Anda di halaman 1dari 35

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Ny. M
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Menteng atas RT/RW 016/005, Jakarta Selatan
MRS : 26 Juni 2016
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No. RM : 151919

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 27 juni 2016,pukul 10:00 WIB di bangsal
pulau sibatik RSAL Dr.Mintohardjo

Keluhan Utama:
Benjolan pada payudara kiri sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke poli bedah onkologi dengan keluhan merasa ada benjolan
pada payudara kanan sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Awal nya
terdapat bisul berisi nanah disekitar puting sebesar gundu dan kemudian pecah.
Setelah itu dirasakan ada benjolan di sekitar puting payudara kanan, awal nya
sebesar telur puyuh dan terasa nyeri. Lama-lama benjolan dirasa semakin
membesar dan semakin nyeri. Benjolan sekarang dirasakan sebesar bola tenis dan
nyeri menjalar ke daerah ketiak dan lengan atas kanan
Perubahan bentuk payudara kanan juga dirasakan oleh pasien. Payudara
menjadi lebih besar dan tidak sama dengan payudara kiri. Puting menjadi ke
dalam, kulit payudara terlihat berkerut-kerut dan pada bagian benjolan tampak
berwarna kemerahan. Pasien mengaku tidak ada cairan yang keluar dari puting,

1
tidak ada rasa kesemutan pada tangan. Pasien mengaku ada demam namun tidak
terlalu tinggi.
Pasien merasa nafsu makan berkurang serta adanya penurunan berat badan dalam
waktu sebulan.. Tidak ada mual dan muntah. Pasien menyangkal ada nya batuk
dan rasa sesak pada dada, pasien juga menyangkal ada nya rasa nyeri pada tulang

Riwayat Penyakit Dahulu :


Hipertensi (-), DM (+) tidak terkontrol, penyakit paru (-),penyakit jantung
(-),riwayat alergi (-),riwayat operasi MOW (+), riwayat radiasi (-),riwayat
keganasan (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama,riwayat hipertensi (-),
riwayat dm (-), riwayat keganasan (-)
Riwayat Obstetri dan Ginekologi:
Pasien menarche pada usia 11 tahun. Siklus haid teratur setiap bulan. Pasien
mempunyai 3 orang anak, pertama kali hamil pada usia 19 tahun. Dan pernah
memakai kontrasepsi susuk selama 6 tahun, dan pada maret 2016 pasien steril.
Riwayat Kebiasaan:
pasien tidak merokok namun diakui suami dan anak-anaknya merokok di rumah.
Pasien dulu sering mengkonsumsi ayam cepat saji. Pasien mengaku tidak
mengkonsumsi alkohol. Pasien meruakan ibu rumah tangga

III. PEMERIKSAAN FISIK (27 Juni 2016)


Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
Pernafasan : 20x/menit
Nadi : 84x/menit
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Suhu : 37,9 ºC
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 155 cm
Keadaan Gizi : baik

2
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Pupil isokor (+)
Hidung : Nafas cuping (-), Sekret (-), Septum deviasi (-), Rhinorrea (-)
Telinga : Discharge (-/-), Ottorhea (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), parrese (-)
Tenggorokan : T1-T1, Faring hiperemis (-)
Leher : Simetris, Trakhea ditengah, Pembesaran limfonodi (-)

Thorax
- Inspeksi : Bentuk normal, simetris, warna kulit sawo matang, ikterik (-),
pucat (-), sianosis (-), tidak tampak retraksi sela iga, gerakan pernapasan
simetris kiri dan kanan, tidak ada bagian hemithoraks yang tertinggal
- Palpasi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris, tidak ada
bagian yang tertinggal, vocal fremitus simetris kiri dan kanan baik di
bagian dada maupun punggung
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru dan jantung kanan
setinggi ICS 3 hingga ICS 5 linea sternalis kanan dengan suara redup,
batas paru dan jantung kiri setinggi ICS 5 ± 1 cm medial linea
midclavikularis kiri dengan suara redup, batas atas jantung setinggi ICS 3
linea parasternalis kiri
- Auskultasi: Paru : Suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing
(-/-). Jantung : BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
- Inspeksi : Bentuk normal, mendatar, simetris, tidak buncit, warna kulit
sawo matang, ikterik (-), pucat (-), gerak dinding perut simetris, tidak ada
yang tertinggal
- Auskultasi: Bising usus 3x/menit
- Perkusi : Pada ke 4 kuadran didapatkan suara timpani, shifting dullness
(-)
- Palpasi : Dinding abdomen supel, tidak ada retraksi maupun defense
muskular, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), pembesaran hepar (-),
pembesaran lien (-), murphy sign (-), ballotement (-), undulasi (-)

3
Ekstremitas Superior : Tidak ada kelainan
Ekstremitas Inferior : Tidak ada kelainan

Status Lokalis

 Mammae dextra
Inspeksi :
Tampak bekas luka medial papila mammae, bentuk asimetris, tampak lebih
besar dari pada payudara kiri. Kulit eritematosus (+), ulkus (-),peau’ de orange
(+), retraksi papil (+), papil discharge (-),retraksi kulit (-)
Palpasi :

4
Teraba massa ukuran 10x8x5 cm, bentuk bulat,berbatas tegas, keras,
permukaan tidak rata, immobile, nyeri tekan (+), raba hangat (-), papil
discharge (-), breast tenderness (+)

 Mammae sinistra
Inspeksi :
Tampak asimetris, tidak tampak ada massa, tidak ada perubahan warna dan
struktur kulit, dimpling (-),retraksi papil (-), discharge (-), retraksi kulit (-).
Palpasi :
Normal, tidak teraba ada massa, tidak teraba pembesaran KGB

 Kelejar getah bening


Tidak teraba KGB Axilla Dextra, KGB Axilla Sinistra, KGB Supraklavikula
Dextra, KGB Supraklavikula Sinistra, KGB Mammae eksternal dextra et sinistra,
KGB subskapula.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Laboratorium (26 juni 2016)
Laboratorium Result Normal range
Leukosit 17.800* 5.000-10.000 /ul
Hematokrit 36 37 - 42%
Hemoglobin 12.0 12 - 14 g/dl
Eritrosit 3.31 4,2 – 5,4 million /µL
Trombosit 339.000 150.000 – 450.000 /mm3
Laju Endap Darah 22* <20 mm/hour

5
Differential Count
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 1 1-3 %
Neutrofil batang 0* 2-6 %
Neutrofil segmen 84* 50-70 %
Limfosit 10* 20-40 %
Monosit 5 2-8 %
Kimia klinik
Glukosa test 206* <200 mg/dl
HbA1c 10.9 4-6%
Glukosa test (27 juni 403* <200 mg/dl
2016

b. Hasil pemeriksaan Foto Thorax PA


Deskripsi :
 Cor : dalam batas normal
 Pulmo : corakan dalam batas normal
Infiltrat pada kedua paru (+)
Sinus dan diafragma baik
Tulang dan soft tissue baik
Kesan :
KP duplex aktif

V. RESUME
Pasien datang ke poli bedah onkologi pada tanggal 26 juni 2016 dengan keluhan
benjolan pada payudara kanannya sejak 3 minggu yang lalu. Benjolan diawali dengan
munculnya bisul berisi nanah yang kemudian pecah setelah itu kemudian pasien
mengaku teraba benjolan didekat tempat bisul yang lalu sebesar telur puyuh dan
terasa nyeri. Benjolan dirasa semakin membesar dan semakin terasa nyeri. Pasien juga
merasa tampak perubahan dari payudara kanannya. Payudara kanan dirasa semakin
membesar dan kulit disekitar benjolan menjadi kemerahan. Pasien merasa nafsu
makan menurun disertai penurunan berat badan yang signifikan.
Pada pemeriksaan didapatkan suhu pasien 37,9 C. Pada auskultasi paru
didapatkan ronkhi pada kedua apeks paru. Pada pemeriksaan status lokalis,inspeksi
mammae dextra di dapatkan Tampak bekas luka medial papila mammae, bentuk

6
asimetris, tampak lebih besar dari pada payudara kiri. Kulit eritematosus (+), ulkus
(-),peau’ de orange (+), retraksi papil (+), papil discharge (-),retraksi kulit (-)
Pada palpasi mammae dextra teraba massa ukuran 10x8x5 cm, bentuk
bulat,berbatas tegas, keras, permukaan tidak rata, immobile, nyeri tekan (+), raba
hangat (-), papil discharge (-), breast tenderness (+)
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, LED sedikit meningkat,
GDS terakhir tanggal 27 juni 2016 403 mm/dl. Pada hasil pemeriksaan foto thorax di
dapatkan gambaran KP dupleks aktif.

VI. DIAGNOSIS KERJA


 Suspect carcinoma mammae dextra
 Suspect TB paru
 Diabetes melitus tipe II

VII. PENATALAKSANAAN
 Pro mastektomi
 IVFD RL 20 tpm
 Inj. Ampicillin 2x1gr
 Konsul spesialis anestesi : tunda operasi, atasi gula darah dan pengobatan paru
 Konsul spesialis paru : - Suspect TB paru DD/ metastase
- Tes mantoux
VIII. PROGNOSIS
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad fungsionam : dubia ad malam
 Ad sanationam : dubia ad malam

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Embriologi
Dalam embrio manusia, payudara dikenal sebagai “milk streak” dalam sekitar
minggu keenam perkembangan fetus. Suatu area penebalan ektodermis yang dikenal
sebagai tunas susu, berkembang dalam bagian pectoralis badan embrio. Peninggian
linear tegas ini terbentang bilateral dari aksila ke vulva dan dikenal sebagai garis susu
atau mammary ridge. Lokasi pectoralis payudara pada manusia hanya ditempati pada
primata tinggi spesies mamalia.1,2
Dengan mencapai minggu 9 perkembangan dalam rahim, garis susu menjadi
atrofi, kecuali dalam daerah pectoralis dan pengenalan pertama primodium payudara
(tunas puting susu) jelas. Dengan mencapai minggu 12 embriogenesis, tunas puting
susu diinvasi oleh epitel skuamosa ektodermis. Pada bulan ke 5, jaringan ikat
mesenkim menginfiltrasi primordium payudara dan berdiferensiasi ke 15 sampai 20
filamen padat yang terdistribusi simetris di bawah kulit tunas puting susu. Duktus
mamae berkembang sebagai pertumbuhan ke dalam ventral dari sisa embriologi ini,
yang terbagi dalam duktus susu primer dan berakhir dalam tunas lobulus. Kemudian
tunas ini berproliferasi ke dalam asinus setelah dimulai rangsangan estrogen ovarium.
Selama pertumbuhan dalam rahim, duktus susu primer bercabang dan membelah luas.
Dengan mencapai bulan ke tujuh sampai ke delapan dalam rahim, duktus berkanulasi
membentuk lumen yang berhubungan dengan duktus lactifer tak matang.2
Saat lahir, tunas puting susu mempunyai cekungan sentral yang sesuai dengan
area yang dipenetrasi oleh lumen duktulus susu primer. Segera setelah lahir, penetrasi
tunas puting susu lengkap ia bereversi dan lebih diinvasi oleh sel basaloid yang
menjadi dipigmentasi gelap untuk membentuk areola.2

8
Gambar 1. A. Milk line dari embrio mamalia
B. Tempat umum terbentuknya kelenjar mamma

Gambar 2. Pembentukan payudara

3.2 Anatomi
Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari dinding depan
dada. Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah atas sampai iga
keenam atau ketujuh di sebelah bawah, dan dari sternum batas medialnya sampai ke
garis midaksilrasis sebagai batas lateralnya. Duapertiga dasar tersebut terletak di
depan M.pectoralis major dan sebagian M.serratus anterior. Sebagian kecil terletak di
atas M.obliquus externus. 3
Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari kuadran lateral atas sampai ke
aksila. Ekor ini (tail of Spence) dari jaringan mammae memasuki suatu hiatus (dari
Langer) dalam fascia sebelah dalam dari dinding medial aksilaI. Hanya ini jaringan
mammae yang ditemukan secara normal di bawah fascia sebelah dalam.

9
Gambar 2.1 potongan sagital mammae dan dinding dada sebelah anterior.

Gambar 2.2 Topografi axilla (anterior view).

Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar daripada
yang lainnya, berada dalam fascia superficial, dimana dihubungkan secara bebas
dengan fascia sebelah dalam. Lobus-lobus ini beserta duktusnya adalah kesatuan
dalam anatomi, bukan kesatuan dalam bedah.Suatu biopsy payudara bukan suatu
lobektomi, dimana pada prosedur semacam itu, sebagian dari 1 atau lebih lobus
diangkat.
Antara fascia superficial dan yang sebelah dalam terdapat ruang retromammary
(submammary) yang mana kaya akan limfatik. 3
Lobus-lobus parenkim beserta duktusnya tersusun secara radial berkenaan dengan
posisi dari papilla mammae, sehingga duktus berjalan sentral menuju papilla seperti
jari-jari roda berakhir secara terpisah di puncak dari papilla.Segmen dari duktus dalam

10
papilla merupakan bagian duktus yang tersempit. Oleh karena itu, sekresi atau
pergantian sel-sel cenderung untuk terkumpul dalam bagian duktus yang berada
dalam papilla, mengakibatkan ekspansi yang jelas dari duktus dimana ketika
berdilatasi akibat isinya dinamakan lactiferous sinuse .Pada area bebas lemak di
bawah areola, bagian yang dilatasi dari duktus laktiferus (lactiferous sinuses)
merupakan satu-satunya tempat untuk menyimpan susu. Intraductal papillomas sering
terjadi di sini. 4
Ligamentum suspensori Cooper membentuk jalinan yang kuat, pita jaringan ikat
berbentuk ireguler menghubungkan dermis dengan lapisan dalam dari fascia
superfisial, melewati lobus-lobus parenkim dan menempel ke elemen parenkim dan
duktus. Kadang-kadang, fascia superfisial terfiksasi ke kulit, sehingga tidak mungkin
dilakukan total mastectomy subkutan yang ideal. Dengan adanya invasi keganasan,
sebagian dari ligamentum Cooper akan mengalami kontraksi, menghasilkan retraksi
dan fiksasi atau lesung dari kulit yang khas. Ini berbeda dengan penampilan kulit yang
kasar dan ireguler yang disebut peau d'orange, dimana pada peau d'orange perlekatan
subdermal dari folikel-folikel rambut dan kulit yang bengkak menghasilkan gambaran
cekungan dari kulit.

Gambar 2.3 Dimpling of the breast.

Suplai darah.4
Mammae diperdarahi dari 2 sumber, yaitu A. thoracica interna, cabang dari A.
axillaries, dan A. intercostal. Vena aksilaris, vena thoracica interna, dan vena
intercostals 3-5 mengalirkan darah dari kelenjar mamma.Vena-vena ini
mengikuti arterinya. Vena aksilaris terbentuk dari gabungan vena brachialis dan
vena basilica, terletak di medial atau superficial terhadaop arteri aksilaris,
menerima juga 1 atau 2 cabang pectoral dari mammae.Setelah vena ini melewati
tepi lateral dari iga pertama, vena ini menjadi vena subclavia. Di belakang, vena
intercostalis berhubungan dengan sistem vena vertebra dimana masuk vena azygos,

11
hemiazygos, dan accessory hemiazygos, kemudian mengalirkan ke dalam vena cava
superior. Ke depan, berhubungan dengan brachiocephalica.
Melaui jalur kedua jalur pertama, metastasis ca mammae dapat mencapai paru-
paru.Melalui jalurketiga, metastasis dapat ke tulang dan system saraf pusat.
Aliran limfatik
Kelenjar getah bening dari regio mammae terdapat dalam kelompok inkonstan
yang bervariasi.Seringnya pembagian menurut Haagensen.

Gambar 2.5 aliran limfatik mammae

Klasifikasi utama Haagensen adalah axillary dan internal thoracic (mammary).


1. Drainase Aksilaris
Group 1.External mammary nodes juga dikenal sebagai anterior pectoral nodes. Ini
terletak sepanjang batas lateral dari M. pectoralis minor, di bawah M. pectoralis
major, sepanjang sisi medial dari aksila mengikuti aliran lateral thoracic artery pada
dinding dada, mulai dari iga 2-6. Di bawah areola terdapat perluasan jaringan
pembuluh-pembuluh limfatik, dinamakan subareolar plexus of Sappey.
Group 2. Scapular nodes Terletak di atas pembuluh-pembuluh darah
subsakapular.Limfatik dari KGB ini salng berhubungan dengan pembuluh limfe
intercistal.
Group 3.Central nodes, Merupakan kelompok kelenjar getah bening yang terbesar;
merupakan KGB yang paling mudah dipalpasi di aksila karena ukurannya yang besar.
Ketika KGB ini membesar, dapat menekan intercostobrachial nerve, cabang kutaneus
lateral dari second atau third thoracic nerve, dapat timbul nyeri.
Group 4.Interpectoral nodes (Rotter's nodes) (1.4 nodes). Terletak antara otot
pektoralis mayor dan minor, sering terdapat tunggal. Merupakan kelompok KGB
terkecil dari KGB aksila dan tidak dapat ditemukan walaupun M. pectoralis major

12
diangkat.
Group 5.Axillary vein nodes, Merupakan kelompok KGB terbesar kedua di
aksila.Terletak di permukaan ventral dan kaudal dari bagian lateral vena aksilaris.
Group 6.Subclavicular nodes (3.5 nodes).Terletak pada permukaan ventral dan kaudal
dari bagian medial vena aksilaris. These lie on the caudal and ventral surfaces of the
medial part of the axillary vein.
2. Drainase Internal Thoracic (Mammary)
Pembuluh-pembuluh limfatik timbul dari tepi medial mammae pada fascia
pectoralis. KGB ini juga menerima trunkus limfatikus dari kulit mammae
kontralateral, hati, diafragma, rectus sheath, bagian atas rectus abdominis. KGB
sekitar 4-5 setiap sisinya, kecil, dan biasanya dalam lemak dan jaringan ikat dari
ruang interkosta.Saluran ini bermuara ke ductus thoracicus atau ductus limfatikus
dextra.Rute ke vena aksilaris lebih pendek daripada rute aksila.
Dalam staging, bila ditemukan metastasis ke KGB supraclavicular, cervical, atau
contralateral internal mammary dianggap telah mengadakan metastasis jauh (M1).
Yang termasuk KGB regional :
1. KGB aksila (ipsilateral) : interpectoral (Rotter's) nodes dan KGB sepanjang vena
aksilaris dan bagian-bagiannya yang dapat dibagi ke dalam beberapa tingkat :
a. Level I (low axilla): KGB lateral dari tepi lateral M pectoralis minor
b. Level II (midaxilla): KGB antara tepi medial dan lateral M pectoralis minor dan
KGB interpectoral (Rotter's)
c. Level III (apical axillary): KGB medial dari tepi medial M pectoralis minor
termasuk subclavicular, infraclavicular, or apical
2. Internal mammary (ipsilateral): KGB di ruang intercosta sepanjang tepi sternum
dalam fascia endothoracica.
Persarafan 4
Mammae dipersarafi oleh nervus intercosta 2-6, dengan cabang-cabangnya melewati
permukaan kelenjar. 2 cabang mammae dari nervus kutaneus lateral keempat juga
mempersarafi papill
3.3 Carcinoma Mammae
3.4.1 Definisi1
Kanker payudara adalah tumor ganas yang berasal dari kelenjar
payudara. Termasuk saluran kelenjar air susu dan jaringan penunjangnya yang
tumbuh infiltratif, destruktif, serta dapat bermetastase

13
3.4.2 Epidemiologi
Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di
Indonesia. Berdasarkan Pathological Based Registration di Indonesia, KPD
menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%. (Data Kanker
di Indonesia Tahun 2010, menurut data Histopatologik ; Badan Registrasi Kanker
Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) dan Yayasan Kanker
Indonesia (YKI)) Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia adalah
12/100.000 wanita, sedangkan di Amerika adalah sekitar 92/100.000 wanita
dengan mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau 18 % dari kematian
yang dijumpai pada wanita. Penyakit ini juga dapat diderita pada laki –- laki
dengan frekuensi sekitar 1 %. Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan
berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya pengobatan sulit dilakukan

3.4.3 Etiologi dan faktor resiko


Kanker payudara merupakan hasil dari mutasi pada salah satu atau
beberapa gen. Dua di antaranya terletak pada kromosom 17. Gen yang paling
berpengaruh disebut dengan BRCA-1 (pada lokus 17q21), yang lainnya adalah
gen p53 (pada lokus 17p13). Gen ketiga adalah BRCA-2 yang terletak pada
kromosom 13. Gen keempat yang juga terlibat adalah gen reseptor androgen pada
kromosom Y. Mutasi gen ini berhubungan dengan insiden kanker payudara pada
pria. 5
Etiologi kanker payudara masih belum diketahui dengan pasti hingga
sekarang namun yang paling diyakini sebagai penyebab adalah paparan terhadap
mutagen. Mutagen ini bisa berupa mutagen endogen yaitu radikal bebas seperti
lipid peroksidase dan malondyaldehida (MDA) juga mutagen eksogen yaitu
radiasi. Virus juga diduga sebagai penyebab namun belum dapat dibuktikan pada
manusia.
Faktor resiko
 Usia:
Kemungkinan untuk menjadi kanker payudara semakin meningkat seiring
bertambahnya umur seorang wanita. Angka kejadian kanker payudara rata-rata
pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause.
Kanker dapat didiagnosis pada wanita premenopause atau sebelum usia 35 tahun,

14
tetapi kankernya cenderung lebih agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan
stadiumnya lebih lanjut, sehingga survival rates-nya lebih rendah.
 Riwayat kanker payudara :
Wanita dengan riwayat pernah mempunyai kanker pada satu payudara
mempunyai risiko untuk berkembang menjadi kanker pada payudara yang
lainnya.
 Riwayat Keluarga :
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi pada wanita yang ibunya atau
saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih tinggi
jika anggota keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40 tahun.
Risiko juga meningkat bila terdapat kerabat/saudara (baik dari keluarga ayah atau
ibu) yang menderita kanker payudara.
 Perubahan payudara tertentu :
Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang terlihat
abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan meningkat bila
memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti atypical hyperplasia dan lobular
carcinoma in situ [LCIS].
 Perubahan Genetik :
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya
kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya. BRCA1
and BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1
beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma,poorly differentiated, dan tidak
mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan invasive
ductal carcinoma yang lebih well differentiated dan mengekspresikan reseptor
hormon.Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan mempunyai risiko
kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal cenderung
untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.
 Riwayat reproduksi dan menstruasi :
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko
untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan justru
memberikan efek protektif. Beberapa faktor yang meningkatkan jumlah siklus
menstruasi seperti menarche dini (sebelum usia 12 tahun), nuliparitas, dan
menopause yang terlambat (di atas 55 tahun) berhubungan juga dengan

15
peningkatan risiko kanker. Diferensiasi akhir dari epitel payudara yang terjadi
pada akhir kehamilan akan memberi efek protektif, sehingga semakin tua umur
seorang wanita melahirkan anak pertamanya, risiko kanker meningkat.
 radiasi pada daerah dada :
Wanita yang mendapat terapi radiasi di daerah dada (termasuk payudara)
sebelum usia 30 tahun, risiko untuk berkembangnya kanker payudara akan
meningkat di kemudian hari.
 Kepadatan jaringan payudara :
Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak.Wanita yang pemeriksaan
mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih padat, risiko untuk
menjadi kanker payudaranya meningkat.
 Overweight atau Obese setelah menopause:
Kemungkinan untuk mendapatkan kanker payudara setelah menopause
meningkat pada wanita yang overweight atau obese, karena sumber estrogen
utama pada wanita postmenopause berasal dari konversi androstenedione menjadi
estrone yang berasal dari jaringan lemak, dengan kata lain obesitas berhubungan
dengan peningkatan paparan estrogen jangka panjang.
 Kurangnya aktivitas fisik :
Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnyakurang, risiko untuk menjadi
kanker payudara meningkat. Dengan aktivitas fisik akan membantu mengurangi
peningkatan berat badan dan obesitas. menopausal hormone therapymemakai
estrogen, atau mengkonsumsi estrogen ditambah progestin setelah menopause
juga meningkatkan risiko kanker.
 Diet :
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering minum alkohol
mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol akan
meningkatkan kadar estriol serum. Sering mengkonsumsi banyak makan berlemak
dalam jangka panjang akan meningkatkan kadar estrogen serum, sehingga akan
meningkatkan risiko kanker

3.4.4 Klasifikasi
1. Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ

16
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada
sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar. Saluran
menjadi tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel kanker di
dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat dan
terlihat dalam mamografi sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan
(clustered or irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro
(microcalcifications) pada hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala
kanker.6
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya massa
yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi. DCIS
kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor
jinak. Sekitar 20%-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat dilakukan
mamografi. Jika diabaikan dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker
invasif dengan potensi penyebaran ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel
cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan
lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal. Sel ini disebut
solid, papillary atau cribiform.7 Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering
bersifat progresif di awal perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih
besar dengan bentuk tak beraturan.

A B

Gambar 2.6 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar dari
ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)

b) Lobular carcinoma in situ

17
Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan
sebagai tipe kanker payudara non-invasif.6 Bermula dari kelenjar yang
memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus.
Mengacu pada National Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang wanita
dengan LCIS memiliki peluang 25% munculnya kanker invasive (lobular
atau lebih umum sebagai infiltrating ductal carcinoma) sepanjang
hidupnya.

Gambar 2.7 Lobular carcinoma in situ


2. Invasive carcinoma
I.Paget’s disease dari papilla mammae
Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada tahun
1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae,
dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus.6 Paget's disease biasanya
berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin
berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan menunjukkan
suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan pagetoid).
Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola
(Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk Paget's disease
meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified radical mastectomy,
tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker invasif.
II. Invasive ductal carcinoma7
a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)

18
b. Medullary carcinoma (4%)
c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
d. Papillary carcinoma (2%)
e. Tubular carcinoma (2%)
III. Invasive lobular carcinoma (10%)8
Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara. Gambaran
histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas, dan
sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin dalam
sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma). Seringnya
multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang tersembunyi
sehingga sulit untuk dideteksi.

3.4.5 Staging8
AJCC (American Joint Committee on Cancer) menyusun panduan
penentuan stadium dan derajat tumor ganas payudara menurut system TNM.
Tumor Primer (T)
  TX Tumor primer tidak dapat dinilai
  T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer
  Tis Carcinoma in situ
  Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ
  Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ
  Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan :
Paget's disease yang berhubungan dengan tumor
diklasifikasikan menurut ukuran tumor)
  T1 Tumor ≤ 2 cm
  T1mic Microinvasion ≤ 0.1
  T1a Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm
  T1b Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm
  T1c Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm
  T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm
  T3 Tumor > 5 cm
  T4 Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding
dada atau kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :
  T4a Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis
  T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara,

19
atau ada nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama
  T4c Kriteria T4a dan T4b
  T4d Inflammatory carcinoma
Kelenjar Getah Bening—Klinis (N) 
  NX KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah
diangkat)
  N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional
  N1 Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan
  N2 Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan
atau terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary ipsilateral tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla ipsilateral
  N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling
melekat atau melekat ke struktur lain sekitarnya.
  N2b Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal
mammary ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat
metastasis ke KGB aksilla ipsilateral
  N3 Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa
keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal
mammary ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla ipsilateral; atau metastasis ke KGB
supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB
infraklavikula atau aksilla ipsilateral
  N3a Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral
  N3b Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla
  N3c Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral
Kelenjar Getah Bening Regional—Patologi anatomi (pN) 
  pNX KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat
atau tidak dilakukan pemeriksaan patologi)
b
  pN0 Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada
  pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan :
Isolated tumor cells (ITC) diartikan sebagai sekelompok tumor
kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya
dengan immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler
  pN0(i–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)

20
  pN0(i+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC
(+), IHC cluster tidak lebih dari 0.2 mm
  pN0(mol–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,
pemeriksaan molekuler (-) (RT-PCR)
  pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,
pemeriksaan molekuler (+) (RT-PCR)
  pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary
terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB,
secara klinis tidak tampak
  pN1mi Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)
  pN1a Metastasis ke 1-3 KGB aksila
  pN1b Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara
mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak 
  pN1c Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary
terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB,
secara klinis tidak tampak (jika berhubungan dengan >3 (+)
KGB aksila, KGB internal mammary diklasifikasikan sebagai
pN3b)
  pN2 Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke
KGB internal mammary tetapi secara klinis tidak terbukti
terdapat metastasis ke KGB aksilla
  pN2a Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)
  pN2b tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara
klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
  pN3 Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau
secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat
1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke
KGB aksilla tetapi secara klinis microscopic metastasis (-) ke
KGB internal mammary; atau ke KGB supraklavikular
ipsilateral
  pN3a Metastasis ke ≥10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau
metastasis ke KGB infraklavikula
  pN3b Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral

21
dan terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3
metastasis ke KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary
dengan kelainan mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi
KGB sentinel, tidak tampak secara klinis
  pN3c Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral
Metastasis Jauh (M) 
  MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
  M0 Tidak terdapat metastasis jauh
  M1 Terdapat metastasis jauh
Pengelompokan stadium berdasarkan AJCC :
Stadium 0 T1s N0 M0
Stadium I T1 NO M0
Stadium IIA T0-1 N1 M0
T2 N0 M0
Stadium IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stadium IIIA T0-3 N2 M0
T3 N1-2 M0
Stadium IIIB T4 N0-2 M0
Stadium IIIC Setiap T N3 M0
Stadium IV Setiap T Setiap N M1

3.4.6 Diagnosis
3.4.6.1 Anamnesis
Gejala yang yang paling sering meliputi 5:
1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting
susunya
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah ketiak
b. Puting susu terasa mengeras
2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
b. Puting susu tertarik ke dalam payudara
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak. Kulit
mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu

22
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika
sel kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar
limfe yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke
berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.
(4)

Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada


payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang
ditemukan meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada
puting susu dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema
kulit payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50%
wanita dengan kanker payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada
payudara biasanya berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.(6)
3.4.6.2 Pemeriksaan fisik5
I. Inspeksi
Inspeksi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah
terdapat edema (peau d’orange), retraksi kulit atau puting susu, dan
eritema.

Gambar 2.8 Inspeksi mammae


II. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi
kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa
yang teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya,
ukurannya, konsistensinya, bentuk, batas,mobilitas atau fiksasinya.6

23
Gambar 2.9 . Palpasi mammae

3.4.6.3 Pemeriksaan penunjang


Ada beberapa pemeriksaan penunjang. Namun secara umum terbagi
dua yaitu noninvasive dan invasive.
A. Non invasive
- Mamografi

Indikasi mamografi antara lain kecurigaan klinis adanya kanker payudara,


sebagai tindak lanjut pascamastektomi (deteksi tumor prime kedua dan
rekurensi di payudara kontralateral), dan pasca-breast conserving therapy
(BCT) untuk mendeteksi kambuhnya tumor primer kedua (walaupun lebih
sering dengan MRI), adanya adenokarsinoma metastatic dari tumor primer
yang tidak diketahui asalnya, dan sebagai program skrining. Mamografi
biasa dilakukan pada wanita diatas 35 tahun karena lebih mudah
diinterpretasikan. Temuan mamograf yang menunjukkan kelainan yang
mengarah ke keganasan antara lain tumor berbentuk spikula, distorsi atau
iregularitas, mikrokalsifikasi (karsinoma intraduktal), kadang disertai
pembesaran kelnjar limfe. Hasil mamografi dikonfirmasi lebih lanjut
dengan FNAB, core biopsy, atau biopsy bedah.
- Ultrasonografi

Ultrasonografi berguna untuk menentukan ukuran lesi dan membedakan


kista dengan tumor solid. Sedangkan, diagnosis kelainan payudaranya
dapat dipastikan dengan melakukan pemeriksaan sitology aspirasi jarum
halus (FNAB), core biopsy, biopsy terbuka, atau sentinel node biopsy.
- MRI

MRI dilakukan pada pasien muda, karena gambaran mamografi kurang


jelas pada payudara wanita muda, untuk mendeteksi adanya rekurensi
pasca-BCT, mendeteksi adanya rekurensi dini keganasan payudara yang
dari pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya kurang jelas.
- Imunohistokimia

Pemeriksaan imunohistokimia yang dilakukan untuk membantu terapi


target, antara lain pemeriksaan status ER (estrogen receptor), PR

24
(progesterone receptor), c-erbC-2 (HER-2 neu), cathepsin-D, p53
(bergantung situasi), Ki67, dan Bcl2.

B. Invasive
- Biopsi

Jenis biopsy yang dapat dilakukan yaitu biopsy jarum halus (fine needle
aspiration biopsy, FNAB), core biopsy (jarum besar), dan biopsy bedah.
FNAB hanya memungkinkan evaluasi sitology, sedangkan biopsy jarum
besar dan biopsy bedah memungkinkan analisis arsitektur jaringan
payudara sehingga ahli patologi dapat menentukan apakah tumor bersifat
invasive atau tidak.5
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan
pemeriksaan sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada
biopsi eksisional dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan
patologis yang ahli dalam diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan
juga dalam masalah pengambilan sampel, karena lesi yang dalam
mungkin terlewatkan. Insidensi false-positive dalam diagnosis adalah
sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat false-negative sebesar 10%.
Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak akan menghiraukan massa
dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi FNA adalah negatif,
kecuali secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan sitologi semuanya
menunjukkan hasil negatif.5
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti
jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-
core needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah
dilakukan di klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.7
Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum
memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling
dapat dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif,
memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi

25
ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open
biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi
insisional mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan
bila tidak tersedianya core-needle biopsy atau massa tersebut hanya
menunjukkan gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory
carcinoma tetapi tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi
eksisional, seluruh massa payudara diambil.1,7
Untuk mendukung pemeriksaan klinis , mamografi dan ultrasonografi
dapat membantu deteksi kanker payudara. Pemeriksaan radiologic untuk
staging yaitu dengan rontgen thoraks, usg abdomen (hepar), dan bone
scanning. 9
Pemeriksaan yang wajib dilakukan untuk mengetahui ada nya
metastasis, antara lain :
- Ultrasonografi payudara kontra lateral
- Mammografi
- Foto thorax
- Usg abdomen
Sedangkan pemeriksaan lainnya dilakukan hanya atas indikasi, antara
lain :9
- Bone scanning
Dilakukan jika sitologi dan atau klinis sangat dicurigai ganas atau
pada lesi > 5 cm
- Computed Tommography scan (CT-Scan)
Dilakukan jika ada kecurigaan infiltrasi tumor ke dinding dada atau
metastasi ke paru
- CT abdomen
Jika pada klinis terdapat kecurigaan metastasi ke organ
intraabdomen namun tidak terdeteksi oleh usg
- Scintimamography
Jika terdapat kecurigaan residif atau residu
- MRI
Dilakukan untuk kasus dengan kecurigaan ca mammae intraduktal
3.4.7 Tatalaksana
a. Modalitas terapi

26
Untuk kanker payudara terdapat beberapa modalitas terapi yang bisa dipilih:
1. Operasi 5,6
Terdapat beberapa jenis operasi untuk terapi yaitu BCS (breast
conserving surgery), simple mastectomy, modified radical mastectomy, dan
radical mastectomy. Di antara beberapa jenis operasi tersebut metode yang
paling tua adalah mastektomi radikal klasik dari Halsted. Pada mastektomi
radikal dilakukan pengangkatan payudara dengan sebagian besar kulitnya,
m.pektoralis mayor, m.pektoralis minor, dan semua kelenjar ketiak sekaligus.
Pembedahan ini merupakan standar baku sejak awal abad ke-20 hingga tahun
50-an namun sekarang sudah jarang dilakukan kecuali bila ada tumor
payudara yang sangat besar dan melekat ke otot pektoralis.11
Setelah tahun 60-an mastektomi radikal mulai digantikan oleh mastektomi
radikal yang telah dimodifikasi oleh Patey. Pada mastektomi radikal
modifikasi ini m.pektoralis mayor dipertahankan sehingga suplai
persarafannya tidak terganggu dan efek kosmetik pada dinding dada yang
terjadi bila dilakukan mastektomi radikal dapat dikurangi. M.pektoralis
minor dapat pula dipertahankan, atau diangkat, atau diretraksi untuk
mendapatkan akses ke aksila. Bukti-bukti menunjukkan tidak ada perbedaan
pada tingkat rekurensi lokal dan survival antara mastektomi radikal dan
mastektomi radikal modifikasi.11
Pada mastektomi simpel dilakukan pengangkatan payudara saja tanpa
mengangkat limfonodus atau otot. Pembesaran KGB aksila dirawat dengan
radioterapi. Metode ini dipopulerkan oleh MacWhirter di Inggris. Bila
dilakukan pengangkatan payudara pertimbangkan kemungkinan rekonstruksi
mammae dengan implantasi prostesis atau cangkok flap muskulokutan.
Rekonstruksi ini dapat dilakukan sekaligus dengan bedah kuratif atau
beberapa waktu setelah radioterapi atau kemoterapi adjuvan. Bila hal ini
tidak dapat dilakukan usahakan prostesis eksterna.12
Sekarang, biasanya dilakukan pembedahan kuratif dengan
mempertahankan payudara yang disebut dengan breast conserving surgery
(BCS). BCS merupakan satu paket yang terdiri dari tiga tindakan yaitu
pengangkatan tumor (lumpektomi luas atau tumorektomi atau
segmentektomi atau kuadrantektomi) ditambah diseksi kelenjar aksila dan
radioterapi pada sisa payudara tersebut. Penyinaran diperlukan untuk

27
mencegah kambuhnya tumor di payudara dari jaringan tumor yang tertinggal
atau dari sarang tumor lain (karsinoma multisentrik). BCS secara kosmetik
lebih baik dari mastektomi bahkan yang telah direkonstruksi sekalipun. Tapi
diseksi aksila disini lebih sulit dikerjakan karena otot-otot pektoral tetap
intact dan jaringan payudara masih ada sehingga pembukaan lapangan
operasi aksila terhambat.
Tindakan BCS yang diikuti dengan terapi radiasi disebut dengan breast
conserving therapy (BCT). BCT bertujuan untuk mempertahankan kosmetik
payudara dan meminimalisir angka rekurensi.
Indikasi BCS:9
 T: 3 cm (stadium I atau II)
 Pasien ingin mempertahankan payudaranya
Syarat BCS:9
 Keinginan penderita setelah dilakukan informed consent
 Penderita dapat melakukan kontrol rutin setelah pengobatan
 Tumor terletak tidak sentral
 Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara cukup baik untuk
kosmetik pasca BCS
 Mammografi tidak memperlihatkan mikrokalsifikasi atau tanda
keganasan lain yang difus (luas)
 Tumor tidak multipel
 Belum pernah terapi radiasi di dada
 Tidak menderita SLE atau penyakit kolagen
 Terdapat sarana radioterapi yang memadai (megavolt)
2. Radiasi 9,10
Radioterapi untuk kanker payudara dapat diberikan sebagai terapi
primer, adjuvan atau paliatif. Radioterapi kuratif tunggal tidak begitu
efektif tetapi radioterapi adjuvan cukup bermanfaat. Radioterapi paliatif
dapat dilakukan dengan hasil baik untuk waktu terbatas bila tumor sudah
tidak operabel.
Radioterapi adjuvant diberikan bila ditemukan keadaan sebagai
berikut:
 Setelah tindakan operasi terbatas (BCS)

28
 Tepi sayatan dekat (T ≥ T2) atau tidak bebas tumor
 Tumor sentral atau medial
 KGB (+) dengan ekstensi ekstra kapsuler
Acuan pemberian radioterapi:
 Pada dasarnya diberikan radiasi lokoregional (payudara dan aksila
beserta supraklavikula) kecuali:
- pada keadaan T ≤ T2 bila cN = 0 dan pN, maka tidak dilakukan
radiasi pada KGB aksila supraklavikula
- pada keadaan tumor di medial/sentral diberikan tambahan
radiasi pada mammaria interna
 Dosis lokoregional profilaksis adalah 50 Gy, booster dilakukan
sebagai berikut:
- pada yang potensial terjadi residif ditambahkan 10 Gy (misalnya
tepi sayatan dekat tumor atau post BCS)
- pada yang terdapat massa tumor atau residu post op
(mikroskopik atau makroskopik) maka diberikan booster dengan
dosis 20 Gy kecuali untuk aksila 15 Gy
3. Kemoterapi 2,3,6,7
Kemoterapi merupakan salah satu terapi sistemik yang dapat
digunakan sebagai terapi adjuvan atau paliatif. Kemoterapi adjuvan dapat
diberikan pada pasien pascamastektomi yang pada pemeriksaan
histopatologik ditemukan metastasis di sebuah atau beberapa kelenjar.
Kemoterapi juga dapat diberikan sebelum pembedahan pada kanker
payudara yang besar namun masih operabel pada stadium lokal lanjut.
Berdasarkan penelitian kemoterapi yang disebut kemoterapi neo adjuvan
ini dapat mengecilkan ukuran tumor sehingga memudahkan pembedahan.
Kemoterapi paliatif dapat diberikan pada pasien yang telah menderita
metastasis sistemik. Obat kemoterapi diberikan dalam bentuk kombinasi
seperti CAF (CEF), CMF dan AC. Kemoterapi adjuvan diberikan
sebanyak 6 siklus, paliatif 12 siklus dan neoadjuvan 3 siklus praterapi
primer ditambah 3 siklus pascaterapi primer.

4. Hormonal 2,3,6,7

29
Dasar dari pemberian terapi hormonal adalah fakta bahwa 30-40%
kanker payudara adalah hormon dependen. Terapi ini semakin
berkembang dengan ditemukannya reseptor estrogen dan progesteron.
Kanker payudara dengan reseptor estrogen dan progesteron yang
merespons positif terapi hormonal mencapai 77%. Terapi hormonal
merupakan terapi utama stadium IV di samping kemoterapi karena kedua-
duanya merupakan terapi sistemik. Terapi hormonal biasanya diberikan
sebelum kemoterapi karena efek terapinya lebih lama dan efek
sampingnya lebih sedikit.9
Sebelum pemberian terapi hormonal dilakukan uji reseptor (estrogen
receptor/ER positif atau progesteron receptor/PR positif) dan
dipertimbangkan status hormonal penderita (premenopause, 1-5 tahun
menopause, dan pascamenopause). Setelah itu dapat ditentukan apakah
terapi hormonal akan diberikan secara additif atau ablatif. Terapi additif
berupa pemberian obat-obatan (antiestrogen, aromatase inhibitor,
megestrol acetate dan androgen atau estrogen) dilakukan pada pasien
pascamenopause. Yang tergolong antiestrogen adalah tamoxifen citrate,
toremifene, dan raloxifene tapi raloxifene lebih banyak digunakan untuk
pengobatan osteoporosis. Aromatase inhibitor seperti anastrozole dan
letrozole menghambat konversi androgen menjadi estrogen. Terapi ablatif
berupa ovarektomi bilateral, dilakukan bila tanpa pemeriksaan reseptor,
pada wanita premenopause dan wanita yang sudah 1-5 tahun menopause
dengan ER (+) dan pada penyakit yang bersifat slow growing dan
intermediate growing.

5. Imunologik
Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein
pemicu pertumbuhan atau HER2 secara berlebihan dan untuk pasien
seperti ini, trastuzumab, antibodi yang secara khusus dirancang untuk
menyerang HER2 dan menghambat pertumbuhan tumor, bisa menjadi
pilihan terapi. Pasien sebaiknya juga menjalani tes HER2 untuk
menentukan kelayakan terapi dengan trastuzumab.

b. Pilihan terapi berdasarkan stadium 9,10,11

30
Pada stadium I, II, dan III awal (stadium operabel) sifat pengobatan
adalah kuratif dengan pembedahan sebagai terapi primer, terapi lainnya
hanya bersifat adjuvan. Semakin cepat dilakukan pembedahan semakin
tinggi kurasinya. Sedangkan untuk stadium III akhir dan IV sifat
pengobatannya adalah paliatif yaitu terutama untuk mengurangi penderitaan
pasien dan memperbaiki kualitas hidup.
1. Kanker payudara stadium 0
Dilakukan BCS atau mastektomi simpel. Terapi definitif pada T0
tergantung pada pemeriksaan blok parafin, lokasinya didasarkan pada
hasil pemeriksaan imaging.
2. Kanker payudara stadium dini/operabel
Dilakukan BCS (harus memenuhi syarat) atau mastektomi radikal
modifikasi atau mastektomi radikal dengan atau tanpa terapi adjuvan.
Terapi adjuvan diberikan berdasarkan ada atau tidaknya metastase ke
kelenjar getah bening aksila, reseptor estrogen atau reseptor progesteron,
dan usia premenopause atau postmenopause atau usia tua.
3. Kanker payudara lokal lanjut/ locally advanced
a. Operable locally advanced
Mastektomi simpel/MRM + radiasi kuratif + kemoterapi adjuvant +
terapi hormonal
b. Inoperable locally advanced
- Radiasi kuratif + kemoterapi + terapi hormonal
- Radiasi + operasi + kemoterapi + terapi hormonal
- Kemoterapi neoadjuvan + operasi + kemoterapi + radiasi +
hormonal terapi

4. Kanker payudara lanjut metastase jauh


Terapi primer pada stadium IV adalah terapi sistemik yaitu terapi
hormonal dan kemoterapi. Terapi lokoregional seperti radiasi dan
pembedahan hanya dilakukan bila perlu. Radiasi kadang diperlukan untuk
paliasi pada daerah-daerah tulang weight bearing yang mengandung
metastase atau pada tumor bed yang berdarah, difus, dan berbau yang
mengganggu sekitarnya.
3.4.8 Pencegahan10

31
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kanker pada
orang sehat yang memiliki risiko untuk terkena kanker payudara.
Pencegahan primer dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko
untuk terkena kanker payudara. Beberapa usaha yang dapat dilakukan
antara lain:
 Pemberian ASI
 SADARI
Semua wanita di atas umur 20 tahun sebaiknya melakukan SADARI
setiap bulan untuk menemukan ada tidaknya benjolan pada payudara.
Sebaiknya SADARI dilakukan pada waktu 5-7 hari setelah menstruasi
terakhir ketika payudara sudah tidak membengkak dan sudah menjadi
lembut. Langkah-langkah SADARI dapat dilakukan seperti pada gambar .

Gambar 2.10 SADARI tahap 1

32
Gambar 2.11 SADARI tahap II
 Pemeriksaan Mammografi

Menurut American Cancer Society mammografi dilaksanakan dengan


beberapa pertimbangan antara lain: 9

1. Untuk perempuan berumur 35-39


tahun, cukup dilakukan 1 kali mammografi.
2. Untuk perempuan berumur 40-50
tahun, mammografi dilakukan 1-2 tahun sekali.
3. Untuk perempuan berumur di atas 50
tahun, mammografi dilakukan setiap tahun dan pemeriksaan rutin.
b. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini


terhadap penderita kanker payudara dan biasanya diarahkan pada individu

33
yang telah positif menderita kanker payudara agar dapat dilakukan
pengobatan dan penanganan yang tepat. Penanganan yang tepat pada
penderita kanker payudara sesuai dengan stadiumnya akan dapat
mengurangi kecatatan, mencegah komplikasi penyakit, dan
memperpanjang harapan hidup penderita Pencegahan sekunder dapat
dilakukan dengan pemeriksaan klinis serta anamnesis dan
penatalaksanaan medis yang tepat

c. Pencegahan tersier

Pencegahan tertier dapat dilakukan dengan perawatan paliatif dengan


tujuan mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat
progresifitas penyakit dan mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain serta
perbaikan di bidang psikologis, sosial, dan spritua

Untuk mengurangi ketidakmampuan dapat dikakukan Rehabilitasi


supaya penderita dapat melakukan aktivitasnya kembali. Upaya
rehabilitasi dilakukan baik secara fisik, mental, maupun sosial, seperti
menghilangka n rasa nyeri, harus mendapatkan asupan gizi yang baik,
serta dukungan moral dari orang terdekat.

3.4.9 Prognosis9
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara
tahun 1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan
hasil akhir program data, didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium
I adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%,
IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%.
3.4

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, De Jong W, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi, 3rd ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC . 2011,
2. Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 13th Ed. North Carolina: Williams
and Wilkins. 2015. P.242-266.
3. Saladin KS. Anatomy and Physiology, 6th ed. USA: the McGraw-Hill; 2012. P.
319-412
4. Netter F. Atlas of human anatomy. 6th ed. Philadelphia, PA: Saunders/Elsevier;
2014. P 179-182
5. Swartz M. Textbook of physical diagnosis. Philadelphia, PA: Saunders/Elsevier;
2010. P 455-475
6. Brunicardi F. Schwartz's principles of surgery. 10th ed. New York: McGraw-Hill
Education Medical; 2016. P. 497-557
7. Sabiston. Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical
Practice. 19th ed. Philadelphia, PA: Saunders/ Elsevier; 2012. P 823-866
8. Kumar et al. Robbins and Cotran’s Pathologic Basis of Disease. 8 th ed.
Chicago,IL: Saunders/ Elsevier. 2010
9. Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN). Panduan Nasional
Penanganan Kanker : Kanker Payudara. Available at :
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKPayudara.pdf (Accessed 1 juli 2016)
10. Williams NS. Bailey and Love’s Short Practice of Surgery. 26 th ed. Boca Raton,
FL: CRC Press; 2013. P 798-819
11. Breast Cancer. The Five Steps of Breast Self-Examination. Accessed on June
17,2016. Available on
http://www.breastcancer.org/symptoms/testing/types/self_exam/bse_steps

35

Anda mungkin juga menyukai