Anda di halaman 1dari 7

FINA FITRIYAH

P27820118052
III REGULER B

Resume
Terapi Modalitas Pada Lansia
Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah suatu kegiatan asuhan keperawatan lansia yang dilakukan baik di
institusi pelayanan maupun di masyarakat, yang bermanfaat bagi lansia dan berdampak
terapeutik.
Manfaat :
1. Membantu menyelesaikan masalah yang sering dialami lansia: kebingungan,
disorientasi,kesepian, dan terbatasnya kemampuan pergerakan.
2. Memberikan perasaan berharga dan perasaan sejahtera,
3. Mempersiapkan lansia untuk dapat menerima kematiannya
Program terapi modalitas direncanakan berdasarkan :
1. Kemampuan fisik
2. Emosional
3. Kemampuan berpikir
Sasaran Terapi Modalitas :
1. Individu
2. Kelompok (Terapi Aktifitas Kelompok)
Tujuan Terapi Modalitas Lansia :
1. Menimbulkan kesadaran terhadap salah satu perilaku Lansia
2. Mengurangi gejala
3. Memperlambat kemunduran
4. Membantu adaptasi dengan situasi sekarang
5. Membantu keluarga dan orang-orang yang berarti
6. Meningkatkan keterampilan merawat diri sendiri
7. Meningkatkan aktifitas
8. Meningkatkan kemandirian
Jenis-Jenis Kegiatan Terapi Modalitas Pada Lansia
1. Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih sesuai dengan
masalah lansia.
2. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan, bersosialisasi,
bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk terlaksananya terapi ini
dibutuhkan Leader, Co-Leader, dan fasilitator. Misalnya : cerdas cermat, tebak gambar,
dan lain-lain.
3. Terapi Musik
Bertujuan untuk mengibur para lansia seningga meningkatkan gairah hidup dan dapat
mengenang masa lalu. Misalnya : lagu-lagu kroncong, musik dengan gamelan
4. Terapi Berkebun
Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu luang.
Misalnya : penanaman kangkung, bayam, lombok, dll
5. Terapi dengan Binatang
Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih sayang dan mengisi hari-hari sepinya dengan
bermain bersama binatang. Misalnya : mempunyai peliharaan kucing, ayam, dll
6. Terapi Okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas dengan
membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan. Misalnya : membuat
kipas, membuat keset, membuat sulak dari tali rafia, membuat bunga dari bahan yang
mudah di dapat (pelepah pisang, sedotan, botol bekas, biji-bijian, dll), menjahit dari kain,
merajut dari benang, kerja bakti (merapikan kamar, lemari, membersihkan lingkungan
sekitar, menjemur kasur, dll)
7. Terapi Kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti menggadakan cerdas cermat, mengisi
TTS, tebak-tebakan, puzzle, dll
8. Life Review Terapi
Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan
pengalaman hidupnya. Misalnya : bercerita di masa mudanya
9. Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa bosan, dan
melihat pemandangan. Misalnya : mengikuti senam lansia, posyandu lansia, bersepeda,
rekreasi ke kebun raya bersama keluarga, mengunjungi saudara, dll.
10. Terapi Keagamaan
Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan meningkatkan rasa
nyaman. Seperti menggadakan pengajian, kebaktian, sholat berjama’ah, dan lain-lain.
11. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai
unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu
melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang
mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh
anggotanya. Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi
dan kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah
tersebut digali. Dengan demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas
diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap
timbulnya masalah, untuk kemudian mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan
keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.
Macam Terapi Modalitas
1. Orientasi Realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri sendiri, orang lain
yang ada disekeliling klien atau orang yang dekat dengan klien, dan lingkungan yang
pernah mempunyai hubungan dengan klien. Demikian pula dengan orientasi waktu saat
ini, waktu yang lalu, dan rencana ke depan. Aktifitas dapat berupa : orientasi orang,
waktu, tempat, benda yang ada disekitar dan semua kondisi nyata.
2. Remotivasi
Remotivasi juga dapat dilakukan dengan bantuan perawat, memiliki prinsip bahwa bagian
yang sehat dari kepribadian seseorang dapat diaktifkan. Penerima therapy ini dapat
“Menjembatani” klien dengan realita, reinforcement asintraksi kelompok dan “Penemuan
kembali” aktifitas-aktifitas sebelumnya yang memuaskan.
Tujuan dari pendekatan remotivasi ini adalah peningkatan kompetensi social, kemampuan
self care dan tingkat aktifitas. Bukti-bukti menunjukan bahwa tehnik remotivasi ini
memenuhi tujuan seperti diatas untuk orang-orang lanjut usia yang dirawat dipanti-panti
jompo (tehnik remotivasi ini juga sudah digunakan pada orang-orang usila yang berada di
masyarakat). Namun ada beberapa indikasi bahwa keefektifan tehnik ini berbeda-beda
sesuai dengan posisi.
3. Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien.
Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal (satu dan satu),
kelompok, dan massa. Aktifitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.
4. Terapi lingkungan
5. Mengenang kembali masa lalu (Life Review Therapy )
Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan
pengalaman hidupnya. Misalnya : bercerita di masa mudanya
6. Stimulasi Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah
dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan
proses ini maka diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan
menjadi adaptif. Aktifitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan :
seperti baca majalah, menonton acara televisi ; stimulus dari pengalaman masa lalu yang
menghasilkan proses persepsi klien yang mal adaptif atau destruktif, misalnya kemarahan
dan kebencian.
7. Stimulasi Sensori (musik)
Musik dapat berfungsi sebagai ungkapan perhatian, baik bagi para pendengar yang
mendengarkan maupun bagi pemusik yang menggubahnya. Kualitas dari musik yang
memiliki andil terhadap fungsi-fungsi dalam pengungkapan perhatian terletak pada
struktur dan urutan matematis yang dimiliki, yang mampu menuju pada ketidakberesan
dalam kehidupan seseorang. Peran sertanya nampak dalam suatu pengalaman musikal,
seperti menyanyi, dapat menghasilkan integrasi pribadi yang mempersatukan tubuh,
pikiran, dan roh.
a. Musik sebagai Terapi dan Ungkapan Perhatian
Penggunaan musik sebagai ungkapan perhatian dan suatu terapi tambahan bagi
konseling pastoral melibatkan integrasi dari beberapa disiplin sejarah: pendidikan
musik, pelayanan musik, dan terapi musik. Terapi musik merupakan yang paling
muda dari ketiga bidang ini dan yang langsung berhubungan dengan aplikasi klinis
musik. Kata “terapi” dalam konteks ini berarti lebih daripada sekadar “penyembuhan
suatu penyakit”. Di zaman stres, penuh keraguan, penuh perpecahan, putus asa, dan
kekalahan ini, musik dapat disebut sebagai terapi untuk menstimulasi, memulihkan,
menghidupkan, mempersatukan, membuat seseorang peka, menjadi saluran, dan
memerdekakan. Terapi musik memiliki suatu kapasitas yang unik dan mapan sehingga
memungkinkan terjadinya perubahan hidup. Musik merupakan bagian dari musik
temporal, yaitu bahwa musik hadir dalam tari dan drama. Musik mengandung
kumpulan yang sistematis dan teratur dari berbagai komponen suara irama, melodi,
dan keselarasan untuk dapat dilihat dan dinikmati. Musik, seperti bentuk seni lainnya,
merupakan ekspresi yang penuh gaya. Musik melibatkan pengelolaan serta
keterampilan dari materi artistik sehingga dapat menyajikan atau mengomunikasikan
suatu hal tertentu, gagasan, atau keadaan perasaan. Musik dapat ditinjau dari berbagai
sudut pandang: sejarah, teori, filsafat, estetika, atau fungsional.
Musik yang fungsi utamanya lebih bersifat sosiologis atau psikologis daripada estetika
murni disebut musik fungsional. Dengan perkataan lain, ketika musik digunakan
dengan tujuan utama lebih menitikberatkan pada musiknya, maka saat itu berarti
musik telah digunakan secara fungsional. Penggunaan musik secara estetika, di pihak
lain, merupakan “musik demi musik belaka” atau “musik demi kepuasan artistik”.
Sebenarnya, pada batas tertentu kebanyakan musik memiliki kedua fungsi tersebut
sehingga suatu klasifikasi yang eksak kadang-kadang sulit diperoleh. Suatu
pembedaan seharusnya dibuat antara penggunaan musik secara terapis yang
dibawakan dalam wujud informal dan tanpa bentuk dengan penggunaan terapi musik
sebagai suatu dimensi khusus dari suatu cara terapi yang terintegrasi. Mula-mula
pengalaman musikal dapat dipilih sendiri oleh pasien atau diusulkan oleh terapis,
mungkin dapat juga dilakukan dengan memasukkan aktivitas-aktivitas seperti
berperan serta dalam paduan suara gereja atau koor umum, menghadiri pagelaran
musik, ikut pelajaran musik, dan lain-lain. Ini mengingat terapi musik formal sering
menggunakan irama sederhana dan instrumen perkusi yang dapat dimainkan oleh
hampir setiap orang. Dalam sebuah klinik, seseorang dapat juga memperoleh
pengalaman musikal dengan “nilai terapetis” yang tidak berupa terapi musik formal.
Misalnya, mereka dapat berpartisipasi dengan nyanyi bersama dalam acara rekreasi,
mendengarkan rekaman musik yang inspiratif, atau menyanyikan lagu pujian di sisi
tempat tidur pasien. Di pihak lain, terapi musik sebagai disiplin saintifik, menyangkut
pemanfaatan secara hati-hati dan sengaja dari semua dinamika mendalam dan
potensial yang berhubungan dengan pengalaman musikal, termasuk memilih,
memasang, dan memainkan musik itu sendiri, selain hubungannya dengan interaksi
antara terapis dan pasien. Dalam arti yang lebih formal, terapi musik dapat dijabarkan
sebagai suatu aktivitas kelompok secara umum dari lingkungan pergaulan terapetik
dalam bentuk kelompok nyanyi, koor atau ensambel musik, dan kelas apresiasi musik
atau secara perseorangan dapat ditujukan kepada pasien tertentu berdasarkan
kebutuhan terapi mereka yang unik dan kecakapan dalam bentuk vokal atau latihan
instrumen dan teori musik dan pelajaran komposisi. Pilihan materi musik, medium
musik, tingkat kompleksitas, dan sasaran terapetik merupakan keputusan dan
kesepakatan antar terapis, dan antara terapis musik dan pasien. Seperti dalam semua
cara terapi, terapi musik menyangkut penilaian terhadap pasien, aktivitas yang akan
dilakukan (termasuk sasaran), pengalaman terapetik, dan evaluasi. Kadang-kadang
terapi musik dapat digabungkan secara efektif dengan aktivitas seni lain yang kreatif,
misalnya menari, psikodrama, puisi dan tulisan kreatif, melukis dan membuat patung,
dan bermacam bentuk terapi pertukangan (kerajinan tangan, perkayuan, dan
hortikultura). Selanjutnya, setiap terapi tambahan dapat menjadi kapasitas yang unik
untuk menstimulasi dan mengaktualisasikan potensi kreatif yang dimiliki individu.
Secara psikologis, semua bentuk ekspresi artistik memiliki kapasitas untuk memberi
kepuasan kebutuhan akan ego dasar dari individu, terutama untuk merasa memiliki,
mencapai, mengungguli, memuja, memimpikan, mengasihi dan dikasihi, dan
mengembangkan suatu citra diri yang positif. Terapi musik menempati posisinya yang
kuat di antara terapi- terapi seni kreatif karena beberapa alasan. Pertama, musik secara
tradisional dan secara benar disebut sebagai “bahasa universal”. Setiap kultur
memiliki tradisi musikal yang mencakup seluruh bidang kehidupan agama, sosial,
estetika, dan komersial. Kedua, musik merupakan seni yang serba guna dan dapat
diperoleh. Hampir setiap orang dapat terlibat dalam aktivitas musik dengan kadar
kemampuan yang sama. Akhirnya yang ketiga, musik, terutama musik vokal dengan
campuran musik dan puisi, mampu mengekspresikan dan membangkitkan seluruh
tangga nada emosi, nilai-nilai, aspirasi, serta pengalaman manusia.
b. Musik sebagai Terapi Tingkah Laku
Terapi musik lebih dari sekadar penghiburan; lebih daripada sekadar pengalaman
yang mendidik atau suatu aktivitas sosial, walaupun pada batas tertentu berfungsi
sebagai penghiburan, bersifat mendidik, dan maksud-maksud sosial. Secara teknis,
terapi musik telah didefinisikan sebagai “suatu sistem yang telah dikembangkan
secara maksimal untuk menstimulasi dan mengarahkan tingkah laku untuk mencapai
sasaran terapi yang benar-benar jelas”. Salah satu penyajian yang terbaik dan paling
singkat dari kerangka konseptual ini adalah yang diberikan oleh William Sears dalam
makalahnya yang berjudul “Proces in Music Therapy”.
c. Musik memberikan pengalaman di dalam struktur
Sasarannya ialah untuk memperpanjang komitmen kepada aktivitas, untuk membuat
aneka ragam komitmen, dan menumbuhkan kesadaran akan manfaat yang diperoleh.
Dengan cara yang tidak memaksa, musik menuntut tingkah laku yang sesuai dengan
urutan waktu, realitas yang teratur, kecakapan yang teratur, dan pengaruh yang teratur.
Musik menimbulkan gagasan dan asosiasi ekstramusikal. Musik memberikan
pengalaman dalam mengorganisasi diri.
Pengalaman memengaruhi sikap, perhatian, nilai-nilai, dan pengertian seseorang.
Sasaran harus memberikan kepuasan sehingga seseorang akan berusaha untuk
memperoleh lebih banyak pengalaman serupa yang aman, baik, dan nikmat. Musik
menyediakan kesempatan untuk ekspresi diri dan untuk memperoleh kecakapan baru
yang memperkaya citra diri (terutama bagi yang memiliki keterbatasan tubuh/cacat).
d. Musik memberikan pengalaman dalam hubungan antar pribadi.
Musik merupakan kesempatan untuk pertemuan kelompok di mana individu telah
mengesampingkan kepentingannya demi kepentingan kelompok. Sasarannya ialah
untuk memperbanyak jumlah anggota dalam kelompok, menambah jangkauan dan
variasi interaksi, dan menyediakan pengalaman yang akan memudahkan melakukan
adaptasi terhadap kehidupan di luar lembaga. Pengalaman kelompok memungkinkan
seseorang berbagi rasa secara intens dalam cara- cara yang secara sosial dapat
diterima; musik memberikan penghiburan dan rekreasi yang diperlukan bagi
lingkungan terapi secara umum. Juga bantuan pengalaman dalam pengembangan
kecakapan sosial secara realitis dan pola tingkah laku pribadi yang dapat diterima
secara lembaga dan kelompok sebaya dalam masyarakat.

TAK Orientasi Realitas


Definisi
terapi yang digunakan untuk meningkatkan kesadaran usia lanjut terhadap Waktu, Tempat, Orang
(WTO). Pendekatannya adalah terhadap hal-hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan :
1. Lansia mampu mengenal tempat dimana ia berada,
2. Lansia mengenal waktu dengan tepat,
3. Lansia dapat mengenal orang-orang di sekitarnya dengan tepat.
Indikasi :
1. Lansia dengan demensia,
2. Lansia dengan halusinasi,
3. Lansia dengan kebingungan.
Contoh :
1. Dalam ruangan dilengkapi dengan jam dinding yang besar, rambu-rambu penunjuk arah,
kalender dengan huruf yang besar, buku-buku gambar mengenai makanan dengan warna
yang cerah.
2. Berdiskusi tentang peristiwa sekarang dan tempat terjadinya (dapat dilakukan perorangan
atau kelompok).
3. Lansia yang orientasi realitasnya sudah lebih baik, dapat dilanjutkan dengan aktifitas:
terapi kerja, ketrampilan-ketrampilan, dan aktivitas Khusus: pesta ulang tahun, pengajian
di masjid, pertemuan di gereja, selamatan kelahiran.
Pelaksanaan secara kelompok
Setting :
Lansia dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
Metode :
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
Alat
1. Name tag lansia dan perawat TAK
2. Bola tenis, tape recorder, kaset (dangdut)
3. Kalender, jam dinding.
TAK Remotivasi
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sosial misalnya berteman, keterampilan
merawat diri dan kemampuan aktifitas. Besar kelompok: biasanya 5 –12 orang.
Pelaksanaan Terapi
1. Pertemuan 1-3 kali seminggu, lama pertemuan 1 jam
2. Berpusat pada obyek yang nyata
3. Tidak mengeksplorasi perasaan usia lanjut
4. Topik diskusi : tidak mengenai agama, politik, kematian.
5. Topik yang tepat adalah aktifitas yang lampau menyenangkan dan digunakan untuk
memotivasi pada kenyataan sekarang. Contoh : dimasa muda dulu adalah seorang atlit
raga, sekarang tetap rajin olah raga untuk menjaga kesehatan
TAK Sosialisasi
Pengertian
Upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi pada lansia dengan masalah hubungan sosial.
Tujuan Umum
Lansia dapat meningkatkan hubungan interpersonal dan kelompok secara bertahap.
Tujuan Khusus
1. Mampu menyebutkan jati diri,
2. Mampu mengenali anggota dari kelompok,
3. Mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok,
4. Mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan,
5. Mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain,
6. Mampu bekerja sama dlm permainan sosialisasi kelompok,
7. Mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAK yang telah dilakukan.
Indikasi :
1. Lansia menarik diri,
2. Gangguan komunikasi verbal.
Setting :
Lansia dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
Metode :
1. Dinamika kelompok,
2. Diskusi dan tanya jawab,
3. Bermain peran (simulasi),
Alat :
tape recorder, kaset, bola tenis, buku catatan dan pena, jadwal kegiatan klien.
Pelaksanaan :
Aktivitas dilakukan dalam 7 sesi, dengan menerapkan tahapan komunikasi terapeutik.

Terapi Lingkungan
Terapi dengan cara mengadakan manipulasi lingkungan, yaitu menata ruangan dan tim
perawatan yang aman bagi lansia. Contoh: bicara lebih keras dan jelas, bel dan telpon dengan
nada dering yang direndahkan dan volume dibesarkan, lampu terang dan tidak menyilaukan,
lantai tidak licin terutama lantai kamar mandi, terdapat pegangan pada tangga/ jalan yang
menanjak atau menurun.
Terapi Mengenang Kembali Masa lalu
1. Bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi lansia saat ini.
2. Terapi ini mempunyai fungsi positif psikoterapeutik, memberikan kesempatan
kepada yang digunakan untuk menyelesaikan masalah
3. Terapi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok.
Secara individu
1. Menggunakan buku cerita atau novel yang isinya mirip dengan riwayat hidup lansia.
2. Terapis atau perawat membantu lansia mengenali hal-hal yang dapat menurunkan emosi
akibat konflik masa lalu.
3. Lansia dianjurkan menggunakan cara menyelesaikan masalah yang pernah berhasil
dilakukan pada masa lalu.
Secara Kelompok
1. Intinya sama dengan terapi secara individu.
2. Ketua kelompok membaca riwayat hidup seseorang yang isinya mirip dengan salah
satu anggota kelompok yang akan diterapi.
3. Selanjutnya setiap anggota kelompok memberikan saran penyelesaian masalah dan
berusaha membnagun harga diri lansia yang diterapi.
TAK Stimulasi Persepsi
Definisi
Terapi yang menggunakan aktivitas mempersepsikan berbagai stimulus yang terkait dengan
pengalaman dan atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok.
Tujuan umum:
Lansia mampu menyelesaikan masalah yang dipaparkan dengan tepat.
Tujuan khusus:
1. Lansia dapat mempersepsikan stimulasi dengan tepat,
2. Lansia dapat menyelesaikan masalah yang timbul sesuai dengan stimulus yang dialami.
Aktivitas,
Mempersepsikan stimulus nyata yang ditemui sehari2, yaitu :
a. Menonton TV,
b. Membaca majalah/koran/artikel,
c. Melihat gambar.
Indikasi
1. Lansia dengan gangguan orientasi realita,
2. Menarik diri,
3. Perubahan sensorik persepsi.
Setting,
Lansia dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
Metode,
1. Dinamika kelompok,
2. Diskusi dan tanya jawab.
Alat
1. TV, video player, kaset video,
2. Majalah/koran/artikel,
3. Gambar-gambar beraneka ragam,
4. Buku catatan dan pena.
TAK Stimulasi Sensori
Pengertian
TAK yang diadakan dengan memberikan stimulus tertentu kepada lansia sehingga terjadi
perubahan perila
Tujuan
1. Peningkatan kapekaan terhadap stimulus,
2. Peningkatan kemampuan merasakan keindahan
3. Peningkatan apresiasi terhadap lingkungan.
Bentuk Stimulus
1. Stimulus suara (musik),
2. Stimulus visual (gambar),
3. Stimulus suara dan visual (TV, video)
Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi
Alat
1. Tape recoder, kaset lagu, (dipilih lagu yang memiliki cerita bermakna)
2. Kertas HVS, pensil 2B
3. TV, video player, kaset video

Anda mungkin juga menyukai