tahun 1902
Periode 1800-1816 merupakan masa-masa yang mengalami ketidakpastian. Pada periode ini
menjadi peralihan yang cukup penting didalam perkembangan arsitektur dan perencanaan kota.
Pada saat itu juga sedang terjadi peperangan antara Belanda dan Prancis. Hal ini menyebabkan
Belanda jatuh pada Prancis yang seiring dengan itu sedang berperang dengan Inggris. Oleh karena
itu, Belanda menganggap hal ini sangat serius sehingga Herman Willem Daendels yang merupakan
seorang mantan jenderal yang pernah ditugaskan saat peperangan Prancis, diperintahkan oleh Louis
Napoleon untuk pergi ke Hindia Belanda untuk menjadi gubernur dan ditugaskan mempertahankan
pulau Jawa dari ancaman Inggris. Setelah perjalanan yang memakan waktu hingga 11 bulan ini,
Daendels tiba di Batavia pada tanggal 1 Januari 1808.
Di era dengan banyak peralihan ini banyak juga pembangunan yang terjadi di nusantara
banyak dipelopori oleh tokoh- tokoh
pemimpin penjajah. Herman WIlliem
Dandels seorang jendral yang dikirim ke
nusantara oleh Louis Napoleon untuk
menjadi gubernur sekaligus
mempertahankan daerah kekuasaan
Belanda dari ancaman Inggris. Dengan
sistem kerja rodi dia dapat membangun
beberapa proyek yang cukup luar biasa.
Selama masa jabatannya, bangunan de
Groote Postweg atau Jalan Raya Anyer
3https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F sampai ke Panarukan yang mencapai
%2Fsonenews.com%2F2019%2F09%2F04%2Fpembangunan- kurang lebih sekitar 1000 kilometer
jalan-anyer-panarukan
menjadi salah satu yang paling terkenal,
walaupun hal tersebut membuat banyak
warga pribumi yang mendapatkan
kekejaman dari sistem kerja rodi.
Pada tahun 1811, Daendels terpaksa kembali ke Eropa. Jenderal J. W. Janssens yang
menggantikan kedudukan Daendels. Namun setelah empat bulan, ia terpaksa pergi karena sudah
terpojokan oleh Inggris dan harus menyerahkan negeri jajahannya kepada Inggris. Muncul tokoh
yang menjadi gubernur jenderal baru, yaitu Thomas Stamford Raffles. Sebuah departemen baru pun
terbentuk. Negeri jajahan ini kembali kepada Belanda pada tahun 1816. Tujuan pemerintahan
Thomas S. Raffles ini adalah untuk menyejahterakan rakyat dengan mendirikan system sewa tanah
(landrente).
Setelah itu mulai terjadi peristiwa-peristiwa peralihan kekuasaan yang terjadi, akhirnya
kekuasaan Hindia-Belanda kembali diambil alih oleh Belanda dan pada saat pengembalian alih
kembali tersebut keadaan Belanda sedang mengalami pelemahan di kondisi perekonomian, demi
membenahi keadaan Belanda saat itu, pemerintahan Belanda menerapkan sebuah kebijakan yaitu
cultuurtselsel atau tanam paksa, sebuah sistem yang juga menyengsarakan bagi pribumi.
Dikarenakan buruknya akibat dari sistem tersebut kepada pribumi maka sistem tersebut dihapuskan
dan diganti dengan sebuah sistem baru yang disebut sistem perusahaan terbuka, bukannya
membaik sistem tersebut malah memperburuk keadaan masyarakat Indonesia, terpisahnya antara
pribumi dan orang Eropa mengakibatkan banyaknya terjadi rasisme dan terbentuknya banyak
pemukiman Eropa dengan bangunan yang megah dan tinggi dengan gaya neo-klasik yang sudah
disesuaikan Herman Willem Daendels, sehingga hal tersebut menguatkan kesan mereka sebagai
penjajah. Walaupun dikenal sebagai pemukiman Eropa, hal tersebut tidak serta-merta membuat
pemukiman tersebut seperti di kota-kota Eropa, karena pada saat itu pemukiman terswebut disebut
memiliki ciri sebuah sistem yang mendekati apartheid sejak zaman VOC. Dan memang pada saat itu
Belanda kebanyakan mencontek gaya bangunan-bangunan yang menjadi peninggalan VOC, yang
sebenarnya hal tersebut berbeda dengan gaya yang sedang menjadi “style Belanda” saat itu karena
jarak Hindia-Belanda yang termasuk jauh dari Belanda.
Berikut beberapa contoh bangunan kolonial di Indonesia yang di bangun pada masa
periodesasi tahun 1800-1902 :
Untuk mendirikan bangunan ini, Daendels sengaja merombak dan merobohkan sebagian
besar bangunan yang menjadi ikon dari VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) sebelumnya.
Materialmaterial utama dari perombakan dari bangunan sebelumnya lah yang digunakan oleh
Daendels untuk membangun kembali Governements Hôtel. Mengadaptasi bentukan arsitektural
Eropa. Menurut jurnal Handinoto (2008), bangunan ini memiliki luasan dengan gedung utamanya
adalah 76 x 26,4 M. Sedangkan gedunggedung disampingnya yang merupakan sayap bangunan
memiliki luasan 25,10 x 26,40 M. Lebar seluruh bangunan kira-kira adalah 150 M. Lapangan luas ini
sekarang berubah menajadi lapangan banteng dan Medan Merdeka yang berada di pusat Jakarta. Di
bagian dalam bangunan terdapat bagian belakang yang difungsikan sebagai kantor, tempat para
pekerja sebagai pelayan disana, tempat dari peliharaan kuda, dan tempat menyimpan kereta. Di
depan bangunan terdapat sebuah tugu yang memiliki bentuk singa pada bagian ujung puncaknya.
7https://sejarahlengkap.com/organisasi/sejarah-
berdirinya-voc