Anda di halaman 1dari 14

Manfaat dan Akurasi Tanda Ultrasonografi Primer dan

Sekunder untuk Mendiagnosis Apendisitis Akut pada Pasien


Anak
Waseem A. Mirza 1 , Mujtaba Z. Naveed 2 , Kumail Khandwala 3

1. Radiologi, Universitas Aga Khan, Karachi, PAK 2. Sekolah Tinggi


Kedokteran, Universitas Aga Khan, Karachi, PAK 3.Radiologi, Rumah Sakit
Universitas Aga Khan, Karachi, PAK
Penulis Koresponden: Kumail Khandwala, kumail.khandwala@gmail.com
Pengungkapan penelitian dapat ditemukan di bagian Informasi Tambahan di
akhir artikel

Abstrak

Pendahuluan
Diagnosis apendisitis akut (AA) yang akurat sangat penting untuk
mencegah komplikasi morbid yang terkait dengan AA yang tidak diobati.
Diagnosis ini mencakup paling tidak sebanyak 30% diagnosis di bagian
pediatrik yang secara signifikan jumlah tergolong tinggi. Ultrasonografi
(USG) umumnya telah digunakan sebagai mode awal pencitraan pada
pasien anak-anak karena kurangnya radiasi pengion. Dengan akurasi
variabelnya, adjuvan seperti tanda sekunder dapat digunakan untuk
membantu ahli radiologi dalam membuat diagnosis yang akurat.

Bahan dan Metode


Pasien dengan usia antara dua dan enam belas tahun dengan nyeri perut
akut, yang telah dicurigai sebagai apendisitis akut (AA), menjalani
ultrasonografi (USG) kuadran kanan bawah antara tahun 2003 dan 2016,
diidentifikasi secara retrospektif. Hasil CT scan dan histopatologi yang
sesuai dicatat. Berdasarkan tanda-tanda primer dan sekunder yang
muncul, hasilnya diklasifikasikan menjadi tiga kelompok untuk
menentukan akurasi hasil. Kelompok 1 mencakup semua pasien dengan
apendiks normal atau jika apendiks yang tidak dapat divisualisasikan,
tanpa adanya tanda-tanda sekunder. Kelompok 2 adalah pasien dengan
apendiks yang tidak terlihat jelas dan memiliki satu atau lebih tanda-tanda
sekunder apendisitis akut (AA). Kelompok 3 mencakup semua pasien
dengan tanda-tanda primer apendisitis akut (AA). Jumlah dari tanda dan
kasus sekunder dengan apendiks perforasi juga berkorelasi dengan akurasi
sonografi.

Hasil
Seribu seratus lima belas (1115) pasien memenuhi kriteria inklusi dimana 29%
terkonfirmasi dengan diagnosis AA. Persentase apendektomi positif adalah 89%
(337/380). Dengan menggunakan klasifikasi 3-kategori hasil USG, sensitivitasnya
adalah 79%, spesifisitas 97%, prediksi nilai positif adalah 93%, prediksi nilai negatif
adalah 91% dan akurasi keseluruhan adalah 91%. Temuan dua atau lebih tanda
sekunder menunjukkan kemungkinan apendisitis yang tinggi. Tingkat perforasi
tertinggi adalah 10%, terlihat pada pasien di Kelompok 2.

Kesimpulan

Walaupun ada faktor keterbatasan, USG dapat digunakan sebagai


pencitraan lini pertama untuk pasien pediatric dengan dugaan apendisitis
karena keakuratan visualisasi apendiks yang dapat menyaingi CT. Tanda-
tanda USG sekunder memiliki potensi kuat untuk membantu ahli radiologi
dalam membuat diagnosis yang akurat, dan penelitian kami menunjukkan
hubungan yang proporsional antara jumlah tanda-tanda sekunder dan
kemungkinan apendisitis. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
menentukan akurasi secara individu dari tanda-tanda sekunder terebut dan
apakah kombinasi dari tanda-tanda sekunder berhubungan dengan
kemungkinan terjadinya appendisitis.

Kategori: Bedah Anak, Radiologi

Kata kunci: USG, sonografi, pediatrik, apendisitis akut, tanda-tanda


sekunder

Pendahuluan

Apendisitis adalah kondisi akut yang paling sering dijumpai pada


pasien pediatric maupun dewasa yang seringkali membutuhkan
tindakan bedah [1-3]. Sekitar 30% dari pasien pediatri didiagnosis
dengan penyakit ini, membuat diagnosis yang akurat menjadi tantangan
tersendiri [2-3]. Menentukan keputusan untuk melakukan operasi
invasif yang terkadang tidak diperlukan dan kemungkinan komplikasi
dari apendisitis jika tidak mendapatkan pengobatan sangatlah sulit.
Namun, Tingkat apendektomi negatif hingga 20% dianggap dapat
diterima pada pasien dewasa dan anak-anak [4-5] karena risiko
perforasi yang tidak ditangani baik, pembentukan abses, obstruksi usus,
peritonitis dan sepsis [3].
Untuk mencegah kesalahan diagnosis apendisitis akut (AA),
USG dan computed tomography (CT) sangat diandalkan untuk
membuat diagnosis yang benar [3,6]. CT scan memiliki sensitivitas dan
spesifisitas keseluruhan yang lebih baik untuk mendiagnosis AA
dibandingkan dengan USG [6-7], yang hanya memiliki sensitivitas dan
spesifisitas berkisar antara 95%-97% dan 94%-97% [8-9]. Dilema
untuk menggunakan pemeriksaan CT pada pasien anak muncul
dikarenakan adanya paparan radiasi pengion. Anak-anak memiliki
sensitifitas terhadap radiasi pengion sekitar 10 kali lebih sensitif
dibandingkan dengan orang dewasa [1,10], hal tersebut dapat
meningkatkan risiko kanker kedepannya [11-12]. Meskipun demikian
magnetic resonance imaging (MRI) telah menunjukkan hasil yang
serupa dengan hasil CT dan memiliki keuntungan ekposur radiasi
pengion yang lebih rendah terhadap pasien[1,13], namun kelemahan
terbesarnya adalah biaya yang relatif tinggi, ketersediaan dan waktu
akuisisi yang lama dengan penggunaan anestesi umum pada kelompok
usia anak. Dengan demikian, USG adalah pencitraan diagnostik lini
pertama yang dipilih untuk mengevaluasi apendisitis akut (AA) pada
pasien anak [3-4,6].

USG menyediakan cara yang non-invasif, mudah tersedia, dan


hemat biaya untuk mendiagnosis apendisitis akut (AA) tanpa membuat
pasien terpapar radiasi pengion. Namun, keakuratan USG sangat
bervariasi dalam literatur. Tingkat visualisasi apendiks tidak sebaik CT
scan, berkisar dari 40% hingga 89% [3,8,14-15]. Keakuratan USG juga
tidak lebih dari CT jika apendiks dapat divisualisasikan. Faktor-faktor
lain yang berperan dalam visualisasi apendiks termasuk pengalaman
operator (ahli teknologi berpengalaman, ahli radiologi anak versus ahli
radiologi umum), habitus tubuh pasien dan posisi anatomi apendiks juga
berpengaruh.
Tanda-tanda sekunder (SS) diklaim bermanfaat ketika apendiks
sulit divisualisasikan namun AA masih dicurigai. Gambaran peradangan
pada jaringan di sekitarnya dapat ditemukan pada AA. Data yang ada saat
ini masih kurang mengenai seberapa pentingnya tanda-tanda sekunder
dalam hal jenis dan jumlah tanda-tanda yang muncul. Dengan demikian,
tujuan dari penelitian kami adalah untuk menjelaskan lebih lanjut tentang
manfaat USG dan tanda-tanda sekundernya dalam mendiagnosis AA.

Bahan dan Metode

Penelitian ini disetujui oleh Komite Peninjau Etik dari institusi


kami dan kebutuhan untuk penjelasan dan persetujuan telah dihapuskan.
Penulis melakukan tinjauan retrospektif untuk menentukan keakuratan
USG dalam diagnosis AA pada populasi pediatrik dan untuk
mengevaluasi manfaat tanda-tanda sekunder dalam kasus di mana
apendiks sulit untuk divisualisasikan. Penelitian ini dilakukan di Rumah
Sakit Universitas Aga Khan, pusat perawatan tersier yang terletak di pusat
kota metropolitan terbesar di negara ini. Subjek penelitian berusia dua
hingga enam belas tahun yang telah menjalani USG kuadran kanan bawah
(RLQ) untuk nyeri perut akut dengan kecurigaan klinis untuk AA, yang
diambil dari database departemen dari tanggal 15 Juni 2003 hingga 9
Desember 2016.

Pasien tidak dapat dimasukan sebagai subjek penelitian jika


memiliki tanda apendisitis utama dan / atau tanda-tanda sekunder
apendisitis pada USG tanpa konfirmasi CT atau biopsi. Pasien yang sudah
memiliki kondisi apendisitis yang sudah diketahui dan pasien pasca
apendektomi juga tidak dimasukan ke dalam subjek penelitian. Pasien
dengan hasil USG RLQ negatif (tidak ada riwayat AA) primer dan tanda-
tanda sekunder AA) dimasukkan terlepas dari konfirmasi CT atau biopsi.
Teknik kompresi bertingkat ( graded compression technique) yang
dijelaskan oleh Puylaert [16] (sesuai dengan protokol departemen kami)
digunakan dalam penelitian ini dan semua pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan Toshiba Xario (Toshiba Medical Systems Corporation,
Jepang) dengan probe 3,5-10 MHz. Ahli radiologi bersertifikat yang
melakukan USG di siang hari dan residen radiologi tahun ketiga dan
keempat (senior) yang melakukan USG di malam hari. Semua gambar
dan laporan USG diselesaikan oleh ahli radiologi bersertifikat dengan
pengalaman mulai dari 3 hingga 26 tahun.
Data ditranskrip dari sistem rekam medis rumah sakit.
Termasuk temuan USG dengan CT scan dan hasil histopatologi yang
sesuai (ketika ada) dan demografi pasien. Laporan USG secara
retrospektif diklasifikasikan menjadi tiga kelompok oleh peneliti
utama: Kelompok 1 mencakup semua pasien dengan apendisitis
normal atau jika apendiks sulit divisualisasikan, tidak ada tanda-tanda
sekunder yang hadir. Kelompok 2 mencakup semua pasien yang
apendiksnya tidak terlihat jelas dan memiliki satu atau lebih tanda-
tanda sekunder AA. Kelompok 3 mencakup semua pasien dengan
tanda-tanda primer AA.
Tanda-tanda primer AA didefinisikan sebagai loop tanpa ujung
yang berukuran lebih dari atau sama dengan diameter 6mm,
menunjukkan salah satu fitur berikut: non-kompresibilitas, aperistalsis,
peningkatan ketebalan dinding dan vaskularisasi. Tanda-tanda
sekunder (SS) berikut didapat: cairan bebas (laporan cairan bebas
ringan tidak dimasukan karena ini adalah temuan normal), kelenjar
getah bening lebih besar dari atau sama dengan diameter 8mm, lemak
echogenic dalam RLQ, penurunan peristaltik, penebalan omental,
pengumpulan cairan pada RLQ, penebalan cecal dan appendicolith.
Kriteria CT dan histopatologi (biopsi) adalah positif (AA) atau negatif
(apendiks normal).
Keakuratan diagnostik USG dan tanda-tanda sekunder untuk
AA ditentukan dengan menggunakan metode epidemiologi standar
dalam menghitung sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif positif
(PPV) dan nilai prediktif negatif (NPV). Jumlah tanda-tanda sekunder
berkorelasi dengan temuan AA. Analisis statistik diperoleh dengan
menggunakan perangkat lunak Statistical Package for Social Sciences
(SPSS) versi 21 (IBM, Armonk, NY, USA).

Hasil Penelitian
Database kami memuat 1.179 kasus dengan dugaan AA antara usia dua dan
enam belas tahun. Diantara data tersebut, 22 pasien dari Kelompok 2 dan 34 pasien
dari Kelompok 3 tidak memiliki CT atau konfirmasi biopsi, dan karena itu data
mereka tidak diikutsertakan. 8 pasien lainnya dikeluarkan karena apendiks telah
diangkat melalui pembedahan atau indikasi dari USG adalah untuk mengevaluasi
entitas lain. Jumlah sampel akhir adalah 1115 dimana 714 adalah laki-laki dan 401
adalah perempuan. Usia rata-rata sampel adalah 9,4 tahun. 358 (29%) pasien
memiliki apendisitis akut (AA) yang dikonfirmasi dengan CT dan / atau biopsi. 380
pasien menjalani operasi usus buntu di mana 89% (337/380) memiliki AA dan
karenanya, persentase apendektomi negatif adalah 11% (43/380).
Untuk menghitung keakuratan USG RLQ untuk apendisitis akut (AA), kami
menganggap Kelompok 1 negatif dan Kelompok 2 dan Kelompok 3 positif. Dengan
menggunakan metode klasifikasi ini, sensitivitasnya 79%, spesifisitas 97%, PPV
93%, NPV 91% dan akurasi keseluruhan 91% (Tabel 1).

Parameter Persentase (Total Jumlah)


Sensitivitas 79% (283/358)
Spesifisitas 97% (735/757)
PPV 93% (283/305)
NPV 91% (735/810)
Akurasi 91% (1018/1115)
TABEL 1: Keakuratan klasifikasi ultrasound untuk apendisitis akut
PPV: nilai prediksi positif; NPV: nilai prediksi negative

Kelompok 1 termasuk pasien yang apendiksnya normal atau jika apendiks


tidak terlihat, didapatkan hasil bahwa tidak ada primer atau tanda-tanda sekunder
AA (n = 810, 73%). Diantara hasil tersebut, 735 (91%) tidak memiliki AA. 52
(5%) pasien dengan tanda-tanda sekunder dengan tidak adanya visualisasi
apekdiks pada Kelompok 2.
Apendisitis terjadi pada 38/51 (75%) pasien dan tiga pasien apendektomi
negatif. Di Kelompok 3, ada 254 (19%) pasien yang memiliki tanda-tanda primer
AA. Dari 254, 245 (96%) pasien dipastikan memiliki AA. Di antara 43 pasien,
Kelompok 3 memiliki 11 pasien dengan apendektomi negatif (Tabel 2).

Kelompok 1 (n = 810) Apendiks Kelompok 2 (n = 52) Kelom


normal atau apendiks tidak terlihat, Apendiks tidak terlihat, pok 3
Total
tidak ada tanda sekunder tanda-tanda sekunder ada (n=253
)
Apendisitis
Apendisitis 358 75 (9%) 38 (75%) 245 (96%)
Apendektomi
43 29 3 11
negatif
TABEL 2: Apendisitis terkonfirmasi (CT + biopsi) apendektomi negatif (biopsi)

Sebanyak 68 tanda-tanda sekunder dicatat pada 52 pasien di Kelompok 2.


Tanda sekunder yang paling sering ditemui adalah pembesaran kelenjar getah
bening (n = 21), dan AA terdapat pada 86% (18/21) pasien.
Lemak echogenic di fossa iliaka kanan adalah tanda sekunder paling
umum kedua dan terlihat pada 15 pasien, dan 10 pasien (67%) memiliki AA. 10
pasien mengalami penurunan gerak peristaltik dimana 7 pasien (70%) memiliki
AA. Ada 8 pasien dengan cairan bebas yang melebihi jumlah fisiologis, sesuai
kebijaksanaan ahli radiologi, 6 (75%) dari pasien ini memiliki AA. Akumulasi
cairan tervisualisasikan pada 7 pasien dimana 5 pasien (71%) memiliki AA.
Penebalan cecal / edema hadir pada tiga pasien, yang semuanya memiliki AA
(100%). Ada appendicolith pada dua pasien, keduanya memiliki AA (100%),
sementara penebalan omental juga terlihat pada dua pasien, hanya satu yang
memiliki AA (50%) (Tabel 3).

Tanda Sekunder Total Apendisitis Sensitivitas Spesifisitas PPV NPV Akurasi

Kelenjar getah bening 21 18 19% 100% 86% 91% 91%


Lemak echogenic (RLQ) 15 10 12% 99% 67% 91% 90%
Penurunan peristaltik 10 7 9% 100% 70% 91% 90%
Cairan bebas (sedang hingga 8 6 7% 100% 75% 91% 91%
besar)
Pengumpulan 7 5 6% 100% 71% 91% 91%
Penebalan cecal / edema 3 3 4% 100% 100% 91% 91%
Appendicolith 2 2 3% 100% 100% 91% 91%
Penebalan omental 2 1 1% 100% 50% 91% 91%
TABEL 3: Akurasi temuan ultrasonografi sekunder untuk apendisitis
PPV: nilai prediksi positif; NPV: nilai prediksi negatif; RLQ: kuadran
kanan bawah

Ada 40/52 pasien dengan hanya satu tanda sekunder, dan AA


ditemukan di 28 pasien (70%) dari pasien-pasien tersebut. Dua tanda-
tanda sekunder terlihat pada 9 dari 52 pasien di antaranya 7 (78%)
memiliki AA. Tiga dan empat tanda-tanda sekunder hanya terlihat
pada 2 dan 1 pasien, yang semuanya memiliki apendisitis akut (AA)
(100%) (Tabel 4).

Total Apendisitis Prevalensi


Satu tanda sekunder 40 28 70%
Dua tanda sekunder 9 7 78%
Tiga tanda sekunder 2 2 100%
Empat tanda sekunder 1 1 100%
TABEL 4: Hubungan antara jumlah tanda sekunder dan apendisitis

Tingkat perforasi keseluruhan adalah 10% (n = 36) dimana 28%


(10/36) terdeteksi di USG. Ada 5 perforasi di Kelompok 1, 8 perforasi
di Kelompok 2, dan Kelompok 3 memiliki jumlah yang paling banyak
dengan 23 (Tabel 5). Ada satu ultrasonografi RLQ dengan hasil positif
palsu untuk perforasi meskipun pasien memiliki AA pada biopsi.
Kelompok 1 (n = 810) Apendiks Kelompok 2 (n = 52) Kelom
normal atau apendiks tidak terlihat, Apendiks tidak terlihat, pok 3
Total
tidak ada tanda sekunder tanda-tanda sekunder ada (n=253
)
Apendisitis
Perforasi 36 5 8 23
Perforasi
terdeteksi
10 0 3 7
oleh US
TABEL 5: Utilitas ultrasonografi untuk perforasi
US: ultrasonografi

Diskusi

Penelitian kami menguatkan bahwa USG dapat digunakan sebagai


pencitraan lini pertama pada dugaan apendisitis di pasien pediatri dan bahwa tanda-
tanda sekunder (SS) memiliki potensi yang kuat untuk membantu penegakkan
diagnosis [3,7]. Prevalensi apendisitis akut (AA) dalam penelitian kami adalah
29% yang mirip dengan penelitian sebelumnya (25%, 32%, 34%). Keakuratan
USG yang kami dapat sebesar 91% untuk mendiagnosis AA pada pasien anak juga
sejalan dengan penelitian sebelumnya [3-4,7,14,17].
Meskipun hasil penelitian kami dapat diterima, 91 pasien terdiagnosis
kurang tepat. Kurangnya visualisasi apendiks adalah faktor yang paling utama. Ada
banyak faktor yang dapat menyebabkan kurangnya visualisasi apendiks seperti;
pencitraan apendisitis yang sembuh secara spontan, ketidakmampuan untuk
mendeteksi AA awal, pengalaman operator, fisik pasien; status nyeri dan
sensitivitas, lokasi apendiks dan tingginya jumlah pasien menyebabkan waktu
pemindaian yang lebih singkat untuk menemukan apendiks [7,17]. Beberapa
faktor ini sulit dikendalikan yang juga menjadi alasan mengapa ahli
bedah terkadang mengabaikan hasil pencitraan jika mereka tidak
berkorelasi dengan parameter klinis [18]. Berdasarkan pengalaman kami,
jika apendiks tidak divisualisasikan dan tidak ada tanda-tanda sekunder
(SS), kami percaya bahwa pasien harus dikelola secara operatif jika ada
kecurigaan klinis yang tinggi [3].

Adanya apenditis tanpa adanya tanda primer atau sekunder


sebanyak 9%, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan 7,1% yang
diperoleh dalam studi yang dilakukan oleh Estey et al. [3], sementara
Wiersma et al. [7] tidak menemukan apenditis tanpa tanda primer atau
sekunder. Namun ukuran sampel mereka kecil (212) sedangkan sampel
penilitian kami sebanyak 1115. Meskipun demikian, NPV kami lebih
besar dari 90% dimana hal tersebut sesuai dengan penelitian
sebelumnya [14].

Dalam penelitian kami, hanya 4,7% (52) pasien memiliki tanda-


tanda sekunder tanpa apendiks yang divisualisasikan. Di dalam
literatur, prevalensi kelompok ini berkisar antara 3% -45% [3-4,14].
Masalah utama tanda-tanda sekunder adalah bahwa tanda-tanda tersebut
tidak sensitif. Selain itu, sebagian besar pasien hanya akan memiliki
satu hingga dua tanda-tanda sekunder (jika ada), dan menurut pendapat
kami, ini menjadi dilema diagnostik terbesar. Namun, dalam penelitian
kami tanda-tanda sekunder tertentu seperti penebalan cecal dan adanya
appendicolith memiliki PPV 100%. Lemak echogenic RLQ, penurunan
peristaltik, cairan bebas dan pengumpulan memiliki PPV yang wajar
berkisar 67-75% (Gambar 1). Meskipun kehadiran tiga atau lebih tanda-
tanda sekunder sangat jarang [3,14] kami merasa apendisitis bisa
didiagnosis dengan pasti dalam kelompok pasien ini (tiga pasien -
semuanya memiliki AA).
Gambar 1: Gambaran sonografi laki-laki berusia 10 tahun

Akumulsi cairan heterogen dengan echo internal yang bergerak (tanda


panah) tercatat di fossa iliaka kanan dengan peradangan echogenic dari lemak
di sekitarnya (mata panah). Apendiks tidak divisualisasikan secara terpisah.
Pasien ini mengalami apendisitis perforasi, yang dikonfirmasi pada operasi.

Tingkat perforasi di antara pasien dengan apendisitis akut


adalah 10,1%. Persentase perforasi tertinggi ditemukan di
Kelompok 2 (20,1%), serupa dengan hasil yang didapatkan
Wiersma et al. [7]. Hal ini dikarenakan apendiks yang berlubang
(perforasi) relatif sulit untuk divisualisasikan. Kelompok 1 dan
Kelompok 3 masing-masing memiliki tingkat perforasi 6,7% dan
9,4%.

Metode untuk menstandarisasi sistem pelaporan USG dengan


dimasukkannya tanda-tanda sekunder (SS) telah terbukti meningkatkan
manajemen pasien. Sebuah studi yang dilakukan oleh Partain et al.
menunjukkan bahwa penggunaan standar sistem pelaporan USG ditambah
dengan peningkatan pelaporan tanda-tanda sekunder dapat menurunkan
penggunaan CT yang tidak diperlukan dan penurunkan tingkat admisi
rumah sakit yang bertujuan pengobservasian pasien dengan dugaan
apendisitis akut (AA) dan hasil USG equicoval (samar) [8]. Larson et al.
mengusulkan lima kategori skema interpretatif berdasarkan visualisasi
apendiks yang memungkinkan panduan yang lebih spesifik untuk
manajemen klinis dan bedah yang berpotensi mengurangi jumlah
apendektomi negatif dan memberikan kepercayaan yang tinggi dalam
interpretasi kasus di mana apendiks sulit terlihat [19].

Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian kami. Pertama,


penelitian ini bersifat retrospektif dan karena itu membawa keterbatasan
terkait. Kedua, keterbatasan yang dirasakan paling menyulitan dan juga
ditemukan dalam penelitian serupa lainnya adalah jumlah pasien dengan
tanda-tanda sekunder yang relatif rendah. Selain itu, tidak ada cara yang
pasti untuk benar-benar mengetahui apakah pasien yang telah menjalani
USG benar-benar berdiagnosis negatif tanpa histopatologi. Beragamnya
hasil yang diperoleh karena faktor-faktor seperti pengalaman operator.
Oleh karena itu, diperlukan studi prospektif multisentris yang lebih besar,
idealnya menggunakan standar pelaporan algoritma untuk bisa lebih
lanjut menentukan bagaimana tanda-tanda sekunder (SS) individu dan
kombinasi tanda-tanda sekunder tersebut berkorelasi dengan apendisitis
akut (AA).

Kesimpulan
Ultrasonografi (USG) harus selalu digunakan sebagai lini pertama
untuk diagnosis apendisitis akut (AA) pada pasien anak. Tanda-tanda
sekunder (SS) memiliki kunci yang berpotensi untuk membantu dalam
penegakkan diagnosis yang akurat ketika apendiks sulit divisualisasikan.
Dalam penelitian kami, kasus equivocal dengan kehadiran tiga atau lebih
tanda sekunder memiliki indeks probabilitas tinggi untuk apendisitis akut.
Namun, penelitian lebih lanjut dalam bentuk studi prospektif diperlukan
untuk mengevaluasi bagaimana tanda-tanda sekunder baik secara individu
atau kolektif dapat lebih membantu ahli radiologi untuk membuat
diagnosis yang akurat.

Informasi Tambahan

Pengungkapan
Subjek manusia: Persetujuan diperoleh dari semua peserta dalam
penelitian ini. Komite Peninjau Etik, Universitas Aga Khan
persetujuan dikeluarkan 4600 / RAD / 17. Subjek hewan: Semua
penulis mengkonfirmasi bahwa penelitian ini tidak melibatkan subjek
atau jaringan hewan. Konflik kepentingan: Sesuai dengan formulir
pengungkapan seragam ICMJE, semua penulis menyatakan hal
berikut: Info pembayaran / layanan: Semua penulis menyatakan bahwa
tidak ada dukungan keuangan yang diterima dari organisasi mana pun
untuk pekerjaan yang diserahkan. Hubungan keuangan: Semua penulis
menyatakan bahwa mereka tidak memiliki dukungan keuangan saat ini
atau dalam tiga tahun sebelumnya dengan organisasi apa pun yang
mungkin tertarik pada karya yang diajukan. Hubungan lainnya: Semua
penulis menyatakan bahwa tidak ada hubungan atau kegiatan lain yang
dapat memengaruhi karya yang dikirim.

Anda mungkin juga menyukai