arus disertai
dengan miringotomi. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan
ruptur dapat dihindari.
2.2.1.7. Komplikasi
Sebelum ada antibiotika komplikasi dapat terjadi dari yang ringan hingga berat
tetapi setelah ada antibiotika komplikasi biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari
otitis media supuratif kronis.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah mastoidis, paralisis nervus fascialis,
komplikasi ke intrakranial seperti abses ekstradural, abses subdural, meningitis, abses
otak, trombosis sinus lateralis, otittis hidrocephalus, labirintis dan petrosis.
2.3. Miringotomi
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar
terjadi drainese sekret telinga tengah. Miringotomi dilakukan bila ada cairan yang
menetap di telinga setelah 3 bulan penanganan medis dan terdapat gangguan
pendengaran. Miringotomi harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus
tenang dan dapat dikuasai agar membran timpani dapat terlihat dengan baik. Biasanya
pada anak kecil dignakan anastesi umum. Lokasi miringotomi adalah di kuadran
posteroinferior.
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat
keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat
pencuci telinga H2O2 3 % selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.
Pada stadium resolusi membran timpani normal kembali, sekret tidak ada lagi
dan perforasi membrana timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi, sekret mengalir ke
liang telinga luar melalui perforasi membran timpani karena berlanjutnya edema
mukosa telinga tengah. Bila hal ini berlangsung lebih dari 3 minggu mungkin telah
terjadi mastoiditis.
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret lebih dari 3 minggu, maka disebut
otitis media supuratif subakut, dan bila perforasi menetap dengan sekret yang terus
keluar, keadaan ini disebut otitis media supuratif kronik.
BAB III
KESIMPULAN
Otitis media akut adalah peradangan akut telinga tengah dengan gejala-gejala
demam, nyeri telinga dan pada pemeriksaan otoskopi ditemukan membrana timpani
yang hiperemis dengan atau tanpa penonjolan dan dapat disertai dengan pengeluaran
cairan.
Bakteri penyebab OMA tersering adalah Streptococcus pneumoniae dan
Haemophillus influenza. Otitis media akut biasanya disertai dengan infeksi saluran
pernafasan atas, biasanya komplikasi pilek, measles, demam skarlatina, atau influenza.
Perjalanan OMA terbagi dalam 5 stadium yaitu stadium oklusi tuba Eustachius,
stadium hiperemis, supurasi, perforasi, dan resolusi, yang masing-masing memberikan
gejala yang berbeda. Gejala klinik otitis media akut juga tergantung pada usia pasien,
umumya nyeri telinga, demam, riwayat batuk pilek sebelumnya, dan gangguan
pendengaran.
Terapi OMA tergantung pada stadiumnya, mencakup antibiotik, dekongestan,
dan pengobatan simptomatik. Bila terjadi komplikasi, pengobatan tergantung pada
komplikasinya. Miringotomi dilakukan bila terapi medis tidak memberi hasil setelah 3
bulan pengobatan atau bila terdapat gangguan pendengaran bermakna.
Prognosa otitis media tergantung pada stadiumnya, pengobatan yang adekuat,
dan adanya komplikasi. Pengobatan yang tidak adekuat dapat menyebabkan OMA
berlanjut menjadi otitis media supuratis kronis.
Daftar Pustaka
Boise, L.R. Buku Ajar Penyakit THT. Boise Fundamentals of Otolaryngology. Edisi 6.
EGC. Jakarta. 1997.
Soepardi, E.A, Iskandar,N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga – Hidung – Tenggorok –
Kepala Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2001.
Lee, K.J., Essential Otolaryngology-Head and Neck Surgery, 8th ed., New York :
McGraw-Hill co. 2003.
Leighton,Susanna., Robson, Andrew., Hall and Colman’s Disease of the Ear, Nose and
Throat Fifteenth Edition. 2000. Churchill Livingstone. London.
Kurniawan, A.N, Helmi, Pengobatan Non Operatif Otitis Media Supuratif . Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1990
Sudiro, M. Referat. Pemeriksaan Hidung. Bandung. RSHS. 2001