Anda di halaman 1dari 5

ARSITEKTUR KOLONIAL DAN VICTORIAN

PERKEMBANGAN PENGARUH KEBUDAYAAN KOLONIAL DI NUSANTARA


(STUDI KASUS: PERKEMBANGAN ARSITEKTUR JAMAN KOLONIAL BELANDA
DI SURABAYA 1870-1940)

Perkembangan Arsitektur Tahun 1870-1900


Bentuk-bentuk asitektur di Surabaya sebelum tahun 1870 dikenal dengan sebutan
gaya the Empire Style. Gaya ini dipopulerkan oleh Deandels (1808-1811), gaya inilah yang
nantinya berpengaruh terhadap gaya arsitektur bangunan di seluruh jawa pada abad ke 19.
Deandels mengambil gaya tersebut untuk
memberikan kesan megah pada bangunan
pemerintahan di Hindia-Belanda
(Colombijn, 2005:451).
Gaya arsitektur the Empire
Style tersebut adalah suatu gaya arsitektur
neo klasik. Gaya tersebut
akan menghasilkan kembali suatu bentuk
gaya Hindia Belanda yang bercitra kolonial,
yang disesuaikan dengan lingkungan lokal
dan iklim serta ketersediaannya material
pada waktu itu (Akihary, 1988:12).
Gaya tersebut berkembang dan
diaplikasikan pada pembangunan rumah-
rumah orang belanda yang
disebut landhuis. ciri-ciri dari bentuk ini
adalah denah yang simetris dengan satu
lantai atas dan ditutup dengan atap perisai.
Sedangkan karakteristiknya adalah dibangun di areal terbuka (memakai lokasi luas), pilar
terdapat di serambi depan dan serambi belakang, di dalam rumahnya terdapat serambi tengah
yang menghubungkan kearah ruanggan lainnya, pilarnya menjulang ke atas (bergaya yunani),
dan biasanya terdapat gevel diatas serambi depan.
Contoh bangunan bergaya the Empire Style yang ada di Surabaya yang masih bertahan
sampai sekarang salah satunya adalah Gedung Grahadi yang terletak di JL. Pemuda Surabaya.

Perkembangan Arsitektur Sesudah Tahun 1900


Abad ke 20 merupakan abad kejayaan arsitektur kolonial Belanda di Indonesia. Hal ini
disebabkan karena perkembangan yang terjadi secara bersamaan antara perkembangan ekonomi
yang pesat di Hindia Belanda dan kemajuan perkembangan asitektur moderen di belanda sendiri.
Hampir semua arsitek yang ada pada abad ke 20 di Hindia Belanda mempunyai latar belakang
pendidikan di negeri Belanda. Di Surabaya sendiri para arsitek bagunan penting, Belanda ini
kemudian melahirkan dua aliran arsitektur modern yaitu The Amsterdam School dan aliran De
Stijl(Handinoto ,1996:151-163) . Adapun penjelasan dari dua aliran tersebut dalah sebagai
berikut:

a. Amsterdam School
Gaya arsitektur yang muncul dari 1910 sampai sekitar 1930 di Belanda. Gaya ini ditandai oleh
konstruksi batu bata dan batu dengan penampilan bulat atau organik, massa relatif tradisional,
dan integrasi dari skema yang rumit pada elemen bangunan luar dan dalam: batu dekoratif, seni
kaca, besi tempa, menara atau “tangga” jendela (denganhorizontal bar), dan diintegrasikan
dengan sculpture arsitektural. Tujuannya adalah untuk menciptakan pengalaman total arsitektur,
interior dan eksterior.
Contoh :

b. De Stijl
Gaya De Stijl dikenal sebagai neoplasticism, adalah gerakan artistik Belanda yang
didirikan pada 1917. Dalam hal ini. Pendukung De Stijl berusaha untuk mengekspresikan utopia
baru ideal dari keharmonisan spiritual dan ketertiban. Mereka menganjurkan abstraksi murni dan
universalitas dengan pengurangan sampai ke inti bentuk dan warna, mereka menyederhanakan
komposisi visual ke arah vertikal dan horisontal, dan hanya digunakan warna-warna primer
bersamaan dengan warna hitam dan putih.
Secara umum, De Stijl mengusulkan kesederhanaan dan abstraksi pokok, baik dalam arsitektur
dan lukisan dengan hanya menggunakan garis lurus horisontal dan vertikal dan bentuk-bentuk
persegi panjang. Selanjutnya, dari segi warna adalah terbatas pada warna utama, merah, kuning,
dan biru, dan tiga nilai utama, hitam,
putih, dan abu-abu. Gaya ini
menghindari keseimbangan simetri dan
mencapai keseimbangan estetis dengan
menggunakan oposisi

Arsitek Kolonial di Surabaya pada


jaman ini kebanyakan menerapkan gaya
bangunan arsitektur dengan sedikit mencoba beradabtasi dengan iklim di Surabaya. Hal tersebut
dapat di buktikan dengan adanya ciri-ciri yang menandakan secara spesifik gaya bangunan
bergaya belanda, ciri tersebut antara lain adalah:

a. Penggunaan Gevel (Gable) pada tampak depan bengunan


Bentuk dari gabel tersebut sangat bervariasi, seperti curvilinear
gable, stepped gable dan sebagainya. Bangunan dengan bentuk
tampak depan dengan menggunakan gable ini biasanya terletak ditepi sungai. Di Surabaya
banguna sejenis ini biasanya banyak ditemukan disekitaran kali mas, dekat jembatan merah.

b. Penggunaan tower pada bangunan


Bentuk tower pada bangunan ini sebenarnya
sudah banyak terlihat pada bangunan gereja pada
abad pertengahan di Eropa, lalu banyak digunakan
pada bangunan umum yang bergaya Belanda. Di
Indonesia, kebiasaan membuat tower yang
ujungnya diberi atap rupanya menjadi mode pada
arsitektur kolonial Belanda pada awal abad ke 20.
Bentuk tower tersebut juga bermacam-macam, ada yang berbentuk bulat, berbentuk segi empat
ramping. Bentuk tower ini biasanya dikombinasikan dengan gevel depan. Pada pintu masuk
utama sebuah gedung kadang-kadang terdapat dua buah tower misalnya dapat dilihat pada
bangunan Nederlandsche Handel Mij di bawah ini.
Model tower pada bangunan yang biasanya digunakan untuk orientasi lingkungan yang
banyak digunakan pada arsitektur kolonial antara tahun 1900 sampai tahun 1920, masih terus
dipertahankan sampai tahun 1940.

c. Penggunaan Domer pada bangunan


Dormer adalah suatu jendela, yang di proyeksikan melalui suatu garis miring atap dan di
lengkapi dengan atap sendiri. Bingkai dormer pada umumnya ditempatkan dengan tegak lurus
pada atas rusuk dari atap utama. Model dormer ini sendiri bermacam-macam contohnya antara
lain gamble domer, hipped domer, shed domer, eyebrow domer dan segmental domer.
Pelopor penyesuaian bentuk arsitektur kolonial dengan iklim tropis basah di Indonesia adalah
prof. Klinhammer dan Bj. Quendag. Bentuk-bentuk arsitektur Belanda yang mereka terapkan di
Indonesia, misalnya dengan adanya double tower yang dikombinasikan dengan gevel depan pada
pintu masuk serta bentuk-bentuk arch (lengkung). Model seperti itu dilanjutkan pada bentuk
arsitektur kolonial antara tahun 1900-1925. Namun yang paling menonjol adalah usaha
penyesuaian bangunan terhadap iklim di Surabaya, hal tersebut mereka adaptasikan terutama
pada:
Ventilasi, diwujudkan dengan banyaknya pembukaan, untuk aliran udara dengan bentuk
bangunan yang ramping.
Galeri di sepanjang bangunan di buat untuk mngantisipasi hujan dan panas matahari, sehingga
kalau jendela dibuka maka ruangan tersebut akan terlindung dari sinar mataharimaupun tepisan
air hujan. Dengan adanya galeri keliling tersebut maka tampak bangunan menjadi berbentuk
double gevel. Layout bangunan juga diusahakan menghadap kearah utara-selatan untuk
menghindari sinar matahari langsung. Di Surabaya bangunan seperti ini dapat di lihat pada
gedung balai kota Jl. Walikota Mustajab, Rumah Sakit Darmo di Jl. Raya Darmo dan kantor
Gubernur di Jl. Pahlawan.
ARSITEKTUR VICTORIAN
Sebelum mengenal arsitektur pada zaman victoria maka sebaiknya anda mengenal bahwa
zaman victoria adalah masa ketika Ratu Victoria memerintah Kerajaan Inggris Raya. Arsitektur
masa victoria sendiri dimulai pada tahun 1837 sampai pada tahun 1901 Pada masa tersebut
merupakan awal dibangunnya rel-rel kereta sebagai bagian dari transportasi dan juga proses
manufaktur baru dimana beragam bahan bangunan begitu mudah dan tersedia di seluruh negeri.

Pada masa tersebut batu bata yang diproduksi secara masal menjadi pilihan dikarenakan
harganya menjadi lebih murah dan tentunya tak memerlukan perawatan yang sulit. Untuk itu
pertama kalinya di seluruh Inggris raya mulailah dibangun mansion-mansion, chapel, cottage,
dan pabrik dengan menggunakan bahan bangunan yang sama.

Meskipun ketersediaan bahan bangunan baru ini tergolong cukup melimpah namun sayangnya
masih banyak kelompok kelas pekerja di hampir seluruh wilayah masih tinggal di rumah-rumah
kecil yang tak memadai hingga abad ke 20. Bahkan di kota orang-orang miskin masih tinggal di
rumah sempit yang dikenal dengan istilah terraced house.

Villa gaya victoria sendiri muncul bersamaan dengan meningkatnya populasi kelas menengah
atas yang bercirikan vila dengan teras dengan view taman dibelakang dan didepan serta sebuah
kamar di loteng yang diperuntukkan untuk pelayan. Victorian House atau rumah gaya victoria
sendiri dibangun di masa ketika banyak orang belum memiliki mobil. Pada kenyataannya saat
zaman victoria berakhir barulah mobil pertama kalinya ditemukan.

Untuk itu rumah gaya victoria memang dibangun tanpa garasi dan memang tak ada tempat untuk
menyimpan mobil. Rumah gaya victoria juga memiliki ciri khas cerobong asap dikarenakan
mereka memang memiliki perapian di banyak ruangan. Pada saat itu perapian merupakan satu-
satunya hal untuk membuat orang-orang yang tinggal didalamnya tetap hangat.
Adapun rumah gaya victoria memiliki ciri khas lainnya seperti bay window, teralis besi, kaca
patri di pintu masuk serta jendela, tidak memiliki garasi serta semacam pola di tembok yang
terbuat dari batu bata berwarna. Rumah gaya victoria ini memang terlihat anggun dan klasik
walaupun tentunya lokasi serta iklim amatlah menentukan cocok atau tidaknya rumah tersebut
diaplikasikan ke dalam arsitektur sebuah rumah tinggal

Dalam mengaplikasikan rumah bergaya victoria ( victorian house ) ke rumah tinggal bukan
perkara mudah. Desainnya yang unik namun cukup rumit memerlukan bantuan jasa arsitektur
profesional untuk bisa menselaraskannya dengan keinginan pemilik rumah. Namun tentunya itu
bukan hal yang tak mungkin asalkan anda berkonsultasi dengan arsitek handal yang mampu
mewujudkan keinginan rumah idaman anda.

Anda mungkin juga menyukai