Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Pada bab ini berisi asuhan keperawatan pada pasien kelolaan

dengan kasus hemorid internal dengan gangguan rasa nyaman (nyeri) di

Dusun Recobanteng Rt 02 Rw 02 Kelurahan Wonorejo Kecamatan

Kedunggalar Kabupaten Ngawi. Asuhan keperawatan tersebut meliputi

proses pengkajian, penegakan diagnosa keperawatan, penyusunan

intervensi, implementasi, serta evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian pada pasien kelolaan dilakukan pada Jumat, 15 Januari

2021 di Dusun Recobanteng Rt 02 Rw 02 Kelurahan Wonorejo

Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi. Pengkajian dilakukan

menggunakan metode wawancara, observasi, serta pemeriksaan fisik

pada pasien. Dalam pengkajian didapatkan data pasien bernama Ny. U

umur 53 tahun, beragama islam, alamat 02/02 Recobanteng, Wonorejo.

Pada tanggal 30 Desember 2020 pukul 18.30 WIB, pasien dibawa ke

klinik dengan diagnosa medis hemoroid internal. Penanggung jawab

Tn.Z, umur 63 tahun, beragama islam, hubungan dengan pasien adalah

suami.
Keluhan utama pasien saat dilakukan pengkajian adalah nyeri

sedang pada bagian anus serta adanya darah yang keluar setelah BAB.

Riwayat penyakit sekarang, pasien mengatakan pada tanggal 30

Desember 2020 pukul 08.00 WIB pasien merasa nyeri setelah BAB

serta menemukan darah menetes dari anus. Nyeri tersebut terasa tajam

pada benjolananus dan juga perih pada daerah sekitar anus. Pasien juga

menemukan benjolan di anus. Benjolan tersebut oleh pasien kemudian

didorong pelan menggunakan jari telunjuk dan berhasil masuk

kedalam. Kemudian pada tanggal 30 Desember 2020 pukul 18.30

WIB, pasien dibawa ke klinik dan di diagnosa hemoroid internal.

Pasien tidak dianjurkan untuk rawat inap, dan di pulangkan pada pukul

19.00 WIB. Pasien mendapat terapi obat Ultraproct N supositoria

dengan dosis 2 kali sehari selama 3 hari, kemudian dilanjut dengan

Borraginol-N topikal dengan dosis 2 gr 2 kali sehari.

Riwayat penyakit dahulu, pasien mengatakan sekitar satu bulan

yang lalu sempat menemukan benjolan tiap kali selesai BAB, akan

tetapi tidak merasa sakit dan benjolan biasanya akan masuk secara

spontan. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit menular serta

penyakit kardiovaskular.

Riwayat kesehatan keluarga, pasien mengatakan almarhumah ibu

serta 3 anaknya sempat bercerita menemukan benjolan setelah BAB,

akan tetapi hanya almarhumah ibu nya saja yang mengeluh nyeri.
Pada proses pengkajian nyeri didapatkan hasil lokasi nyeri di

daerah anus dengan skala 6 yang diukur dengan skala numerik. Nyeri

yang paling berat dirasakan berada pada skala 7, sedangkan nyeri

ringan yang pernah dirasakan yakni skala 4. Pasien dapat mentoleransi

rasa nyeri pada skala 3. Kualitas nyeri yang dirasakan yakni nyeri

tajam. Nyeri biasanya timbul saat dan setelah defekasi, dan rasa perih

biasanya muncul apabila keluar lendir dari anus. Pasien

mengekspresikan nyeri dengan bentuk verbal dan ekspresi, yakni

mengungkapkan secara jelas perasaan nyeri serta mengernyit seperti

menahan rasa sakit. Rasa nyeri biasanya akan mereda apabila benjolan

dimasukkan secara perlahan kedalam anus, akan tetapi rasa nyeri akan

terasa lebih parah saat pasien mengalami konstipasi. Rasa nyeri yang

dikeluhkan pasien tidak berdampak pada kegiatan sehari-hari seperti

makan, tidur, aktifitas fisik, hubungan dengan orang lain, serta

konsentrasi. Akan tetapi dalam beberapa waktu, rasa nyeri terkadang

membuat pasien merasa mudah marah dan terganggu konsentrasinya.

Nyeri pada pasien juga diikuti dengan gejala lain, yakni rasa gatal pada

daerah anus.

Pemeriksaan fisik pada pasien difokuskan pada keadaan umum,

auskultasi abdomen, serta pemeriksaan pada bagian anus dan rektum

kecuali apabila pasien memberikan keluhan pada anggota tubuh lain.

Pengkajian fisik pada pasien kelolaan ini, pasien tidak menyampaikan

keluhan pada anggota tubuh yang lain, oleh karena itu didapakan hasil
berupa keadaan umum pasien baik, kesadaran composmentis, TTV

tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 85x/menit, rata-rata pernafasan

23x/menit, suhu 36,50c. Pemeriksaan auskultasi pada abdomen

didapatkan hasil bising usus 17x/menit. Pemeriksaan pada daerah anus

dan rektum didapatkan hasil berupa inspeksi pada daerah perianal,

terlihat luka lecet berwarna kemerahan. Tampak benjolan sedikit

terlihat dari luar karena sebelumnya benjolan telah didorong manual

oleh pasien sebelum dilakukan pengkajian. Palpasi pada pemeriksaan

fisik ini dilakukan dengan menggunakan metode colok dubur (rectal

touche) dengan hasil berupa adanya benjolan seperti lipatan kulit dan

sedikit lunak. Hanya terdapat satu benjolan yang berlokasi sekitar 4 cm

diatas perianal sebelah kiri. Benjolan semakin teraba saat pasien

diinstruksikan untuk sedikit mengejan.

Berdasarkan proses pengkajian diatas didapatkan data fokus berupa

data subjektif dan data objektif. Data subjektif yang didapat yakni

pasien mengeluh nyeri pada benjolan. Skala yang diungkapkan pasien

nyeri berada pada skala 6 yang diukur dengan skala numerik. Kualitas

nyeri tergolong nyeri tajam dan biasanya muncul saat dan setelah

defekasi. Pasien mengatakan nyeri akan berkurang apabila benjolan

dimasukkan secara perlahan kedalam anus, namun akan semakin terasa

nyeri apabila pasien mengalami konstipasi. Pasien juga mengatakan

apabila nyeri datang, pasien akan merasa mudah marah dan terkadang

mengganggu konsentrasi pasien. Data objektif yang didapat dari proses


pengkajian yakni pasien mengekspresikan nyeri dengan bentuk

ekspresi dan verbal. Bentuk ekspresi nyeri berupa mengernyit seperti

menahan rasa sakit, sedangkan bentuk ekspresi verbal pasien dengan

jelas mengungkapkan keluhan tentang nyeri meliputi lokasi, skala,

kualitas, onset, faktor yang memperingan serta faktor yang

memperburuk nyeri. Tampak luka lecet kemerahan disekitar anus

dengan sedikit lendir putih kekuningan. Benjolan sedikit terlihat dari

luar dan hanya terdapat satu benjolan yang berlokasi ± 4 cm diatas

perianal sebelah kiri. Benjolan semakin teraba saat pasien

diinstruksikan untuk mengejan.

2. Diagnosa keperawatan

Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal 15

Januari 2021, dapat dirumuskan diagnosa keperawatan menurut PPNI

(2016) berupa nyeri akut (D.0077) dengan didukung data subjektif

berupa pasien mengeluh nyeri pada benjolan, serta perih pada daerah

sekitar anus dengan skala 6 dengan kualitas nyeri dan biasanya muncul

saat dan setelah defekasi. Pasien mengatakan nyeri akan berkurang

apabila benjolan dimasukkan secara perlahan kedalam anus, namun

akan semakin terasa nyeri apabila pasien mengalami konstipasi. Pasien

juga mengatakan apabila nyeri datang, pasien akan merasa mudah

marah dan terkadang mengganggu konsentrasi pasien. Sedangkan data

objektif yang dapat mendukung diagnosa nyeri akut yakni pasien

mengekspresikan nyeri dengan bentuk ekspresi dan verbal. Bentuk


ekspresi nyeri berupa mengernyit seperti menahan rasa sakit,

sedangkan bentuk ekspresi verbal pasien dengan jelas mengungkapkan

keluhan tentang nyeri meliputi lokasi, skala, kualitas, onset, faktor

yang memperingan serta faktor yang memperburuk nyeri. Tampak

luka lecet kemerahan disekitar anus dengan sedikit lendir putih

kekuningan. Benjolan sedikit terlihat dari luar dan hanya terdapat satu

benjolan yang berlokasi ± 4 cm diatas perianal sebelah kiri. Benjolan

semakin teraba saat pasien diinstruksikan untuk mengejan.

3. Intervensi

Berdasarkan diagnosa yang telah dirumuskan, maka dapat disusun

intervensi berupa identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas, skala, faktor yang memperberat dan memperingan

nyeri, respon non-verbal pasien terhadap nyeri, serta pengaruh nyeri

terhadap kualitas hidup. Berikan teknik non-farmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri (relaksasi nafas dalam, kompres hangat, sitz

bath). Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri serta menggunakan

analgetik secara tepat. Kolaborasi pemberian analgetik. Dalam

pemberian analgetik dapat disusun intervensi berupa identifikasi

kemungkinan alergi, interaksi, dan kontraindikasi obat. Verifikasi

order obat sesuai dengan indikasi. Periksa tanggal kadaluarsa obat.

Lakukan prinsip enam benar (pasien, obat, dosis, waktu, rute,

dokumentasi). Jelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan yang

diharapkan, dan efek samping. Ajarkan pasien dan keluarga tentang


cara pemberian obat secara mandiri. Selain intervensi manajemen

nyeri dan pemberian analgetik, disusun pula intervensi berupa

manajemen konstipasi berupa periksa tanda dan gejala konstipasi,

anjurkan diit tinggi serat serta anjurkan peningkatan asupan cairan.

4. Implementasi

Pada hari pertama tanggal 15 Januari 2021, implementasi

keperawatan dilakukan dari pukul 07.00 WIB sampai pukul 09.30

WIB. Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah

disusun.

Tindakan yang dilakukan pertama pukul 07.00 WIB adalah

melakukan pengkajian nyeri berupa mengidentifikasi lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, skala, faktor

yang memperberat dan memperingan nyeri, respon non-verbal

pasien terhadap nyeri, serta pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup.

Respon subjektif dari tindakan pertama adalah pasien mengatakan

nyeri berlokasi di daerah anus. Nyeri berada pada skala 6 dengan

kualitas nyeri tajam. Nyeri terjadi saat dan setelah defekasi. Pasien

juga mengatakan nyeri akan semakin terasa saat pasien juga

mengalami konstipasi namun akan berkurang saat benjolan

dimasukkan secara perlahan kedalam anus. Pasien mengatakan

nyeri tidak terlalu berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari, akan

tetapi terkadang pasien menjadi mudah marah dan konsentrasi

sedikit terganggu. Respon objektif dari tindakan pertama adalah


Pasien mengekspresikan nyeri dengan mengernyit seperti menahan

rasa sakit. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 85x/menit, rata-rata

pernafasan 23x/menit, suhu 36,50c. Terlihat luka lecet berwarna

kemerahan dengan sedikit lendir putih kekuningan. Adanya

benjolan seperti lipatan kulit dan sedikit lunak. Benjolan semakin

teraba saat pasien diinstruksikan untuk sedikit mengejan.

Tindakan kedua dilakukan pada pukul 07.45 WIB, yakni

memberikan teknik non-farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

(relaksasi nafas dalam, kompres hangat, sitz bath). Respon

subjektif dari tindakan kedua adalah pasien mengatakan mau dan

bersedia mengikuti instruksi. Respon objektif dari tindakan kedua

adalah pasien terlihat kooperatif dan memahami penjelasan yang

telah diberikan.

Tindakan ketiga dilakukan pada pukul 08.35 WIB dengan

tindakan berupa mengidentifikasi kemungkinan alergi, interaksi,

dan kontraindikasi obat. Respon subjektif dari tindakan ketiga

adalah pasien mengatakan belum pernah menggunakan salep

didaerah dubur, namun jika nanti menemukan tanda-tanda alergi

akan segera melaporkan. Sedangkan respon objektif berupa pasien

tidak memiliki riwayat penyakit jantung maupun penyakit hati,

serta tidak sedang hamil.

Tindakan keempat dilakukan pada pukul 08.50 WIB dengan

tindakan berupa memverifikasi order obat sesuai dengan indikasi


serta memeriksa tanggal kadaluarsa obat. Respon subjektif dari

tindakan ini adalah pasien mengatakan mengizinkan obatnya

diperiksa. Respon objektif dari tindakan ini adalah obat yang

diresepkan telah sesuai dengan indikasi atau keluhan pasien, serta

tanggal kadaluarsa obat tertera tanggal 21 Agustus 2022.

Tindakan kelima dilakukan pada pukul 09.00 WIB dengan

tindakan berupa menjelaskan jenis obat, alasan pemberian,

tindakan yang diharapkan, dan efek samping. Respon subjektif dari

tindakan kelima adalah pasien mengatakan paham dengan

penjelasan yang telah diberikan. Sedangkan respon objektif berupa

pasien terlihat paham dan mengerti tentang penjelasan yang telah

diberikan.

Tindakan keenam dilakukan pada pukul 09.15 WIB, yakni

dengan mengkolaborasikan penggunaan anti-hemoroid serta

melakukan prinsip 6 benar (pasien, obat, dosis, waktu, rute,

dokumentasi). Respon subjektif dari tindakan ketiga adalah pasien

bertanya “Prinsip 6 benar itu apa?”. Respon objektif dari tindakan

keenam adalah obat diberikan dengan rute topikal menggunakan

kassa steril, dosis 2 gr. Pasien terlihat paham dan mengerti setelah

diberikan penjelasan mengenai prinsip 6 benar.

Tindakan ketujuh dilakukan pada pukul 09.30 WIB dengan

implementasi berupa memonitor tanda-tanda alergi obat. Respon

subjektif dari implementasi ini adalah Pasien mengatakan tidak


merasakan sensasi terbakar, perih, atau tanda-tanda alergi. Respon

objektif dari implementasi ini adalah pada daerah yang diberi

salep, tidak terlihat adanya kemerahan atau lepuhan.

Pada hari kedua tanggal 16 Januari 2021, implementasi

keperawatan dilakukan dari pukul 07.10 WIB sampai pukul 09.15

WIB. Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah

disusun.

Tindakan yang dilakukan pertama pukul 07.10 WIB adalah

memeriksa tanda dan gejala konstipasi. Respon subjektif dari

tindakan pertama adalah Pasien mengatakan tidak mengalami

konstipasi, akan tetapi beberapa hari yang lalu sempat mengalami

konstipasi sehingga sedikit mengejan saat BAB. Respon objektif

dari tindakan pertama adalah bising usus 17 x/menit, tidak ada

distensi abdomen.

Tindakan yang dilakukan kedua pukul 07.30 WIB adalah

menganjurkan diit tinggi serat serta menganjurkan peningkatan

asupan cairan . Respon subjektif dari tindakan kedua adalah pasien

mau menjalani diit tinggi serat serta meningkatkan asupan cairan.

Respon objektif dari tindakan kedua adalah pasien terlihat ada

kemauan menjalani diit serta meningkatkan asupan cairan.

Tindakan ketiga dilakukan pada pukul 09.15 WIB, yakni

dengan mengkolaborasikan penggunaan anti-hemoroid serta

melakukan prinsip 6 benar (pasien, obat, dosis, waktu, rute,


dokumentasi). Respon subjektif dari tindakan ketiga adalah pasien

mengatakan “mau”. Respon objektif dari tindakan keenam adalah

obat diberikan dengan rute topikal menggunakan kassa steril, dosis

2 gr.

Pada hari ketiga tanggal 17 Januari 2021, implementasi

keperawatan dilakukan dari pukul 07.20 WIB sampai pukul 09.10

WIB. Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah

disusun.

Tindakan yang dilakukan pertama pukul 07.20 WIB adalah

menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri serta menggunakan

analgetik secara tepat. Respon subjektif dari tindakan pertama

adalah pasien mengatakan bersedia. Respon objektif dari tindakan

pertama adalah pasien terlihat mengangguk mengiyakan.

Tindakan yang dilakukan kedua pukul 09.10 WIB adalah

mengajarkan pasien dan keluarga tentang cara pemberian obat

secara mandiri. Respon subjektif dari tindakan kedua adalah pasien

dan keluarga mengatakan bisa menggunakan obat secara mandiri.

Respon objektif dari tindakan kedua adalah pasien terlihat

mempraktikkan didepan perawat dengan benar.

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan pada tanggal 15 Januari 2021, didapatkan

hasil data subjektif berupa Pasien mengatakan nyeri berlokasi di

benjolan pada anus, serta pada daerah anus. Nyeri berada pada skala 6
dengan kualitas nyeri tajam. Nyeri terjadi saat dan setelah BAB. Pasien

mengekspresikan nyeri dengan mengernyit seperti menahan rasa sakit.

Nyeri akan semakin terasa saat pasien juga mengalami konstipasi

namun akan berkurang saat benjolan dimasukkan secara perlahan

kedalam anus. Nyeri tidak terlalu berpengaruh dalam kehidupan

sehari-hari, akan tetapi terkadang pasien menjadi mudah marah dan

konsentrasi sedikit terganggu. Data objektif pada evaluasi

keperawatan ini berupa Pasien mengekspresikan nyeri dengan

mengernyit seperti menahan rasa sakit. Tekanan darah 120/70 mmHg,

nadi 85x/menit, rata-rata pernafasan 23x/menit, suhu 36,50c. Terlihat

luka lecet berwarna kemerahan dengan sedikit lendir putih

kekuningan. Adanya benjolan seperti lipatan kulit dan sedikit lunak.

Benjolan semakin teraba saat pasien diinstruksikan untuk sedikit

mengejan. Assesment pada evaluasi ini adalah masalah belum teratasi.

Planning untuk kasus ini adalah dengan melanjutkan intervensi berupa

periksa tanda dan gejala konstipasi, anjurkan diit tinggi serat, anjurkan

peningkatan asupan cairan, serta kolaborasi pemberian anti-hemoroidal

dengan melakukan prinsip 6 benar.

Evaluasi keperawatan pada tanggal 16 Januari 2021, didapatkan

hasil data subjektif berupa pasien mengatakan nyeri sudah sedikit

terkontrol, akan tetapi kadang masih terasa terutama saat BAB. Nyeri

berada pada skala 4, kualitas nyeri tajam. Data objektif pada evaluasi

keperawatan ini berupa Pasien tidak terlihat mengernyit menahan


sakit. TTV TD 120/80 mmHg, nadi 85x/menit, rata-rata pernafasan

23x/menit, suhu 36,50c. Bising usus 17x/menit, lecet-lecet pada daerah

anus mulai mengering. Benjolan sepenuhnya berada didalam anus.

Pasien tidak mengalami kostipasi, pasien mau mematuhi diit dan

meningkatkan asupan cairan. Assesment pada evaluasi ini adalah

masalah teratasi sebagian. Planning untuk kasus ini adalah dengan

melanjutkan intervensi berupa anjurkan memonitor nyeri secara

mandiri serta menggunakan analgetik secara tepat. Ajarkan pasien dan

keluarga tentang cara pemberian obat secara mandiri.

Evaluasi keperawatan pada tanggal 17 Januari 2021, didapatkan

hasil data subjektif berupa pasien mengatakan nyeri terkontrol. Nyeri

berada pada skala 3, nyeri sudah tidak terasa. Data objektif pada

evaluasi keperawatan ini berupa pasien terlihat tenang dan nyaman,

TTV TD 120/70 mmHg, nadi 85x/menit, rata-rata pernafasan

23x/menit, suhu 36,50c. Lecet-lecet pada daerah anus sepenuhnya

mengelupas. Benjolan sepenuhnya berada didalam anus. Assesment

pada evaluasi ini adalah masalah teratasi. Planning untuk kasus ini

adalah hentikan intervensi.


B. Pembahasan

Pembahasan ini meliputi proses pengkajian, diagnosa keperawatan,

intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi

keperawatan.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses

keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang

masalah-masalah pasien sehingga dapat memberikan arah terhadap

tindakan keperawatan. Keberhasilan pemberian asuhan keperawatan

ditentukan oleh proses ini (Rosyidin 2013). Pada studi kasus ini

dilakukan pengkajian menggunakan format pengkajian nyeri yang

disusun oleh Mac. Caffrey (1999), yaitu meliputi pengkajian identitas

pasien, lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas nyeri, onset nyeri, cara

pasien mengeskpresikan nyeri, cara yang sudah dilakukan pasien untuk

mengurangi nyeri, faktor yang memperberat kondisi nyeri, dampak

nyeri pada aktifitas, serta keluhan lain selain nyeri.

Setelah dilakukan pengkajian dan pemeriksaan fisik, didapatkan

masalah pada pasien yakni nyeri akut. Nyeri akut didefinisikan sebagai

suatu pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak

atau lambat dan berintegritas ringan hingga berat yang berlangsung

kurang dari 3 bulan (PPNI, 2016). Nyeri tersebut terjadi sebagai akibat
dari hemoroid yang telah mengalami prolaps yang disebabkan oleh

spasme kompleks pada sfingter di daerah sekitar lokasi hemoroid.

Data yang didapat pada saat pengkajian nyeri Ny.U mengatakan

nyeri muncul saat dan setelah BAB serta dapat berkurang apabila

benjolan yang keluar dimasukkan secara perlahan kedalam dubur. Hal

ini sesuai dengan teori Potter & Perry (2010) yaitu pada pasien dengan

hemoroid internal biasanya jarang terjadi nyeri, namun nyeri akan

dijumpai pada pasien dengan hemoroid yang telah prolaps dan

biasanya nyeri dapat di minimalisir dengan cara direduksi.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan didefinisikan sebagai suatu penilaian klinis

mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses

kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun

potensial (SDKI 2017).

Diagnosa pada Ny.U menurut etiologi muncul dikarenakan pasien

mengalami hemoroid internal yang kemudian terjadi prolaps sebagai

akibat dari tekanan berulang yang terjadi pada bantalan anal, sehingga

hemoroid yang prolaps tersebut merangsang ujung saraf nyeri sehingga

pasien mengalami nyeri.

Menurut PPNI (2016) dan Ratnawati (2017), diagnosa yang

muncul pada kasus ini adalah nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera fisik (trauma).


3. Intervensi keperawatan

Intervensi merupakan segala treatment yang dikerjakan perawat

yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk

mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP

PPNI, 2018).

Rencana tindakan yang disusun pada studi kasus sama dengan

rencana tindakan pada teori yang ada, dimana penulis hanya berfokus

pada masalah nyeri akut yang dirasakan pasien. Menurut (Tim Pokja

SIKI DPP PPNI (2018) dan Smeltzer & Bare (2002) intervensi

keperawatan pada kasus pasien hemoroid internal dengan nyeri akut

adalah sebagai berikut :

Pada Ny.U dengan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera fisik (trauma), disusun intervensi dengan tujuan setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien

dapat mentoleransi nyeri serta dapat mengontrol nyeri secara mandiri.

Kriteria hasil yang diharapkan adalah pasien mengungkapkan rasa

nyaman serta skala nyeri yang di ucapkan pasien turun hingga skala

yang dapat ditoleransi pasien, yakni 3. Untuk intervensi yang disusun

antara lain Identifikasi nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, skala, faktor yang memperberat

dan memperingan nyeri, respon non-verbal pasien terhadap nyeri, serta

pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup), berikan teknik non-

farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (relaksasi nafas dalam,


kompres hangat, sitz bath), kolaborasi pemberian analgetik, anjurkan

memonitor nyeri secara mandiri serta menggunakan analgetik secara

tepat. ajarkan pasien dan keluarga tentang cara pemberian obat secara

mandiri.

4. Implementasi keperawatan

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses

keperawatan setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Tahap

ini merupakan tahap dilakukannya tindakan keperawatan sesuai

dengan intervensi yang telah disusun berdasarkan diagnosa agar

tercapainya tujuan dan hasil yang ingin dicapai (Potter & Perry,

2010).

Implementasi yang telah dilakukan pada Ny.U pada tanggal 15-

17 Januari 2021 dengan diagnosa nyeri akut adalah dengan

mengidentifikasi nyeri secara koprehensif (lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, skala, faktor yang memperberat

dan memperingan nyeri, respon non-verbal pasien terhadap nyeri, serta

pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup), memberikan teknik non-

farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (relaksasi nafas dalam,

kompres hangat, sitz bath), mengkolaborasikan pemberian

antihemorhoid, menganjurkan pasien memonitor nyeri secara mandiri

serta menggunakan analgetik secara tepat, memberikan pendidikan

kesehatan pada pasien dan keluarga tentang cara pemberian obat

secara mandiri.
Secara teori menurut Joyce (2014), penatalaksanaan nyeri pada

pasien dengan hemoroid internal adalah dengan melakukan rendam

duduk (Sitz Bath) selama 15 menit dengan frekuensi tiga sampai 4

kali perhari. Kompres juga dapat dilakukan, hal ini akan membuat

mukosa terasa lebih nyaman. Kolaborasi pemberian obat-obat

bebas juga dapat dilakukan guna membantu pasien mengurangi

intensitas nyeri.

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi dari proses keperawatan adalah mengukur respon pasien

terhadap tindakan keperawatan serta kemajuan pasien kearah

pencapain tujuan yang telah di tentukan (Potter & Perry, 2010).

Dilihat dari catatan perkembangan pasien selama 2 hari, pasien

mengalami perbaikan kondisi yang ditandai dengan pasien

mengungkapkan rasa nyaman, rasa nyeri dapat terkontrol, tidak

mengalami konstipasi, serta mampu melakukan manajemen nyeri

seperti melakukan rendam duduk (Sitz bath), kompres pada area

rektal, serta menggunakan obat secara mandiri. Hal tersebut sesuai

dengan kriteria evaluasi menurut teori Smeltzer (2002), yakni pasien

mendapatkan pola eliminasi yang normal, pasien mengalami

penurunan intensitas nyeri yang ditandai dengan kemampuan pasien

dalam mengatur posisi yang memperingan kondisi nyeri, menerapkan

kompres hangat/dingin pada area rektal,serta mampu melakukan

rendam duduk (Sitz Bath) empat kali sehari.


C. Keterbatasan

Keterbatasan dalam studi kasus ini adalah pemberian asuhan

keperawatan yang kurang maksimal. Mengingat kondisi pandemi yang

belum sepenuhnya teratasi, membuat penulis yang sekaligus sebagai

pemberi asuhan keperawatan harus tetap mematuhi protokol kesehatan

yang ketat dalam melakukan intervensi yang telah disusun.

Anda mungkin juga menyukai