Anda di halaman 1dari 2

Resume Filologi

Oleh

Baso Fadhil Anugrah


19 0101 0019
A. Sejarah Tana Luwu

Kedatuan luwu merupakan salah satu kerajaan tertua dan terbesar di Sulawesi, terutama
Sulawesi selatan. Kerajaan Luwu bahkan mewilayahi selain di Sulawesi selatan seperti; Poso (Sulawesi
Tengah) dan Kolaka ( Sulawesi Tenggara), tak heran jika kedua wilayah tersebut tidak asing jika
menggunakan bahasa Tae’ yang merupakan bahasa lokal orang Luwu’. Kerajaan Luwu ini senidiri telah
berdiri di abad ke 6. Walaupun ada yang mengatakan Abad ke-10 dan Abad ke-14. Sampai sekarang
belum diketahui secara pasti kapan berdirinya kerajaan Luwu, akan tetapi yang menjadi keyword
mengenai kapan berdirinya kerajaan Luwu yaitu sebelum datangnya pemerintahan Hindia Belanda. Raja
Luwu yang melawan penjajahan adalah Andi Djemma sekitar tahun 1950 beliau diangkat menjadi Datu
Luwu. Beliau merupakan tokoh Indonesia dan dinyatakan sebagai pahlawan nasional oleh presiden
Indonesia pada tanggal 8 November 2002. Dalam Epos I La Galigo disebutkan bahwa, Raja pertama di
kedatuan Luwu adalah Batara Guru seorang tomanurung yang membangun dinasti manusia Maddara’
Takku’ (berdarah putih) pertama di Luwu.

B. Proses Islamisasi di kedatuan Luwu.

Jauh hari sebelum proses Islamisas di Sulawesi selatan, khususnya di wilayah kerajaan Luwu Tau
Lu’/Luwu”, sudah banyak yang menyebar di berbagai wilayah di luar daripada kerjaaan Luwu seperti di
Kalimantan,MInangkabau,Ternate, bahkan sampai ke negri Jiran (Malaysia) hal ini merupakan salah satu
cirri khas Tau Luwu’ yaitu merantau ke berbagai negri yang juga merupakan kebiasaan leluhur orang
Luwu yang diwariskan secara turun temurun oleh pelaut handal, Sawerigading. Tak heran jika orang
Luwu banyak yang berprofesi sebagai Pakkappala’ (pelaut) yang juga didukung dari segi geografis dekat
dengan laut dan diapit dengan pegunungan hal inilah yang menyebabkan kedatuan Luwu disebut-sebut
sebagai “ Wanuo Mappetuo Naewai Alena” (tanah yang diberkati Tuhan). Di satu sisi masyarakat Luwu
berprofesi sebagai pelaut dan di sisi lain juga sebagai petani.

Kembali ke laptop, bahwasanya sebelum datangnya Islam di Tana Luwu orang Luwu sudah banyak
yang merantau ke berbagai negri sehingga, ketika 3 utusan dari minangkabau yang disebut sebagai
“Datu Tellue” alias Tri datuk sebelum menyiarkan agama Islam di Tana Luwu ketiga nya belajar bahasa
Lontara terlebih dahulu untuk memahami komunikasi dengan masyarakat Luwu dan mempermudah
komunikasi satu sama lain. Selama bertahun-tahun Tri Datuk mempelajari bahasa Lontara akhirnya
diputuskan lah untuk menyiarkan agama Islam. Menurut cerita beredar di masyraakat mereka berguru
dengan seorang pengawal di salah satu kerajaan Malaysia, di sumber lain dikatakan mereka berguru
dengan perantau dari Luwu yang menetap di Minangkabau. Diantara 3 datuk tersebut bernama, Abdul
Makmur Khatib (Khatib Tunggal) popular disebut dengan nama Datuk ri Bandang, Sulaiman (Khatib
sulung) disebut sebagai Datuk Pattimang. Datuk Pattimang inilah kelak yang akan mengislamkan Luwu,
kemudian Abdul Jawad (Khatib Bungsu)dikenal sebagai Datuk ri Tiro.
Pada Tahun 1593 alias di Abad ke-16 Datuk Tellue, berlabuh di Lapandoso, Bua. Dengan tujiuan
untuk menyiarkan agama Islam berdasarkankeahlian mereka miliki dan kondisi serta budaya masyarakat
Silawesi selatan pada saat itu. Datuk Pattimang yang ahli di bidang Tauhid melakukan syiar Islam di
Kerajaan Luwu, sedangkan Datuk ri Bandang yang ahli fikih di kerajaan Gowa dan Tallo sementara Datuk
ri Tiro yang ahli Tasawwuf di daerah Tiro, Bulukumba. Awalnya Datuk Pattimang dan Datuk ri Bandang
menyiarkan agama Islam di kerajaan Luwu sebagai kerajaan yang diituakan atau kerajaan yang pertama
di Sulawesi selatan,Tengah dan Tenggara yang beragam Islam.

Budaya dan Tradisi masyarakat Luwu pada saat itu masih menganut kepercayaan
Aninisme/Dinanisme yang banyak meyakini hal-hal bersifat mistik dan percaya pada Dewa-dewa.
Walaupun demikian pendekatan dan metode yang disyiarkan langsung oleh Datuk Pattimang dan Datu ri
Bandang dapat diterima oleh Raja Luwu dan masyarakatnya. Diterima nya Islam di Luwu diterima
dengan cepat tanpa adanya peperangan dan pemaksaan, berbeda dengan Islamisasi yang dilakukan di
berbagai kerajaan yang melakukan ekspansi atau menikahi putrid Raja. Islam mudah dan cepat diterima
dikarenakan adanya kesesuaian antara adat dan ajaran Islam yang kompatibel. Seperti menyembelih
hewan peliharaan dalam rangka acara kelahiran yang dimana dala Islam disebut sebagai acara Aqiqah,
laranagan menikahi saudara kandung yang juga dilarang dalam agama Islam, menghormati orang tua,
dan banyak lagi, dengan keahlian Tauhid dari Datuk Pattimang akhirnya dapat memberikan angin segar
bagi Raja dan masyarakat Luwu. Walaupun awal dakwah dari Datuk Pattimang di ajak adu kesaktian
oleh Raja Luwu pada saat itu, namun semua tantangan tersbut dapat dilakukannya dengan mudah yang
semua itu merupakan Karomah yang dititpkan Allah pada Datuk Pattimang atas kebrsihan jiwa dan
ruhani nya serta niat suci Datuk Pattimang untuk menyiarkan agama Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai