Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH PERUNDANG UNDANG dan KEBIJAKAN PETERNAKAN

Kasus : Polemik Pelarangan Antibiotic Growth Promotor bagi Industri Perunggasan di Indonesia

Di susun oleh :

Aan Milan Ardani 1903511054

Kelas B

2021
Fakultas Peternakan
Universitas Udayana
Bab 1
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam dunia ternak unggas AGP (Antibiotic growth promoter ) sudah sangat dikenali.
AGP sendiri merupakan antibiotik yang diberikan untuk mengurangi bakteri bakteri
merugikan saluran pencernaan agar mendapatkan bobot badan serta rasio konversi
pakan yang lebih baik. AGP sendiri diberikan pada unggas dengan dosis sub-
terapeutik atau dibawah dosis normal untuk terapi. Karena target AGP sendiri adalah
kepada bakteri pada permukaan saluran pencernaan, sehingga pemberian dosis sub-
terapeutik diharapkan tidak terdistribusi jauh hingga ke dalam organ dan tidak
meninggalkan residu pada daging dan telur saat dipanen. Kelarutan dari jenis
antibiotik juga berpengaruh terhadap distribusi obat tersebut di dalam tubuh, seperti
contoh AGP jenis Flavomisin yang larut air dan polar menyebabkan pemberian dosis
tinggi tidak diserap tubuh dan tidak memelukan waktu henti (withdrawal time) untuk
residu. Berbeda dengan jenis Oksitetrasiklin yang sangat larut lemak dan tidak polar
menyebabkan pemberian dosis rendah tetap diserap tubuh dan  memerlukan waktu
henti untuk residu dapat hilang. Sekarang penggunakan AGP dilarang sesuai dengan
dengan undang undang pasal 22 ayat 4 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah
diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014, menyebutkan
bahwa melarang penggunaan pakan yang dicampur hormon tertentu dan/atau
antibiotik imbuhan pakan.
B. Rumusan Masalah
1. Mengapa AGP dilarang digunakan dalam unggas ?
2. Apa bahaya AGP terhadap hewan ternak dan manusia ?
3. Apa solusi dan pandangan pemerintah dan civitas akademika fakultas peternakan
mengenai AGP ini
C. Tujuan
1. Mengetahui alasan dilarangnya pengggunakan AGP
2. Mengetahui bahaya dan dampak negatif AGP bagi unggas dan Manusia
3. Mengetahui pandangan pemerintah dan civitas akademika fakultas peternakan
mengenai AGP
4. Mengetahui Solusi pengganti AGP
BAB 2 Pembahasan
AGP merupakan antibiotik pemacu pertumbuhan yang diberikan kepada hewan untuk
mengurangi bakteri merugikan pada saluran pencernaan sehingga mendapatkan bobot badan
yang baik. AGP pertama kali di perkenalkan sejak tahun 1953 dan menyebar ke seluruh
penjuru dunia, setiap pelaku industri pakan dan obat mempergunakannya karena bukti di
lapangan memang membuktikan AGP meningkatkan performan ternak. Tingkat pertumbuhan
ternak mencapai 4-8% dan utilisasi pakan mencapai 2-5%. Di samping daya hidup ternak
meningkat, kasus cekaman penyakit pada ternak juga semakin menurun. Namun saat ini
penggunaan AGP sudah dilarang. Pelarangan AGP di Indonesia tercantum dalam UU No
18/2009 jucto No 41/2014 tentang Peternakan Kesehatan Hewan. Pasal 22 ayat 4c
menyebutkan "Setiap orang dilarang menggunakan pakan yang dicampur hormon tertentu
dan atau antibiotik dalam imbuhan pakan". Alasan utama pelarangan AGP adalah karena
sudah tingginya kejadian resistensi bakteri yang terdapat pada hewan terhadap antibiotik,
bahkan AGP juga berdampak buruk bagi manusia. Secara tidak langsung residu antibiotik
pada hewan menyebabkan manusia yang mengkonsumsinya mengalami resistensi terhadap
beberapa jenis antibiotik. Menumpuknya residu antibiotika yang mengendap dalam jaringan
metabolisme manusia dikhawatirkan akan menimbulkan sifat resisten pada antibiotika sejenis
yang peruntukan untuk pengobatan manusia. Walaupun undang-undangnya sudah ada,
namun hingga tahun ini antibiotik imbuhan pakan belum sepenuhnya dapat dieliminasi. Hal
ini dikarenakan jika langsung dihilangkan begitu saja, maka industri perunggasan dapat
mengalami krisis. Diantaranya konversi pakan membengkak dan deplesi yang tinggi
akibat Necrosis Enteritis. AGP sendiri telah terbukti dapat menyebabkan resistensi silang
antara antibiotik dalam satu golongan. Sebagai contoh Virginiamisin yang hanya diberikan
kepada hewan sebagai AGP dapat menyebabkan resistensi silang dengan
Quinupristin/Dalfopristin yang merupakan antibiotik second-line pada manusia. Hal ini
dikarenakan keduanya masuk dalam golongan antibiotik yang sama, yakni Streptogramin.
Resistensi silang ini menyebabkan kekebalan bakteri jenis tertentu terhadap semua jenis
antibiotik Streptogramin, walaupun manusia yang terinfeksi bakteri tersebut belum pernah
meminum antibiotik golongan Streptogramin sebelumnya.

Di Indonesia larangan AGP belum memiliki solusi untuk menyelesaikan penurunan produksi
ayam pedaging. Banyak petani broiler telah mengalami penyakit90-40, yakni penurunan
produktivitas ayam broiler dari 90% menjadi 40%. Saat ini, AGP tidak lagi dapat dibeli oleh
peternak, selain itu harga daging ayam di pasaran relatif mahal dan tidak stabil. Sementara
penggunaan AGP,  ujar Ira, telah dilakukan oleh peternak selama bertahun-tahun.
Menghilangkan penggunaan AGP di peternakan bukan pekerjaan mudah. ASOHI, imbuhnya,
turut melakukan sosialisasi agar peternak menggunakan antibiotik secara bijak. Melalui
anggota yang ada di seluruh provinsi, kata Ira, pihaknya mencoba mengendukasi peternak
dan bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait termasuk pemerintah dalam hal
pengawasan. Di sisi lain, Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati seperti tanaman dan
hewan, yang berpotensi sebagai suplemen alami untuk kesehatan manusia dan ternak. Banyak
peneliti di negara ini telah mempelajari potensi bahan tambahan pakan alami untuk
meningkatkan produktivitas hewan. Larangan AGP adalah momment yang tepat untuk
kolaborasi peneliti dan peternak untuk membuat recidues antibiotik daging ayam yang lebih
sehat. Beberapa petani telah mencoba menggunakan phytoadditive untuk menggantikan
AGP, dan hasilnya cukup baik untuk meningkatkan kinerja produktivitas dan kualitas
produksi ayam pedaging seperti kunyit, bawang putih, daun katuk, daun kelor, kulit manggis,
dan sambiloto. produk obat hewan alami mulai dilirik oleh peternak & pabrik pakan ternak
sebagai pengganti AGP diantaranya enzim, probiotik, prebiotik, herbal, acidifier, essential
oil, dan fitofarmaka.  Namun, pengembangannya belum terlalu menggembirakan. Peternak,
ujar Ira, masih mencari-cari komposisi formulasi yang tepat sebagai pengganti AGP untuk
diberikan pada ternak. Ada juga usulan penelitian Proposal PKM R mahasiswa Fakultas
Peternakan Universitas Udayana sebagai pengganti AGP yang berjudul Ransum Fermentasi
Kelor (Moringa oleifera) Oleh Bakteri Probiotik Lignoselulolitik Untuk Mengganti AGP
Sebagai Pemacu Pertumbuhan Ayam Broile. Penelitian ini menggunakan hasil fermentasi
daun kelor dengan bakteri probiotik lignoselulotik yang ditemukan di cairan rumen sapi
untuk sebagai Probiotik Alami untuk membantu proses pertumbuhan ayam boiler, selain itu
juga ada jurnal penelitian yang berjudul Pemanfaatan Virgin Coconut Oil (Vco) Sebagai
Bahan Alternatif Pengganti Antibiotic Growth Promoters (Agp) Dalam Pakan Ternak
Unggas. Banyak sekali penelitian yang dilakukan oleh para civitas akademik di bidang
peternakan dan kedokteran hewan sebagai pengganti AGP. Dan banyak juga sekarang pakan
herbal atau alami sebagai pengganti AGP karena dengan pemberian pakan atau ransum yang
lengkap dan berkualitas akan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ternak unggas
pakan yang berkualitas banyak sekali bisa kita temukan di sekitar kita seperti kacang
kacangan, tepung ikan, dedak padi, dan lain lain, bisa menjadi makanan untuk pelengkap
konsetrat.
BAB 3

Penutup

A. Kesimpulan
1. Pelarangan penggunanan AGP dikarenakan terjadinya resistensi bakteri yang
terdapat pada hewan terhadap antibiotik, bahkan AGP juga berdampak buruk bagi
manusia.
2. Di Indonesia larangan AGP belum memiliki solusi untuk menyelesaikan
penurunan produksi ayam pedaging.
3. Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati seperti tanaman dan hewan, yang
berpotensi sebagai suplemen alami untuk kesehatan manusia dan ternak. Banyak
peneliti di negara ini telah mempelajari potensi bahan tambahan pakan alami
untuk meningkatkan produktivitas hewan.
4. Penelitian probiotik pengganti AGP banyak sekali di lakukan oleh penelit dan
para Civitas Akademika di bidang peternakan dan kedokteran hewan.
5. Pemberian Ransum komplek dan berkualitas juga bisa menjadi arternatif
pengganti AGP karena kandungan nutrisi pada ransum komplek bisa
meninggatkan pertumbuhan unggas.
B. Saran
Makalah ini dibuat dengan riset sederhana jika terdapat kesalahan dalam makalah
mohon dimaafkan dan saya selaku penulis menerima masukan kritik dan saran dari
para pembaca.
Daftar Pustaka
A.F. Prasetyo, M. U. (2020). Performa Pertumbuhan Broiler Pasca Penghentian
Antibiotic Growth. Jurnal Peternakan, 12.
Astuti, indriya. 2019. Probiotik Alami Pengganti Antibiotik pada Unggas Mulai
Dirilik. Media indonesia. diakses tanggal 05 Maret 2021. Sumber :
https://mediaindonesia.com/humaniora/249798/probiotik-alami-pengganti-
antibiotik-pada-unggas-mulai-dirilik.
Barton, M. (2001). Antibiotic use in animal feed and its impact on human healt.
Nutrition Research Reviews. Christian Agyare, V. E. (2018). Antibiotic Use in
Poultry Production and Its Effects on Bacterial Resistance. Intech Open.
Poeloengan, S. M. (2015). Pemakaian Antibiotika Pada Ternak Dan Dampaknya
Pada Kesehatan Manusia . Balai Penelitian Veteriner.
Pertiwi, Herindah. 2020. Polemik Pelarangan Antibiotic Growth Promotor bagi
Industri Perunggasan di Indonesia. Unair News diakses tanggal 03 Maret 2021.
Link : http://news.unair.ac.id/2020/06/02/polemik-pelarangan-antibiotic-growth-
promotor-bagi-industri-perunggasan-di-indonesia/
Pramu Pramu, Yudiani Rina Kusuma, Teguh Susilo, Nuha Abdulloh, Muhammad
Mu'zi Agsung.2019. Pemanfaatan Virgin Coconut Oil (Vco) Sebagai Bahan
Alternatif Pengganti Antibiotic Growth Promoters (Agp) Dalam Pakan Ternak
Unggas. Jurnal Penelitian Peternakan Terpadu.  Vol 1, No 1 (2019) 

Anda mungkin juga menyukai