Anda di halaman 1dari 7

UAS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

MOHAMMAD YUSUF
E.1910935

1. Saat ini Sistem Pemerintahan dan kelembagaan negara kita selalu ber-ubah-
ubah. Pada hal perkembangan administrasi negara sangat dipengaruhi oleh
sistem HAN yang kita anut. Apa dampaknya terhadap jalannya roda
pemerintahan menurut Saudara ? jelaskan !

Jawab:

Menurut saya, dampak nya terhadap jalannya roda pemerintah sangatlah


berpengaruh termasuk menghambat perkembangan perekonomian yang di
akibatkan oleh penyelenggaraan pelayanan publik di bidang perizinan yang
berbelit-belit, lambat, mahal dan melelahkan

2. Di dalam HAN dikenal istilah Pejabat TUN (Tata Usaha Negara) dan
Jabatan/Pejabat. Apa yang dimaksud dengan istilah tersebut ? Mengapa perlu
diadakan pembagian tersebut dalam praktek HAN kita ? Coba uraikan dengan
mengemukakan contoh !.

Jawab:

a. Yang di maksud dari istilah badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (TUN)
adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

b. Perlu di adakan pembagian dalam praktek HAN di karenakan agar


pembagian tugas terbagi secara rata dan adil.

3. Apa yang dimaksud dengan “Beschiking” ? Uraikan pendapat Saudara secara


ringkas dan jelas !
Jawab:
Menurut pendapat saya beschiking adalah suatu keputusan oleh ketetapan oleh
sepihak atau yang berwenang atas kekuasaan.

. 4 Fit and Proper Test (uji kelayakan) yang dilakukan oleh DPR terhadap calon
pejabat Negara/Pejabat publik sesungguhnya juga merupakan suatu Beschiking.
Kenapa Beschiking tersebut masih harus ditindak lanjuti dengan Keppres ?
Jelaskan dan uraikan !

Jawab:

Karena akan di adakan pengujian terhadap calon pejabat Negara yang nantinya
akan di ketahui dari hasil pengujian tersebut calon pejabat sudah layak dan
kompeten dalam menjabat setelah itu akan di lakukan pelantikan oleh presiden.

5. Buat sebuah makalah tentang “PENDIRIAN DAN/ATAU PEMBUBARAN


SEBUAH ORMAS DI INDONESIA”, dengan ketentuan :
a. Judul bebas..
b. sistimatika terdiri dari latar belakang (memuat dasar hukum), analisis dan
penutup/kesimpulan.
c. Panjang makalah minimal 2 lembar kuarto A4, font 12 Times New Roman,
1,5 spasi atau setara.
TUGAS MAKALAH

“ PEMBUBARAN MARKAS ORGNISASI MASYARAKAT FPI DI


PETAMBURAN “

1.1 Latar Belakang

Organisasi kemasyarakatan yang selanjutnya disingkat (ormas)


merupakan peran serta masyarakat dalam melaksanakan pembangunan untuk
memajukan kehidupan yang berkeadilan dan kemakmuran. Keberadaan
organisasi kemasyarakatan di Indonesia sebenarnya sudah terbentuk semenjak
awal abad ini dan mempunyai kedudukan paling strategis bagi proses
kebangsaan Indonesia. Bahkan sebagian dari organisasi kemasyarakatan tersebut
akhirnya menjadi partai politik yang mempelopori gerakan kebangsaan.

Indonesia yang telah meneguhkan diri menjadi negara hukum yang


demokratis merupakan hal yang wajar apabila tiap tahun bermunculan banyak
organisasi-organisasi baru, karena konsekuensi logis dari sebuah negara hukum
demokratis menghendaki adanya kebebasan dalam mengeluarkan pendapat,
berserikat, dan berkumpul sehingga semakinbanyak masyarakat yang ingin
mendirikan organisasi sebagai wadah untuk mengembangkan potensi kekuatan
yang mereka miliki dalam rangka turut serta membangun peradaban bangsa.
Meningkatnya jumlah organisasi kemasyarakatan yang ada paling tidak selaras
denganprinsip-prinsip saling menghormati dan menghargai kebebasan orang lain
sepanjang kebebasan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan. Hal ini sangat penting guna menyuburkan kesadaran terhadap
pentingnya perjuangan melalui lembaga sehingga masyarakat akan semakin
selektif dalam memilih dan berafiliasi dengan organisasi yang memiliki
kesamaan ideologi.

Permasalahannya adalah belakangan ini munculnya gerakan-gerakan


beberapa organisasi kemasyarakatan yang bertindak dengan kekerasan dan
anarkis. Tindakan kekerasan ini seringkali dipicu oleh ego sentris kelompok
dengan dalih bahwa hukum sudah tidak berjalan secara mekanis lagi, sehingga
dengan mandeknya mekanisme hukum itu banyak dari mereka mengambil jalan
sendiri dengan melakukan penindakan non-hukum yang secara jelas melanggar
norma hukum. Justru tanpa disadari sesungguhnya tindakan tersebut merupakan
perbuatan melawan hukum dan bertentangan dengan Pancasila.

Salah satu kasus yang belum lama terjadi adalah pembubaran suatu
organisasi masyarakat FPI Front Pembela Islam (FPI) yang merupakan
Organisasi pimpinan Rizieq Shihab ini memang sudah terkenal dengan aksi
provokasi dan kekerasan. Dalam sejumlah demo, FPI sering melecehkan
perorangan, agama, budaya, dan masih banyak lagi. Pada tahun 2014, FPI juga
mengeluarkan maklumat mengenai ISIS yang mana pada poin 5 menyatakan
bahwa Al-Qaeda dan ISIS harus bersatu untuk meneruskan perjuangan.
merupakan sebuah organisasi yang cukup dikenal oleh berbagai pihak di
Indonesia karena sering menimbulkan kontroversi dari setiap aksi-aksi
“penertiban” (sweeping) yang seringkali berujung pada kekerasan. Aksi-aksi
tersebut tentu saja tidak luput dari “mata” media massa sehingga FPI sering
menjadi berita di berbagai media massa di Indonesia.

Sebagaimana UUD yang mengatur mengenai pembubaran organisasi


antara lain sebagai berikut, Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan Menurut
UU Nomor 17 Tahun 2013, Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan Menurut
UU Nomor 16 Tahun 2017.

1.2 Analisis

Pada negara demokrasi, kebebasan berorganisasi merupakan sebuah


keniscayaan karena organisasi merupakan salah satu sarana bagi warga negara
untuk mengaktualisasi diri. Karena itu, hampir semua negara hukum yang
demokratis–tidak terkecuali Indonesia–akan memberikan perlindungan
maksimal atas hak ini melalui pengaturannya dalam hukum tertinggi negara,
yaitu konstitusi. Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi setiap orang
berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Perlunya hak ini dijamin dalam konstitusi dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa
kemerdekaan berserikat (freedom of association) merupakan salah satu bentuk
natural rights yang bersifat fundamental dan melekat dalam peri kehidupan
bersama umat manusia. Sebagai makhluk sosial, setiap manusia pasti akan selalu
mempunyai kecenderungan untuk berkumpul, bermasyarakat, dan berorganisasi.

Di pengujung 2020, secara mengejutkan pemerintah mengambil


keputusan untuk membubarkan ormas Front Pembela Islam (FPI). Menurut
Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani Mendagri, Menkumham,
Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT yang menjadi instrumen
hukum membubarkan FPI, salah satu hal yang melandasi keputusan tersebut
yakni ormas bersangkutan dianggap sering kali melakukan berbagai kegiatan
yang mengganggu ketenteraman, ketertiban umum, dan bertentangan dengan
hukum.

Kasus pembubaran FPI ini mengingatkan kita pada tesis yang


dikemukakan oleh Robert A Dahl (1982), seorang ahli politik dan
ketatanegaraan, yang menyatakan bahwa jaminan atas kebebasan berorganisasi
dalam sebuah negara demokrasi sebenarnya dalam situasi yang dilematis. Di
satu sisi, salah satu nilai utama sistem pemerintahan demokratis adalah
kebebasan, termasuk kebebasan dalam berorganisasi. Karenanya, kebebasan
mendirikan dan menjadi anggota organisasi merupakan salah satu hak yang
paling fundamental. Tidak ada negara yang dapat diidentifikasi sebagai negara
demokrasi kecuali negara tersebut harus memberikan perlindungan atas hak ini.

Namun, di sisi yang lain, kemerdekaan ini rentan disalahgunakan yang


dapat menimbulkan kerugian dan malapetaka. Atas nama kebebasan
berorganisasi, tidak jarang sebagian orang justru melakukan tindakan-tindakan
yang mengancam hak orang lain dan kepentingan publik yang lebih luas, bahkan
melemahkan atau menghancurkan tatanan hukum dan demokrasi itu sendiri.
Contoh kasus paling fenomenal dalam sejarah kehidupan manusia tentang
penyimpangan ini dapat dirujuk pada kasus Nazi di Jerman. Dengan berlindung
di balik kebebasan, Nazi menjadikannya sebagai alat untuk mengganggu dan
menghancurkan tatanan pemerintahan yang demokratis.

Penataan mekanisme pembubaran ormas Secara garis besar,


keberadaan organisasi di Indonesia dapat dibedakan ke dalam dua kelompok,
yaitu organisasi politik (parpol) dan organisasi nonpolitik. Berbeda dengan
organisasi nonparpol, organisasi berbentuk parpol biasanya mendapatkan
perlakukan yang lebih istimewa karena parpol dianggap sebagai pilar demokrasi
perwakilan yang fungsi-fungsinya tidak bisa digantikan oleh organisasi apa pun.
Karena posisinya yang sangat sentral dan strategis ini, tidak berlebihan bila
parpol di hampir semua negara demokrasi modern disejajarkan dengan organ-
organ konstitusional lainnya melalui mekanisme konstitusionalisasi, dalam arti
parpol diatur secara langsung dalam konstitusi. Sementara organisasi nonparpol,
tidak demikian, karena pengaturannya hanya di level undang-undang.
Karenanya, tidak heran bila Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya
Nomor 67/PUU-XVI/2018 secara tegas menyatakan partai politik merupakan
organ yang memiliki urgensi konstitusional.

Implikasinya, dalam hal pembubarannya, parpol juga diistimewakan,


yaitu harus melalui proses peradilan terlebih dahulu yang menurut ketentuan
Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945, harus berdasarkan Putusan Mahkamah
Konstitusi. Sementara pada organisasi nonparpol, mekanisme pembubarannya
relatif menjadi lebih mudah dalam arti, jika organisasi tersebut melakukan
pelanggaran hukum, pihak eksekutif bisa langsung membubarkan dan apabila
para pihak menolaknya, keputusan pemerintah tersebut dapat digugat ke
pengadilan. Tampaknya, kebijakan inilah yang diterapkan di Indonesia saat ini
di mana UU Ormas memberikan keleluasaan bagi pemerintah untuk
membubarkan ormas-ormas tertentu yang dianggap melakukan pelanggaran-
pelanggaran hukum tanpa harus melalui proses di pengadilan

1.3 Pentup/Kesimpulan

Organisasi kemasyarakatan yang selanjutnya disingkat (ormas) merupakan peran


serta masyarakat dalam melaksanakan pembangunan untuk memajukan
kehidupan yang berkeadilan dan kemakmuran.

Anda mungkin juga menyukai