Anda di halaman 1dari 13

1.

Danau Toba

Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hidup seorang


petani. Ia seorang petani yang rajin bekerja walaupun
lahan pertaniannya tidak luas. Ia bisa mencukupi
kebutuhannya dari hasil kerjanya yang tidak kenal
lelah. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah,
tetapi ia tetap memilih hidup sendirian. Di suatu pagi
hari yang cerah, petani itu memancing ikan di sungai.
“Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang
besar,” gumam petani tersebut dalam hati. Beberapa
saat setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat
bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya. Petani
itu bersorak kegirangan setelah mendapat seekor ikan
cukup besar.

Ia takjub melihat warna sisik ikan yang indah. Sisik ikan itu berwarna kuning emas kemerah-merahan. Kedua
matanya bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang menakjubkan. “Tunggu, aku jangan dimakan! Aku akan
bersedia menemanimu jika kau tidak jadi memakanku.” Petani tersebut terkejut mendengar suara dari ikan itu.
Karena keterkejutannya, ikan yang ditangkapnya terjatuh ke tanah. Kemudian tidak berapa lama, ikan itu berubah
wujud menjadi seorang gadis yang cantik jelita. “Bermimpikah aku?,” gumam petani.

“Jangan takut pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu karena telah
menyelamatkanku dari kutukan Dewata,” kata gadis itu. “Namaku Puteri, aku tidak keberatan untuk menjadi
istrimu,” kata gadis itu seolah mendesak. Petani itupun mengangguk. Maka jadilah mereka sebagai suami istri.
Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari
seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.

Setelah sampai di desanya, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita bersama petani tersebut. “Dia
mungkin bidadari yang turun dari langit,” gumam mereka. Petani merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai
suami yang baik, ia terus bekerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya dengan tekun dan
ulet. Karena ketekunan dan keuletannya, petani itu hidup tanpa kekurangan dalam hidupnya. Banyak orang iri, dan
mereka menyebarkan sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan usaha petani. “Aku tahu Petani itu pasti
memelihara makhluk halus! ” kata seseorang kepada temannya. Hal itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun
mereka tidak merasa tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja.

Setahun kemudian, kebahagiaan Petan dan istri bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Ia
diberi nama Putera. Kebahagiaan mereka tidak membuat mereka lupa diri. Putera tumbuh menjadi seorang anak
yang sehat dan kuat. Ia menjadi anak manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran
kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan yang seharusnya dimakan bertiga dapat dimakannya
sendiri.

Lama kelamaan, Putera selalu membuat jengkel ayahnya. Jika disuruh membantu pekerjaan orang tua, ia selalu
menolak. Istri Petani selalu mengingatkan Petani agar bersabar atas ulah anak mereka. “Ya, aku akan bersabar,
walau bagaimanapun dia itu anak kita!” kata Petani kepada istrinya. “Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Kanda
memang seorang suami dan ayah yang baik,” puji Puteri kepada suaminya.

Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu. Pada suatu hari, Putera mendapat
tugas mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi Putera tidak
memenuhi tugasnya. Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Ia langsung pulang ke
rumah. Di lihatnya Putera sedang bermain bola. Petani menjadi marah sambil menjewer kuping anaknya. “Anak
tidak tau diuntung ! Tak tahu diri ! Dasar anak ikan !,” umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata
pantangan itu.
Setelah petani mengucapkan kata-katanya, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap. Tanpa bekas dan jejak.
Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras dan semakin deras. Desa Petani dan desa
sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya
membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba. Sedangkan pulau kecil di
tengahnya dikenal dengan nama Pulau Samosir.

2. Bawang merah dan Bawah putih


Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis
remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka
adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang
putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup
rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang
putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia.
Bawang putih sangat berduka demikian pula
ayahnya.
Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang
putih
meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan,
membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol.
Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah,
supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.
Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya
ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka
mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih
sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan
ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak
pernah menceritakannya.

Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya
semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia
sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya.
Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus
menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan
pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak
kandungnya sendiri.

Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan
bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah.
Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak
menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu
tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri
sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan
menceritakannya kepada ibunya.

“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan
berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”

Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi.
Mataharisudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya,
dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana.
Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang
sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat
baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat
nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.

“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap,
Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak
cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan
mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.

“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah
saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.

“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku
akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak
mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian.
Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan
saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.

Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan
pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun
memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai
janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini
sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu
yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan
Bawang putih hingga depan rumah.

Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk
membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi
emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya
dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang
putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan
sejujurnya.

Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini
bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir
sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak
seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang
dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah
seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu
sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang
merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar
dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.

Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang
dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke
sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari
labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu
langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah
balasan bagi orang yang serakah.
3. Keong mas
Raja Kertamarta adalah raja dari Kerajaan Daha. Raja
mempunyai 2 orang putri, namanya Dewi Galuh dan Candra
Kirana yang cantik dan baik. Candra kirana sudah ditunangkan
oleh putra mahkota Kerajaan Kahuripan yaitu Raden Inu
Kertapati yang baik dan bijaksana.
Tapi saudara kandung Candra Kirana yaitu Galuh Ajeng sangat iri pada Candra kirana, karena Galuh Ajeng
menaruh hati pada Raden Inu kemudian Galuh Ajeng menemui nenek sihir untuk mengutuk candra kirana. Dia juga
memfitnahnya sehingga candra kirana diusir dari Istana ketika candra kirana berjalan menyusuri pantai, nenek
sihirpun muncul dan menyihirnya menjadi keong emas dan membuangnya kelaut. Tapi sihirnya akan hilang bila
keong emas berjumpa dengan tunangannya.

Suatu hari seorang nenek sedang mencari ikan dengan jala, dan keong emas terangkut. Keong Emas dibawanya
pulang dan ditaruh di tempayan. Besoknya nenek itu mencari ikan lagi dilaut tetapi tak seekorpun didapat. Tapi
ketika ia sampai digubuknya ia kaget karena sudah tersedia masakan yang enak-enak. Sinenek bertanya-tanya siapa
yang memgirim masakan ini.

Begitu pula hari-hari berikutnya sinenek menjalani kejadian serupa, keesokan paginya nenek pura-pura kelaut ia
mengintip apa yang terjadi, ternyata keong emas berubah menjadi gadis cantik langsung memasak, kemudian nenek
menegurnya ” siapa gerangan kamu putri yang cantik ? ” Aku adalah putri kerajaan Daha yang disihir menjadi
keong emas oleh saudaraku karena ia iri kepadaku ” kata keong emas, kemudian candra kirana berubah kembali
menjadi keong emas. Nenek itu tertegun melihatnya.

Sementara pangeran Inu Kertapati tak mau diam saja ketika tahu candra kirana menghilang. Iapun mencarinya
dengan cara menyamar menjadi rakyat biasa. Nenek sihirpun akhirnya tahu dan mengubah dirinya menjadi gagak
untuk mencelakakan Raden Inu Kertapati. Raden Inu Kertapati Kaget sekali melihat burung gagak yang bisa
berbicara dan mengetahui tujuannya. Ia menganggap burung gagak itu sakti dan menurutinya padahal raden Inu
diberikan arah yang salah. Diperjalanan Raden Inu bertemu dengan seorang kakek yang sedang kelaparan, diberinya
kakek itu makan. Ternyata kakek adalah orang sakti yang baik Ia menolong Raden Inu dari burung gagak itu.

Kakek itu memukul burung gagak dengan tongkatnya, dan burung itu menjadi asap. Akhirnya Raden Inu diberitahu
dimana Candra Kirana berada, disuruhnya raden itu pergi kedesa dadapan. Setelah berjalan berhari-hari sampailah ia
kedesa Dadapan Ia menghampiri sebuah gubuk yang dilihatnya untuk meminta seteguk air karena perbekalannya
sudah habis. Tapi ternyata ia sangat terkejut, karena dari balik jendela ia melihatnya tunangannya sedang memasak.
Akhirnya sihirnya pun hilang karena perjumpaan dengan Raden Inu. Tetapi pada saat itu muncul nenek pemilik
gubuk itu dan putri Candra Kirana memperkenalkan Raden Inu pada nenek. Akhirnya Raden Inu memboyong
tunangannya keistana, dan Candra Kirana menceritakan perbuatan Galuh Ajeng pada Baginda Kertamarta.

Baginda minta maaf kepada Candra Kirana dan sebaliknya. Galuh Ajeng mendapat hukuman yang setimpal. Karena
takut Galuh Ajeng melarikan diri kehutan, kemudian ia terperosok dan jatuh kedalam jurang. Akhirnya pernikahan
Candra kirana dan Raden Inu Kertapatipun berlangsung. Mereka memboyong nenek dadapan yang baik hati itu
keistana dan mereka hidup bahagia.

4. Timun Mas

Di suatu desa hiduplah seorang janda tua yang bernama mbok


Sarni. Tiap hari dia menghabiskan waktunya sendirian, karena
mbok Sarni tidak memiliki seorang anak. Sebenarnya dia ingin
sekali mempunyai anak, agar bisa membantunya bekerja.
Pada suatu sore pergilah mbok Sarni ke hutan untuk mencari
kayu, dan ditengah jalan mbok Sarni bertemu dengan raksasa
yang sangat besar sekali. Hei, mau kemana kamu?, tanya si
Raksasa. Aku hanya mau mengumpulkan kayu bakar, jadi
ijinkanlah aku lewat, jawab mbok Sarni. Hahahaha…. kamu
boleh lewat setelah kamu memberiku seorang anak manusia
untuk aku santap, kata si Raksasa. Lalu mbok Sarni
menjawab, Tetapi aku tidak mempunyai anak.
Setelah mbok Sarni mengatakan bahwa dia tidak punya anak dan ingin sekali punya anak, maka si Raksasa
memberinya biji mentimun. Raksasa itu berkata, Wahai wanita tua, ini aku berikan kamu biji mentimun. Tanamlah
biji ini di halaman rumahmu, dan setelah dua minggu kamu akan mendapatkan seorang anak. Tetapi ingat, serahkan
anak itu padaku setelah usianya enam tahun.
Setelah dua minggu, mentimun itu nampak berbuah sangat lebat dan ada salah satu mentimun yang cukup besar.
Mbok Sarni kemudian mengambilnya , dan setelah dibelah ternyata isinya adalah seorang bayi yang sangat cantik
jelita. Bayi itu kemudian diberi nama timun emas.
Semakin hari timun emas semakin tumbuh besar, dan mbok Sarni sangat gembira sekali karena rumahnya tidak sepi
lagi. Semua pekerjaannya bisa selesai dengan cepat karena bantuan timun emas.
Akhirnya pada suatu hari datanglah si Raksasa untuk menagih janji. Mbok Sarni sangat ketakutan, dan tidak mau
kehilangan timun emas. Kemudian mbok Sarni berkata, Wahai raksasa, datanglah kesini dua tahun lagi. Semakin
dewasa anak ini, maka semakin enak untuk di santap. Si Raksasa pun setuju dan meninggalkan rumah mbok Sarni.
Waktu dua tahun bukanlah waktu yang lama, karena itu tiap hari mbok Sarni mencari akal bagaimana caranya
supaya anaknya tidak dibawa si Raksasa. Hati mbok Sarni sangat cemas sekali, dan akhirnya pada suatu malam
mbok Sarni bermimpi. Dalam mimpinya itu, ia diberitahu agar timun emas menemui petapa di Gunung.
Pagi harinya mbok Sarni menyuruh timun emas untuk segera menemui petapa itu. Setelah bertemu dengan petapa,
timun emas kemudian bercerita tentang maksud kedatangannya. Sang petapa kemudian memberinya empat buah
bungkusan kecil yang isinya biji mentimun, jarum, garam, dan terasi. Lemparkan satu per satu bungkusan ini, kalau
kamu dikejar oleh raksasa itu, perintah petapa. Kemudian timun meas pulang ke rumah, dan langsung menyimpan
bungkusan dari sang petapa.
Paginya raksasa datang lagi untuk menagih janji. Wahai wanita tua, mana anak itu? Aku sudah tidak tahan untuk
menyantapnya, teriak si Raksasa. Kemudian mbok Sarni menjawab, Janganlah kau ambil anakku ini wahai raksasa,
karena aku sangat sayang padanya. Lebih baik aku saja yang kamu santap. Raksasa tidak mau menerima tawaran
dari mbok Sarni itu, dan akhirnya marah besar. Mana anak itu? Mana timun emas?, teriak si raksasa.
Karena tidak tega melihat mbok Sarni menangis terus, maka timun emas keluar dari tempat sembunyinya.Aku di
sini raksasa, tangkaplah aku jika kau bisa!!!, teriak timun emas.
Raksasapun mengejarnya, dan timun emas mulai melemparkan kantong yang berisi mentimun. Sungguh ajaib, hutan
menjadi ladang mentimun yang lebat buahnya. Raksasapun menjadi terhambat, karena batang timun tersebut terus
melilit tubuhnya. Tetapi akhirnya si raksasa berhasil bebas juga, dan mulai mngejar timun emas lagi. Lalu timun
emas menaburkan kantong kedua yang berisi jarum, dalam sekejap tumbuhlan pohon-pohon bambu yang sangat
tinggi dan tajam. Dengan kaki yang berdarah-darah karena tertancap bambu tersebut si raksasa terus mengejar.
Kemudian timun emas membuka bingkisan ketiga yang berisi garam. Seketika itu hutanpun menjadi lautan luas.
Tetapi lautan itu dengan mudah dilalui si raksasa. Yang terakhir Timun Emas akhirnya menaburkan terasi, seketika
itu terbentuklah lautan lumpur yang mendidih, dan si raksasa tercebur di dalamnya. Akhirnya raksasapun mati.
Timun Emas mengucap syukur kepada Tuhan YME, karena sudah diselamatkan dari raksasa yang kejam. Akhirnya
Timun Emas dan Mbok Sarni hidup bahagia dan damai

5. Batu Menangis
Disebuah bukit yang jauh dari desa, didaerah Kalimantan
hiduplah seorang janda miskin dan seorang anak gadisnya.
Anak gadis janda itu sangat cantik jelita. Namun sayang, ia
mempunyai prilaku yang amat buruk. Gadis itu amat
pemalas, tak pernah membantu ibunya melakukan pekerjaan-
pekerjaan rumah. Kerjanya hanya bersolek setiap hari.
Selain pemalas, anak gadis itu sikapnya manja sekali. Segala
permintaannya harus dituruti. Setiap kali ia meminta sesuatu
kepada ibunya harus dikabulkan, tanpa memperdulikan
keadaan ibunya yang miskin, setiap hari harus membanting
tulang mencari sesuap nasi.
Pada suatu hari anak gadis itu diajak ibunya turun ke desa untuk berbelanja. Letak pasar desa itu amat jauh, sehingga
mereka harus berjalan kaki yang cukup melelahkan. Anak gadis itu berjalan melenggang dengan memakai pakaian
yang bagus dan bersolek agar orang dijalan yang melihatnya nanti akan mengagumi kecantikannya. Sementara
ibunya berjalan dibelakang sambil membawa keranjang dengan pakaian sangat dekil. Karena mereka hidup ditempat
terpencil, tak seorangpun mengetahui bahwa kedua perempuan yang berjalan itu adalah ibu dan anak.
Ketika mereka mulai memasuki desa, orang-orang desa memandangi mereka. Mereka begitu terpesona melihat
kecantikan anak gadis itu, terutama para pemuda desa yang tak puas-puasnya memandang wajah gadis itu. Namun
ketika melihat orang yang berjalan dibelakang gadis itu, sungguh kontras keadaannya. Hal itu membuat orang
bertanya-tanya.
Di antara orang yang melihatnya itu, seorang pemuda mendekati dan bertanya kepada gadis itu, “Hai, gadis cantik.
Apakah yang berjalan dibelakang itu ibumu?”
Namun, apa jawaban anak gadis itu ?
“Bukan,” katanya dengan angkuh. “Ia adalah pembantuku !”
Kedua ibu dan anak itu kemudian meneruskan perjalanan. Tak seberapa jauh, mendekati lagi seorang pemuda dan
bertanya kepada anak gadis itu.
“Hai, manis. Apakah yang berjalan dibelakangmu itu ibumu?”
“Bukan, bukan,” jawab gadis itu dengan mendongakkan kepalanya. ” Ia adalah budakk!”
Begitulah setiap gadis itu bertemu dengan seseorang disepanjang jalan yang menanyakan perihal ibunya, selalu
jawabannya itu. Ibunya diperlakukan sebagai pembantu atau budaknya.
Pada mulanya mendengar jawaban putrinya yang durhaka jika ditanya orang, si ibu masih dapat menahan diri.
Namun setelah berulang kali didengarnya jawabannya sama dan yang amat menyakitkan hati, akhirnya si ibu yang
malang itu tak dapat menahan diri. Si ibu berdoa.
“Ya Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba begitu teganya memperlakukan diri hamba
sedemikian rupa. Ya, tuhan hukumlah anak durhaka ini ! Hukumlah dia….”
Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu berubah menjadi batu. Perubahan itu
dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah mencapai setengah badan, anak gadis itu menangis memohon ampun
kepada ibunya.
” Oh, Ibu..ibu..ampunilah saya, ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini. Ibu…Ibu…ampunilah anakmu..” Anak
gadis itu terus meratap dan menangis memohon kepada ibunya. Akan tetapi, semuanya telah terlambat. Seluruh
tubuh gadis itu akhirnya berubah menjadi batu. Sekalipun menjadi batu, namun orang dapat melihat bahwa kedua
matanya masih menitikkan air mata, seperti sedang menangis. Oleh karena itu, batu yang berasal dari gadis yang
mendapat kutukan ibunya itu disebut ” Batu Menangis “.

6. Sangkuriang

Pada jaman dahulu, di Jawa Barat hiduplah seorang putri


raja yang bernama Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang
anak laki-laki yang bernama Sangkuriang. Anak tersebut
sangat gemar berburu di dalam hutan. Setiap berburu, dia
selalu ditemani oleh seekor anjing kesayangannya yang
bernama Tumang. Tumang sebenarnya adalah titisan dewa,
dan juga bapak kandung Sangkuriang, tetapi Sangkuriang
tidak tahu hal itu dan ibunya memang sengaja
merahasiakannya.

Pada suatu hari, seperti biasanya Sangkuriang pergi ke


hutan untuk berburu. Setelah sesampainya di hutan,
Sangkuriang mulai mencari buruan. Dia melihat ada seekor burung yang sedang bertengger di dahan, lalu tanpa
berpikir panjang Sangkuriang langsung menembaknya, dan tepat mengenai sasaran. Sangkuriang lalu memerintah
Tumang untuk mengejar buruannya tadi, tetapi si Tumang diam saja dan tidak mau mengikuti perintah Sangkuriang.
Karena sangat jengkel pada Tumang, maka Sangkuriang lalu mengusir Tumang dan tidak diijinkan pulang ke rumah
bersamanya lagi.

Sesampainya di rumah, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Begitu mendengar cerita dari
anaknya, Dayang Sumbi sangat marah. Diambilnya sendok nasi, dan dipukulkan ke kepala Sangkuriang. Karena
merasa kecewa dengan perlakuan ibunya, maka Sangkuriang memutuskan untuk pergi mengembara, dan
meninggalkan rumahnya. 

Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali perbuatannya. Ia berdoa setiap hari, dan meminta agar suatu
hari dapat bertemu dengan anaknya kembali. Karena kesungguhan dari doa Dayang Sumbi tersebut, maka Dewa
memberinya sebuah hadiah berupa kecantikan abadi dan usia muda selamanya.

Setelah bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara, akhirnya ia berniat untuk pulang ke kampung
halamannya. Sesampainya di sana, dia sangat terkejut sekali, karena kampung halamannya sudah berubah total.
Rasa senang Sangkuriang tersebut bertambah ketika saat di tengah jalan bertemu dengan seorang wanita yang sangat
cantik jelita, yang tidak lain adalah Dayang Sumbi. Karena terpesona dengan kecantikan wanita tersebut, maka
Sangkuriang langsung melamarnya. Akhirnya lamaran Sangkuriang diterima oleh Dayang Sumbi, dan sepakat akan
menikah di waktu dekat. Pada suatu hari, Sangkuriang meminta ijin calon istrinya untuk berburu di hatan. Sebelum
berangkat, ia meminta Dayang Sumbi untuk mengencangkan dan merapikan ikat kapalanya. Alangkah terkejutnya
Dayang Sumbi, karena pada saat dia merapikan ikat kepala Sangkuriang, Ia melihat ada bekas luka. Bekas luka
tersebut mirip dengan bekas luka anaknya. Setelah bertanya kepada Sangkuriang tentang penyebab lukanya itu,
Dayang Sumbi bertambah tekejut, karena ternyata benar bahwa calon suaminya tersebut adalah anaknya sendiri.

Dayang Sumbi sangat bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah dengan anaknya sendiri. Setelah
Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi mencoba berbicara kepada Sangkuriang, supaya Sangkuriang
membatalkan rencana pernikahan mereka. Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak disetujui Sangkuriang, dan
hanya dianggap angin lalu saja.

Setiap hari Dayang Sumbi berpikir bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak pernah terjadi. Setelah berpikir
keras, akhirnya Dayang Sumbi menemukan cara terbaik. Dia mengajukan dua buah syarat kepada Sangkuriang.
Apabila Sangkuriang dapat memenuhi kedua syarat tersebut, maka Dayang Sumbi mau dijadikan istri, tetapi
sebaliknya jika gagal maka pernikahan itu akan dibatalkan. Syarat yang pertama Dayang Sumbi ingin supaya sungai
Citarum dibendung. Dan yang kedua adalah, meminta Sangkuriang untuk membuat sampan yang sangat besar untuk
menyeberang sungai. Kedua syarat itu harus diselesai sebelum fajar menyingsing.

Sangkuriang menyanggupi kedua permintaan Dayang Sumbi tersebut, dan berjanji akan menyelesaikannya sebelum
fajar menyingsing. Dengan kesaktian yang dimilikinya, Sangkuriang lalu mengerahkan teman-temannya dari bangsa
jin untuk membantu menyelesaikan tugasnya tersebut. Diam-diam, Dayang Sumbi mengintip hasil kerja dari
Sangkuriang. Betapa terkejutnya dia, karena Sangkuriang hampir menyelesaiklan semua syarat yang diberikan
Dayang Sumbi sebelum fajar.

Dayang Sumbi lalu meminta bantuan masyarakat sekitar untuk menggelar kain sutera berwarna merah di sebelah
timur kota. Ketika melihat warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira kalau hari sudah menjelang pagi.
Sangkuriang langsung menghentikan pekerjaannya dan merasa tidak dapat memenuhi syarat yang telah diajukan
oleh Dayang Sumbi.
Dengan rasa jengkel dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang telah dibuatnya sendiri. Karena
jebolnya bendungan itu, maka terjadilah banjir dan seluruh kota terendam air. Sangkuriang juga menendang sampan
besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh tertelungkup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama
Tangkuban Perahu.

7. Maling Kundang

Dahulu kala, tersebutlah sebuah keluarga miskin


yang terdiri dari seorang ibu dan anaknya yang
bernama Malin Kundang. Karena ayahnya telah
meninggalkannya, sang ibu pun harus bekerja keras
sendiri untuk bisa menghidupi keluarganya.
Malin adalah anak yang pintar tapi sedikit nakal. Ketika dia beranjak dewasa, Malin merasa kasihan pada ibunya
yang sedari dulu bekerja keras menghidupinya. Kemudian Malin meminta izin untuk merantau mencari pekerjaan di
kota besar

“Bu, saya ingin pergi ke kota. Saya ingin kerja untuk bisa bantu ibu di sini.” pinta Malin. “Izinkan saya pergi, bu.
Saya kasihan melihat ibu terus bekerja sampai sekarang.” kata Malin.“Baiklah nak, tapi ingat jangan lupakan ibu
dan desa ini ketika kamu sukses di sana” Ujar sang ibu berlinang ari mata.

Keesokan harinya Malin pergi ke kota besar dengan menggunakan sebuah kapal. Setelah beberapa tahun bekerja
keras, dia berhasil di kota rantauannya. Malin sekarang menjadi orang kaya yang bahkan mempunyai banyak kapal
dagang. Dan Malin pun sudah menikah dengan wanita cantik di sana. Berita tentang Malin yang menjadi orang kaya
sampai lah ke ibunya. Sang ibu sangat senang mendengarnya. Dia selalu menunggu di pantai setiap hari, berharap
anak si mata wayangnya kembali dan mengangkat drajat ibunya. Tetapi Malin tak pernah datang.

Suatu hari istiri Malin bertanya mengenai ibu Malin dan ingin bertemu dengan nya. Malin pun tidak bisa menolak
keinginan istri yang sangat dicintainya itu. Malin menyiapkan perjalanannya tersebut menuju desanya menggunakan
sebuah kapal pribadinya yang besar nan cantik. Akhirnya Malin pun datang ke desanya beserta istri dan anak
buahnya.

Mendengar kedatangan Malin, sang ibu merasa sangat gembira. Dia bahkan berlari menuju pantai untuk segera
melihat anak yang disayanginya pulang.

“Apa itu kamu Malin, anak ku? Ini ibu mu, kamu ingat” Tanya sang Ibu.
"Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirim kabar?" Katanya sambil memeluk Malin
Kundang.

Sang istri yang terkejut melihat kenyataan bahwa wanita tua, bau, dekil yang memeluk suaminya, berkata:
"Jadi wanita tua, bau, dekil ini adalah ibu kamu, Malin"

Karena rasa malu, Malin Kundang pun segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga jatuh.
“Saya tidak kenal kamu wanita tua miskin” kata Malin.
"Dasar wanita tua tak tahu diri, Sembarang saja mengaku sebagai ibuku." Lanjut Malin membentak.

Mendengar perkataan anak kandungnya seperti itu, sang ibu merasa sedih dan marah. Ia tidak menduga, anak yang
sangat disayanginya berubah menjadi anak durhaka.
"Oh Tuhan ku yang kuasa, jika dia adalah benar anak ku, Saya mohon berikan azab padanya dan rubah lah dia jadi
batu." doa sang ibu murka.
Tidak lama kemudian angin dan petir bergemuruh menghantam dan menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah
itu, Tubuh Malin Kundang kaku dan kemudian menjadi batu yang menyatu dengan karang.

8. Si Pahit Lidah dan Si Empat Mata

Serunting adalah orang yang sakti mandraguna. Dia berasal


dari Majapahit yang kemudian diusir dari istana lalu
berkelana ke Sumatera. Adik ipar Serunting yang bernama
Arya Tebing merasa iri dengan kesaktian Serunting. Dia
lalu memujuk kakaknya untuk memberitahu di mana letak
kelemahan Serunting. Karena rasa sayang kepada adiknya akhirnya istri Serunting memberi tahun letak kelemahan
Serunting.

Setelah mengetahuinya Arya Tebing mengajak Serunting untuk adu kekuatan. Mereka pun berkelahi, ketika itu Arya
Tebing menusuk Serunting di tempat kelemahannya. Serunting terluka parah dan kemudian mengasingkan diri di
Gunung Siguntang. Dalam pengasingannya Serunting mengobati lukanya dan tidak jemu berdoa pada Tuhan agar
mengembalikan kesaktiannya. Karena ketekunan Serunting akhirnya dia diberi kelebihan bahwa apapun yang
diucapkannya menjadi kenyataan.
Pada suatu hari Serunting sedang berjalan-jalan di sebuah kampung. Masyarakat kampung tersebut sedang menanam
padi. Hamparan sawah yang menguning sangat indah di pandang mata. Namun Serunting malah mengatakan bahwa
itu bukan sawah melainkan hamparan batu. Ketika itu tiba-tiba saja ucapan Serunting menjadi kenyataan. 

Melihat hal itu warga menjuluki Serunting dengan julukan Si Pahit Lidah. Masyarakat tidak ada yang berani
melawan Si Pahit Lidah karena mereka takut terkena kutukannya. Si Pahit Lidah menjadi sombong dan kasar
sehingga warga tidak menyukai dirinya.

Kesaktian Si Pahit Lidah terdengar oleh Si Empat Mata seorang yang juga memiliki kesaktian dari negeri India. 

Si Empat Mata merasa tersaingi kesaktiannya dan bermaksud untuk menantang Si Pahit Lidah. Kemudian dia
berlayar menuju Sumatera untuk menemui Si Pahit Lidah. Ketika bertemu Si Empat Mata menantang Si Pahit Lidah
untuk berkelahi. Berhari-hari mereka berkelahi dan mengeluarkan seluruh kesaktiannya namun tidak ada yang
menang atau kalah.
Ketika itulah seorang tetua kampung mengajukan pertandingan untuk kedua orang tersebut. Meraka harus memakan
buah aren yang tersedia. Si Pahit Lidah mendapat giliran pertama untuk memakan buah tersebut. 
Dengan sombong Si Pahit Lidah memakan buah aren itu sambil berfikir karena tidak mungkin dia akan mati dengan
buah sekecil itu. Namun apa yang terjadi Si Pahit Lidah menggelepar lalu mati. Melihat Si Pahit Lidah mati Si
Empat Mata merasa senang karena sekarang dialah orang yang paling sakti di negeri itu. 
Namun, Si Empat Mata merasa aneh karena Si Pahit Lidah bisa mati hanya dengan sebiji buah aren. Si Empat Mata
lalu menimang-nimang buah aren sisa Si Pahit Lidah, dia memakan buah aren tersebut dan tidak lama kemudian Si
Empat Mata menggelepar lalu mati. Akhirnya mereka berdua mati dengan kesombongan sendiri lalu keduanya di
makamkan di Danau Ranau.

9. Roro Jonggrang
lkisah pada zaman dahulu kala, berdiri sebuah kerajaan yang
sangat besar yang bernama Prambanan. Rakyat Prambanan
sangat damai dan makmur di bawah kepemimpinan raja yang
bernama Prabu Baka. Kerajaan-kerajaan kecil di wilayah sekitar
Prambanan juga sangat tunduk dan menghormati kepemimpinan
Prabu Baka.
Sementara itu di lain tempat, ada satu kerajaan yang tak kalah
besarnya dengan kerajaan Prambanan, yakni kerajaan Pengging.
Kerajaan tersebut terkenal sangat arogan dan ingin selalu
memperluas wilayah kekuasaanya. Kerajaan Pengging mempunyai
seorang ksatria sakti yang bernama Bondowoso. Dia mempunyai
senjata sakti yang bernama Bandung, sehingga Bondowoso terkenal dengan sebutan Bandung Bondowoso. Selain
mempunyai senjata yang sakti, Bandung Bondowoso juga mempunyai bala tentara berupa Jin. Bala tentara tersebut
yang digunakan Bandung Bondowoso untuk membantunya untuk menyerang kerajaan lain dan memenuhi segala
keinginannya.
Hingga Suatu ketika, Raja Pengging yang arogan memanggil Bandung Bondowoso. Raja Pengging itu kemudian
memerintahkan Bandung Bondowoso untuk menyerang Kerajaan Prambanan. Keesokan harinya Bandung
Bondowoso memanggil balatentaranya yang berupa Jin untuk berkumpul, dan langsung berangkat ke Kerajaan
Prambanan.
Setibanya di Prambanan, mereka langsung menyerbu masuk ke dalam istana Prambanan. Prabu Baka dan
pasukannya kalang kabut, karena mereka kurang persiapan. Akhirnya Bandung Bondowoso berhasil menduduki
Kerajaan Prambanan, dan Prabu Baka tewas karena terkena senjata Bandung Bondowoso.
Kemenangan Bandung Bondowoso dan pasukannya disambut gembira oleh Raja Pengging. Kemudian Raja
Pengging pun mengamanatkan Bandung Bondowoso untuk menempati Istana Prambanan dan mengurus segala
isinya,termasuk keluarga Prabu Baka.
Pada saat Bandung Bondowoso tinggal di Istana Kerajaan Prambanan, dia melihat seorang wanita yang sangat
cantik jelita. Wanita tersebut adalah Roro Jonggrang, putri dari Prabu Baka. Saat melihat Roro Jonggrang, Bandung
Bondowoso mulai jatuh hati. Dengan tanpa berpikir panjang lagi, Bandung Bondowoso langsung memanggil dan
melamar Roro Jonggrang.
“Wahai Roro Jonggrang, bersediakah seandainya dikau menjadi permaisuriku?”, Tanya Bandung Bondowoso pada
Roro Jonggrang.
Mendengar pertanyaan dari Bandung Bondowoso tersebut, Roro Jonggrang hanya terdiam dan kelihatan bingung.
Sebenarnya dia sangat membenci Bandung Bondowoso, karena telah membunuh ayahnya yang sangat dicintainya.
Tetapi di sisi lain, Roro Jonggrang merasa takut menolak lamaran Bandung Bondowoso. Akhirnya setelah berfikir
sejenak, Roro Jonggrang pun menemukan satu cara supaya Bandung Bondowoso tidak jadi menikahinya.
“Baiklah,aku menerima lamaranmu. Tetapi setelah kamu memenuhi satu syarat dariku”,jawab Roro Jonggrang.
“Apakah syaratmu itu Roro Jonggrang?”, Tanya Bandung Bandawasa.
“Buatkan aku seribu candi dan dua buah sumur dalam waktu satu malam”, Jawab Roro Jonggrang.
Mendengar syarat yang diajukan Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso pun langsung menyetujuinya. Dia
merasa bahwa itu adalah syarat yang sangat mudah baginya, karena Bandung Bondowoso mempunyai balatentara
Jin yang sangat banyak.
Pada malam harinya, Bandung Bandawasa mulai mengumpulkan balatentaranya. Dalam waktu sekejap, balatentara
yang berupa Jin tersebut datang. Setelah mendengar perintah dari Bandung Bondowoso, para balatentara itu
langsung membangun candi dan sumur dengan sangat cepat.
Roro Jonggrang yang menyaksikan pembangunan candi mulai gelisah dan ketakutan, karena dalam dua per tiga
malam, tinggal tiga buah candi dan sebuah sumur saja yang belum mereka selesaikan.

Roro Jonggrang kemudian berpikir keras, mencari cara supaya Bandung Bondowoso tidak dapat memenuhi
persyaratannya.
Setelah berpikir keras, Roro Jonggrang akhirnya menemukan jalan keluar. Dia akan membuat suasana menjadi
seperti pagi,sehingga para Jin tersebut menghentikan pembuatan candi.
Roro Jonggrang segera memanggil semua dayang-dayang yang ada di istana. Dayang-dayang tersebut diberi tugas
Roro Jonggrang untuk membakar jerami, membunyikan lesung, serta menaburkan bunga yang berbau semerbak
mewangi.
Mendengar perintah dari Roro Jonggrang, dayang-dayang segera membakar jerami. Tak lama kemudian langit
tampak kemerah merahan, dan lesung pun mulai dibunyikan. Bau harum bunga yang disebar mulai tercium, dan
ayam pun mulai berkokok.
Melihat langit memerah, bunyi lesung, dan bau harumnya bunga tersebut, maka balatentara Bandung Bondowoso
mulai pergi meninggalkan pekerjaannya. Mereka pikir hari sudah mulai pagi, dan mereka pun harus pergi.
Melihat Balatentaranya pergi, Bandung Bondowoso berteriak: “Hai balatentaraku, hari belum pagi. Kembalilah
untuk menyelesaikan pembangunan candi ini !!!”
Para Jin tersebut tetap pergi, dan tidak menghiraukan teriakan Bandung Bondowoso. Bandung Bondowoso pun
merasa sangat kesal, dan akhirnya menyelesaikan pembangunan candi yang tersisa. Namun sungguh sial, belum
selesai pembangunan candi tersebut, pagi sudah datang. Bandung Bondowoso pun gagal memenuhi syarat dari Roro
Jonggrang.
Mengetahui kegagalan Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang lalu menghampiri Bandung Bondowoso. “Kamu
gagal memenuhi syarat dariku, Bandung Bondowoso”, kata Roro Jonggrang.
Mendengar kata Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso sangat marah. Dengan nada sangat keras, Bandung
Bondowoso berkata: “Kau curang Roro Jonggrang. Sebenarnya engkaulah yang menggagalkan pembangunan seribu
candi ini. Oleh karena itu, Engkau aku kutuk menjadi arca yang ada di dalam candi yang keseribu !”
Berkat kesaktian Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang berubah menjadi arca/patung. Wujud arca tersebut hingga
kini dapat disaksikan di dalam kompleks candi Prambanan, dan nama candi tersebut dikenal dengan nama candi
Roro Jonggrang. Sementara candi-candi yang berada di sekitarnya disebut dengan Candi Sewu atau Candi Seribu.

10. Cindelaras
Kerajaan Jenggala dipimpin oleh seorang raja yang
bernama Raden Putra. Ia didampingi oleh seorang
permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang
memiliki sifat iri dan dengki. Raja Putra dan kedua
istrinya tadi hidup di dalam istana yang sangat
megah dan damai. Hingga suatu hari selir raja
merencanakan sesuatu yang buruk pada permaisuri
raja. Hal tersebut dilakukan karena selir Raden
Putra ingin menjadi permaisuri.

Selir baginda lalu berkomplot dengan seorang tabib istana


untuk melaksanakan rencana tersebut. Selir baginda
berpura-pura sakit parah. Tabib istana lalu segera dipanggil sang Raja. Setelah memeriksa selir tersebut, sang tabib
mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. “Orang itu tak lain adalah
permaisuri Baginda sendiri,” kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera
memerintahkan patih untuk membuang permaisuri ke hutan dan membunuhnya.

Sang Patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke tengah hutan belantara. Tapi, patih yang
bijak itu tidak mau membunuh sang permaisuri. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda.
“Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh,”
kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja
merasa puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.

Setelah beberapa bulan berada di hutan, sang permaisuri melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu diberinya nama
Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan
binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur ayam.
Cindelaras kemudian mengambil telur itu dan bermaksud menetaskannya. Setelah 3 minggu, telur itu menetas
menjadi seekor anak ayam yang sangat lucu. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Kian hari anak
ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang gagah dan kuat. Tetapi ada satu yang aneh dari ayam tersebut.
Bunyi kokok ayam itu berbeda dengan ayam lainnya. “Kukuruyuk… Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba,
atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra…”, kokok ayam itu

Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya itu dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu
Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya,
Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya,
Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang
menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam. “Ayo, kalau berani, adulah ayam
jantanmu dengan ayamku,” tantangnya. “Baiklah,” jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras
bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu,
ayam Cindelaras tidak terkalahkan.

Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat hingga sampai ke Istana. Raden Putra akhirnya pun
mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras ke istana.
“Hamba menghadap paduka,” kata Cindelaras dengan santun. “Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan
keturunan rakyat jelata,” pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika
ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan
Raden Putra menjadi milik Cindelaras.

Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil
menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. “Baiklah aku
mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?” Tanya Baginda Raden
Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya
segera berbunyi. “Kukuruyuk… Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya
Raden Putra…,” ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam
Cindelaras. “Benarkah itu?” Tanya baginda keheranan. “Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah
permaisuri Baginda.”

Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah
terjadi pada permaisuri. “Aku telah melakukan kesalahan,” kata Baginda Raden Putra. “Aku akan memberikan
hukuman yang setimpal pada selirku,” lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke
hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan
hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat
berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia
memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.

Anda mungkin juga menyukai