Disusun oleh:
Andesty
2065050158
Pembimbing
dr. Achnes Pangaribuan, M.Biomed, Sp.PD
JAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN
SARI PUSTAKA
Telah disetujui
Pada: Febuari 2021
Disusun oleh:
Andesty
2065050158
2
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan.................................................................................................i
Daftar Isi...................................................................................................................ii
Daftar Tabel..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1......................................................................................................................... Definisi
........................................................................................................................1
1.2......................................................................................................................... Epidemi
........................................................................................................................1
1.3......................................................................................................................... Etiologi
........................................................................................................................1
1.4......................................................................................................................... Manifest
........................................................................................................................2
BAB II PATOFISIOLOGI......................................................................................4
2.1. Patofisiologi...................................................................................................4
BAB III DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA....................................................6
3.1. Diagnosis.......................................................................................................6
3.2. Tatalaksana....................................................................................................6
BAB IV KESIMPULAN.........................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................11
3
DAFTAR TABEL
4
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Definisi
Grave's disease adalah penyakit autoimun akibat adanya infiltrasi antigen
sel T spesifik terhadap reseptor hormon Thyroid Stimulating Hormone (TSH).
Stimulus autoantibodi akan mengaktivasi reseptor TSH dan menimbulkan
hiperpalasi kelenjar tiroid yang mengakibatkan produksi dan sekresi hormon
tiroid melebihi kebutuhan normal. Penyakit ini sering disebut dengan
goiter diffuse toksik.1,2
I.2 Epidemiologi
Grave's disease merupakan penyebab paling umum hipertiroidisme
yang terjadi pada 60%-80% kasus hipertiroid. Prevalensi hipertiroidisme di
Amerika Serikat sekitar 1,2% dengan kejadian 20-50 kasus / 100.000 penduduk.
Penyakit ini sering terjadi pada orang berusia 20 - 50 tahun. Penyakit Graves
lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Beberapa data menunjukkan
perbandingan risiko seumur hidup pada wanita dan pria masing-masing adalah
3% dan 0,5.3
I.3 Etiologi
Grave’s disease saat ini dianggap sebagai penyakit autoimun idiopatik.
Munculnya proses autoimun ini karena kerentanan genetik yang mendasari dan
faktor lingkungan. Alel HLA tertentu pada kromosom 6, yaitu HLA-DRB1-08
dan DRB3-0202, diketahui meningkatkan risiko Grave’s disease. Faktor
lingkungan termasuk peristiwa kehidupan yang membuat stres, merokok, infeksi,
asupan iodin yang tinggi, masa nifas. Selain itu, perempuan mengalami angka
5
kejadian lebih tinggi dari laki-laki, dimana perempuan 5 kali lebih sering terkena
daripada laki-laki. Penyakit ini jarang terjadi sebelum menginjak usia remaja,
dengan puncak insiden pada kelompok usia 20-40 tahun, namun juga dapat terjadi
pada usia lanjut.4
Selain beberapa gejala di atas, 25-50% persen dari Grave’s disease mengalami
sejumlah gejala khas, yaitu Grave’s oftalmopati dan Graves dermopati. Gejala
Graves oftalmopati terjadi akibat peradangan atau gangguan pada sistem imun,
yang memengaruhi otot dan jaringan di sekitar mata. Gejalanya antara lain:
6
Injeksi sclera
Kemosis
Lid lag
Tekanan atau rasa sakit pada mata
Penglihatan ganda dari satu objek (diplopia)
Pandangan kabur
Dermopati tiroid menyebabkan penebalan kulit yang nyata, terutama di atas tibia
yang jarang terjadi, terlihat pada 2% hingga 3% kasus. Kulit yang menebal
memiliki tampilan seperti peau d'orange dan sulit untuk dicubit.5,6
7
BAB II
PATOFISIOLOGI
II.1 Patofisiologi
Grave’s disease disebabkan oleh aktivasi reseptor tiroid oleh thyroid stimulating
hormone receptor antibodies yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid atau diluar
kelenjar tiroid (kelenjar limfe dan sumsum tulang) atau disebabkan proses
imunologi yang menyebabkan penurunan dari sel T suppressor sehingga sel T
helper akan meningkat (multiplikasi) dan akan merangsang sel B untuk
memproduksi TSH reseptor antibodies. TSH reseptor antibodies akan berikatan
dengan TSH reseptor pada kelenjar tiroid, meningkatkan cyclic AMP dependent
dan merangsang epitel folikular kelenjar tiroid untuk memproduksi tiroksin dan
triidotironin (T4 dan T3) serta merangsang terjadinya hipertropi dan hiperplasi
kelenjar tiroid. Berikatannya Thyroid stimulating antibody dengan reseptor TSH
akan merangsang proses inflamasi dengan pengeluaran faktor-faktor inflamasi
(sitokin) interleukin-1, tumor necrosis factor α dan interferon y yang akan
merangsang ekspresi molekul adhesi CD54 dan molekul regulator CD40 dan HLA
clas II sehingga sel akan mengalami proses inflamasi. Mekanisme ikatan dan
aktifasi antara thyroid stimulating antibodies dengan reseptor tirotropin (TSH
receptor) tidak diketahui dengan pasti. Suatu studi mengatakan thyroid
stimulating antibodies akan bergabung dengan epitope yang sesuai dengan
domain ekstraseluler reseptor tirotropin.6
8
Oftalmopati pada penyakit Grave’s ditandai dengan adanya edema dan inflamasi
pada otot-otot ekstraokular serta peningkatan jaringan ikat dan lemak pada orbita
yang mengakibatkan peningkatan volume jaringan retrobulbar. Edema yang
terjadi berkaitan dengan efek hidrofilik dari glikosaaminoglikan yang disekresi
oleh fibroblast. Inflamasi disebabkan oleh infiltrasi limfosit dan makrofag pada
jaringan ikat orbita dan otot-otot ekstraokular. Terjadinya penigkatan volume
jaringan retrobulbar menyebabkan timbulnya manifestasi klinik berupa
oftalmopati. Pada awalnya sel-sel otot masih normal tetapi pada tahap yang lebih
lanjut sel-sel otot tersebut menjadi hipertrofi diserta dengan adanya infiltrasi
limfosit dan akhirnya dapat menjadi atrofi atau fibrotik.6
BAB III
DIAGNOSIS DAN
TATALAKSANA
9
III.1 Diagnosis
Untuk menegakan diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang seperti uji laboratorium (TSHs dan Free T4)
untuk mengkonfirmasi diagnosis dan sebagai dasar evaluasi pengobatan.
Berdasarkan hasil uji laboratorium ditemukan peningkatan kadar FT4 dan
penurunan kadar TSH dan yang menjadi gold standard dalam pemeriksaan
laboratorium pada penyakit Grave’s adalah pemeriksaan titer antibodi terhadap tes
TSH-Receptor Thyrotrophin receptor antibody (TRAb) positif.7,8
Indeks Wayne
No Gejala Yang Baru Timbul dan atau Bertambah Nilai
Berat
10
1 Sesak saat kerja +1
2 Berdebar +2
3 Kelelahan +3
4 Suka udara panas -5
5 Suka udara dingin +5
6 Keringat berlebihan +3
7 Gugup +2
8 Napsu makan naik +3
9 Napsu makan turun -3
10 Berat badan naik -3
11 Berat badan turun +3
III.2 Tatalaksana
Pengobatan GD bertujuan untuk mengontrol dan memperbaiki kondisi
berdasarkan patofisiologi penyakit Graves (reaksi antigen-antibodi dalam kelenjar
tiroid). Modalitas pengobatan GD terdiri dari obat antitiroid, pembedahan, dan
yodium radioaktif pengobatan (RAI) dengan iodium-131 (I131). Pilihan pengobatan
didasarkan pada beberapa faktor; tingkat keparahan tirotoksikosis, usia, ukuran
gondok, ketersediaan modalitas, respons dari perawatan, dan komorbiditas
lainnya.
a. Anti- tiroid
11
Mekanisme kerja obat antitiroid bekerja dengan dua efek yaitu efek
intratiroid dan ekstratiroid. Mekanisme aksi intratiroid adalah dengan
menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling
iodotirosis, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis
tiroglobulin sehingga mencegah atau mengurangi biosintesis hormon tiroid T3
dan T4. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yaitu dengan menghambat
konversi T4 menjadi T3 di jaringan perifer. Sementara itu penggunaan
propanolol bertujuan untuk menurunkan gejala-gejala hipertiroidisme yang
diakibatkan peningkatan kerja dari β- adrenergic. Propanolol juga dikatakan
dapat menurunkan perubahan T4 ke T3 di sirkulasi sehingga dapat
menurunkan jumlah hormon yang dalam bentuk aktif.
Efek PTU menghalangi proses hormogenesis intratiroid, mengurangi
disregulasi imun intratiroid serta konversi perifer dari T4 menjadi T3, bersifat
immunosupresif dengan menekan produksi TSAb melalui kerjanya
mempengaruhi aktivitas sel T limfosit kelenjar tiroid. Efek imunosupresif
PTU melalui induksi apoptosis leukosit intratiroid dan menurunkan jumlah
sel-sel Th dan natural killer (NK). Kelebihannya cepat menimbulkan eutroid
dan remisi imunologi yang tergantung lamanya terapi. Pengobatan biasanya
dibagi atas tahap inisial dan tahap pemeliharaan (menggunakan dosis obat
yang lebih rendah), lamanya bervariasi tetapi efektif diberikan selama 12-18
bulan.10
Dosis PTU untuk dewasa adalah 200-400 mg/hari, dosis ini dipertahankan
sampai pasien mencapai keadaan eutiroid, lalu dosis diturunkan secara
bertahap sampai mencapai dosis pemeliharaan 50-150 mg/hari. Pengobatan
yang berlebihan dapat cepat menyebabkan hipotiroidisme, keadaan ini
sebaiknya dihindari terutama selama kehamilan karena dapat
menyebabkan goitre pada janin. Kombinasi karbimazol 40-60 mg/hari dengan
levotiroksin 50-150 µg/hari digunakan pada blocking replacement regimen,
yang diberikan selama 18 bulan. Blocking replacement regimen tidak boleh
diberikan selama kehamilan. Efek samping penggunaan PTU ini adalah
12
leukopenia, cutaneous vasculitis, trombositopenia, anemia aplastic,
hipoprotombinemia, nefritis.11
Carbimazole diberikan pada dosis 15-40 mg/hari. Dosis ini dilanjutkan
sampai pasien mencapai keadaan eutiroid, biasanya setelah 4-8 minggu,
kemudian secara berangsur-angsur dosis dikurangi menjadi dosis
pemeliharaan 5-15 mg. Terapi diberikan selama 12-18 bulan.11
Terapi radioaktif ini dilakukan dengan I131 belum termasuk first line
therapy di Indonesia. Tujuan radioterapi adalah menjadikan penderita
hipotiroid. Dosis radioterapi sesuai dengan protokol yang berlaku pada
masing-masing pemberi pelayanan radioterapi.
Pada terapi RAI, pasien akan mendapat sodium iodida-131 secara oral.
Kelenjar tiroid akan menyerap iodin radioaktif dari aliran darah sama seperti
saat kelenjar menyerap iodin untuk menghasilkan hormon tiroid dan kemudian
bahan ini akan masuk ke folikel-folikel penyimpanan. Efek radiasi dari isotop
I131 akan menghancurkan jaringan tiroid secara bertahap, sehingga produksi
hormon tiroid diharapkan akan menurun. Dalam beberapa minggu setelah
pemberian sodium iodida- 131, penghancuran dari jaringan kelenjar tiroid
dibuktikan dari adanya pembengkakan dan nekrosis epitel, disrupsi folikel,
13
edema, serta adanya infiltrasi leukosit. Pasien yang menjalani terapi ini
mungkin tidak mendapati perubahan pada gejala penyakitnya dalam waktu
singkat, karena terapi ini hasilnya tidak segera terlihat dan membutuhkan
waktu selama beberapa minggu sampai bulan. 9
c. Tiroidektomi total
Tiroidektomi total merupakan cara yang efektif agar tiadak mengalami
remisi tetapi menimbulkan risiko yang terkait dengan anestesi umum,
kelumpuhan saraf laring berulang, dan hipoparatiroidisme sementara atau
permanen. Oleh karena itu tiroidektomi total ini merupakan terapi lini ketiga.
Pembedahan sangat berguna untuk pasien yang menolak atau tidak dapat
mentolerir pengobatan dengan thionamides atau RAI, atau pasien dengan
goiter besar yang menekan jaringan disekitarnya atau nodul yang dicurigai
adanya keganasan. Resiko operasi tiroidektomi ini adalah pendarahan,
kelumpuhan pita suara, dan hipokalsemia.8
BAB IV
KESIMPULAN
1. Grave's disease adalah penyakit autoimun akibat adanya infiltrasi antigen sel
T spesifik terhadap reseptor hormon Thyroid Stimulating Hormone (TSH).
Stimulus autoantibodi akan mengaktivasi reseptor TSH dan menimbulkan
hiperpalasi kelenjar tiroid yang mengakibatkan produksi dan sekresi hormon
tiroid melebihi kebutuhan normal. Penyakit ini sering disebut dengan
goiter diffuse toksik.
2. Diagnosis Graves disease dapat ditegakan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik serta uji laboratorium.
3. Pengobatan Grave’s disease terdiri dari obat antitiroid, pembedahan, dan
yodium radioaktif pengobatan (RAI) dengan iodium-131 (I131).
14
DAFTAR PUSTAKA
15
6. Pokhrel B, Bhusal K. Graves Disease. [Updated 2020 Jul 21]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448195/
7. Kurniawan LB, Arif M. Diagnosis Tiroid. Indonesian Journal of Clinical
Pathology and Medical Laboratory, Vol. 21, No. 3 Juli 2015: 304–308
8. DeGroot LJ. Diagnosis and Treatment of Graves’ Disease. [Updated 2016
Nov 2]. In: Feingold KR, Anawalt B, Boyce A, et al., editors. Endotext
[Internet]. South Dartmouth (MA): MDText.com, Inc.; 2000-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK285548/
9. Noor IWH, and Saraswati MR. Terapi penyakit graves dengan sodium iodida-
131. Denpasar: E-jurnal Medika Udayana (2013).
10. Moitra KV. Drugs For the Treatment of Hypothyroidsm and
Hyperthyroidsm. Flood P, Rathmell JP, Shafer S. Stoelting’s Pharmacology &
Physiology in Anesthetic Practice 5th Edition. Wolter Kluwer Health. 2016;
Chap 39 Hal 758-760
11. Hormon Tiroid dan Antitiroid. Pusat Informasi Obat Nasional (Pionas),
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia.
Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI), BPOM RI. 2019
16