PENDAHULUAN
[1]
Dosen Fakultas Teknik Universitas Jakarta dalanm penelitian “Arsitektur Vernakular Sumatera Barat”
(https://iaaipusat.wordpress.com diakses tanggal 23/02/2015)
[2]
(http://id.wikipedia.org/wiki/arsitektur_vernakular diakses tanggal 23 Februari 2015)
1.4 MANFAAT
1. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi terkait arsitektur rumah adat
tradisonal dan referensi terkait kekayaan budaya nusantara Indonesia
khususnya yang ada di daerah Luwu, Sulawesi-Selatan.
2. Dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran di dalam penulisan ilmiah.
[3]
As, M.Akil. 2008. Luwu: Dimensi Sejarah, Budaya, Dan Kepercayaan.Pustaka Refleksi : Sulawesi-Selatan
Gambar 2.4 | Rumah Adat Langkanae (Kiri), Museum Batara Guru (Tengah), dan
Monumen “Toddopuli Temmalara” (Kanan)
[4]
Izarwisma Mardanas, dkk.1985.Arsitektur Tradisional Daerah Sulawesi-Selatan.Ujung Pandang: Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Gambar 2.5 |
Keterangan Kerangka Kayu Rumah Adat Luwu
(Sumber:
http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2543/rumah-panggung-kayu
Gambar 2.6 | Tampak Depan Rumah Adat Langkanae di Jl.Yusuf Arief, Palopo
(Sumber: : http://palopotourism.info/monumen-toddopuli diakses tanggal 23/02/2015)
Gambar 2.8 | Konsep Sulapa’ Eppa’ Wola Suji dalam Rumah Adat Langkanae
(Sumber: http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2543/rumah-panggung-kayu
diakses tanggal 23/02/2015)
Selain itu, rumah adat Luwu dengan rumah adat suku Bugis hampir sama
bentuknya, yaitu persegi empat mengartikan empat komponen bumi yaitu tanah,
air, api, dan udara yang ke empat komponen ini tidak boleh saling terputus.
Bentuk Jendela yang digunakan pada rumah Langkanae yaitu jendela ayun
yang dikombinasikan dengan panil dan jalusi/kisi-kisi. Bentuk jendela ini hampir
sama dengan pintu yang berbentuk persegi empat dikarenakan kondisi lingkungan
yang jika siang hari terasa panas dan malam hari terasa dingin. Maka dari itu
ketika malam hari jendela di tutup tetapi masih ada sirkulasi udara yang berupa
terali daun jendela, dan di saat siang jendela di buka untuk mendapatkan udara
yang segar.
(Sumber: Andi Meegie Senna.pdf dan Tipologi Bentuk Jendela pada Rumah Tradisional Bugis di Taman
Miniatur Sulawesi Selatan, Benteng Somba Opu Makassar.pdf diakses tanggal 23/02/2015)
Pada Timpa’ laja, yang merupakan bagian konstruksi atas, berupa bidang
segitiga dan dibuat berlapis. Sistem konstruksinya, bertumpu pada rangka utama
seperti balok nok dan pada kedua ujung bagian bawah balok rakkeang.
Untuk Lisplank atau Ciri-ciring, berupa papan yang dipasang pada ujung sisi
depan dan belakang atap. Fungsinya sebagai penahan angin yang berpegang pada
balok gording dengan system sambungan pen dan lubang, ujungnya kadang diberi
hiasan atau ornamen. Atap pada rumah adat Langkanae terbuat dari bahan genteng
ataupun seng dengan bentuk pelana dan sudut kemiringan antara 30-40°.
Di dalam nilai kearifan lokal dan budaya pada rumah adat Luwu tersebut
juga terdapat nilai estetika atau keindahan. Hal ini sesuai dengan bentuk unik yang
dimilikinya. Bentuk persegi panjang rumah ini ditopang oleh tiang-tiang yang
diatur rapi. Rumah ini ditutup oleh dinding, disediakan jendela, dan dinaungi atap
berbentuk prisma. Nilai estetika lainnya juga terdapat pada kesatuan dan
keserasian elemen pelengkapnya yang dapat dilihat pada keserasian besar tiang
dengan tebal pattolo dan arateng, keserasian tinggi kolong dengan tinggi
dindingnya, serta antara besar badan rumah dengan tinggi puncaknya. Serta
memilliki ragam hias bercorak flora-fauna nusantara dengan makna tersendiri,
khususnya ornamen bunga parengreng pada bagian rumah adat tersebut.
Rumah ini dianggap sempurna karena memiliki tiang posi’ bola dan tiang
pakka. Tiang posi’ bola melambangkan Ibu rumah tangga yang bertugas
menyimpan nafkah suami dan menjaga keharmonisan keluarga, sedangkan tiang
pakka melambangkan suami yang menafkahi keluarganya. Sehingga, jika suami
Gambar 2.13 | Wujud estetika pada tiap bagian Rumah Adat Langkanae
3.1 KESIMPULAN
Langkanae merupakan rumah adat bertiang 88 buah, peninggalan asli suku
Bugis yang ada di Tana Luwu (Bumi Sawerigading). Situs rumah adat tersebut
merupakan salah satu aset dan objek wisata adat yang telah dijaga kelestariannya
oleh pemerintah Tana Luwu. Kawasan Luwu itu sendiri, menurut sejarah
perkembangannya telah terbagi atas 3 kabupaten dan 1 kota. Antara lain yaitu:
Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, dan Palopo. Adapun, Palopo merupakan pusat
kawasan Kedatuan/Kerajaan Luwu. Sehingga dengan adanya kawasan arsitektur
rumah adat ini menarik para wisatawan untuk berkunjung dan meneliti kekhasan
budaya dan kearifan lokal yang ada di Tana Luwu.
Adapun selain konsep arsitektur rumah adat Luwu yang bertemakan sulapa’
eppa’ (berbentuk segi empat), juga terdapat nilai-nilai kearifan lokal serta estetika
yang tampak dan menjadi daya tarik dari rumah adat tersebut. Diantara nilai-nilai
tersebut tersisipkan dalam tiap proses pembangunanya, mulai dari persiapan
hingga pada pendiriannya, yang ditangani oleh panrita bola (arsiteknya).
Akan tetapi, seiring terjadinya perkembangan zaman yang bergerak dinamis
khususnya pada bidang arsitektur, maka arsitektur vernakular dari rumah adat
tersebut pun mengalami sedikit demi sedikit perubahan yang disesuaikan dengan
kebutuhan zaman. Dimana rumah adat Langkanae yang dulunya sebagai istana
kedatuan Luwu dan rumah kediaman Raja/Datu Luwu tersebut kini dikondisikan
dan diubah fungsinya hanya sebatas objek wisata budaya di Tana Luwu.
Walaupun rumah adat tersebut telah beralih fungsi, namun kekhasan dan
kecirian dari rumah adat Langkanae tetap diterapkan pada perumahan-perumahan
masyarakat Bugis Luwu. Sehingga, hal ini tetap mencerminkan simbol dari
PENYUSUN