Anda di halaman 1dari 3

Masa periodesasi III (1902-1920)

Pada masa periodesasi ini sudah semakin banyak orang Belanda yang bermukim di
Indonesia. Hal ini menjadikan pemukiman di daerah Jawa menjadi semakin padat. Arsitektur
Hindia Baru (Indische Architecture) pada periodesasi ini mulai diperkenalkan dengan sudah
mengadaptasi iklim tropis yang ada di Indonesia. Material baru mulai banyak digunakan karena
sudah mulai terpengaruh modernisme. Pada tahun 1902 kaum liberal yang berada di negeri
Belanda mendesak untuk menerapkan politik etis I tanah mereka.

Semakin banyaknya pemukiman orang Belanda, menjadikan munculnya banyak


perubahan dari arsitekturnya sehingga menjadikan arsitektur Hindia Baru mulai menghilang.
Dengan hilangnya Indische Architecture, mulai muncul gaya baru yang dinamakan Arsitektur
Kolonial Belanda Modern. Ciri khas dari Arsitektur Kolonial Belanda Modern ini memiliki ciri
yang khas dan memiliki gaya yang berbeda dari arsitektur yang ada di Belanda. Hal ini dapat
terjadi karena sudah ada penyesuaian konsep dasar arsitektur yang berada di Belanda dengan
iklim yang ada di Indonesia. Banyak arsitek berpendidikan lulusan Technische Hooge School Di
Delft berdatangan pada tahun 1902-1920 seperti Henri Maclaine Pont dan Herman Thomas
Karsten. Dua tokoh tersebut memfokuskan desain dengan melakukan pendekatan terhadap
budaya dan lingkungan alam tempat pembangunan akan dilakukan. Mereka mendesain sesuai
dengan kesukaan dan referensi yang mereka miliki namun tetap melakukan pendekatan terhadap
iklim.

Petrus Josephus Cuypers merupaka awal mula dari munculnya arsitektur modern
Belanda. Ia merupakan seorang arsitek yang memiliki aliran neo-Gothik. Setelah itu, Hendrik
Petrus Berlage mulai mengikuti jejaknya dengan meliliki aliran Niuwe Kunst (Art Noveau
bergaya Belanda). Pada 1915, aliran Arsitektur Kolonial Belanda Modern terbagi menjadi dua
aliran yaitu Amsterdam School dan De Stijl. Kemudian gaya Arsitektur ini (Nieuwe Kunst dan
Art Deco) menjadi patokan Arsitektur Kolonial Belanda Modern di Indonesia yang dipadukan
dengan arsitektur tradisional Indonesia.

Arsitektur pada masa periodesasi ketiga ini masih memiliki gaya yang mirip dengan gaya
yang ada pada abad ke-18. Pada masa ini gaya neo-klasik masih digunakan dalam membuat
arsitektur. Gaya bangunan mengadopsi dari gaya arsitektur klasik kuno dan karya dari beberapa
arsitek Italia Andrea Palladio. Selain itu prinsip yang diterapkan oleh Vitruvian juga diterapkan
pada saat merancang. Hal ini menjadikan arsitektur pada masa periodesasi ketiga ini memiliki
ciri khas sebagai berikut.

1. Bangunan berbentuk simetris


Prinsip bangunan pada masa periodesasi keitga yaitu menggunakan bentuk bangunan
yang simetris. Pada beberapa bangunan bahkan menggunakan bentuk yang simetris
pada denah.
2. Terdapat dormer
Dormer adalah solusi dari arsitektur colonial Belanda untuk mengatasi penghawaan
bangunan. Hal ini menjadikan aliran udara yang masuk ke dalam bangunan bisa efektif.
3. Terdapat serambi di sepanjang bangunan
Tujuan dari serambi ini adalah sebagai ruang transisi penahan air hujan karena di
Indonesia memiliki 2 musim. Hal ini mengakibatkan curah hujan di Indonesia tinggi.
Dengan adanya serambi, air hujan tidak langsung masuk ke ruangan di dalam bangunan.
4. Penggunaan Gewel pada fasad
Gewel sudah digunakan pada arsitektur Belanda. Namun pada masa ini penggunaan
gewel sudag mulai beradaptasi dengan arsitektur yang ada di Indonesia. Jenis gewel
yang digunakan bermacam-macam, namun pada umumnya gewel yang digunakan
berbentuk segitiga.
5. Mempunyai menara
Menara pada bangunan berfungsi sebagai masuknya aliran udara sehingga bangunan
bisa menjadi semakin sejuk. Selain itu menara juga berfungsi untuk estetika desain.

Contoh arsitektur yang ada pada masa periodesasi III antara lain sebagai berikut.

1. Arsitektur Kolonial Kantor Pos, Medan

https://id.wikipedia.org/wiki/Kantor_Pos_Medan
Medan pada masa periodesasi III semakin berkembang pesat setelah perkebunan menjadi
usaha utamanya. Tembakau yang merupakan hasil perkebunan yang ada di Medan ini menjadi
semakin banyak dikenal oleh masyarakat. Selain itu tembakau Medan ini berkualitas sehingga
terkenal ke seluruh Eropa. Untuk mendukung kegiatan operasional tersebut dibutuhkan kantor
agar kegiatan menjadi semakin efektif. Kemajuan perusahaan tembakau tersebut menjadikan
munculnya gedung Kantor Pos Besar Medan. Terdapat ukiran tulisan ‘ANNO 1911’ di bagian
atas samping kiri dan kanan pada bangunan yang menjadi bukti lahirnya bangunan ini. ‘ANNO
1911’ berarti ‘Tahun 1911’ yaitu tahun dibangunnya kantor pos di Medan ini. Arsitek yang
merancang bangunan kantor pos ini adalah Snuyf. Pembangunan dimulai pada 1909 hingga
1911. Di bagian pintu masuk utama terdapat ukiran logo merpati. Ukiran geometris yang ada
pada gedung pos ini bergaya tempo dulu. Selain itu terdapat ukiran terompet khas Belanda.

2. Lawing Sewu

https://id.wikipedia.org/wiki/Lawang_Sewu

Lawang Sewu merupakan Bahasa Jawa dari seribu pintu. Hal ini dikarenakan bangunan
ini memiliki pintu yang banyak walaupun tidak sampai seribu pintu, namun sebanyak 429 buah.
Bangunan ini didirikan pada 1904 dan selesai pada 1907. Direksi NIS (Nederlands Indische
Spoorweg Maatschappj) yang merupakan kantor pusat perusahaan kereta api swasta milik
Belanda ini dirancang oleh Prof. Jacob F. klinkhamer dan B. J. Quendag. Awalnya bangunan
berfungsi sebagai kantor pusat perusahaan kereta api. Gedung utama Lawang sewu memiliki tiga
lantai dan memiliki dua sayap yang melebar ke bagian kanan dan kiri. Terdapat tangga besar
yang membentang di dalam gedung. Di antara tangga terdapat kaca gelas dengan ukuran yang
cukup besar dengan gambar wanita muda Belanda. Bentuk pintu, jendela, dan bentuk bangunan
masih mengambil ciri khas dari arsitektur Belanda.

Anda mungkin juga menyukai