Anda di halaman 1dari 19

JOURNAL READING

“UTILITY AND ACCURACY OF PRIMARY AND SECONDARY


ULTRASONOGRAPHY SIGNS FOR DIAGNOSING ACUTE
APPENDICITIS IN PEDIATRIC PATIENT”

Oleh:
Michael Jansen Sulaiman

1802611004

Pembimbing:

dr. Pande Putu Yuli Anandasari, Sp.Rad

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya,
Journal Reading “Manfaat dan Akurasi Tanda Ultrasonografi Primer dan Sekunder untuk
Mendiagnosis Apendisitis Akut pada Pasien Pediatri” dapat diselesaikan. Laporan ini disusun
dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di SMF/Bagian Radiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana yang dilaksanakan tanggal 11 Maret 2019 – 7 April 2019.
Semua tahapan laporan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya berkat dukungan
berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Pande Putu Yuli Anandasari, Sp.Rad selaku pembimbing journal reading di
Bagian/KSM Radiologi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar.
2. Dokter-dokter spesialis radiologi di Bagian/KSM Radiologi FK Unud/RSUP Sanglah
Denpasar.
3. Rekan-rekan sejawat (Dokter Residen dan Dokter Muda) di Bagian/KSM Radiologi FK
Unud/RSUP Sanglah Denpasar.
4. Semua pihak lain yang telah membantu dalam penyusunan journal reading ini.
Diharapkan hasil laporan ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan dapat
menjadi inspirasi dalam perencanaan kegiatan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia dan
khususnya di Bali.

Denpasar, 12 Maret 2019

Penulis
Manfaat dan Akurasi Tanda Ultrasonografi Primer dan Sekunder
untuk Mendiagnosis Apendisitis Akut pada Pasien Anak
Waseem A. Mirza 1 , Mujtaba Z. Naveed 2 , Kumail Khandwala 3

1. Radiologi, Universitas Aga Khan, Karachi, PAK 2. Sekolah Tinggi Kedokteran,


Universitas Aga Khan, Karachi, PAK 3.Radiologi, Rumah Sakit Universitas Aga Khan,
Karachi, PAK
Penulis Koresponden: Kumail Khandwala, kumail.khandwala@gmail.com
Pengungkapan penelitian dapat ditemukan di bagian Informasi Tambahan di akhir
artikel

Abstrak

Pendahuluan
Diagnosis apendisitis akut (AA) yang akurat sangat penting untuk mencegah komplikasi morbid
yang terkait dengan AA yang tidak diobati. Diagnosis ini mencakup paling tidak sebanyak 30%
diagnosis di bagian pediatrik yang secara signifikan jumlah tergolong tinggi. Ultrasonografi
(USG) umumnya telah digunakan sebagai mode awal pencitraan pada pasien anak-anak karena
kurangnya radiasi pengion. Dengan akurasi variabelnya, adjuvan seperti tanda sekunder dapat
digunakan untuk membantu ahli radiologi dalam membuat diagnosis yang akurat.

Bahan dan Metode


Pasien dengan usia antara dua dan enam belas tahun dengan nyeri perut akut, yang telah
dicurigai sebagai apendisitis akut (AA), menjalani ultrasonografi (USG) kuadran kanan bawah
antara tahun 2003 dan 2016, diidentifikasi secara retrospektif. Hasil CT scan dan histopatologi
yang sesuai dicatat. Berdasarkan tanda-tanda primer dan sekunder yang muncul, hasilnya
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok untuk menentukan akurasi hasil. Kelompok 1 mencakup
semua pasien dengan apendiks normal atau jika apendiks yang tidak dapat divisualisasikan,
tanpa adanya tanda-tanda sekunder. Kelompok 2 adalah pasien dengan apendiks yang tidak
terlihat jelas dan memiliki satu atau lebih tanda-tanda sekunder apendisitis akut (AA). Kelompok
3 mencakup semua pasien dengan tanda-tanda primer apendisitis akut (AA). Jumlah dari tanda
dan kasus sekunder dengan apendiks perforasi juga berkorelasi dengan akurasi sonografi.

Hasil
Seribu seratus lima belas (1115) pasien memenuhi kriteria inklusi dimana 29% terkonfirmasi
dengan diagnosis AA. Persentase apendektomi positif adalah 89% (337/380). Dengan
menggunakan klasifikasi 3-kategori hasil USG, sensitivitasnya adalah 79%, spesifisitas 97%,
prediksi nilai positif adalah 93%, prediksi nilai negatif adalah 91% dan akurasi keseluruhan
adalah 91%. Temuan dua atau lebih tanda sekunder menunjukkan kemungkinan apendisitis yang
tinggi. Tingkat perforasi tertinggi adalah 10%, terlihat pada pasien di Kelompok 2.

Kesimpulan

Walaupun ada faktor keterbatasan, USG dapat digunakan sebagai pencitraan lini pertama untuk
pasien pediatric dengan dugaan apendisitis karena keakuratan visualisasi apendiks yang dapat
menyaingi CT. Tanda-tanda USG sekunder memiliki potensi kuat untuk membantu ahli radiologi
dalam membuat diagnosis yang akurat, dan penelitian kami menunjukkan hubungan yang
proporsional antara jumlah tanda-tanda sekunder dan kemungkinan apendisitis. Namun,
penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan akurasi secara individu dari tanda-tanda
sekunder terebut dan apakah kombinasi dari tanda-tanda sekunder berhubungan dengan
kemungkinan terjadinya appendisitis.

Kategori: Bedah Anak, Radiologi

Kata kunci: USG, sonografi, pediatrik, apendisitis akut, tanda-tanda sekunder

Pendahuluan

Apendisitis adalah kondisi akut yang paling sering dijumpai pada pasien pediatric
maupun dewasa yang seringkali membutuhkan tindakan bedah [1-3]. Sekitar 30% dari pasien
pediatri didiagnosis dengan penyakit ini, membuat diagnosis yang akurat menjadi tantangan
tersendiri [2-3]. Menentukan keputusan untuk melakukan operasi invasif yang terkadang tidak
diperlukan dan kemungkinan komplikasi dari apendisitis jika tidak mendapatkan pengobatan
sangatlah sulit. Namun, Tingkat apendektomi negatif hingga 20% dianggap dapat diterima pada
pasien dewasa dan anak-anak [4-5] karena risiko perforasi yang tidak ditangani baik,
pembentukan abses, obstruksi usus, peritonitis dan sepsis [3].
Untuk mencegah kesalahan diagnosis apendisitis akut (AA), USG dan computed
tomography (CT) sangat diandalkan untuk membuat diagnosis yang benar [3,6]. CT scan
memiliki sensitivitas dan spesifisitas keseluruhan yang lebih baik untuk mendiagnosis AA
dibandingkan dengan USG [6-7], yang hanya memiliki sensitivitas dan spesifisitas berkisar
antara 95%-97% dan 94%-97% [8-9]. Dilema untuk menggunakan pemeriksaan CT pada pasien
anak muncul dikarenakan adanya paparan radiasi pengion. Anak-anak memiliki sensitifitas
terhadap radiasi pengion sekitar 10 kali lebih sensitif dibandingkan dengan orang dewasa [1,10],
hal tersebut dapat meningkatkan risiko kanker kedepannya [11-12]. Meskipun demikian
magnetic resonance imaging (MRI) telah menunjukkan hasil yang serupa dengan hasil CT dan
memiliki keuntungan ekposur radiasi pengion yang lebih rendah terhadap pasien[1,13], namun
kelemahan terbesarnya adalah biaya yang relatif tinggi, ketersediaan dan waktu akuisisi yang
lama dengan penggunaan anestesi umum pada kelompok usia anak. Dengan demikian, USG
adalah pencitraan diagnostik lini pertama yang dipilih untuk mengevaluasi apendisitis akut
(AA) pada pasien anak [3-4,6].

USG menyediakan cara yang non-invasif, mudah tersedia, dan hemat biaya untuk
mendiagnosis apendisitis akut (AA) tanpa membuat pasien terpapar radiasi pengion. Namun,
keakuratan USG sangat bervariasi dalam literatur. Tingkat visualisasi apendiks tidak sebaik CT
scan, berkisar dari 40% hingga 89% [3,8,14-15]. Keakuratan USG juga tidak lebih dari CT jika
apendiks dapat divisualisasikan. Faktor-faktor lain yang berperan dalam visualisasi apendiks
termasuk pengalaman operator (ahli teknologi berpengalaman, ahli radiologi anak versus ahli
radiologi umum), habitus tubuh pasien dan posisi anatomi apendiks juga berpengaruh.
Tanda-tanda sekunder (SS) diklaim bermanfaat ketika apendiks sulit divisualisasikan
namun AA masih dicurigai. Gambaran peradangan pada jaringan di sekitarnya dapat ditemukan
pada AA. Data yang ada saat ini masih kurang mengenai seberapa pentingnya tanda-tanda
sekunder dalam hal jenis dan jumlah tanda-tanda yang muncul. Dengan demikian, tujuan dari
penelitian kami adalah untuk menjelaskan lebih lanjut tentang manfaat USG dan tanda-tanda
sekundernya dalam mendiagnosis AA.

Bahan dan Metode

Penelitian ini disetujui oleh Komite Peninjau Etik dari institusi kami dan kebutuhan untuk
penjelasan dan persetujuan telah dihapuskan. Penulis melakukan tinjauan retrospektif untuk
menentukan keakuratan USG dalam diagnosis AA pada populasi pediatrik dan untuk
mengevaluasi manfaat tanda-tanda sekunder dalam kasus di mana apendiks sulit untuk
divisualisasikan. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Universitas Aga Khan, pusat perawatan
tersier yang terletak di pusat kota metropolitan terbesar di negara ini. Subjek penelitian berusia
dua hingga enam belas tahun yang telah menjalani USG kuadran kanan bawah (RLQ) untuk
nyeri perut akut dengan kecurigaan klinis untuk AA, yang diambil dari database departemen dari
tanggal 15 Juni 2003 hingga 9 Desember 2016.

Pasien tidak dapat dimasukan sebagai subjek penelitian jika memiliki tanda apendisitis
utama dan / atau tanda-tanda sekunder apendisitis pada USG tanpa konfirmasi CT atau biopsi.
Pasien yang sudah memiliki kondisi apendisitis yang sudah diketahui dan pasien pasca
apendektomi juga tidak dimasukan ke dalam subjek penelitian. Pasien dengan hasil USG RLQ
negatif (tidak ada riwayat AA) primer dan tanda-tanda sekunder AA) dimasukkan terlepas dari
konfirmasi CT atau biopsi.
Teknik kompresi bertingkat ( graded compression technique) yang dijelaskan oleh
Puylaert [16] (sesuai dengan protokol departemen kami) digunakan dalam penelitian ini dan
semua pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan Toshiba Xario (Toshiba Medical Systems
Corporation, Jepang) dengan probe 3,5-10 MHz. Ahli radiologi bersertifikat yang melakukan
USG di siang hari dan residen radiologi tahun ketiga dan keempat (senior) yang melakukan
USG di malam hari. Semua gambar dan laporan USG diselesaikan oleh ahli radiologi
bersertifikat dengan pengalaman mulai dari 3 hingga 26 tahun.
Data ditranskrip dari sistem rekam medis rumah sakit. Termasuk temuan USG dengan
CT scan dan hasil histopatologi yang sesuai (ketika ada) dan demografi pasien. Laporan USG
secara retrospektif diklasifikasikan menjadi tiga kelompok oleh peneliti utama: Kelompok 1
mencakup semua pasien dengan apendisitis normal atau jika apendiks sulit divisualisasikan,
tidak ada tanda-tanda sekunder yang hadir. Kelompok 2 mencakup semua pasien yang
apendiksnya tidak terlihat jelas dan memiliki satu atau lebih tanda-tanda sekunder AA.
Kelompok 3 mencakup semua pasien dengan tanda-tanda primer AA.
Tanda-tanda primer AA didefinisikan sebagai loop tanpa ujung yang berukuran lebih
dari atau sama dengan diameter 6mm, menunjukkan salah satu fitur berikut: non-
kompresibilitas, aperistalsis, peningkatan ketebalan dinding dan vaskularisasi. Tanda-tanda
sekunder (SS) berikut didapat: cairan bebas (laporan cairan bebas ringan tidak dimasukan
karena ini adalah temuan normal), kelenjar getah bening lebih besar dari atau sama dengan
diameter 8mm, lemak echogenic dalam RLQ, penurunan peristaltik, penebalan omental,
pengumpulan cairan pada RLQ, penebalan cecal dan appendicolith. Kriteria CT dan
histopatologi (biopsi) adalah positif (AA) atau negatif (apendiks normal).
Keakuratan diagnostik USG dan tanda-tanda sekunder untuk AA ditentukan dengan
menggunakan metode epidemiologi standar dalam menghitung sensitivitas, spesifisitas, nilai
prediktif positif (PPV) dan nilai prediktif negatif (NPV). Jumlah tanda-tanda sekunder
berkorelasi dengan temuan AA. Analisis statistik diperoleh dengan menggunakan perangkat
lunak Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 21 (IBM, Armonk, NY, USA).

Hasil Penelitian
Database kami memuat 1.179 kasus dengan dugaan AA antara usia dua dan enam belas
tahun. Diantara data tersebut, 22 pasien dari Kelompok 2 dan 34 pasien dari Kelompok 3 tidak
memiliki CT atau konfirmasi biopsi, dan karena itu data mereka tidak diikutsertakan. 8 pasien
lainnya dikeluarkan karena apendiks telah diangkat melalui pembedahan atau indikasi dari USG
adalah untuk mengevaluasi entitas lain. Jumlah sampel akhir adalah 1115 dimana 714 adalah
laki-laki dan 401 adalah perempuan. Usia rata-rata sampel adalah 9,4 tahun. 358 (29%) pasien
memiliki apendisitis akut (AA) yang dikonfirmasi dengan CT dan / atau biopsi. 380 pasien
menjalani operasi usus buntu di mana 89% (337/380) memiliki AA dan karenanya, persentase
apendektomi negatif adalah 11% (43/380).
Untuk menghitung keakuratan USG RLQ untuk apendisitis akut (AA), kami
menganggap Kelompok 1 negatif dan Kelompok 2 dan Kelompok 3 positif. Dengan
menggunakan metode klasifikasi ini, sensitivitasnya 79%, spesifisitas 97%, PPV 93%, NPV
91% dan akurasi keseluruhan 91% (Tabel 1).\
Parameter Persentase (Total Jumlah)

Sensitivitas 79% (283/358)


Spesifisitas 97% (735/757)

PPV 93% (283/305)


NPV 91% (735/810)

Akurasi 91% (1018/1115)

TABEL 1: Keakuratan klasifikasi ultrasound untuk apendisitis akut


PPV: nilai prediksi positif; NPV: nilai prediksi negative

Kelompok 1 termasuk pasien yang apendiksnya normal atau jika apendiks tidak terlihat,
didapatkan hasil bahwa tidak ada primer atau tanda-tanda sekunder AA (n = 810, 73%).
Diantara hasil tersebut, 735 (91%) tidak memiliki AA. 52 (5%) pasien dengan tanda-tanda
sekunder dengan tidak adanya visualisasi apekdiks pada Kelompok 2.
Apendisitis terjadi pada 38/51 (75%) pasien dan tiga pasien apendektomi negatif. Di
Kelompok 3, ada 254 (19%) pasien yang memiliki tanda-tanda primer AA. Dari 254, 245 (96%)
pasien dipastikan memiliki AA. Di antara 43 pasien, Kelompok 3 memiliki 11 pasien dengan
apendektomi negatif (Tabel 2).

Kelompok 1 (n = 810) Kelompok 2 (n = 52) Kelompok 3


(n=253)
Apendiks normal atau Apendiks tidak terlihat,
Tota
Apendisitis
l apendiks tidak terlihat, tanda-tanda sekunder
ada
tidak ada tanda sekunder
Apendisitis 358 75 (9%) 38 (75%) 245 (96%)
Apendekto
43 29 3 11
mi negatif

TABEL 2: Apendisitis terkonfirmasi (CT + biopsi) apendektomi negatif (biopsi)

Sebanyak 68 tanda-tanda sekunder dicatat pada 52 pasien di Kelompok 2. Tanda


sekunder yang paling sering ditemui adalah pembesaran kelenjar getah bening (n = 21), dan AA
terdapat pada 86% (18/21) pasien.
Lemak echogenic di fossa iliaka kanan adalah tanda sekunder paling umum kedua dan
terlihat pada 15 pasien, dan 10 pasien (67%) memiliki AA. 10 pasien mengalami penurunan
gerak peristaltik dimana 7 pasien (70%) memiliki AA. Ada 8 pasien dengan cairan bebas yang
melebihi jumlah fisiologis, sesuai kebijaksanaan ahli radiologi, 6 (75%) dari pasien ini memiliki
AA. Akumulasi cairan tervisualisasikan pada 7 pasien dimana 5 pasien (71%) memiliki AA.
Penebalan cecal / edema hadir pada tiga pasien, yang semuanya memiliki AA (100%). Ada
appendicolith pada dua pasien, keduanya memiliki AA (100%), sementara penebalan omental
juga terlihat pada dua pasien, hanya satu yang memiliki AA (50%) (Tabel 3).

Tanda Sekunder Total Apendisitis Sensitivitas Spesifisitas PPV NPV Akurasi


Kelenjar getah bening 21 18 19% 100% 86% 91% 91%
Lemak echogenic 15 10 12% 99% 67% 91% 90%

(RLQ)
Penurunan peristaltik 10 7 9% 100% 70% 91% 90%
Cairan bebas 8 6 7% 100% 75% 91% 91%

(sedang hingga besar)


Pengumpulan 7 5 6% 100% 71% 91% 91%
Penebalan cecal / edema 3 3 4% 100% 100% 91% 91%
Appendicolith 2 2 3% 100% 100% 91% 91%
Penebalan omental 2 1 1% 100% 50% 91% 91%
TABEL 3: Akurasi temuan ultrasonografi sekunder untuk apendisitis
PPV: nilai prediksi positif; NPV: nilai prediksi negatif; RLQ: kuadran kanan bawah

Ada 40/52 pasien dengan hanya satu tanda sekunder, dan AA ditemukan di 28 pasien (70%)
dari pasien-pasien tersebut. Dua tanda-tanda sekunder terlihat pada 9 dari 52 pasien di antaranya
7 (78%) memiliki AA. Tiga dan empat tanda-tanda sekunder hanya terlihat pada 2 dan 1 pasien,
yang semuanya memiliki apendisitis akut (AA) (100%) (Tabel 4).
Total Apendisitis Prevalensi
Satu tanda sekunder 40 28 70%
Dua tanda sekunder 9 7 78%
Tiga tanda sekunder 2 2 100%
Empat tanda sekunder 1 1 100%
TABEL 4: Hubungan antara jumlah tanda sekunder dan apendisitis

Tingkat perforasi keseluruhan adalah 10% (n = 36) dimana 28% (10/36) terdeteksi di
USG. Ada 5 perforasi di Kelompok 1, 8 perforasi di Kelompok 2, dan Kelompok 3 memiliki
jumlah yang paling banyak dengan 23 (Tabel 5). Ada satu ultrasonografi RLQ dengan hasil
positif palsu untuk perforasi meskipun pasien memiliki AA pada biopsi.

Kelompok 1 (n = 810) Kelompok 2 (n = 52) Kelompok


3 (n=25)
Apendiks normal atau Apendiks tidak terlihat,
Total
Apendisitis
apendiks tidak terlihat, tanda-tanda sekunder
ada
tidak ada tanda sekunder
Perforasi 36 5 8 23
Perforasi
terdeteksi
10 0 3 7
oleh US
TABEL 5: Utilitas ultrasonografi untuk perforasi,
US: ultrasonografi

Diskusi

Penelitian kami menguatkan bahwa USG dapat digunakan sebagai pencitraan lini
pertama pada dugaan apendisitis di pasien pediatri dan bahwa tanda-tanda sekunder (SS)
memiliki potensi yang kuat untuk membantu penegakkan diagnosis [3,7]. Prevalensi apendisitis
akut (AA) dalam penelitian kami adalah 29% yang mirip dengan penelitian sebelumnya (25%,
32%, 34%). Keakuratan USG yang kami dapat sebesar 91% untuk mendiagnosis AA pada
pasien anak juga sejalan dengan penelitian sebelumnya [3-4,7,14,17].
Meskipun hasil penelitian kami dapat diterima, 91 pasien terdiagnosis kurang tepat.
Kurangnya visualisasi apendiks adalah faktor yang paling utama. Ada banyak faktor yang dapat
menyebabkan kurangnya visualisasi apendiks seperti; pencitraan apendisitis yang sembuh
secara spontan, ketidakmampuan untuk mendeteksi AA awal, pengalaman operator, fisik
pasien; status nyeri dan sensitivitas, lokasi apendiks dan tingginya jumlah pasien menyebabkan
waktu pemindaian yang lebih singkat untuk menemukan apendiks [7,17]. Beberapa faktor ini
sulit dikendalikan yang juga menjadi alasan mengapa ahli bedah terkadang mengabaikan hasil
pencitraan jika mereka tidak berkorelasi dengan parameter klinis [18]. Berdasarkan pengalaman
kami, jika apendiks tidak divisualisasikan dan tidak ada tanda-tanda sekunder (SS), kami
percaya bahwa pasien harus dikelola secara operatif jika ada kecurigaan klinis yang tinggi [3].

Adanya apenditis tanpa adanya tanda primer atau sekunder sebanyak 9%, sedikit lebih
tinggi dibandingkan dengan 7,1% yang diperoleh dalam studi yang dilakukan oleh Estey et al.
[3], sementara Wiersma et al. [7] tidak menemukan apenditis tanpa tanda primer atau sekunder.
Namun ukuran sampel mereka kecil (212) sedangkan sampel penilitian kami sebanyak 1115.
Meskipun demikian, NPV kami lebih besar dari 90% dimana hal tersebut sesuai dengan
penelitian sebelumnya [14].

Dalam penelitian kami, hanya 4,7% (52) pasien memiliki tanda-tanda sekunder tanpa
apendiks yang divisualisasikan. Di dalam literatur, prevalensi kelompok ini berkisar antara 3%
-45% [3-4,14]. Masalah utama tanda-tanda sekunder adalah bahwa tanda-tanda tersebut tidak
sensitif. Selain itu, sebagian besar pasien hanya akan memiliki satu hingga dua tanda-tanda
sekunder (jika ada), dan menurut pendapat kami, ini menjadi dilema diagnostik terbesar.
Namun, dalam penelitian kami tanda-tanda sekunder tertentu seperti penebalan cecal dan
adanya appendicolith memiliki PPV 100%. Lemak echogenic RLQ, penurunan peristaltik,
cairan bebas dan pengumpulan memiliki PPV yang wajar berkisar 67-75% (Gambar 1).
Meskipun kehadiran tiga atau lebih tanda-tanda sekunder sangat jarang [3,14] kami merasa
apendisitis bisa didiagnosis dengan pasti dalam kelompok pasien ini (tiga pasien - semuanya
memiliki AA).
Gambar 1: Gambaran sonografi laki-laki berusia 10 tahun

Akumulsi cairan heterogen dengan echo internal yang bergerak (tanda panah) tercatat di
fossa iliaka kanan dengan peradangan echogenic dari lemak di sekitarnya (mata panah).
Apendiks tidak divisualisasikan secara terpisah. Pasien ini mengalami apendisitis perforasi,
yang dikonfirmasi pada operasi.

Tingkat perforasi di antara pasien dengan apendisitis akut adalah 10,1%. Persentase
perforasi tertinggi ditemukan di Kelompok 2 (20,1%), serupa dengan hasil yang didapatkan
Wiersma et al. [7]. Hal ini dikarenakan apendiks yang berlubang (perforasi) relatif sulit untuk
divisualisasikan. Kelompok 1 dan Kelompok 3 masing-masing memiliki tingkat perforasi 6,7%
dan 9,4%.

Metode untuk menstandarisasi sistem pelaporan USG dengan dimasukkannya tanda-


tanda sekunder (SS) telah terbukti meningkatkan manajemen pasien. Sebuah studi yang
dilakukan oleh Partain et al. menunjukkan bahwa penggunaan standar sistem pelaporan USG
ditambah dengan peningkatan pelaporan tanda-tanda sekunder dapat menurunkan penggunaan
CT yang tidak diperlukan dan penurunkan tingkat admisi rumah sakit yang bertujuan
pengobservasian pasien dengan dugaan apendisitis akut (AA) dan hasil USG equicoval (samar)
[8]. Larson et al. mengusulkan lima kategori skema interpretatif berdasarkan visualisasi
apendiks yang memungkinkan panduan yang lebih spesifik untuk manajemen klinis dan bedah
yang berpotensi mengurangi jumlah apendektomi negatif dan memberikan kepercayaan yang
tinggi dalam interpretasi kasus di mana apendiks sulit terlihat [19].

Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian kami. Pertama, penelitian ini bersifat
retrospektif dan karena itu membawa keterbatasan terkait. Kedua, keterbatasan yang dirasakan
paling menyulitan dan juga ditemukan dalam penelitian serupa lainnya adalah jumlah pasien
dengan tanda-tanda sekunder yang relatif rendah. Selain itu, tidak ada cara yang pasti untuk
benar-benar mengetahui apakah pasien yang telah menjalani USG benar-benar berdiagnosis
negatif tanpa histopatologi. Beragamnya hasil yang diperoleh karena faktor-faktor seperti
pengalaman operator. Oleh karena itu, diperlukan studi prospektif multisentris yang lebih besar,
idealnya menggunakan standar pelaporan algoritma untuk bisa lebih lanjut menentukan
bagaimana tanda-tanda sekunder (SS) individu dan kombinasi tanda-tanda sekunder tersebut
berkorelasi dengan apendisitis akut (AA).

Kesimpulan
Ultrasonografi (USG) harus selalu digunakan sebagai lini pertama untuk diagnosis
apendisitis akut (AA) pada pasien anak. Tanda-tanda sekunder (SS) memiliki kunci yang
berpotensi untuk membantu dalam penegakkan diagnosis yang akurat ketika apendiks sulit
divisualisasikan. Dalam penelitian kami, kasus equivocal dengan kehadiran tiga atau lebih tanda
sekunder memiliki indeks probabilitas tinggi untuk apendisitis akut. Namun, penelitian lebih
lanjut dalam bentuk studi prospektif diperlukan untuk mengevaluasi bagaimana tanda-tanda
sekunder baik secara individu atau kolektif dapat lebih membantu ahli radiologi untuk membuat
diagnosis yang akurat.

Informasi Tambahan

Pengungkapan
Subjek manusia: Persetujuan diperoleh dari semua peserta dalam penelitian ini. Komite
Peninjau Etik, Universitas Aga Khan persetujuan dikeluarkan 4600 / RAD / 17. Subjek hewan:
Semua penulis mengkonfirmasi bahwa penelitian ini tidak melibatkan subjek atau jaringan
hewan. Konflik kepentingan: Sesuai dengan formulir pengungkapan seragam ICMJE, semua
penulis menyatakan hal berikut: Info pembayaran / layanan: Semua penulis menyatakan bahwa
tidak ada dukungan keuangan yang diterima dari organisasi mana pun untuk pekerjaan yang
diserahkan. Hubungan keuangan: Semua penulis menyatakan bahwa mereka tidak memiliki
dukungan keuangan saat ini atau dalam tiga tahun sebelumnya dengan organisasi apa pun yang
mungkin tertarik pada karya yang diajukan. Hubungan lainnya: Semua penulis menyatakan
bahwa tidak ada hubungan atau kegiatan lain yang dapat memengaruhi karya yang dikirim.

Gambaran Radiologis Pendukung:


Apendiks normal. Long axis (A) dan short axis views (B) menunjukkan apendiks berukuran kecil (normal),
berdiameter 4-5mm. Garis-garis echogenic yang berada di tengah menunjukkan mukosa and submukosa dan bagian
hypoechoic di periper adalah jaringan muskularis. Tanda panah=ujung dari blind ending apendiks
Sumber gambar dari Kiran M Sargar and Marilyn J Siegel: Sonography of acute appendicitis and its mimics in
children. Indian J Radiol Imaging. 2014 Apr-Jun; 24(2): 163–170.
Apendisitis Akut. (A) Long axis view RLQ menunjukkan non-kompresibilitas, pembesaran, dan blinding end
apendiks yang berisi cairan bebas (panah). (B) Short axis menunjukkan apendiks yang berisi cairan dengan letak di
tengah, hyperechoic mukosa dari sub-jaringan sekitar, dan hypoechoic otot pada lapisan luar (panah)
Sumber gambar dari Kiran M Sargar and Marilyn J Siegel: Sonography of acute appendicitis and its mimics in
children. Indian J Radiol Imaging. 2014 Apr-Jun; 24(2): 163–170.

Apendisitis akut dengan appendicolith. Long axis view menunjukkan perbesaran dari apendiks yang juga terisi
cairan bebas (A), dengan appendicolith yang bersifat echogenic (panah). Notes: acoustic shadowing (anak panah)
disebabkan oleh appendicolith.
Sumber gambar dari Kiran M Sargar and Marilyn J Siegel: Sonography of acute appendicitis and its mimics in
children. Indian J Radiol Imaging. 2014 Apr-Jun; 24(2): 163–170.
Lemak echogenic pada apendisitis akut. Gambaran ini tidak spesifik dan menunjukkan infalmasi pada iliac fossa
kanan. Jika hanya gambaran ini yang ditemukan, diperlukan pemeriksaan CT atau MRI lebih lanjut untuk
penenggakan diagnosis.
Sumber gambar: EK White, L MacDonald, G Johnson, and V Rudralingham: Seeing past the appendix: the role of
ultrasound in right iliac fossa pain. Ultrasound. 2014 May; 22(2): 104–112.
Apendisitis sekunder dari anak laki-laki umur 3 tahun.
A. Gray-scale ultrasonography (longitudinal view dari apendiks) penebalan dinding apendiks hingga 7,8mm. B.
Color Doppler ultrasonography: mural hiperemia dari apendiks. C. Multipel pembesaran KGB terlihat di RLQ dari
abdomen mencerminkan gambaran mesenterik limpadenopati. D. Penebalan dinding ascending kolon. Pasien
didiagnosis dengan ileokolitis dan apendisitis sekunder.

Sumber gambar: Lyo Min Kwon, Kwanseop Lee, Soo Kee Min, Soo Min Ahn, Hong Il Ha, Min-Jeong Kim:
Ultrasound features of secondary appendicitis in pediatric patients. Ultrasonography 2018; 37(3): 233-243.
Apendisitis dengan perforasi. (A) Short axis view dari RLQ menunjukkan pembesaran apendiks (mata panah)
dengan penumpukkan cairan pada iliac fossa kanan dan appendicolith (panah). (B) Color Doppler penumpukan
cairan (panah) di right iliac fossa kanan abses sekunder dikarenakan perforasi apendiks
Sumber gambar dari Kiran M Sargar and Marilyn J Siegel: Sonography of acute appendicitis and its mimics in
children. Indian J Radiol Imaging. 2014 Apr-Jun; 24(2): 163–170.

Anda mungkin juga menyukai